Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Derajat kesehatan masyarakat dipengaruhi oleh empat faktor utama

yaitu: faktor lingkungan, perilaku manusia, pelayanan kesehatan dan keturunan.

Keempat faktor tersebut saling terkait dengan beberapa faktor lain yaitu sumber

daya alam, keseimbangan ekologi, kesehatan mental, sistem budaya dan

populasi sebagai satu kesatuan (Kemenkes, 2010).

Kesehatan sebagai salah satu unsur kesejahteraan umum harus

diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia, derajat kesehatan yang

besar artinya bagi pembangunan dan pembinaan sumber daya manusia dan

sebagai modal bagi pelaksana pembanganunan nasional (Kemenkes RI, 2010).

Untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat

diselenggarakan upaya kesehatan dengan pendekatan pemeliharaan yang

meliputi peningkatan derajat kesehatan ( preventif ), penyembuhan penyakit

( kuratif ) dan pemulihan kesehatan (rehabilitatif ) yang dilaksanakan secara

menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan (Kemenkes RI,2010).

Dalam pembangunan sektor kesehatan, berbagai program telah

dilaksanakan untuk mencapai tujuan pembanguan nasional tersebut, namun

masih dijumpai berbagai masalah kesehatan utama, peluang dan ancaman yang

berhubungan pada pembangunan kesehatan (Kemenkes RI, 2010).

Diindentifikasi beberapa masalah kesehatan utama meliputi derajat

1
kesehatan yang rendah, status gizi masyarakat masih memprihatinkan, berbagai

penyakit menular baru (New Emerging Diseases) muncul dan berkembang,

adanya penyakit menular muncul kembali (Re Emerging Diseases), beberapa

daerah mempunyai masalah penyakit menular lokal spesifik yang perlu

mendapat perhatian (Kemenkes RI, 2010).

Dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 13 Tahun

2010 tentang kesehatan menyebutkan antara lain bahwa : (1) Pemerintah,

pemerintah daerah dan masyarakat menjamin ketersediaan lingkungan yang sehat

dan tidak mempunyai resiko buruk bagi kesehatan , (2) lingkungan sehat

mencakupi lingkungan permukiman, tempat kerja, tempat rekreasi, serta tempat

dan fasilitas umum, (3) Lingkungan sehat bebas dari unsur – unsur yang

menimbalkan gangguan kesehatan, antara lain : a. Limbah cair ; b. Limbah padat ;

c. Limbah gas ; d. Sampah yang tidak diproses sesuai dengan persyaratan yang

ditetapkan pemerintah ; e. Binatang pembawa penyakit ; f. Zat kimia yang

berbahaya (Kemenkes, 2010).

Menurut Hendrik L. Blum, derajat kesehatan masyarakat dipengaruhi

oleh empat faktor utama yaitu : faktor lingkungan, perilaku manusia, pelayanan

kesehatan dan keturunan. Keempat faktor tersebut saling berkaitan dengan

faktor lain, yaitu sumber daya alam, keseimbangan ekologi, kesehatan mental,

sistem budaya dan populasi sebagai satu kesatuan. Lingkungan mempunyai

pengaruh yang paling besar terhadap derajat kesehatan masyarakat. Faktor

1
lingkungan meliputi lingkungan fisik, lingkungan biologik dan lingkungan

sosio kultural (Kemenkes RI, 2010).

Pengelolaan lingkungan merupakan upaya untuk memecahkan,

memperbaiki dan meningkatkan mutu lingkungan, agar fungsi lingkungan bagi

manusia dan mahkluk hidup lainnya dapat terpenuhi bagi kelangsungan hidup

(Kemenkes RI, 2010).

Lingkungan yang diharapkan dalam visi Indonesia Sehat 2010 adalah

lingkungan yang kondusif bagi terwujudnya keadaan sehat, yaitu lingkungan

yang bebas dari polusi, tersedianya air bersih, sanitasi lingkungan yang

memadai, perumahan dan pemukiman yang sehat, perencanaan kawasan yang

berwawasan kesehatan serta terwujudnya masyarakat yang saling tolong

menolong dalam memelihara nilai-nilai budaya bangsa (Kemenkes RI, 2010).

Menurut H.L Blum (1974) derajat kesehatan dipengaruhi oleh beberapa

faktor yaitu lingkungan, perilaku pelayanan kesehan dan keturunan. Pengaruh

yang sangat besar adalah keadaan lingkungan yang tidak memenuhi persyaratan

kesehatan dan perilaku masyarakat yang merugikan kesehatan, baik masyarakat

di pedesaan maupun di perkotaan yang disebabkan karena kurangnya

pengetahuan dan kemampuan masyarakat di bidang kesehatan, ekonomi

maupun teknologi (Kemenkes RI, 2010).

Masalah kesehatan berbasis lingkungan disebabkan oleh kondisi

lingkungan yang tidak memadai baik kualitas maupun kwantitasnya serta

perilaku hidup sehat masyarakat yang masih rendah sehingga mengakibatkan

1
penyakit-penyakit berbasis lingkungan muncul antara lain seperti diare, ISPA,

malaria, DBD, TBC, yang masih mendominasi 10 penyakit terbesar puskesmas

dan merupakan pola penyakit utama di Indonesia (Kemenkes RI, 2010).

Dalam rangka meningkatkan stastus kesehatan masyarakat, puskesmas

merupakan ujung tombak yang paling depan diwilayah kerjanya. Salah satu

fungsi puskesmas yang penting adalah mengembangkan dan membina

kemandirian masyarakat dalam memecahkan masalah kesehatan yang timbul,

mengembangkan kemampuan dan kemauan mayarakat baik berupa pemikiran

maupun kemampuan yang berupa sumber daya, salah satu terobosan untuk

mengatasi masalah kesehatan berbasis lingkungan adalah klinik sanitasi

(Kemenkes RI,2010).

Klinik sanitasi merupakan suatu wahana untuk mengatasi masalah

kesehatan masyarakat melalui upaya terintegrasi antara kesehatan lingkungan

pemberantasan penyakit dengan bimbingan, penyuluhan, dan bantuan teknis

dari petugas Puskesmas. Klinik Sanitasi bukan sebagai unit pelayanan yang

berdiri sendiri, tetapi sebagai bagian intergral dari kegiatan Puskesmas,

bekerjasama dengan program yang lain dari sektor terkait di wilayah kerja

Puskesmas.

Klinik sanitasi sebagai salah satu pelayanan dipuskesmas yang

mengintegrasikan antara upaya kuratif, promotif dan preventif, yang

mempunyai peran antara lain sebagai pusat informasi, pusat rujukan fasilitator

di bidang kesehatan lingkungan dan penyakit berbasis lingkungan ( Kemenkes

1
RI, 2010).

Data yang diperoleh dari survei pendahuluan bahwa 10 penyakit

terbesar yang ada di Puskesmas Lingkar Timur Kota Bengkulu pada tahun

2016 masih didominasi oleh penyakit-penyakit yang berbasis lingkungan antara

lain seperti ISPA 27244 kasus (18,11%), Influenza 7771 kasus (5,16%),

penyakit kulit Alergi 7651 kasus (5,09%) dan diare (4,10%) kasus 6176

(Dinkes Kota Bengkulu, 2016).

Nama Data Ispa Data Data Buku Buku Formulir


puskesmas Diare TBC registrasi register inspeksi
klinik klien sanitasi
sanitasi
Puskesmas 2744 410 10,22 Tidak Ada Tidak Ada Tidak Ada
Lingkar
Timur
Data ( Profil Dinas Kesehatan Kota Bengkulu tahun 2016)

Dari survey awal yang didapat Sumber Daya Manusia Kesehatan yang

ada di bagian klinik sanitasi program kesehatan lingkungan di Puskesmas hanya

ada 1 orang tenaga kesling. Tenaga pengelola dan pendukung program klinik

sanitasi puskesmas belum mendapatkan pelatihan tentang klinik sanitasi,

sehingga sebagian tenaga pendukung kurang memahami program klinik

sanitasi, dan kekurangan tenaga menyebabkan tenaga sanitasi memiliki tugas

rangkap. Dana kegiatan tidak dianggarkan. Kelengkapan sarana penunjang

pelaksanaan program klinik sanitasi puskesmas, masih kurang dan belum

memadai untuk seluruh puskesmas. Perencanaan belum dilaksanakan secara

terpadu baik dengan lintas program maupun dengan lintas sektor. Pelaksanaan

program klinik sanitasi puskesmas, belum terlaksana dengan optimal.

1
Pemantauan dan penilaian program klinik sanitasi puskesmas, belum terlaksana

dengan optimal, karena hanya dilakukan oleh kepala puskesmas tanpa

bimbingan dari pengelola program Dinas Kesehatan. Maka berdasarkan uraian

di atas penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai Faktor – faktor

tidak berjalannya program klinik sanitasi di Puskesmas Lingkar TimurKota

Bengkulu tahun 2017.

1.2 Rumusan Masalah

Tingginya penyakit berbasis lingkungan di Kota Bengkulu dan program

klinik sanitasi telah dijalankan sebagai salah satu upaya untuk menanggulangi

masalah kesehatan berbasis lingkungan yang terjadi di masyarakat yang berada

di Kota Bengkulu, maka peneliti ingin mengetahui tidak berjalannya program

klinik sanitasi di Puskesmas Lingkar Timur Kota Bengkulu.

1.3 Tujuan Penelitian

Analisis program klinik sanitasi dipuskesmas lingkar timur kota

bengkulu

1.3 Manfaat Penelitian

1.3.1 Secara Teoritis

Hasil penelitian bermanfaat untuk pengembangan ilmu pengetahuan yang

berkaitan dengan program sanitasi

1
1.3.2 Manfaat Penelitian Praktis

Bermanfaat bagi berbagai pihak yang memerlukannya untuk memperbaiki

kinerja, terutama bagi kepala puskesmas dan pemegang program serta

seseorang untuk melakukan penelitian lebih lanjut.

1.6 Keaslian Penelitian

Skripsi yang saya buat adalah benar hasil karya saya pribadi dan bebas

flagiat. Adapun skripsi pembanding yang digunakan adalah sebagai berikut:

Tabel 1.1 : Penelitian pembanding

No Nama Judul Hasil


1. Agus Erwin Evalusi Program Sanitasi Kesimpulan ada beberapa komponen yang
Ashari, Total Berbasis Masyarakat belum memadai yaitu komponen input
Fajar di Kabupaten Mamuju pada indikator sarana dan prasarana serta
Akbar/2015 dana operasional kegiatan yang berasal dari
Bantuan Operasional Kesehatan.
Komponen proses pada indikator
pelaksanaan dan pemantauan. Komponen
output pada semua indikator belum
memenuhi target nasional yang ditetapkan.
2 Fauzia , Faktor – faktor yang Bahwa masyarakat cenderung untuk
2009 berhubungan dengan memanfaatkan fasilitas pelayanan
klinik sanitasi oleh kesehatan yang lebih dekat dan mudah
masyarakat di Wilayah dijangkau.
Kerja Puskesmas Air
manjuto Tahun 2009
3 Lindawati / Pemanfaatan klinik Tujuan pendidikan menghasilkan
2002 sanitasi dan faktor – faktor pengetahuan dan tindakan yang baik pada
yang mempengaruhinya di responden.
Puskesmas Air Dinging
Kota Padang Tahun 2002

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Klinik Sanitasi

Klinik sanitasi adalah upaya atau kegiatan yang mengintegrasikan

pelayanan kesehatan antara promotif, preventif dan kuratif yang difokuskan

pada penduduk yang beresiko tinggi untuk mengatasi masalah penyakit

berbasis lingkungan dan masalah kesehatan lingkungan pemukiman yang

dilaksanakan oleh petugas bersama masyarakat yang dapat dilaksanakan

secara pasif dan aktif di dalam dan di luar gedung puskesmas (Kemenkes

RI, 2010).

Klinik sanitasi juga merupakan wahana masyarakat untuk mengatasi

masalah kesehatan lingkungan dan masalah penyakit berbasis lingkungan

dengan bimbingan, penyuluhan dan bantuan teknis dari petugas puskesmas.

Klinik sanitasi bukan sebagai unit pelayanan yang berdiri sendiri, akan

tetapi sebagai bagian integral dari kegiatan puskesmas dalam melaksanakan

program ini berkerjasama dengan lintas program dan lintas sektoral yang

ada diwilayah kerja puskesmas (Kemenkes RI 2010).

Dengan klinik sanitasi diharapkan dapat memperkuat peran dan

meningkatkan efektifitas puskesmas dalam melaksanakan pelayanan sanitasi

dasar guna meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dan semua masalah

yang ada kaitannya dengan kesehatan lingkungan khususnya pengendalian

penyakit berbasis lingkungan (Kemenkes RI, 2010).

Dalam pelaksanaan program klinik sanitasi menjaring pasien/klien di

puskesmas dengan keluhan penyakit berbasis lingkungan dan lingkungan

26
yang tidak sehat sebagai media penularan dan penyebab penyakit yang

dialami oleh masyarakat selanjutnya dilaksanakan konseling dan

kunjungan lapangan atau kunjungan rumah untuk mencari jalan keluar

akibat masalah kesehatan lingkungan dan penyakit berbasis lingkungan yang

muncul di masyarakat (Kemenkes RI, 2010).

Sesuai dengan Visi Indonesia Sehat 2010 tujuan jangka panjang yang

harus dicapai oleh setiap kabupaten diharapkan penduduk hidup dalam

lingkungan yang sehat, memiliki perilaku hidup sehat, bebas penularan

penyakit serta akses kepada pelayanan kesehatan yang adil, merata dan

berkualitas (Achmadi, 2008).

Dengan demikian salah satu tujuan Pemerintah kabupaten/kota yang

dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan adalah membebaskan penduduk dari

penularan atau transmisi penyakit dengan cara menghilangkan sumber

penyakit dengan menciptakan lingkungan yang optimum, melakukan

penyehatan lingkungan, dan meningkatkan perilaku hidup sehat penduduk

serta memberikan kekebalan terhadap serangan penyakit (Achmadi, 2008).

Kesehatan lingkungan pada hakekatnya adalah keadaan lingkungan yang

optimum sehingga berpengaruh positif terhadap terwujudnya status

kesehatan yang optimal pula, ruang lingkup kesehatan lingkungan antara

lain : perumahan, pembuangan kotoran manusia, penyediaan air bersih,

pembuangan sampah, pembuangan air kotor dan pencemaran ruang lingkup

tersebut harus dijaga untuk mengoptimumkan lingkungan hidup manusia

agar menjadi media yang baik untuk terwujudnya kesehatan yang optimum

bagi manusia yang hidup di dalamnya (Notoatmodjo, 2007).

26
Masalah kesehatan lingkungan menjadi sangat komplek seperti

urbanisasi penduduk dari desa ke kota, pembuangan sampah yang dilakukan

secara dumping tanpa adanya pengolahan, penyediaan air bersih hanya 60%

penduduk Indonesia mendapatkan air dari PDAM, tingkat pencemaran udara

sudah melebihi nilai ambang batas khususnya di kota- kota besar,

pembuangan limbah industri dan limbah rumah tangga yang tidak dikelola

dengan baik, bencana alam serta perencanaan tata kota dan kebijakan

pemerintah yang sering kali menimbulkan masalah baru bagi kesehatan

lingkungan (Candra, 2007).

Ada beberapa pengertian yang harus di pahami dalam pelaksanaan

program klinik sanitasi selain pengertian klinik sanitasi itu sendiri

(Kemenkes RI, 2010) yaitu :

2.1.1 Pengertian Pasien Klinik sanitasi

Pasien klinik sanitasi adalah penderita penyakit yang diduga berkaitan

erat dengan kesehatan lingkungan yang dirujuk oleh petugas medis ke ruang

klinik sanitasi.

2.1.2 Pengertian Klien Klinik Sanitasi

Klien klinik sanitasi adalah masyarakat umum bukan penderita penyakit

yang datang ke puskesmas untuk berkonsultasi mengenai masalah yang

berkaitan dengan kesehatan lingkungan.

2.1.3 Pengertian Konseling

Adalah kegiatan wawancara mendalam dan penyuluhan yang bertujuan

untuk mengenal masalah lebih rinci kemudian diupayakan pemecahannya

26
yang dilakukan oleh petugas klinik sanitasi sehubungan dengan konsultasi

penderita/pasien yang datang ke puskesmas (Kemenkes RI, 2010).

2.2 Tujuan Klinik Sanitasi

2.2.1 Tujuan Umum Program Klinik Sanitasi

Klinik sanitasi bertujuan untuk meningkatkan derajat kesehatan

masyarakat melalui upaya preventif, kuratif dan promotif yang dilakukan

secara terpadu, terarah dan terus menerus (Kemenkes RI, 2010).

2.2.2 Tujuan Khusus Program Klinik sanitasi

2.2.2.1 Meningkatkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat (pasien dan klien

serta masyarakat disekitarnya) akan pentingnya lingkungan sehat dan

perilaku hidup bersih dan sehat.

2.2.2.2 Masyarakat mampu memecahkan masalah kesehatan yang berhubungan

dengan kesehatan lingkungan.

2.2.2.3 Terciptanya keterpaduan lintas program-program kesehatan dan lintas

sektor terkait, dengan pendekatan penanganan secara holistik terhadap

penyakit-penyakit berbasis lingkungan.

2.2.2.4 Untuk menurunkan angka penyakit berbasis lingkungan dan

meningkatkan penyehatan lingkungan melalui pemberdayaan

masyarakat.

2.2.2.5 Meningkatkan kewaspadaan dini terdapat penyakit-penyakit berbasis

lingkungan melalui Pemantauan Wilayah Setempat (PWS) secara terpadu

(Kemenkes RI 2010).

26
2.3 Ruang Lingkup Klinik Sanitasi

Ruang lingkup kegiatan klinik sanitasi mencakup berbagai upaya antara

lain (Kemenkes RI, 2010) :

1. Penyediaan dan penyehatan air bersih/jamban dalam rangka

pencegahan penyakit diare, kecacingan dan penyakit kulit.

2. Penyehatan perumahan/pemukiman dalam rangka pencegahan

penyakit ISPA, TB-Paru, Demam Berdarah Dengue (DBD) dan

Malaria.

3. Penyehatan lingkungan tempat kerja dalam rangka pencegahan

penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan atau penyakit akibat

kerja.

4. Penyehatan makanan dan minuman dalam rangka pencegahan

penyakit saluran pencernaan atau keracunan makanan.

5. Pengamanan pestisida dalam rangka pencegahan dan

penanggulangan keracunan pestisida.

6. Pengamanan penyakit atau gangguan lainnya yang

berhubungan dengan kesehatan lingkungan.

2.4 Sasaran Program Klinik Sanitasi

Program klinik sanitasi dalam pelaksanaannya mempunyai sasaran

sebagai berikut (Kemenkes RI, 2010) :

1. Penderita penyakit yang berhubungan dengan masalah kesehatan

lingkungan yang datang ke puskesmas.

2. Masyarakat umum (klien) yang mempunyai masalah kesehatan

26
lingkungan yang datang ke puskesmas.

3. Lingkungan penyebab masalah bagi pasien/klien dan masyarakat

sekitarnya.

2.5 Sumber Daya Program Klinik Sanitasi

Dalam melaksanakan program klinik sanitasi diperlukan sumber daya

untuk mencapai tujuan program, sumber daya dalam program klinik sanitasi

adalah sebagai berikut (Kemenkes RI, 2010) :

2.5.1 Tenaga Pelaksana

Adapun tenaga yang dibutuhkan untuk melaksanakan program klinik

sanitasi adalah terdiri dari tenaga inti di bidang kesehatan lingkungan seperti

Sanitarian atau Diploma III Kesehatan Lingkuangan, disamping itu dalam

pelaksanaan program klinik sanitasi ini juga dibutuhkan tenaga pendukung

seperti dokter, bidan, perawat dan petugas gizi yang telah ditunjuk oleh

pimpinan puskesmas dalam pelaksanaan program, tenaga- tenaga tersebut

diatas telah mendapat pelatihan dan orientasi tentang program klinik

sanitasi.

2.5.2 Prasarana dan Sarana Program Klinik sanitasi

Prasarana dan sarana yang dibutuhkan dalam pelaksanaan program klinik

sanitasi adalah ruangan sebagai tempat petugas sanitasi melakukan kegiatan-

kegiatan penyuluhan, konsultasi, konseling, demonstrasi, pelatihan atau

perbaikan sarana sanitasi dasar dan penyimpanan peralatan kerja.

Peralatan-peralatan klinik sanitasi berupa alat-alat peraga penyuluhan,

26
cetakan sarana air bersih dan jamban keluarga, alat pengukur kualitas

lingkungan (air, tanah dan udara), alat transportasi untuk mendukung

kegiatan program klinik sanitasi yang dilaksanakan baik di dalam maupun di

luar gedung puskesmas.

Alat peraga dan media penyuluhan yang digunakan dalam

melaksanakan program klinik sanitasi antara lain berupa maket, media

cetak, sound system, media elektronik dan formulir untuk pencatatan dan

pelaporan hasil kegiatan

2.5.3 Sumber Dana Program Klinik Sanitasi

Untuk mendukung tercapainya cakupan program klinik sanitasi

dibutuhkan dana, adapun dana ini diperoleh dari APBD (Anggaran

Pendapatan Belanja Daerah) kabupaten/kota, APBD provinsi BLN (Bantuan

Luar Negeri), kemitraan dan swadaya masyarakat. Besarnya dana yang

dibutuhkan sangat berbeda di masing-masing puskesmas, tergantung

masalah kesehatan lingkungan yang ditangani di wilayah kerja puskesmas

2.6 Kegiatan Klinik Sanitasi

Kegiatan klinik sanitasi dilaksanakan di dalam gedung puskesmas dan di

luar gedung puskesmas, ada pun kegiatan tersebut adalah

2.6.1 Dalam Gedung Puskesmas

Semua pasien yang mendaftar di loket pendaftaran, setelah mendapat

kartu stastus kemudian diperiksa oleh petugas medis, paramedis puskesmas,

apabila didapat penderita penyakit yang berhubungan erat dengan faktor

lingkungan maka pasien tersebut dirujuk ke klinik sanitasi.

26
Di ruang klinik sanitasi petugas mewawancarai pasien mengalami

penyakit yang dialami dikaitkan dengan lingkungan, petugas mencatat

keterangan pasien, serta memberikan penyuluhan dan data yang diperlukan

ditulis dalam kartu status kesehatan lingkungan, petugas juga membuat janji

dengan pasien untuk melakukan kunjungan rumah untuk melihat langsung

faktor resiko penyakit yang dialami pasien tersebut.

Kegiatan lain didalam gedung adalah petugas membahas segala

permasalahan kesehatan lingkungan, cara pemecahan masalah, hasil

monitoring atau evaluasi dan pelaksanaan klinik sanitasi dalam mini loka

karya puskesmas yang melibatkan seluruh penanggungjawab kegiatan dan

dilaksanakan satu bulan sekali, dengan demikian diharapkan dapat

dilakukan penanganan klinik sanitasi secara integratif dan komprehensif.

2.6.2 Kegiatan Klinik Sanitasi di Luar Gedung Puskesmas

Kegiatan luar gedung ini adalah kunjungan rumah atau lokasi sebagai

rencana tindak lanjut kunjungan pasien/klien ke klinik sanitasi di

puskesmas, kunjungan rumah ini untuk mempertajam sasarannya karena

pada saat kunjungan petugas telah memiliki data pasti adanya sarana

lingkungan bermasalah yang perlu diperiksa dan faktor-faktor perilaku yang

berperan besar dalam proses terjadinya masalah kesehatan lingkungan dan

penyakit berbasis lingkungan.

Dalam kunjungan rumah petugas klinik sanitasi bekerjasama dengan

lintas program dan lintas sektor, apabila dibutuhkan suatu perbaikan atau

pembangunan sarana sanitasi dasar dengan biaya besar, seperti

pembangunan sistem perpipaan untuk air bersih yang kurang terjangkau

26
oleh masyarakat setempat, maka petugas dapat bekerjasama dengan lintas

sektor, perlu diingat bantuan yang diberikan berupa stimulan masyarakat

harus dimotivasi untuk swadaya sehingga menjadi sarana sanitasi dasar yang

lengkap.

2.7 Kriteria Keberhasilan Program Klinik Sanitasi

Lingkungan mempunyai dua unsur pokok yang sangat erat kaitannya

satu sama lain yaitu unsur fisik dan sosial, lingkungan fisik dapat

mempunyai hubungan langsung dengan kesehatan dan perilaku sehubungan

dengan kesehatan seperti akibat pengelolaan limbah yang tidak memenuhi

syarat dapat menimbulkan penyakit antara lain ISPA, DBD, diare, Malaria,

TBC serta penyakit kulit. Lingkungan sosial seperti ketidakadilan social

yang menyebabkan kemiskinan yang berdampak terhadap status kesehatan

masyarakat yang mengakibatkan timbulnya penyakit berbasis lingkungan

(Kemenkes RI, 2010).

Keberhasilan pelaksanaan program klinik sanitasi ini dapat

ditunjukkan dengan meningkatnya persentase keluarga menghuni rumah

yang memenuhi syarat kesehatan menjadi 80%, persentase keluarga

menggunakan air bersih menjadi 85%, persentase keluarga menggunakan

jamban yang memenuhi syarat kesehatan menjadi 80% dan persentase

tempat-tempat umum yang sehat menjadi 80% (Kemenkes RI, 2010)

Selain itu indikator keberhasilan program klinik sanitasi dibagi dua

yaitu (Kemenkes RI, 2010) :

2.7.1 Indikator Keberhasilan Langsung

2.7.1.1 Meningkatkan kunjungan klien dan menurunkan angka penderita

26
penyakit berbasis lingkungan.

2.7.1.2 Makin meningkat pembangunan sarana kesehatan lingkungan dengan

swadaya masyarakat..

2.7.1.3 Makin meningkatkan komunikasi antara pasien dengan tenaga kesehatan

2.7.2 Indikator Tidak Langsung

2.7.2.1 Penurunan angka kejadian penyakit yang menjadi prioritas penanganan

seperti diare, kecacingan, penyakit kulit, ISPA, TB-Paru, DBD, Malaria,

penyakit akibat kerja, penyakit saluran pencernaan dan keracunan.

2.7.2.2 Terciptanya hubungan dan kerjasama yang baik antara lintas program dan

lintas sektor di wilayah kerja puskesmas.

2.7.2.3 Terbentuknya kelembagaan di tingkat desa/kelurahan yang aktif dalam

melaksanakan kegiatan kesehatan lingkungan secara swadaya dan

berkesinambungan.

1. Pasien datang ke puskesmas, mendaftar di loket, diperiksa oleh

medis/paramedis jika indikasinya menderita penyakit berbasis

lingkungan maka dirujuk ke klinik sanitasi, di klinik sanitasi pasien

dikonseling, diberikan penyuluhan serta membuat perjanjian

kunjungan rumah untuk memecahkan masalah kesehatan

2. lingkungan yang dialaminya kemudian pasien mengambil obat

di apotek kemudian pulang.

3. Petugas berkoordinasi dengan lintas program melalui loka karya

mini atau pertemuan bulanan.

4. Petugas melakukan kunjungan rumah dengan memberikan

implementasi dan rekomendasi perbaikan lingkungan

26
5. Klien datang ke puskesmas untuk berkonsultasi mengenai masalah

kesehatan lingkungan yang dihadapi untuk mencari cara pemecahan

masalah.

6. Pemantauan wilayah setempat untuk dijadikan tolak ukur

pelaksanaan program klinik sanitasi (Kemenkes RI 2010).

2.8 Penyakit Berbasis lingkungan

Lingkungan tidak mungkin mampu mendukung jumlah kehidupan yang

tanpa batas dengan segala aktivitasnya. Karena itu, apabila lingkungan

sudah tidak mampu lagi mengdukung kehidupan manusia, manusia akan

menuai berbagai kesulitan. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi

telah berdampak pada kualitas daya dukung lingkungan, yang pada akhirnya

akan merusak lingkungan itu sendiri. Eksploitasi sumber daya alam yang

berlebihan akan berdampak buruk pada manusia (Anies, 2006).

Pengaruh lingkungan dalam menimbulkan penyakit pada manusia telah

lama disadari, seperti dikemukakan Blum dalam Planning for health,

development and application of social change theory, bahwa faktor

lingkungan berperan sangat besar dalam meningkatkan derajat kesehatan

masyarakat. Sebaliknya kondisi kesehatan masyarakat yang buruk, termasuk

timbulnya berbagai penyakit juga dipengaruhi oleh lingkungan yang buruk.

(Anies, 2006).

Interaksi manusia dengan lingkungan telah menyebabkan kontak antara

kuman dengan manusia. Sering terjadi kuman yang tinggal di tubuh host

kemudian berpindah ke manusia karena manusia tidak mampu menjaga

26
kebersihan lingkungannya. Hal ini tercermin dari tingginya kejadian

penyakit berbasis lingkungan yang masih merupakan masalah kesehatan

terbesar masyarakat Indonesia. Beberapa penyakit yang timbul akibat

kondisi lingkungan yang buruk seperti ISPA, TBC, diare, DBD, malaria,

kecacingan dan penyakit kulit (Kemenkes RI, 2010).

2.8.1 ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut)

ISPA adalah infeksi saluran pernafasan yang berlangsung sampai 14 hari,

yang dimaksud dengan saluran pernafasan adalah mulai dari hidung sampai

gelembung paru beserta organ-organ disekitarnya seperti sinus, ruang

telinga tengah dan selaput paru (Kemenkes RI, 2010).

ISPA disebabkan oleh bakteri streptococcus pneumonia, hemophilhillus

Influensa, asap dapur, sirkulasi udara yang tidak baik, tempat

berkembangbiaknya di saluran pernafasan, ISPA dapat ditularkan melalui

udara yang terkontaminasi dengan bakteri ketika penderita batuk yang

terhirup oleh orang sehat masuk ke saluran pernafasannya (Kemenkes RI,

2010).

ISPA dapat dicegah dengan cara menjaga sirkulasi udara dalam rumah

dengan membuka jendela setiap hari, menghindari polusi udara di dalam

rumah seperti asap dapur dan asap rokok, tidak padat penghuni di kamar

tidur, menjaga kebersihan rumah dan lingkungan sekitarnya (Kemenkes RI,

2010).

2.8.2 Penyakit Kulit

Penyakit kulit atau sering disebut dengan kudis/scabies/gudik/budukan

yang disebabkan oleh tungau atau sejenis kutu yang sangat kecil (Sarcoptes

26
scabies), tempat berkembangbiaknya adalah dilapisan tanduk kulit dan

membuat terowongan dibawah kulit sambil bertelur, penularannya dapat

melalui kontak langsung dengan penderita dan dapat pula ditularkan melalui

perantara seperti baju, handuk, sprei yang digunakan penderita kemudian

digunakan oleh orang sehat, pencegahan dapat dilakukan dengan

menghindar menukar baju, handuk, lingkungan agar tidak terlalu padat,

menjaga kebersihan lingkungnan dan personal hygiene (Kemenkes RI,

2010).

2.8.3 Diare

Diare adalah buang air besar lembek sampai encer yang lebih dari 3 kali

dalam satu hari. Diare dapat disebabkan oleh bakteri/virus antara lain seperti

: Rotavirus, Escherrichia Coli Enterotoksigenik (ETEC), shigella.

Compylobacter Jejuni, Cryptospondium (Kemenkes RI, 2010).

Diare karena bakteri Escherrichia Coli (E.Coli) disebabkan oleh bakteri

E.Coli tempat berkembang biak bakteri ini adalah dalam tinja manusia, cara

penularan melalui makanan yang terkontaminasi dengan bakteri E.Coli yang

dibawa oleh lalat yang hinggap pada tinja yang dibuang sembarangan,

melalui minum air terkontaminasi bakteri E.Coli yang tidak dimasak sampai

mendidih, melalui tangan yang terkontaminasi bakteri E.Coli karena

sesudah buang air besar tidak mencuci tangan dengan sabun (Kemenkes RI

2010).

Cara pencegahan diare dapat dilakukan antara lain : menutup makanan

agar tidak dihinggapi lalat, tidak membuang air besar sembarangan, mencuci

tangan dengan sabun sebelum menyiapkan makanan dan setelah buang air

26
besar, mancuci bahan makanan dengan air bersih, memasak air sampai

mendidih, menggunakan air bersih yang memenuhi syarat (Kemenkes RI,

2010).

2.8.4 Tuberkulosis (TBC)

Penyakit TBC adalah batuk yang berlangsung secara terus menerus

selama 3 minggu atau lebih, berkeringat malam tanpa aktifitas serta dapat

juga ditandai dengan batuk darah karena pembuluh darah pecah akibat luka

dalam alveoli yang sudah lanjut. TBC disebabkan oleh Mycobacterium

Tuberculosis basil atau kuman yang berbentuk batang dan mempunyai sifat

tahan terhadap penghilangan warna yang bersifat asam dan alcohol (kuman

tetap berwarna kemerahan), maka disebut Basil Tahan Asam (BTA)

menemukan kuman BTA ini menjadi dasar penting dalam penegakan

diagnosis (Achmadi, 2008).

Penyakit malaria adalah penyakit yang disebabkan oleh parasit dari genus

Plasmodium yang termasak golongan protozoa, yang penularannya melalui

vektor nyamuk Anopheles spp, dengan gejala demam, pening, lemas, pucat,

nyeri otot, menggigil, suhu bias mencapai 40ºC terutama pada infeksi

Plasmodium falcifarum.

Beberapa faktor lingkungan sangat berperan dalam

berkembangbiaknya nyamuk sebagai vektor penular malaria, faktor-faktor

tersebut antara lain, lingkungan fisik seperti suhu udara, suhu udara

mempengaruhi panjang pendeknya masa inkubasi ekstrinsik yaitu

pertumbuhan fase sporogoni dalam perut nyamuk. Kelembaban udara yang

26
rendah, akan memperpendek umur nyamuk, hujan yang diselingi panas

semakin besar kemungkinan perkembangbiakannya (Achmadi, 2008).

Tempat berkembangbiak nyamuk Anopheles antara lain : kolam ikan

yang tidak dipakai lagi, bekas galian tanah atau pasir yang terisi air hujan,

batang bambu yang dapat menampung air hujan, kaleng bekas, ban bekas

yang dapat menampung air hujan serta saluran air yang tidak mengalir

(Kemenkes RI, 2010).

Lingkungan biologi juga berperan dalam perkembangbiakan vektor

penular malaria, misalnya ada lumut, ganggang berbagai tumbuhan air yang

membuat Anopheles sundaicus merasa nyaman untuk membesarkan anak

keturunannya berupa telur dan larva (Achmadi.U.F.2008).

Malaria dapat dicegah dengan membasmi tempat perindukan nyamuk

seperti menyebarkan ikan pemakan jentik, membersihkan semak belukar di

sekitar rumah, mengubur barang-barang bekas yang dapat menampung air

hujan, membersihkan tempat air minum burung dan vas bunga secara

teratur, menimbun atau mengalirkan air yang tergenang, membersihkan

tambak, empang serta saluran irigasi dari tumbuhan air (Kemenkes RI,

2010).

2.8.5 Demam Berdarah Dengue (DBD).

Demam Berdarah Dengue disebabkan oleh virus dengue dan

ditularkan oleh nyamuk Aedes Aegypti, dengan cara seseorang yang dalam

darahnya mengandung virus Dengue bila digigit nyamuk akan terhisap

masuk ke dalam lambung nyamuk dan berkembang biak, kemudian masuk

ke dalam kelenjar air liur nyamuk setelah satu minggu di dalam tubuh

26
nyamuk, bila nyamuk menggigit orang sehat akan menularkan virus

Dengue, virus ini tetap berada di dalam tubuh nyamuk sehingga dapat

menularkan kepada orang sehat lainnya (Kemenkes RI, 2010).

Nyamuk Aedes Aegypti berkembangbiak di dalam dan di luar rumah

seperti ember, drum, tempayan, tempat penampungan air bersih, vas bunga,

kaleng bekas yang berisi air bersih, bak mandi, lubang pohon, lubang batu,

pelepah daun, tempurung kelapa, potongan bambu yang dapat menampung

air hujan (Kemenkes RI, 2010).

Upaya praktis yang dapat dilakukan dalam pengendalian vektor dan

pemberantasan penyakit DBD adalah sebagai berikut (Anies, 2006) :

2.8.5.1 Menguras tempat penyimpanan air seperti bak mandi, drum dan gantilah

air divas bunga serta ditempat minum burung sekurang-kurangnya

seminggu sekali.

2.8.5.2 Menutup rapat tempat penampungan air seperti drum dan tempayan agar

nyamuk tidak dapat masuk dan berkembangbiak.

2.8.5.3 Mengubur barang-barang bekas yang dapat menampung air hujan seperti

kaleng bekas, ban bekas, botol bekas.

2.8.5.4 Tutuplah lubang pagar pada pagar bambu dengan tanah atau adukan
semen.

2.8.5.5 Jangan meletakkan pakaian digantungan ditempat yang terbuka misalnya

dibelakang pintu kamar, agar nyamuk tidak hinggap.

2.8.5.6 Untuk tempat penampungan air yang sulit dikuras taburkan bubuk abate

ke dalam genangan air tersebut, untuk membunuh jentik-jentik nyamuk,

ulangi hal ini setiap 2-3 bulan sekali. Takaran penggunaan bubuk abate,

untuk 10 liter air cukup dengan 1 gram bubuk abate.

26
2.8.5.7 Perlindungan diri terhadap gigitan nyamuk misalnya dengan

menggunakan anti nyamuk dan memakai kelambu yang diberi insektisida

pada saat tidur.

2.8.6 Kecacingan

Ada tiga jenis cacing yang banyak diderita oleh anak-anak yaitu

(Kemenkes RI, 2010) :

2.8.6.1 Cacing gelang, penyebabnya adalah Ascariasis lumbricoides yang

berkembangbiak di dalam perut manusia dan tinja, menular dengan

cara, telur cacing masuk ke dalam mulut melalui makanan yang

tercemar atau tangan yang tercemar telur cacing, kemudian telur

cacing menetas menjadi cacing didalam perut manusia kemudian

telur cacing keluar bersama dengann tinja. Pencegahan dapat dilakukan

dengan menutup makanan, menggunakan air bersih, buang air besar di

jamban sehat, menggunting kuku, mencuci tangan dengan sabun sebelum

makan dan sesudah buang air besar, tidak membuang sampah sembarangan

agar terhindar dari lalat.

2.8.6.2 Cacing kremi, penyebabnya adalah Enterobius vermicularis, tempat

berkembangbiaknya adalah di perut dan tinja, cara penularannya adalah

dengan menelan telur cacing yang telah dibuahi melalui debu, makanan

atau jari tangan (kuku). Pencegahan dapat dilakukan dengan menutup

makanan, menggunakan air bersih, buang air besar di jamban sehat,

menggunting kuku, mencuci tangan dengan sabun sebelum makan dan

sesudah buang air besar, tidak membuang sampah sembarangan agar

terhindar dari lalat.

2.8.6.3 Cacing tambang, penyebabnya adalah Ancylostomiasis duodenale, tempat

26
berkembangbiaknya perut dan tinja, penularan terjadi dengan cara, telur

cacing dalam tinja di tanah yang lembab atau lumpur menetas menjadi

larva, larva masuk ke tubuh manusia melalui kulit, biasanya melalui kaki,

menghirup telur melalui udara (debu), pencegahan dapat dilakukan

dengan menggunakan alas kaki, buang air besar di jamban yang sehat,

menjaga kebersihan diri dan lingkungan.

2.9 Kerangka Pikir

Berdasarkan uraian di atas, dapat dirumuskan kerangka pikir penelitian

sebagai berikut :

Input Proses Output

Sumber Daya Manusia


Berjalan atau tidak berjalannya KlinikIndikator
Sanitasi Di Puskesnas langsung
keberhasilan
Peralatan Indikator keberhasilan tidak langsung
Metode
Dana Klinik Sanitasi

Gambar 2.1
Kerangka Pikir

26
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian


Jenis penelitian ini adalah survei yang bersifat deskriptif, bertujuan untuk

mengetahui gambaran tingkat keberhasilan pelaksanaan program klinik

sanitasi di Kota Bengkulu Tahun 2017

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Lingkar Timur Kota Bengkulu

pertimbangan pemilihan lokasi ini yaitu satu puskesmas yang program

klinik sanitasi berjalan dan satu puskesmas yang program klinik sanitasi

tidak berjalan, Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Januari tahun 2017.

3.3 Informan Penelitian

Informan dalam penelitian ini dipilih berdasarkan teknik key person

dengan mencari informan kunci. Maka yang menjadi informan yang dapat

memberikan informasi mengenai objek penelitian ini yaitu kepala

Puskesmas lingkar timur, pemegang program Kesehatan Lingkungan

Puskesmas Lingkar Timur, Total informan dalam penelitian ini adalah 2

orang.

3.4 Metode Pengumpulan Data

3.4.1 Data Primer

Data primer diperoleh melalui wawancara yang mendalam dengan

26
petugas klinik sanitasi dipuskesmas, dengan kepala seksi penyehatan

lingkungan Dinas kesehatan, staf kesling Puskesmas Lingkar Timur

Kota Bengkulu serta observasi langsung pada objek penelitian, hasil

wawancara dan hasil observasi yang diperoleh di catat pada lembar

wawancara dan lembar observasi yang telah di persiapkan.

3.4.2 Data Sekunder

Data sekunder diperoleh dari Dinas Kesehatan, Puskesmas

Lingkar Timur Kota Bengkulu di Kota bengkulu. Adapun data-data

sekunder tersebut adalah :

3.4.2.1 Data jumlah sanitasi dasar yang ada dan memenuhi syarat di

wilayah kerja puskesmas.

3.4.2.2 Data jumlah tempat pengolahan makanan dan minuman

yang ada dan memenuhi syarat di wilayah kerja puskesmas.

3.4.2.3 Data jumlah tempat-tempat umum yang ada dan memenuhi

syarat di wilayah kerja puskesmas.

3.4.2.4 Data jumlah tenaga sanitarian.

3.5 Defenisi Istilah

Untuk memahami keseluruhan dari penelitian ini, maka akan

dikemukakan defenisi operasional dengan tujuan menghindari timbulnya

perbedaan dalam pengertian.

1. Petugas adalah tenaga yang melaksanakan program klinik sanitasi di

puskesmas minimal berpendidikan SPPH atau DIII kesehatan

Lingkungan.

26
2. Sarana dan prasarana adalah segala fasilitas yang dibutuhkan untuk

pelaksanaan program klinik sanitasi.

3. Dana adalah sejumlah uang yang dipergunakan untuk pelaksanaan

program klinik sanitasi.

4. Metode klink sanitasi adalah metode yang dipergunakan oleh petugas

pelaksana program klinik sanitasi.

3.6 Analisa Data

Analisa terhadap data yang diperoleh akan dilakukan secara kualitatif.

Hasil yang berupa angka-angka akan disajikan dalam bentuk tabel distribusi

frekwensi dan hasil pendapat responden mengenai program klinik sanitasi

akan dianalisis secara kualitatif, keseluruhan hasil yang diperoleh akan

dibandingkan dengan Pedoman Pelaksanaan Klinik Sanitasi Ditjen PPM

dan PL Kemenkes RI Tahun 2012.

26

Anda mungkin juga menyukai