Anda di halaman 1dari 16

ANALISIS KELAYAKAN PROYEK

PERANCANGAN DRYER DAN BIAYA DESAIN


Tugas Ini Dibuat Sebagai Salah Satu Tugas Dalam Mata Kuliah
Analisis Kelayakan Proyek
Semester 5 Jurusan Teknik Kimia Prodi DIV Teknologi Kimia Industri
Tahun Pelajaran 2019/2020

OLEH
Kelompok :6
Anggota : 1. Amalia Adriatna Putri (061740421536)
2. Dytha Florenza (061740421539)
Kelas : 5 KIA
Dosen Pembimbing: Ir. Muhammad Zaman, M.Si., M.T

PROGRAM STUDI DIV TEKNOLOGI KIMIA INDUSTRI


JURUSAN TEKNIK KIMIA
POLITEKNIK NEGERI SRIWIJAYA
2019
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kita haturkan kepada Allah SWT sebab karena limpahan
rahmat serta anugerah dari-Nya kami mampu untuk menyelesaikan makalah ini.
Shalawat serta salam tidak lupa selalu kita haturkan untuk junjungan nabi
agung kita, yaitu Nabi Muhammad SAW yang telah menyampaikan petunjukan Allah
SWT untuk kita semua, yang merupakan sebuah pentunjuk yang paling benar yakni
Syariah agama Islam yang sempurna dan merupakan satu-satunya karunia paling
besar bagi seluruh alam semesta.
Selanjutnya dengan rendah hati kami meminta kritik dan saran dari pembaca
untuk makalah ini supaya selanjutnya dapat kami revisi kembali. Karena kami sangat
menyadari, bahwa makalah yang telah kami buat ini masih memiliki banyak
kekurangan.
Kami ucapkan terimakasih yang sebanyak-banyaknya kepada setiap pihak
yang telah mendukung serta membantu kami selama proses penyelesaian makalah ini
hingga rampungnya makalah ini.
Demikianlah yang dapat kami haturkan, kami berharap supaya makalah yang
telah kami buat ini mampu memberikan manfaat kepada setiap pembacanya.

Palembang, Oktober 2019

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Eceng gondok (Eichhornia crassipes) adalah salah satu jenis tumbuhan air
yang pertama kali ditemukan secara tidak sengaja oleh seorang ilmuwan Brazil
bernama Karl Von Mor- tius pada tahun 1824 ketika sedang melakukan ekspedisi di
Sungai Amazon Brazilia. Tumbuhan ini di Indonesia merupa- kan tumbuhan eksotik
yakni didatangkan dari luar, jadi bukan tumbuhan asli (native) Indonesia. Tumbuhan
ini dibawa ke Indonesia di zaman Raffless sebagai gubernur jenderal pada tahun
1894, ditanam di kolam Kebun Raya Bogor karena warna bunganya yang menarik
(Gerbono, 2005). Kemudian tersebar ke sungai dekat Kebun Raya Bogor hingga
selan- jutnya berkembang biak dengan cepat di berbagai wilayah perairan.
Hal yang sangat menonjol dari tanaman ini adalah perkembangannya yang
luar biasa cepatnya, baik secara veg- etatif dengan membentuk tunas (stolon) di atas
akar maupun generatif dengan bijinya. Perkembangbiakan dengan cara vegetatif
dapat berlipat ganda dalam waktu 7-10 hari. Menu- rut penelitian Badan
Pengendalian Dampak Lingkungan Su- matera Utara di Danau Toba, satu batang
eceng gondok dalam waktu 52 hari mampu berkembang 1 (m2) (Gunawan, 2007;
Sitanggang, 2006). Perkembangbiakan yang demikian cepat menyebabkan tanaman
eceng gondok telah berubah menjadi tanaman gulma di beberapa wilayah perairan
Indonesia, ter- masuk di danau Rawa Pening, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah.
Berdasarkan fakta di lapangan, eceng gondok yang tumbuh liar dan cepat di danau
Rawa Pening memiliki po- tensi yang sangat besar dalam merusak lingkungan.
Kondisi merugikan yang timbul sebagai dampak pertumbuhan eceng gondok yang
tidak terkendali diantaranya adalah: meningkat- nya evapotranspirasi, menurunnya
jumlah cahaya yang masuk ke dalam perairan sehingga menyebabkan menurunnya
ting- kat kelarutan oksigen dalam air (DO=Dissolved Oxygens), mengganggu
lalulintas (transportasi) air, meningkatnya habi- tat bagi vektor penyakit pada
manusia, dan menurunkan nilai estetika lingkungan perairan.
Eceng gondok, walupun dikatakan sebagai tanaman gulma (pengganggu),
namun tanaman tersebut mempunyai potensi positif yang cukup besar yaitu: sebagai
bahan pem- buatan pupuk kompos, sebagai bahan pembuatan biogas / briket, sebagai
bahan pembuatan kertas, sebagai bahan tam- bahan untuk material komposit (karena
mengandung serat), untuk media pembersih polutan logam berat (misal: Hg, Cu, Zn,
Fe, Pb), untuk media penanganan berbagai limbah cair (misal: limbah cair rumah
pemotongan hewan, limbah cair industri kecil laundry), dan sebagai bahan berbagai
kerajinan tangan (Ojeifo dkk., 2001). Melihat potensi eceng gondok, warga sekitar
danau Rawa Pening mulai tahun 1990 dan secara intensif mulai tahun 2004 berusaha
memanfaatkan eceng gondok sebagai bahan baku kerajinan. Tumbuh kembangnya
industri keraji- nan eceng gondok di sekitar danau di samping memberi nilai tambah
bagi kesejahteraan warga sekitar, juga sekaligus da- pat mengendalikan pertumbuhan
tanaman tersebut sehingga tidak menjadi tanaman gulma dan justru sebaliknya
menjadi komoditas tanaman industri yang potensial.
Permasalahan muncul ketika cuaca mendung atau hu- jan, pengeringan eceng
gondok tidak dapat dilakukan dengan baik, di samping karena kondisi cuaca juga
dilakukan pada lahan yang tidak begitu luas sehingga membutuhkan waktu yang
lama hingga mencapai 3 minggu. Pengeringan yang membutuhkan waktu lama dapat
mengakibatkan eceng gon- dok menjamur, warna menjadi kehitaman, bahkan
membusuk sehingga dapat dikategorikan rusak, tidak dapat dipakai, yang akhirnya
hanya menjadi sampah saja. Hal tersebut mempe- ngaruhi kondisi industri kerajinan
eceng gondok di sekitar Rawa Pening, karena kekurangan pasokan bahan baku.
Penyebab masalah tersebut muncul karena proses pen- geringan yang
dilakukan masih dengan cara konvensional yaitu dengan mengandalkan panas sinar
matahari. Pada musim penghujan proses pengeringan enceng gondok akan
terhambat sehingga menurunkan kualitas bahan baku (warna kehitaman, kurang
kering, berbau tidak enak, dan kurang ulet). Di samping menurunkan kualitas bahan
baku eceng gondok juga menurunkan kuantitas hasil pengeringan eceng gondok
sebagai bahan baku kerajinan yang mengakibatkan kebutuhan bahan baku kering
tidak tercukupi. Pada kondisi tersebut teknologi pengeringan sangat diperlukan
untuk mengatasi masalah yang dialami industri kerajinan eceng gondok di sekitar
Ambarawa dan Banyubiru. Salah satu teknologi pengeringan yang dapat digunakan
ada- lah alat pengering mekanis tipe cabinet dryer.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana rancangan desain alat pengering mekanis tipe cabinet dryer
a. yang akan dibuat?
b. Bagaimana analisa biaya pembuatan alat pengering mekanis tipe cabinet
dryer yang akan dibuat?

1.3 Tujuan
Berdasarkan pertanyaan dari rumusan masalah pada subbab sebelumnya maka
diperoleh tujuan dari penelitian yang dilakukan sebagai berikut:
1 Memperoleh proto tipe alat pengering mekanis tipe cabinet dryer
2. Memperoleh kelayakan teknis, kualitas hasil, dan kelayakan finansial alat
pengering mekanis tipe cabinet dryer untuk pengeringan eceng gondok
sebagai bahan baku kerajinan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengeringan
2.1.1. Pengertian Pengeringan
Pengeringan merupakan bagian dalam rangkaian operasi pada industri proses.
Pengeringan adalah pemisahan sejumlah kecil air atau zat cair lain dari bahan padat
sehingga mengurangi kandungan sisa zat cair di dalam zat padat sampai batas yang
dapat diterima dengan menggunakan energi panas.Zat padat yang akan dikeringkan
terdapat dalam berbagai macam bentuk antara lain serpih, biji-bijian, serbuk, kristal,
lempeng, atau lembaran sinambung. Untuk mengeringkan bahan-bahan tersebut di
industri telah terdapat berbagai bentuk alat pengering. Alat-alat pengering itu antara
lain tray dryer, screen conveyor dryer, tower dryer, rotary dryer and spray dryer.
Tujuan dari pengeringan pada prinsipnya adalah menurunkan kadar air suatu
produk sehingga memenuhi rencana penggunaan selanjutnya. Secara garis besar
pengeringan dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu:
a. Pengeringan secara alami (natural drying) dan pengeringan buatan (artificial
drying). Pengeringan secara alami dapat dilakukan dengan cara menjemur di
bawah sinar matahari (sun drying). Sedangkan pengeringan secara buatan
dilakukan dengan menggunakan alat pengering.Pengeringan alami atau pengeringan
matahari telah digunakan pada daerah beriklim panas untuk memproduksi buah-
buahan atau biji-bijian kering.
Pengeringan ini dapat dilakukan dengan penyinaran matahari langsung dimana
pengeringan dilakukan dengan udara kering panas. Terbukti bahwa buah-buahan
kering hanya dihasilkan di daerah dimana keadaan cuaca mendukung seperti
temperatur yang relatif tinggi, kelembaban relatif rendah, dan sedikit atau bahkan
tidak ada curah hujan
a. Pengeringan Adiabik
Pengeringan adiabatik adalah pengeringan dimana panas dibawa ke alat
pengering oleh udara panas. Udara panas ini akan memberikan panas pada bahan
pangan yang akan dikeringkan dan mengangkut uap air yang dikeluarkan oleh
bahan. Sedangkan pengeringan isotermik adalah pengeringan dimana bahan yang
akan dikeringkan berhubungan langsung dengan lembaran atau plat logam panas.
2.1.2. Prinsip dasar dan mekanisme pengeringan
Proses pengeringan pada prinsipnya menyangkut proses pindah panas dan
pindah massa yang terjadi secara bersamaan (simultan). Pertama panas harus di
transfer dari medium pemanas ke bahan. Selanjutnya setelah terjadi penguapan air,
uap air yang terbentuk harus dipindahkan melalui struktur bahan ke medium
sekitarnya. Proses ini akan menyangkut aliran fluida di mana cairan harus di transfer
melalui struktur bahan selama proses pengeringan berlangsung. Jadi panas harus di
sediakan untuk menguapkan air dan air harus mendifusi melalui berbagai macam
tahanan agar supaya dapat lepas dari bahan dan berbentuk uap air yang bebas. Lama
proses pengeringan tergantung pada bahan yang di keringkan dan cara pemanasan
yang digunakan. Makin tinggi suhu dan kecepatan aliran udara pengeringan makin
cepat pula proses pengeringan berlangsung. Makin tinggi suhu udara pengering,
makin besar energi panas yang di bawa udara sehingga makin banyak jumlah massa
cairan yang di uapkan dari permukaan bahan yang dikeringkan. Jika kecepatan aliran
udara pengering makin tinggi maka makin cepat massa uap air yang dipindahkan dari
bahan ke atmosfer. Kelembaban udara berpengaruh terhadap proses pemindahan uap
air. Pada kelembaban udara tinggi, perbedaan tekanan uap air didalam dan diluar
bahan kecil, sehingga pemindahan uap air dari dalam bahan keluar menjadi
terhambat. Pada pengeringan dengan menggunakan alat umumnya terdiri dari tenaga
penggerak dan kipas, unit pemanas (heater) serta alat-alat kontrol. Sebagai sumber
tenaga untuk mengalirkan udara dapat digunakan blower. Sumber energi yang dapat
digunakan pada unit pemanas adalah tungku, gas, minyak bumi, dan elemen pemanas
listrik.
Prinsip – prinsip yang perlu diperhatikan dalam pembuatan alat pengering
antara lain :
1. Pola suhu di dalam pengering
2. Perpindahan kalor di dalam pengering
3. Perhitungan beban kalor
4. Satuan perpindahan kalor
5. Perpindahan massa di dalam pengering

Proses utama dalam pengeringan adalah proses penguapan air maka perlu
terlebih dahulu diketahui karakteristik hidratasi bahan pangan yaitu sifat-sifat bahan
yang meliputi interaksi antara bahan pangan dengan molekul air yang dikandungnya
dan molekul air di udara sekitarnya. Peranan air dalam bahan pangan dinyatakan
dengan kadar air dan aktivitas air, sedangkan peranan air di udara dinyatakan dengan
kelembaban relatif dan kelembaban mutlak.
Mekanisme keluarnya air dari dalam bahan selama pengeringan adalah sebagai
berikut:
1. Air bergerak melalui tekanan kapiler.
2. Penarikan air disebabkan oleh perbedaan konsentrasi larutan disetiap bagian
bahan.
3. Penarikan air ke permukaan bahan disebabkan oleh absorpsi dari lapisan-
lapisan permukaan komponen padatan dari bahan.
4. Perpindahan air dari bahan ke udara disebabkan oleh perbedaan tekanan uap.
(Dewi, 2010)
2.1.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengeringan
1. Luas Permukaan
Makin luas permukaan bahan makin cepat bahan menjadi kering Air
menguap melalui permukaan bahan, sedangkan air yang ada di bagian tengah
akan merembes ke bagian permukaan dan kemudian menguap. Untuk
mempercepat pengeringan umumnya bahan pangan yang akan dikeringkan
dipotong-potong atau di iris-iris terlebih dulu. Hal ini terjadi karena:
a. Pemotongan atau pengirisan tersebut akan memperluas permukaan bahan dan
permukaan yang luas dapat berhubungan dengan medium pemanasan
sehingga air mudah keluar,
b. Potongan-potongan kecil atau lapisan yang tipis mengurangi jarak dimana
panas harus bergerak sampai ke pusat bahan pangan. Potongan kecil juga akan
mengurangi jarak melalui massa air dari pusat bahan yang harus keluar ke
permukaan bahan dan kemudian keluar dari bahan tersebut.

2. Perbedaan Suhu dan Udara Sekitarnya


Semakin besar perbedaan suhu antara medium pemanas dengan bahan
pangan makin cepat pemindahan panas ke dalam bahan dan makin cepat pula
penghilangan air dari bahan. Air yang keluar dari bahan yang dikeringkan akan
menjenuhkan udara sehingga kemampuannya untuk menyingkirkan air
berkurang. Jadi dengan semakin tinggi suhu pengeringan maka proses
pengeringan akan semakin cepat. Akan tetapi bila tidak sesuai dengan bahan
yang dikeringkan, akibatnya akan terjadi suatu peristiwa yang disebut "Case
Hardening", yaitu suatu keadaan dimana bagian luar bahan sudah kering
sedangkan bagian dalamnya masih basah.

3. Kecepatan Aliran Udara


Makin tinggi kecepatan udara, makin banyak penghilangan uap air dari
permukaan bahan sehinngga dapat mencegah terjadinya udara jenuh di
permukaan bahan. Udara yang bergerak dan mempunyai gerakan yang tinggi
selain dapat mengambil uap air juga akan menghilangkan uap air tersebut dari
permukaan bahan pangan, sehingga akan mencegah terjadinya atmosfir jenuh
yang akan memperlambat penghilangan air. Apabila aliran udara disekitar
tempat pengeringan berjalan dengan baik, proses pengeringan akan semakin
cepat, yaitu semakin mudah dan semakin cepat uap air terbawa dan teruapkan.

4. Tekanan Udara
Semakin kecil tekanan udara akan semakin besar kemampuan udara
untuk mengangkut air selama pengeringan, karena dengan semakin kecilnya
tekanan berarti kerapatan udara makin berkurang sehingga uap air dapat lebih
banyak tetampung dan disingkirkan dari bahan pangan. Sebaliknya jika tekanan
udara semakin besar maka udara disekitar pengeringan akan lembab, sehingga
kemampuan menampung uap air terbatas dan menghambat proses atau laju
pengeringan.

5. Kelembapan Udara
Makin lembab udara maka Makin lama kering sedangkan Makin kering
udara maka makin cepat pengeringan. Karena udara kering dapat mengabsobsi
dan menahan uap air Setiap bahan mempunyai keseimbangan kelembaban nisbi
masing-masing. kelembaban pada suhu tertentu dimana bahan tidak akan
kehilangan air (pindah) ke atmosfir atau tidak akan mengambil uap air dari
atmosfir (Supriyono, 2003).
2.2 Eceng Gondok
2.2.1. Pengertian Eceng Gondok
Eceng gondok atau enceng gondok (Latin:Eichhornia crassipes) adalah salah
satu jenis tumbuhan air mengapung. Selain dikenal dengan nama eceng gondok, di
beberapa daerah di Indonesia, eceng gondok mempunyai nama lain seperti di
daerah Palembang dikenal dengan nama Kelipuk, di Lampungdikenal dengan nama
Ringgak, di Dayak dikenal dengan nama Ilung-ilung, di Manado dikenal dengan
nama Tumpe. Eceng gondok memiliki kecepatan tumbuh yang tinggi sehingga
tumbuhan ini dianggap sebagai gulma yang dapat merusak lingkungan perairan.
Eceng gondok dengan mudah menyebar melalui saluran air ke badan air lainnya.
Eceng gondok tumbuh di kolam-kolam dangkal, tanah basah dan rawa, aliran air yang
lambat, danau, tempat penampungan air dan sungai. Tumbuhan ini dapat beradaptasi
dengan perubahan yang ekstrem dari ketinggian air, arus air, dan perubahan
ketersediaan nutrien, pH, temperatur dan racun-racun dalam air. Pertumbuhan eceng
gondok yang cepat terutama disebabkan oleh air yang mengandung nutrien yang
tinggi, terutama yang kaya akan nitrogen, fosfat dan potasium 

Eceng gondok (Eichhornia crassipes) merupakan tanaman asli sungai

Amazon Brazil dan telah di introduksi ke daerah tropis dan subtropis di seluruh dunia

(Langeland dan Burks, 1998 dalam Maysara 2010). Eceng gondok di Indonesia pada

mulanya diperkenalkan oleh kebun raya Bogor pada tahun 1894 yang akhirnya

berkembang di Sungai Ciliwung sebagai tanaman pengganggu atau gulma.

Menurut Sastroutomo (1990), secara botanis eceng gondok diklasifikasikan sebagai

tumbuhan yang tergolong dalam divisi Embryophytasi Phonogama dengan sub divisi

Spermatophyta. Tumbuhan berkeping satu (monocotyledoneae) ini berordo

Ferinoseae yang berada dalam famili Pontederiaceae bergenus Eichhornia, tumbuhan

ini dikenal dengan spesies Eichhornia crassipes (Mart) Solm.


Eceng gondok merupakan herba yang mengapung, menghasilkan tunas

merayap keluar dari ketiak daun yang dapat tumbuh lagi menjadi tumbuhan baru

dengan tinggi 0,4 – 0,8 m tumbuhan ini memiliki bentuk fisik berupa daun-daun yang

tersusun dalam bentuk radikal (roset). Setiap tangkai pada helaian daun yang dewasa

memiliki ukuran pendek dan berkerut. Helaian daun (lamina) berbentuk bulat telur

lebar dengan tulang daun yang melengkung rapat panjang 7-25 cm, gundul dan warna

daun hijau licin mengkilat. (Hernowo, 1999 dalam Maysara 2010)

Bakal buah memiliki tiga ruang dan berisi banyak. Tangkai daun pada eceng gondok
bersifat mendatangkan dan membangun spon yang membuat tumbuhan ini
mengambang. Bunganya termasuk bunga majemuk berbentuk bulir, kelopaknya
berbentuk tabung. Bijinya berbentuk bulat dan berwarna hitam. Buahnya kotak
memiliki tiga ruang dan warna hijau. Akarnya merupakan akar serabut. (Artati dan
Fadillah, 2006).

2.2.2 Morfologi Eceng Gondok


Tumbuhan eceng gondok terdiri atas helai daun, pengapung, leher daun, ligula,
akar, akar rambut, ujung akar, dan stolon yang dijadikan sebagai tempat
perkembangbiakan vegetatif.
Eceng gondok merupakan tanaman yang berakar serabut dan tidak bercabang,
mempunyai tudung akar yang mencolok. Akarnya memproduksi sejumlah besar akar
lateral, yaitu 70 buah/cm. Akar menunjukkan variasi yang kecil dalam ketebalan,
tetapi panjangnya bervariasi mulai dari 10 – 300 cm. Sistem perakaran eceng gondok
pada umumnya lebih dari 50% dari seluruh biomassa tumbuhan, tetapi perakarannya
kecil apabila tumbuh dalam lumpur. Tumbuhan yang tumbuh pada limbah domestik
mencapai tinggi sampai 75 cm, tetapi sistem perakarannya pendek (Wakefield, 1962).
Sumber lain menjelaskan bahwa eceng gondok yang tumbuh pada air yang kaya akan
unsur hara mempunyai petiole (batang) yang panjangnya lebih dari 100 cm, tetapi
akarnya pendek yaitu kurang dari 20 cm (Bagnall et al.,1974).
Eceng gondok memiliki lubang stomata yang besar, yaitu dua kali lebih besar
dibandingkan dengan kebanyakan tumbuhan lain dan jarak antar stomata adalah
delapan kali besarnya lubang (Penfound dan Earle, 1948).
Kemampuan eceng gondok dalam penyerapan adalah karena adanya vakuola dalam
struktur sel. Mekanisme penyerapan yang terjadi yaitu dengan adanya bahan-bahan
yang diserap menyebabkan vakuola menggelembung, maka sitoplasma terdorong ke
pinggiran sel sehingga protoplasma dekat dengan permukaan sel. Hal ini
menyebabkan pertukaran atau penyerapan bahan antara sebuah sel dengan
sekelilingnya menjadi lebih efisien.

2.2.2. Fisiologi Eceng Gondok


Eceng gondok memiliki daya adaptasi yang besar terhadap berbagai macam hal yang ada
disekelilingnya dan dapat berkembang biak dengan cepat. Eceng gondok dapat hidup ditanah yang
selalu tertutup oleh air yang banyak mengandung makanan. Selain itu daya tahan eceng gondok juga
dapat hidup ditanah asam dan tanha yang basah (Anonim, 1996). Kemapuan eceng gondok untuk
melakukan proses-proses sebagai berikut:
1. Transpirasi
Jumlah air yang digunakan dalam proses pertumbuhan hanyalahmemerlukan sebagian kecil jumlah
air yang diadsorbsi atau sebagian besar dari air yang masuk kedalam tumbuhan dan keluar
meninggalkan daun dan batangs sebagai uap air. Proses tersebut dinamakan proses transpirasi,
sebagian menyerap melalui batang tetapi kehilangan air umumnya berlangsung melalui daun. Laju
hilangnya air dari tumbuhan dipengaruhi oleh kwantitas sinar matahari dan musim penanaman. Laju
teraspirasi akan ditentukan oleh struktur daun eceng gondok yang terbuka lebar yang memiliki
stomata yang banyak sehingga proses transpirasi akan besar dan beberapa faktor lingkungan seperti
suhu, kelembaban,udara, cahaya dan angin (Anonim, 1996)
2. Fotosintesis
Fotosintesis adalah sintesa karbohidrat dari karbondioksida dan air oleh klorofil. Menggunakan
cahaya sebagai energi dengan oksigen sebagai produk tambahan. Dalam proses fotosintesis ini
tanaman membutuhkan CO2 dan H2O dan dengan bantuan sinar matahari akan menghasilkan
glukosa dan oksigen dan senyawa-senyawa organik lain. Karbondioksida yang digunakan dalam
proses ini beasal dari udara dan energi matahari (Sastroutomo, 1991).
3. Respirasi
Sel tumbuhan dan hewan mempergunakan energi untuk membangun dan memelihara protoplasma,
membran plasma dan dinding sel. Energi tersebut dihasilkan melalui pembakaran senyawa-senyawa.
Dalam respirasi molekul gula atau glukosa (C6H12O6) diubah menjadi zat-zat sedarhana yang
disertai dengan pelepasan energi (Tjitrosomo, 1983).

2.2.3. Ekologi
Eceng gondok tumbuh di kolam-kolam dangkal, tanah basah dan rawa, aliran
air yang lambat, danau, tempat penampungan air dan sungai. Tumbuhan ini dapat
beradaptasi dengan perubahan yang ekstrem dari ketinggian air, arus air, dan
perubahan ketersediaan nutrien, pH, temperatur dan racun-racun dalam air.
Pertumbuhan eceng gondok yang cepat terutama disebabkan oleh air yang
mengandung nutrien yang tinggi, terutama yang kaya
akan nitrogen, fosfat dan potasium (Laporan FAO). Kandungan garam dapat
menghambat pertumbuhan eceng gondok seperti yang terjadi pada danau-danau di
daerah pantai Afrika Barat, di mana eceng gondok akan bertambah sepanjang musim
hujan dan berkurang saat kandungan garam naik pada musim kemarau.
Populasi tanaman baru sering terbentuk dari satu tanaman, induk yang
mempunyai akar,dan angin serta arus berkontribusi terhasap penyebaran tanaman ini.
Eceng gondok bersaldari daerah tropis Amerika Selatan namun telah
diadaptasikan dengan daerah panas  didunia, meliputi Amerika Tengah, Amerika
Utara (California dan negara bagian selatan), Afrika, India, Asia, dan Australia.
Eceng gondok dapat ditemukan di Amerika Serikat  bagian selatan, Virginia
hinnga Florida Selatan, ke barat hingga Missouri, Texas, dan California.
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Metode Perhitungan


Untuk mencapai tujuan penelitian ini digunakan analisis
kelayakan finansial, beberapa metode yang digunakan yaitu Net
Present Value (NPV) dan Pay Back Period (PBP).

3.1.1 Net Present Value (NPV)


Metode Net Present Value merupakan metode yang
dilakukan dengan cara membandingkan nilai sekarang dari aliran
kas masuk bersih (proceeds) dengan nilai sekarang dari biaya
pengeluaran dari suatu investasi (outlays).

Menurut Suliyanto (2009), rumus untuk menghitung Net


Present Value (NPV) adalah sebagai berikut :

n
Ct
NPV =∑ −C 0
t =0 ( 1+ r )2

Keterangan:

NPV = Net Present Value

Ct = Cash Flow pada periode t

C0 = Nilai investasi awal pada tahun ke 0

n = Periode yang terakhir dimana Cash Flow diharapkan

t = Tahun investasi (tahun)

r = discount rate yang digunakan


3.1.2. Pay Back Period (PBP)
Payback period adalah suatu periode yang diperlukan untuk
menutup kembali pengeluaran investasi (initial cash
investment) dengan menggunakan aliran kas (Umar, 2005).
Rumus dari payback period (PBP) adalah sebagai berikut:

a−b
PBP=n+ ×1 Tahun
c−b

Keterangan:

n = Tahun terakhir dimana jumlah arus kas masih belum bisa


menutup investasi

a = Jumlah investasi

b = Jumlah kumulatif kas pada tahun ke – n

c = Jumlah kumulatif kas pada tahun ke – n + 1


BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Perancangan Alat


Hasil perancangan alat pengering mekanis yang dibuat adalah : alat pengering
mekanis tipe cabinet dryer dengan ukuran panjang x lebar x tinggi, 120 x 120 x 208 (cm3),
mem- punyai kapasitas pengeringan 80 (kg) setiap 10 (jam) dengan efisiensi 37,443 %, bahan
bakar yang digunakan arang kayu, dan dilengkapi dengan cerobong setinggi 4,5 meter.
4.2 Kinerja Alat
Suhu Ruang Pengering. Suhu ruang pengering, secara analisa statistik dengan
menggunakan uji t (t test), didapatkan bahwa mean atau rerata suhu pada ruang
pengeringan I (pe- ngering dengan cerobong beban 50 kg), antara bagian 1 dan bagian
lainnya tidak berbeda sebagaimana ditunjukkan pada gambar 1, dengan rerata suhu bagian
I, II, III, dan IV (Gambar 4), berturut-turut 63,70 oC, 62,95 oC, 65,45 oC, dan 64,20 oC.

Anda mungkin juga menyukai