2 Pembahasan
larutan fehling mengandung CuSO4 dan fehling B mengandung NaOH dan garam
rochelle. Sebelum tahap titrasi, pemanasan dilakukan untuk mempercepat reaksi
sehingga endapan merah bata digunakan larutan glukosa standar sebagai titran.
Glukosa standar memiliki gugus aldehid yang merupakan pereduktor kuat,
sehingga dapat mereduksi fehling menjadi Cu2O. Reaksi yang terjadi adalah :
Larutan yang dititrasi dalam titrasi blanko adalah fehling A dan fehling B
serta larutan glukosa standar. Titrasi blanko merupakan titrasi yang dilakukan
tanpa menyertakan sampel yang berfungsi untuk mengetahui jumlah titran yang
bereaksi dengan pereaksi, sehingga dalam perhitungan tidak terjadi kesalahan
yang disebabkan oleh zat pereaksi, pelarut atau kondisi percobaan. Prosedurnya
sama dengan titrasi terhadap zat uji, namun hanya tidak menggunakan zat uji.
Kadar glukosa yang diperoleh dari hasil percobaan dengan menggunakan tepung
tapioka sebesar 4,48 % dengan volume titrannya 7 mL dari titrasi blanko dan
volume titran dari analisa kadar glukosa sebesar 6,3 mL. Titrasi blanko maupun
titrasi sampel, masing-masing dititrasi dengan larutan glukosa standar sebagai
penstandarisasi. Volume titran untuk titrasi blanko lebih besar daripada volume
titran untuk titrasi sampel, karena tidak adanya penambahan glukosa pada titrasi
blanko, sehingga memerlukan lebih banyak volume titran untuk titrasi blanko
dibandingkan titrasi sampel yang sudah terdapat glukosa dari pati tepung tapioka
yang telah dihidrolisis.
8.5.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil dari percobaan ini adalah glukosa dapat
diperoleh dari hidrolisis pati tepung tapioka dengan terbentuknya endapan merah
mata. Faktor-faktor yang mempengaruhi hidrolisis pati antara lain suhu,
katalisator, waktu, pengadukan dan perbandingan zat pereaksi. Persen kadar
glukosa yang didapat dari percobaan ini adlah 4,48 %.
8.5.2 Saran