DISUSUN OLEH:
2020
LEMBAR PENGESAHAN
SIDANG PENELITIAN PROGRAM STUDI S-1 TEKNIK KIMIA
Penguji I :
Meilana Dharma Putra, ST., MSc., Ph.D
NIP. 19820501 200604 1 014 ………………………
Penguji II :
Dr. Agus Mirwan, S.T., M.T
NIP. 19760819 200312 1 001 ………………………
Pembimbing
Prof. Iryanti Fatyasari Nata, S.T., Ph.D
NIP.19750113 200003 1 003 ………………………
Mengetahui,
Ketua Program Studi,
Prof. Iryanti Fatyasari Nata, S.T., Ph.D
NIP.19750113 200003 1 003 ………………………
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan berkah
dan rahmat-Nya sehingga laporan penelitian ini dapat terselesaikan. Laporan
penelitian ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di
Program Studi Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Lambung Mangkurat.
Penulisan laporan ini tidak lepas dari bantuan dari berbagai pihak, baik secara
langsung maupun tidak langsung. Rasa terimakasih ini kami ucapkan terutama
kepada:
1. Ibu Prof. Iryanti Fatyasari Nata, S.T., M.T., Ph.D selaku selaku Ketua
Program Studi Teknik Kimia Universitas Lambung Mangkurat dan dosen
pembimbing yang telah banyak memberikan saran dan dukungan dalam
penyusunan proposal penelitian ini.
2. Orang tua, keluarga serta teman-teman atas semua do’a dan dukungan yang
telah diberikan.
Pembuatan laporan penelitian ini masih banyak kekurangan dan kesalahan
yang tidak lepas dari salah dan khilaf dalam pembuatannya. Karena itu, kami
mohon kritik dan saran yang bersifat membangun guna menyempurnakan
pembuatan laporan penelitian nantinya.
Semoga laporan ini bermanfaat sebagai sarana berbagi ilmu dan
pengetahuan serta dapat diambil manfaatnya baik untuk masa sekarang maupun
dimasa yang akan datang.
Banjarbaru, Januari 2020
Penulis
ii
DAFTAR ISI
iii
iv
Tabel 4.1 Komponen Penyusun SSP, SSP-D, BSP-MH5, BSP-MH7 dan BSP-
MH9 ....................................................................................................18
Tabel 4.2 Karakteristik SSP dan SSP-D.............................................................. 19
v
DAFTAR GAMBAR
vi
ABSTRAK
Sekam padi merupakan limbah pertanian yang berlimpah di Kalimantan Selatan. Untuk
meningkatkan nilai tambah dari sekam padi, perlu dilakukan inovasi sebagai sumber serat pada
pembuatan komposit yang nantinya digunakan sebagai adsorben. Tujuan penelitian ini adalah
membuat dan mengkarakterisasi biokomposit serat sekam padi dengan magnetik nanopartikel yang
dihasilkan seperti struktur morfologi, struktur kristalin, dan gugus fungsi berdasarkan variasi
jumlah sumber amino grup (5, 7, 9 mL) yang ditambahkan, menentukan kondisi optimum
biokomposit serat sekam padi dengan magnetik nanopartikel sebagai adsorben untuk adsorpsi ion
timbal (Pb2+) pada limbah cair sasirangan yang ditinjau dari pH, TSS, kadar warna dan jenis
adsorben yang digunakan, dan mengevaluasi reusability dari biokomposit magnetik nanopartikel
yang dihasilkan.
Proses ini menggunakan metode solvothermal dengan produk biokomposit serat sekam
padi dan magnetik nanopartikel. Serat sekam padi yang sudah dikeringkan dan dihaluskan (±60
mesh), didilignifikasi untuk menghilangkan kadar lignin dengan 1% NaOH. Selanjutnya membuat
biokomposit dengan dan tanpa penambahan hexanediamine, dalam proses ini akan dihasilkan 2
jenis adsorben yaitu biokomposit serat sekam padi dengan amino grup (BSP-MH7) dan
biokomposit serat sekam padi tanpa amino grup (BSP). Biokomposit ini kemudian digunakan
untuk mengadsorpsi limbah cair untuk menurunkan kandungan logam Pb 2+ di dalamnya. Tahap
pertama akan menentukan waktu kontak optimum (15, 30, 60, 120 dan 240 menit) dari adsorben
dalam mengikat ion Pb2+. Perbedaan pH 5, 7 dan 8 larutan pada saat adsorpsi ini juga akan
dievalusi untuk menentukan kondisi optimum dari proses adsorpsi yang dilakukan.
Hasil pengamatan biokomposit magnetik nanopartikel berdasarkan analisis Field
Emission-Scanning Electron Microscopy (FE-SEM) menunjukkan magnetik nanopartikel
terbentuk dipermukaan serat sekam padi dengan ukuran diameter 30-50 nm. Analisis X-Ray
Diffraction (X-RD) menunjukkan treatment dari sekam padi meningkatkan Crystalinity Index
(CrI) sebesar 20,8714% dan mengurangi kandungan silika sebesar 98%. Fourier Transform Infra
Red (FT-IR) spectrometer menunjukkan adsorpsi peak 580 cm-1 untuk ikatan Fe-O pada Fe3O4 dan
peak sekitar 1540 cm−1 karena N-H bending. Kondisi optimum adsorpsi Pb2+ adalah pH 5 selama
60 menit yang memberikan kapasitas adsorpsi masing-masing sebesar 47,10 mg/g dan 165,52
mg/g untuk BSP-M dan BSP-MH7. Penggunaan kembali (reusability) biokomposit dengan proses
yang sama menunjukkan nilai yang baik dengan 3 kali pengulangan. Efektifitas penurunan TSS
masing-masing sebesar 0,37 mg/L dan 0,40 mg/L untuk BSP-M dan BSP-MH7, sedangkan
penurunan intensitas zat warna masing-masing sebesar 44,85 % dan 57,94% untuk BSP-M dan
BSP-MH7.
vii
BAB I
PENDAHULUAN
1
2
TINJAUAN PUSTAKA
2.2 Delignifikasi
Delignifikasi merupakan proses untuk mengurangi kadar lignin dalam
bahan yang mengandung lignoselulosa. Proses delignifikasi akan membuka
struktur lignoselulosa dengan cara melarutkan lignin pada bimassa sehingga
mempermudah proses pemisahan lignin dengan serat. Proses delignifikasi
menyebabkan kerusakan terhadap struktur lignin dan melepaskan senyawa
karbohidrat. Struktur lignin ini sangat rapat, kuat dan kompleks sehingga akan
menyulitkan kinerja dalam pembuatan material biokomposit (Doherty dkk., 2006).
Mekanisme proses pemisahan lignin dari lignoselulosa dapat dilihat pada Gambar
2.1.
5
6
Kadar maksimum Pb2+ dalam air yang dapat digunakan untuk kegiatan perikanan
adalah sebesar 0,03 mg/L (Alaerts dan Santika, 1987)
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Alat
Alat-alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah reaktor
solvothermal, pengaduk kaca, labu didih, stopwatch, oven, magnet dan shaker,
labu ukur, erlenmeyer, sudip, hot plate, kertas saring, gelas beker, furnace, gelas
arloji, indikator pp dan corong.
3.2 Bahan
Bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah sekam padi yang
diperoleh di daerah Gambut Kalimantan Selatan, etilen glikol (C6H6O2), natrium
asetat anhidrida (C2H3NaO2), besi (III) klorida heksahidrat (FeCl3.6H2O), 1,6-
hexanediamine (HMDA), natrium hidroksiada (NaOH), asam klorida (HCl),
etanol (C2H5OH) dan akuades.
kering (40% v/v) direndam selama 2 jam dalam larutan 1% NaOH, dipanaskan
pada suhu 80 ˚C sambil dilakukan pengadukan dengan kecepatan 150 rpm selama
2 jam. Kemudian dicuci sampai filtratnya netral dan dikeringkan (ASTM 1109-
56). Proses delignifikasi sekam pada dapat dilihat pada Gambar 3.1.
Ditimbang
sampai berat
konstan
Tidak
Ya Karakterisasi :
XRF
Serat Sekam Padi (SSP) XRD
FE-SEM
pada Gambar 3.2. Pada tahap ini, terjadi proses terbentuknya magnetik
nanopartikel yang dapat diobservasi dengan XRF dan XRD serta respon terhadap
medan magnet.
• Etilen glikol (24 mL) + asetat anhidrat (1,6 g) + FeCl 3.6H2O (0,8 g) + 1,6-
hexanediamine (5, 7, 9 mL)
• Etilen glikol (24 mL) + asetat anhidrat (1,6 g) + FeCl3.6H2O (0,8 g)
Gambar 3.2 Skema Diagram Pembuatan Material Biokomposit Serat Sekam padi
dan Magnetik Nanopartikel dengan Metode Solvothermal.
adsorben disajikan pada Gambar 3.3. Setelah proses adsorpsi, filtrat yang didapat
akan dianalisis konsentrasi (Pb2+). Regenerasi material biokomposit akan
dilakukan kemudian diujikan kembali pada kondisi yang sama.
Analisis :
Sampel limbah cair sasirangan (200 mL) + 0,5 g BSP-M dan Pb2+
Sampel limbah cair sasirangan (200 mL) + 0,5 g BSP-MH TSS
Kadar
Zat
Warna
Waktu kontak 15, 30, 60, 120 dan 240 menit,
pH 5, 7, dan 8
Analisis :
BSP-M dan Pb2+
BSP-MH Pemisahan TSS
Kadar
BSP-M dan BSP-MH Filtrat Zat
Warna
Pada tahap terakhir, diharapkan didapatkan kondisi operasi yang optimum untuk
adsorpsi BSP-M dan BSP-MH terhadap limbah air yang mengandung (Pb2+).
Regenerasi material biokomposit akan dilakukan kemudian diujikan kembali pada
kondisi yang sama. Tujuan dari regenerasi ini untuk mengetahui performance dari
adsorben.
material pada sampel. X-Ray Diffraction (XRD) untuk mengetahui struktur kristal
dari sampel dengan penentuan intensitas bagian kristalin dan amorph selulosa
pada 2ɵ memiliki pergeseran yang berbeda. Indeks kristal dihitung dengan
persamaan:
CrI = …………………………………………….……........(3.1)
Keterangan:
CrI = Crystalinity Index (%)
I002 = intensitas bagian kristal selulosa (22,4o)
Iam = intensitas bagian amorph selulosa (18,7o)
Keterangan:
TSS = Total Suspended Solid (mg/L)
A = berat kertas saring + residu kering (mg)
B = berat kertas saring (mg)
Keterangan:
Cin = Konsentrasi awal warna
Cout = Konsentrasi akhir warna
BAB IV
Gambar 4.1 Serbuk sekam padi (a) sebelum treatment dan (b) setelah treatment
Hasil analisis FE-SEM untuk serat sekam padi sebelum treatment dan
serat sekam padi setelah treatment ditunjukkan pada Gambar 4.2. Permukaan serat
sekam padi (Gambar 4.2 a) menunjukkan adanya tonjolan yang tersusun yang
diidentifikasi sebagai silika yang terkonsentrasi pada suatu titik tertentu dan
letaknya berdampingan secara horizontal dan vertikal (Ciannamea dkk., 2010).
Serat sekam padi yang ditreatment dengan NaOH menyebabkan silika, lignin dan
hemisellulosa yang dikandung oleh serat sekam padi terdekomposisi.
16
17
a) b)
Gambar 4.2 FE-SEM image serat sekam padi (a) sebelum treatment dan (b)
setelah treatment
a) b)
) )
c) d)
Gambar 4.3 FE-SEM images (a) biokomposit serat sekam padi tanpa amino grup
(b) biokomposit serat sekam padi dengan amino grup 5 mL (BSP-
MH5) (c) biokomposit serat sekam padi dengan amino grup 7 mL
(BSP-MH7) dan (d) biokomposit serat sekam padi dengan amino
grup 9 mL (BSP-MH9).
18
Tabel 4.1 Komponen Penyusun SSP, SSP-D, BSP-MH5, BSP-MH7 dan BSP-
MH9
Kandungan (%)
Komponen
SSP SSP-D BSP-M BSP-MH5 BSP-MH7 BSP-MH9
Si 76,0 89,50 11,70 8,30 5,40 11,00
P 4,10 0,00 0,33 0,27 0,20 0,20
K 9,21 1,00 0,00 0,00 0,00 0,00
Ca 3,88 3,73 0,35 0,20 0,24 0,27
Mn 1,30 0,84 0,79 0,00 0,00 0,09
Fe 4,19 3,48 86,74 90,12 93,01 87,99
sampel diantara sudut tersebut. Sedangkan bagian amorf dilihat pada sudut 2θ
antara 0o-20o karena pada sudut tersebut terlihat bahwa pola XRD selulosa hasil
pemisahan memiliki difraksi yang melebar (Mohadi dan Lesbani, 2014) karena
intensitas amorph juga diperlukan untuk perhitungan CrI maka diambil intensitas
amorph tertinggi untuk setiap sampel diantara sudut tersebut. Serat sekam padi
yang mengandung serat selulosa di dalam struktur penyusunnya mempunyai
karakteristik peak pada 2 tetha (o) = 18,7° (selulosa I) dalam bentuk amorph dan
22,4° (selulosa II) dalam bentuk kristal. Struktur kristal dari selulosa dapat
mempengaruhi produk yang dihasilkan, selulosa merupakan parameter yang
menentukan kekuatan dari serat. Struktur serat sekam padi sebelum dan sesudah
treatment masih memiliki komponen dengan bentuk amorph (hemiselolusa dan
lignin) dan kristal (selolusa). Hal ini dikarenakan hilangnya kandungan lignin dan
hemiselolusa setelah proses delignifikasi. Pada Tabel 4.2 menunjukkan serat
sekam padi mengalami peningkatan nilai CrI setelah proses delignifikasi, hal ini
dapat dilihat dengan meningkatnya nilai CrI 56,680% menjadi 77,55% atau terjadi
kenaikan kristalinitas sebesar 36,80%.
Karakteristik Peak
Sampel CrI (%)
Amorph (18,7o) Kristal (22,4°)
SSP 771 1.208 56,680
SSP-D 686 1.218 77,551
Gambar 4.4 X-Ray Diffraction (XRD) serat sekam padi sebelum, sesudah
delignifikasi dan biokomposit magnetik serat sekam padi.
pada peak 1540 cm−1 untuk N–H bending vibration. Pada wavenumber 950 cm-1
dapat terbaca Si-OH dan O-H bend.
Gambar 4.5. FT-IR spektra serat sekam padi sebelum, sesudah delignifikasi dan
biokomposit magnetik serat sekam padi.
MH7 dapat menyerap logam besi lebih besar dibandingkan dengan SSP dan BSP.
Dengan fungsionalisasi amino grup pada permukaan biokomposit magnetik
nanopartikel serat sekam padi memberikan efek yang baik dari segi kapasitas
adsorpsi ion besi.
Gambar 4.6 Perbandingan daya serap ion logam timbal (Pb2+) dengan jenis
adsorben volume sampel 200 mL, massa adsorben BSP 0,078 g dan
BSP-MH7 0,024, kecepatan pengadukan 150 rpm pada waktu 120
menit, pH 5.
Gambar 4.7 Konsentrasi ion timbal (Pb2+) sesudah adsorpsi pada berbagai waktu
kontak dengan adsorben BSP dan BSP-MH7. Kondisi reaksi:
volume sampel 200 mL, massa adsorben BSP 0,078 g dan BSP-
MH7 0,024 g , pengadukan 150 rpm dan pH 5.
dilihat pada Gambar 4.7 BSP-M memiliki waktu optimum adsorbsi lebih cepat
daripada BSP-MH7 dikarenakan adanya perbedaan sifat permukaan dari adsorben.
Untuk BSP-M permukaan dari magnetik dapat mengikat ion positif dengan
interaksi gaya elektrostatik dari Fe3O4 dengan waktu yang cepat (Tangio, 2012).
Untuk adsorben BSP-MH yang mempunyai gugus amino grup secara bertahap
dengan ikatan ion berupa protonasi amino grup menjadi –NH3+ yang selanjutnya
mengikat ion Pb2+ hingga dicapai kesetimbangan sampai permukaan adsorben
menjadi jenuh. BSP-MH7 sebagai adsorben lebih baik efektifitas serapnya sebesar
71,28% dibandingkan BSP-M. Hal ini dapat terjadi karena magnet besi oksida
yang mempunyai gugus fungsi amino grup (BSP-MH7) memiliki ukuran partikel
lebih kecil (50 nm) yang dapat memperluas permukaan adsorben, permeabilitas
tinggi dan disertai sifat mekanik dan termal yang stabil, sehingga proses adsorpsi
berlangsung lebih baik (Wu dkk., 2008).
Adsorpsi ion Pb2+ pada biokomposit magnetik naopartikel lebih efektif
karena adanya gugus aktif berupa amino grup yang terprotonasi pada larutan
menjadi -NH3+ dan selanjutnya mengikat/menjerap ion Pb2+. Proses yang terjadi
dapat dilihat pada Gambar 4.8.
+ Pb2+ + H+
NH2 NH2
NH2 NH-
Pb2+
Gambar 4.8 Mekanisme Penjerapan ion logam Pb2+ dengan adsorben magnetik
nanopartikel
adsorben. Pada variasi pH ini kemungkinan ikatan kimia antara adsorben dengan
adsorbat dapat terjadi (Refilda dkk., 2001). Kemampuan adsorben BSP dan BSP-
MH7 terhadap daya serap ion besi dapat dilihat pada Gambar 4.9.
Gambar 4.9 Konsentrasi ion timbal (Pb2+) sesudah adsorpsi pada berbagai pH
dengan adsorben BSP dan BSP-MH7 dengan volume sampel 600
mL, massa adsorben BSP 0,078 g dan BSP-MH7 0,024 g,
kecepatan pengadukan 150 rpm pada waktu 120 menit.
5 7 8
5 7 8
Gambar 4.11 Efektifitas penurunan zat warna terhadap pH larutan pada proses
adsorpsi dengan volume sampel 200 mL, massa adsorben BSP
29
Persentase penurunan intensitas zat warna lebih tinggi pada larutan asam
dibandingkan pada larutan netral dan alkali. Pada pH asam, proton akan tersedia
lebih banyak untuk memisahkan gugus amino menjadi kelompok -NH3+.
Persentase penurunan intensitas zat warna meningkat dimungkinkan karena
protonasi, yang akan menjadi penyebab eksklusif untuk peningkatan daya tarik
elektrostatik antara anion bermuatan negatif dalam molekul zat warna dan situs
aktif adsorpsi bermuatan positif pada adsorben (Sivashankar dkk., 2015).
Penurunan efektifitas warna setelah proses adsorpsi dimana adsoben BSP-MH7
memberikan hasil yang paling jernih. Perbandingan limbah cair sasirangan dengan
limbah yang sudah melalui proses adsorpsi terhadap BSP-M dan BSP-MH7 dapat
dilihat pada Gambar 4.12
Gambar 4.12 Perbandingan sampel limbah cair sasirangan (a) sebelum adsorpsi;
dengan setelah treatment menggunakan adsorben (b) BSP-M dan
(c) dengan volume sampel 100 mL, massa adsorben 0,05 g,
kecepatan pengadukan 150 rpm pada waktu 60 menit.[
30
Gambar 4.13 Pengulangan adsorben dalam proses adsorpsi pada proses adsorpsi
dengan volume sampel 200 mL, massa adsorben BSP-M 0,07 g
dan BSP-MH7 0,02 g, kecepatan pengadukan 150 rpm pada waktu
120 menit.
32
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah:
1. Biokomposit magnetik nanopartikel berdasarkan analisis Field Emission-
Scanning Electron Microscopy (FE-SEM) menunjukkan magnetik
nanopartikel terbentuk dipermukaan serat sekam padi dengan ukuran
diameter 30-50 nm. Analisis X-Ray Diffraction (X-RD) menunjukkan
treatment dari sekam padi meningkatkan Crystalinity Index (CrI) sebesar
20,8714% dan mengurangi kandungan silika sebesar 98%. Fourier Transform
Infra Red (FT-IR) spectrometer menunjukkan adsorpsi peak 580 cm-1 untuk
ikatan Fe-O pada Fe3O4 dan peak sekitar 1540 cm−1 karena N-H bending.
2. Kondisi optimum adsorpsi Pb2+ adalah pada pH 5 selama 60 menit yang
memberikan kapasitas adsorpsi masing-masing sebesar 47,102 mg/g untuk
BSP-M dan 165,524 mg/g untuk BSP-MH7.
3. Penggunaan kembali (reusability) biokomposit dengan proses yang sama
menunjukkan nilai yang baik dengan 3 kali pengulangan.
4. Penyerapan TSS masing-masing sebesar 0,37 mg/L dan 0,40 mg/L untuk
BSP-M dan BSP-MH7, sedangkan penurunan intensitas zat warna masing-
masing sebesar 44,85 % dan 57,94 % untuk BSP-M dan BSP-MH7.
5.2 Saran
Saran yang dapat diberikan pada penelitian ini adalah perlunya penelitian
lanjut untuk menggunakan jenis adsorben lain serta variasi komponen
biokomposit pada proses adsorpsi logam berat yang lain, agar dihasilkan adsorben
dengan penggunaan yang lebih luas.
33
DAFTAR PUSTAKA
( - ) 1000
mg SS per liter = Volume contoh uji (mL)
……………………………………….…………(A.1)
Keterangan:
TSS = Total Suspended Solid (mg/L)
A = berat kertas saring + residu kering (mg)
B = berat kertas saring (mg)
V = volume sampel (mL)
A-1
LAMPIRAN B
B-1
B-2
Jawab:
= 56,6796 %
= 77,5510 %
B.3 Adsorpsi Logam Timbal (Pb2+) oleh Biokomposit sebagai Adsorben
B.3.1 Adsorpsi terhadap Logam Pb2+ dengan Adsorben Biokomposit Serat
Sekam Padi untuk Berbagai Waktu Kontak
Perhitungan menggunakan rumus:
…………………………………...……………………………. ( .1)
Keterangan:
Q = logam yang teradsorp (mg/g)
Co = konsentrasi awal (ppm)
Ca = konsentrasi akhir (ppm)
V = volume sampel (L)
Wa = berat adsorbent (g)
42,4788 mg/g
Dengan cara yang sama untuk perhitungan waktu 15, 30, 60, 120 dan 240
menit pada BSP-M dan BSP-MH7 lainnya dapat dilihat pada Tabel B.1.
B-4
Tabel B.1 Hasil Perhitungan Adsorpsi Terhadap Logam Pb2+ dengan Adsorben
Biokomposit Serat Sekam Padi untuk Berbagai Waktu Kontak.
Pb2+ Teradsorpsi
Konsentrasi (ppm) Pb2+ Teradsorpsi
(mg/g)
Waktu
Akhir
(menit) BSP-
Awal BSP-M BSP-MH7 BSP-M
BSP-M BSP-MH7 MH7
47,1023 mg/g
Dengan cara yang sama untuk perhitungan pH 6, 7 dan 8 pada BSP-M dan
BSP-MH7 lainnya dapat dilihat pada Tabel B.2.
B-5
Tabel B.2 Hasil Perhitungan Adsorpsi terhadap Logam Pb2+ dengan Adsorben
Biokomposit Serat Sekam Padi untuk Berbagai pH Kontak.
Pb2+ Teradsorpsi
Konsentrasi (ppm) Pb2+ Teradsorpsi
p (mg/g)
H Akhir BSP-
Awal BSP-M BSP-M BSP-MH7
BSP-M BSP-MH7 MH7
199.1 169.100 30.050
5 93.5500 105.6000 47.1023 165.5242
5 0 0
115.9 79.000
7 36.9500 11.3000 104.6500 123.8296 164.0351
5 0
92.330
8 111.4 19.0700 5.0000 106.4000 144.7239 166.7781
0
47,1023 mg/g
Dengan cara yang sama untuk perhitungan reusability ke 2 dan 3 pada BSP-
M dan BSP-MH7 lainnya dapat dilihat pada Tabel B.3.
B-6
Tabel B.3 Hasil Perhitungan Adsorpsi terhadap Logam Pb2+ dengan Adsorben
Biokomposit Serat Sekam Padi untuk Proses Reusabilty
Konsentrasi (ppm) Pb2+ Teradsorpsi Pb2+ Take (mg/g)
= x 100%
= 44,8454 %
Untuk perhitungan BSP-M dan BSP-MH7 pada pH 6, 7 dan 8 dapat dilihat
pada Tabel B.5.
Tabel B.5 Hasil Pengamatan Analisa Zat Warna
LAMPIRAN C
DOKUMENTASI PENELITIAN
Sampel yang sudah diangkat dari shaker Proses Pengadukan BSP-M dan BSP-MH7
menggunakan shaker
untuk disaring