Anda di halaman 1dari 39

RANCANGAN TUGAS AKHIR

SINTESIS, KARAKTERISASI, DAN UJI


ANTIKANKER KOMPLEKS KOBALT (II)
DENGAN LIGAN 2-(5,7-DIBROMO-2-
OKSOINDOLIN-3-ILIDEN)-N-
FENILHIDRAZINA-KARBOTIOAMIDA

HAIDAR SITIE RAFIDAH


NRP. 01211640000121

Dosen Pembimbing I
Prof. Dr. Fahimah Martak M.Si

Dosen Pembimbing II
Arif Fadlan, Ph.D

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS SAINS
INSTITUT TEKNOL0GI SEPULUH NOPEMBER
SURABAYA
2019
PLANNING OF FINAL PROJECT

SYNTHESIS, CHARACTERIZATION, AND


ANTICANCER TEST OF COBALT (II)
COMPLEX WITH 2-(5,7-DIBROMO-2-
OXOINDOLIN-3-ILIDEN)-N-
PHENYLHIDRAZINE-CARBOTIOMIDE LIGAND

HAIDAR SITIE RAFIDAH


NRP. 01211640000121

Supervisor I
Prof. Dr. Fahimah Martak M.Si

Supervisor II
Arif Fadlan, Ph.D

CHEMISTRY DEPARTMENT
FACULTY OF SCIENCE
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER
SURABAYA
2019

ii
SINTESIS, KARAKTERISASI, DAN UJI
ANTIKANKER KOMPLEKS KOBALT (II)
DENGAN LIGAN 2-(5,7-DIBROMO-2-
OKSOINDOLIN-3-ILIDEN)-N-
FENILHIDRAZINA-KARBOTIOAMIDA
RANCANGAN TUGAS AKHIR

Disusun sebagai Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana pada


Program Studi S-1 Departemen Kimia
Fakultas Sains
Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Surabaya

Oleh:

HAIDAR SITIE RAFIDAH


NRP. 01211640000121

Surabaya, 25 September 2019

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS SAINS
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER
SURABAYA
2019

iii
LEMBAR PENGESAHAN

SINTESIS, KARAKTERISASI, DAN UJI


ANTIKANKER KOMPLEKS KOBALT (II)
DENGAN LIGAN 2-(5,7-DIBROMO-2-
OKSOINDOLIN-3-ILIDEN)-N-
FENILHIDRAZINA-KARBOTIOAMIDA

RANCANGAN TUGAS AKHIR

Oleh:
HAIDAR SITIE RAFIDAH
NRP. 01211640000121

Surabaya, 25 September 2019

Menyetujui,
Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Prof. Dr. Fahimah Martak M.Si Arif Fadlan, M.Si


NIP. 19660703 199102 2 001 NIP.19810809 2008121 001

Mengetahui,
Kepala Departemen Kimia FS ITS

Prof. Dr. Didik Prasetyoko M.Sc


NIP. 19710616 199703 1 002
iv
KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Allah SWT yang selalu melimpahkan


rahmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan
dengan baik naskah Kolokium yang berjudul “SINTESIS,
KARAKTERISASI, DAN UJI ANTIKANKER KOMPLEKS
KOBALT (II) DENGAN LIGAN 2-(5,7-DIBROMO-2-
OKSOINDOLIN-3-ILIDEN)-N-FENILHIDRAZINA-
KARBOTIOAMIDA”. Tulisan ini tidak dapat terwujud tanpa
bantuan, dukungan, doa serta dorongan semangat dari semua
pihak. Untuk itu penulis sangat berterima kasih kepada:
1. Prof. Dr. Fahimah Martak, selaku dosen pembimbing
pertama yang telah memberikan pengarahan dan
bimbingan selama proses penyusunan naskah skripsi.
2. Arif Fadlan, Ph.D selaku dosen pembimbing kedua yang
telah memberikan arahan, bimbingan, bantuan, dan
semangat kepada penulis sehingga skripsi ini
terselesaikan dengan baik.
3. Ummi, Abi, Kakak, dan Adik tercinta yang selalu
memberikan semangat, dukungan, dan do’a.
4. Prof. Dr. Didik Prasetyoko, M.Sc., selaku Kepala
Departemen Kimia yang telah memberikan fasilitas
hingga naskah Rancangan Tugas Akhir ini dapat
terselesaikan.
5. Drs. Refdinal Nafwa, M.S selaku dosen wali atas
arahannya dalam pengambilan mata kuliah Skripsi.
6. Dosen dan teman-teman Magnum Opus yang membantu
dan memberikan semangat dalam pengerjaan naskah
skripsi ini.
7. Semua pihak yang telah membantu, yang tidak mungkin
disebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa penulisan naskah ini tidak lepas
dari kekurangan, oleh sebab itu penulis mengharapkan saran

v
yang membangun untuk perbaikan lebih lanjut. Semoga
naskah ini bermanfaat bagi pembaca.

Surabaya, 25 September 2019

Penulis

vi
DAFTAR ISI

RANCANGAN TUGAS AKHIR .............................................i


LEMBAR PENGESAHAN .....................................................iv
KATA PENGANTAR.............................................................. v
DAFTAR ISI ......................................................................... vii
DAFTAR GAMBAR ............................................................... x
DAFTAR TABEL ................................................................. xii
BAB I. PENDAHULUAN ....................................................... 1
1.1 Latar Belakang .................................................. 1
1.2 Permasalahan..................................................... 3
1.3 Tujuan Penelitian .............................................. 4
1.4 Manfaat ............................................................. 4
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ............................................. 5
2.1 Senyawa Kompleks ........................................... 5
2.2 Basa Schiff ........................................................ 5
2.3 Tiosemikarbazida .............................................. 6
2.4 Isatin .................................................................. 7
2.5 Senyawa kompleks kobalt(II) berbasis ligan
tiosemikarbazida dan isatin ............................... 7
2.6 Karakterisasi Senyawa ...................................... 9
2.6.1. Kromatografi Lapis Tipis (KLT)............. 9
2.6.2. Spektroskopi UV-Vis ............................ 10
2.6.3. Spektroskopi Inframerah (IR) ............... 11
2.6.4. Spektroskopi Nuclear Magnetic
Resonance (NMR) ........................................... 12

vii
2.6.5. Spektroskopi Massa............................... 14
2.6.6. Spektroskopi Serapan Atom (SSA) ....... 14
2.6.7.Analisis Termogravimetri (TGA)........... 15
2.7 Uji Sitoksitas ................................................... 16
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN .............................. 18
3.1 Alat dan Bahan ................................................ 18
3.1.1. Alat ........................................................ 18
3.1.2. Bahan..................................................... 18
3.2 Prosedur penelitian .......................................... 19
3.2.1. Sintesis 2-(5,7-dibromo-2-oksoindolin-3-
iliden)-N-fenilhidrazina-karbotioamida.. ........ 19
3.2.2.Sintesis Kompleks Co(II) ....................... 19
3.3 Karakterisasi Senyawa Hasil Sintesis .................. 19
3.3.1. Karakterisasi dengan Spektrofotometer
UV-Vis ............................................................ 19
3.3.2. Penentuan panjang gelombang
maksimum larutan ligan dan kompleks
Co(II)................... ............................................ 19
3.3.3. Penentuan perbandingan logam:ligan
dalam kompleks Co(II).................................... 20
3.3.4. Karakterisasi dengan Spektrofotometer
Inframerah (FTIR).. ......................................... 20
3.3.5. Karakterisasi dengan Spektroskopi
Massa............................................................... 21
3.3.6. Analisis Termal ..................................... 21
3.3.7. Karakterisasi dengan Spektroskopi
Serapan Atom (SSA) ....................................... 21

viii
3.3.8. Karakterisasi dengan Spektroskopi 1H-
NMR dan 13C-NMR ........................................ 22
3.3.9. Uji Aktivitas Antikanker ....................... 22
DAFTAR PUSTAKA............................................................. 23

ix
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Struktur Cisplatin ................................................. 2


Gambar 2.1 Persamaan reaksi dalam pembentukan basa schif..
............................................................................. 6
Gambar 2.2 Bentuk kompleks tiosemikarbazida dengan ion
logam ................................................................... 6
Gambar 2.3 Diagram ORTEP [Co(QCMT)(CH3OH)Cl2] ........ 8
Gambar 2.4 Struktur Ligan Basa Schiff dengan kompleks
logam ................................................................... 8
Gambar 2.5 Skema Alat Spektroskopi Serapan Atom .......... 15
Gambar 2.6 Reaksi reduksi MTT .......................................... 17

x
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Spektrum Tampak dan Warna-warna Komplementer


................................................................................ 10
Tabel 2.2 Karakteristik Band Spektrum Inframerah .............. 11
Tabel 2.3 Karakteristik Spin Inti untuk 1H dan 13C ................ 13
Tabel 2.4 Pergeseran Kimia 1H-NMR .................................... 13
Tabel 2.5 Pergeseran Kimia 13C-NMR ................................... 13
Tabel 2.6 Ion-ion pada spektofotometer massa (ESI) ............ 16

xi
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Senyawa kompleks mempunyai peranan penting untuk
kehidupan manusia karena aplikasinya dapat dimanfaatkan
dalam berbagai bidang seperti kimia, farmasi, industri, dan
lingkungan. Senyawa kompleks banyak digunakan dalam
bidang farmasi salah satunya yaitu sebagai obat antikanker.
Kanker merupakan salah satu penyebab kematian utama di
seluruh dunia. Pada tahun 2012, terdapat 8,2 juta kasus
kematian yang disebabkan oleh penyakit kanker. Lebih dari
30% kematian karena kanker disebabkan oleh lima faktor risiko
perilaku dan pola makan, yaitu indeks massa tubuh tinggi,
kurang konsumsi buah dan sayur, kurang aktivitas fisik,
penggunaan rokok, dan konsumsi alkohol berlebihan. Kanker
payudara dan kanker serviks mempunyai prevalensi kematian
tertinggi di Indonesia. Pada tahun 2013, prevalensi kanker
payudara sebesar 0,5% sedangkan kanker serviks sebesar 0,8%
(Kemenkes RI, 2015).
Senyawa kompleks sebagai obat antikanker pertama
kali ditemukan pada tahun 1845 yaitu senyawa cisplatin.
Cisplatin, atau cis-diaminadikloroplatina(II) adalah senyawa
pertama dalam deret platina (II) segiempat planar yang
mengandung obat kemoterapi, termasuk Carboplatin dan
Oxaliplatin. Cisplatin bekerja sebagai anti kanker dengan cara
menempelkan diri pada DNA (Deoxyribonucleic acid) sel
kanker dan mencegah pertumbuhannya (Wheate, 2010).
Namun, senyawa ini mempunyai efek samping untuk
penggunaan obat antikanker, seperti kerusakan ginjal,
kerusakan saraf, gangguan pendengaran, gangguan elektrolit,
dan anemia hemolitik (Oun et al., 2018). Hal tersebut menjadi
pemicu untuk mengembangkan senyawa kompleks baru
berbasis non-platinum. Beberapa logam transisi yang
digunakan dalam sintesis senyawa kompleks antara lain, Co(II),

1
Ni(II), Cu(II), Pd(II), dan Ru(II) (Ali et al., 2014). Logam
transisi digunakan untuk membentuk kompleks karena
mempunyai sifat yang kuat, relatif statik, dan stabil.

Gambar 1.1 Struktur Cisplatin

Logam kobalt merupakan salah satu logam yang


dibutuhkan dalam tubuh manusia. Fungsi utama kobalt yaitu
sebagai membran transport dalam sel darah manusia. Dalam
beberapa penelitian tentang senyawa kompleks yang telah
dilaporkan, ion logam kobalt(II) mampu menghambat
pertumbuhan bakteri dan jamur (Simonsen et al., 2012). Kobalt
memiliki konfigurasi d7, yang memungkinkan kobalt memiliki
banyak ikatan dengan ligan. Uji toksisitas pada kompleks
logam kobalt(II) telah dilaporkan memiliki aktivitas antikanker
yang baik. Berdasarkan penelitian sebelumnya, senyawa
kompleks kobalt(II)-2,6-bis(2,6-dietilfeniliminometil)piridin
telah diuji pada sel kanker kolon (HCT-15) dengan IC50 sebesar
45,6 µM (Built, M.P et al., 2015).
Beberapa penelitian telah dilakukan oleh Siswandono
(1999), Hardjono (2002) dan Widiandani (2014) yaitu
memodifikasi struktur kimia pada senyawa: (1) benzoilurea, (2)
N-benzoilsefaleksin dan (3) o- (benzoil)parasetamol. Ketiga
senyawa yang dimodifikasi mempunyai gugus amin primer (-
NH2). Dengan mengacu pada ketiga penelitian di atas, untuk
memodifikasi struktur obat antikanker, perlu dicari obat
antikanker yang masih digunakan, strukturnya sederhana, dan
mempunyai gugus amin primer (-NH2). Turunan urea
merupakan obat antikanker yang memenuhi kriteria tersebut.
Pada penelitian ini menggunakan senyawa 2-(5,7-
dibromo-2-oksoindolin-3-iliden)-N-fenilhidrazina-

2
karbotioamida sebagai ligan yang dapat disintesis dari
aliltiourea dan turunan benzoil klorida. Turunan tersebut
mengandung gugus farmakofor tiourea yang diperlukan untuk
aktivitas sitotoksik. Sedangkan untuk atom pusat menggunakan
logam kobalt (II), sehingga terbentuk senyawa kompleks
kobalt(II)-N-(alilkarbamotioil) benzamida, selanjutnya
dilakukan uji aktivitas antikanker.
Penelitian ini dilakukan uji bioaktivitas dengan metode
MTT menggunakan sel kanker serviks (HeLa). Metode ini
merujuk pada tingkat kematian sel kanker HeLa, hasil yang
diperoleh dihitung sebagai nilai IC50 yang merupakan
konsentrasi senyawa uji yang dapat menyebabkan kematian sel
kanker serviks sejumlah 50%. Kompleks kobalt yang terbentuk
juga dikarakterisasi menggunakan spektrofotometer UV-Vis,
FTIR, AAS, MS, NMR, KLT, dan analisis termal.

1.2 Permasalahan
Berdasarkan latar belakang pada subbab sebelumnya,
permasalahan yang akan dibahas pada penelitian ini yaitu:
1. Bagaimana sintesis ligan senyawa 2-(5,7-dibromo-2-
oksoindolin-3-iliden)-n-fenilhidrazina-karbotioamida?
2. Bagaimana sintesis kompleks kobalt(II) dari sumber
ion logam CoCl2.2H2O dengan ligan 2-(5,7-dibromo-2-
oksoindolin-3-iliden)-n-fenilhidrazina-karbotioamida?
3. Bagaimana struktur senyawa kompleks hasil sintesis
dari logam kobalt(II) dengan ligan 2-(5,7-dibromo-2-
oksoindolin-3-iliden)-n-fenilhidrazina-karbotioamida?
4. Bagaimana aktivitas antikanker dengan metode MTT
terhadap sel kanker serviks HeLa?

3
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui sintesis ligan 2-(5,7-dibromo-2-
oksoindolin-3-iliden)-n-fenilhidrazina-karbotioamida.
2. Mendapatkan kompleks kobalt(II) yang disintesis dari
sumber ion logam CoCl2.2H2O dengan ligan 2-(5,7-
dibromo-2-oksoindolin-3-iliden)-n-fenilhidrazina-
karbotioamida.
3. Mengetahui struktur senyawa kompleks hasil sintesis
antara logam kobalt(II) dengan ligan 2-(5,7-dibromo-2-
oksoindolin-3-iliden)-n-fenilhidrazina-karbotioamida.
4. Mengetahui toksisitas senyawa kompleks kobalt(II)
yang disintesis dari sumber ion logam CoCl2.2H2O
dengan ligan 2-(5,7-dibromo-2-oksoindolin-3-iliden)-n-
fenilhidrazina-karbotioamida.

1.4 Manfaat
Hasil penelitian ini diharapkan memberikan kontribusi
bagi perkembangan ilmu pengetahuan khususnya pada bidang
sintesis senyawa kompleks dan uji toksisitas dari kompleks yang
dihasilkan.

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Senyawa Kompleks


Senyawa kompleks merupakan senyawa yang terbentuk
dari ikatan ion logam dan ligan. Ligan berupa senyawa netral
atau senyawa ionik umumnya senyawa organik. Ion logam
disebut sebagai asam lewis karena menerima pasangan elektron
bebas dari ligan (basa lewis). Ligan dari senyawa kompleks
menyumbangkan sepasang elektron pada ion logam untuk
digunakan secara bersama, ikatan ini disebut ikatan kovalen
koordinasi. Ikatan kovalen koordinasi inimenghasilkan bentuk
geometri yang spesifik seperti planar, tetrahedral, atau oktahedral
tergantung jenis hibridisasi orbital (Atkins et al., 2014).

2.2 Basa Schiff


Basa Schiff banyak digunakan pada senyawa organik.
Senyawa kompleks basa Schiff mempunyai peran utama
stereokimia dan kimia koordinasi. Senyawa basa Schiff
mempunyai kelebihan yaitu mudah direaksikan dengan logam
transisi, mempunyai sifat pembeda dengan senyawa lain serta
strukturnya yang bervariasi (Viswanathamurthi, 2006). Selain
itu, ligan senyawa basa Schiff juga mempunyai peran penting
dalam bidang fisiologis dan aktivitas farmakologi. Senyawa
kompleks basa Schiff memiliki aktivitas biologis yang bagus
sebagai antimikroba terhadap bakteri, jamur, dan dapat
digunakan sebagai obat serta dapat menghambat pertumbuhan
penyakit tumor (Dospil, 2001). Basa Schiff terbentuk akibat
rekasi kondensasi antara aldehid atau keton dengan amina.
Simbol R pada persamaan reaksi dibawah ini dapat berupa gugus
alkil atau aril (Zoubi, 2013). Basa schiff dapat berinteraksi
dengan berbagai ion logam untuk menghasilkan senyawa-
senyawa kompleks (Mirza dkk., 2014; Tian dkk., 1997).

5
Amina Primer Aldehid atau keton Basa Schiff

Gambar 2.1 Persamaan reaksi dalam pembentukan basa schiff


(Zoubi, 2013).
2.3 Tiosemikarbazida
Tiosemikarbazida dan senyawa kompleksnya digunakan
dalam bidang farmakologi dan kedokteran nuklir. Senyawa
tisemikarbazida mempunyai gugus amida, imina, dan kelompok
tion sehingga membentuk ligan polidentat (Abou-Hussen et al.,
2005). Dalam beberapa tahun terakhir, penelitian terkait senyawa
tiosemikarbazida banyak digunakan untuk antijamur, antivirus,
antibaktri, dan antikanker (Mendes et al., 2009). Penelitian SAR
menunjukkan bahwa sejumlah besar tiosemikarbazon dari
senyawa N-heterosiklik memiliki kerapatan elektron-π yang
rendah dibagian samping rantai dan cincin N-atom merupakan
donor pasangan elektron yang baik untuk mentransisikan logam
supaya membentuk senyawa koordinasi (Mylonas & Mamalis,
2005). Tiosemikarbazon dalam bentuk netral atau
deprotonisasinya bertindak sebagai khelat tiodentat, dimana
mengandung atom N, N, S yang khelat dengan ion logam
sehingga mempunyai manfaat yang penting salah satunya
mencegah kanker (Dilovic et al., 2008).

Gambar 2.2 Bentuk kompleks tiosemikarbazida dengan ion


logam (Patel et al., 2013).

6
2.4 Isatin
Isatin adalah turunal dari indol yang muncul sebagai
endogen pada manusia dan jaringan mamalia lainnya, cairan
tersebut adalah hasil dari jalur metabolisme triptofan.
Berdasarkan struktur molekul yang felksibel, isatin dan
turunannya menunjukkan aktivitas biologis seperti antikanker
(Ibrahim et al., 2015), antidepresan, antikonvulsan, anti-HIV,
dan antiinflamasi. Dalam beberapa dekade terakhir, penelitian
terkait pengembangan gen antikanker berbasis isatin banyak
dilakukan (Eldehna et al., 2015). Isatin memiliki aktivitas
sitotosik dan antikanker berasal dari substitusi mono, di-, tri dari
cincin aril atau berasal dari gugus nitrogen dan karbonil pada
C2/C3.

2.5 Senyawa kompleks kobalt(II) berbasis ligan


tiosemikarbazida dan isatin
Senyawa kompleks dengan ion logam kobalt sebagai
atom pusat telah dipelajari lebih lanjut untuk aktivitas
antikanker dan antimikrobial. Xiaorui et al. pada tahun 2014
telah berhasil mensintesis kompleks kobalt(II) menggunakan
ligan tiosemikarbazida. Ligan berupa Quinoline-2-
4
carboxaldehyde N -methyl-thiosemicarbazone (QCMT)
diperoleh dengan mengikuti prosedur serupa dengan kondensasi
4-methylthiosemicarbazide dan quinoline-2-carboxaldehyde
(rasio 1:1) dalam etanol. Jai et al. Pada tahun 2018 telah
berhasil mensintesis kompleks kobalt(II) menggunakan ligan
isatin. Ligan berupa turunan indol yaitu 1H-Indol-2,3-diona
diperoleh dengan mengikuti prosedur menggunakan 2-
aminofenol dan isatin (rasio 1:1) dalam metanol.

7
Gambar 2.3 Diagram ORTEP [Co(QCMT)(CH3OH)Cl2]
(Xiaorui et al., 2014).

Gambar 2.4 Struktur Ligan Basa Schiff dengan kompleks


logam (Jai et al., 2018).

8
2.6 Karakterisasi Senyawa
2.6.1 Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
Teknik KLT digunakan untuk memonitor pergerakan
reaksi, mengidentifikasi senyawa yang terdapat didalam
campuran, dan menentukan kemurnian bahan. Sampel
diaplikasikan pada plat dan dielusi dengan pelarut yang
berperan sebagai fase gerak sehingga terjadi proses elusi sampel
dengan laju yang berbeda dan komponen dalam sampel
terpisah. Pelarut membawa senyawa ke bagian atas plat yang
ditandai munculnya noda (Fair & Kormos, 2008) dan noda
tunggal menunjukkan bahwa senyawa sudah murni. Teknik
KLT dilakukan dengan menggunakan lempeng aluminium yang
dilapisi adsorben seperti silika gel sebagai media pemisahan.
Identifikasi senyawa-senyawa yang terpisah menggunakan plat
KLT didasarkan pada Rf (Retardation factor). Perhitungan Rf
ditunjukkan sebagai berikut.
𝑗𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑘𝑒𝑛𝑎𝑖𝑘𝑎𝑛 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
𝑅𝑓 =
𝑗𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑘𝑒𝑛𝑎𝑖𝑘𝑎𝑛 𝑝𝑒𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡
2,1 𝑐𝑚
𝑅𝑓 = = 0,7
2,8 𝑐𝑚

Batas atas senyawa

Posisi senyawa
setelah dielusi 2,8 cm
2,1 cm

Batas bawah senyawa

9
2.6.2 Spektroskopi UV-Vis
Teknik spektroskopi UV-Vis digunakan untuk
mengetahui transisi elektronik dari elektron-elektron ikatan,
baik ikatan sigma (σ) dan phi (π) maupun elektron non-ikatan
(n) yang ada dalam senyawa. Transisi elektronik yang terjadi
merupakan perpindahan elektron dari orbital ikatan atau non-
ikatan ke tingkat orbital anti-ikatan yang disebut dengan tingkat
eksitasi (Worsfold & Zagatto, 2017).
Sinar ultraviolet (UV) mempunyai rentang panjang
gelombang (λ) dari 100-400 nm, sedangkan rentang panjang
gelombang sinar tampak (Vis) adalah 400-750 nm. Senyawa
yang memiliki ikatan sigma akan mengabsorbi pada panjang
gelombang dibawah 200 nm, sedangkan senyawa yang
memiliki ikatan phi atau memiliki elektron non-ikatan akan
mengabsorbsi pada panjang gelombang yang lebih besar. Warna
yang teramati dan warna yang terabsorpsi dapat dilihat pada
Tabel 2.1. Hubungan antara absorbansi dan konsentrasi dapat
diketahui dari Hukum Lambert Beer. Rumus dari Hukum
Lambert Beer diketahui sebagai berikut:
𝐴 = 𝜀×𝑏×𝑐

A = absorbansi dari larutan


ε = nilai absorptivitas molar (L mol-1 cm-1)
b = tebal kuvet (cm)
c = konsentrasi (mol L-1)

Tabel 2.1 Spektrum Tampak dan Warna-warna Komplementer


Panjang Gelombang Warna
Warna
(nm) Komplementer
400-435 Lembayung (violet) Kuning-Hijau

10
435-480 Biru Kuning
480-490 Hijau-Biru Jingga
490-500 Biru-Hijau Merah
500-560 Hijau Ungu
560-580 Kuning-Hijau Lembayung (violet)
580-595 Kuning Biru
595-610 Jingga Hijau-Biru
610-750 Merah Biru-Hijau
Sumber: Skoog et al., 2000

2.6.3 Spektroskopi Inframerah (IR)


Teknik spektroskopi inframerah (IR) digunakan untuk
mengidentifikasi gugus fungsi yang terdapat pada suatu
senyawa. Dalam analisis menggunakan teknik ini, senyawa
dikenai sinar inframerah yang mempunyai frekuensi (bilangan
gelombang 4000-400 cm-1), sehingga beberapa frekuensi
diserap oleh senyawa. Frekuensi yang melewati senyawa
diukur sebagai presentasi transmitan dimana nilai 100
menandakan semua frekuensi dapat melewati senyawa tersebut
tanpa diserap sama sekali. Molekul yang disinari gelombang
inframerah pada frekuensi yang sesuai akan bervibrasi dan
menyerap energi tertentu yang sebanding dengan gerak dari
molekul tersebut sehingga dapat digunakan untuk mengetahui
gugus fungsi yang pada suatu molekul (McMurry, 2012).

Tabel 2.2 Karakteristik Band Spektrum Inframerah


Bilangan Gelombang (cm-1) Karakter Band
3335 Stretching N–H singlet untuk amina sekunder
2780 Stretching N–CH2
1615 Bending N–H
1360–1250 Stretching C–N aromatis

11
1220–1020 Stretching C–N alifatik
715 Wagging N–H
3360–3340 Stretching asimetris NH2 amida primer
3300–3250 Stretching N–H pada amida sekunder
3190–3170 Stretching simetris NH2amida primer
3100–3060 Amida sekunder amida II overtune
1680–1660 Stretching C=O amida primer
1680–1640 Stretching C=O amida sekunder
1650–1620 Bending NH2 amida primer
1560–1530 Bending N–H amida sekunder, stretching C–N
750–650 Wagging N–H amida sekunder
1615–1565 Stretching C=N piridin, stretching C=C
1660–1620 Stretching asimetrik NO2 nitrat
1540–1500 Stretching NO2 asimetrik senyawa nitro
aromatik
1370–1330 Stretching NO2 simetrik senyawa nitro
aromatik
870–840 Stretching N–O nitrat
2000–1700 Cincin benzena
1650–1430 Stretching C=C
750-100 Stretching M–X
1010-850 M=O
Sumber: Stuart, 2004

2.6.4 Spektroskopi Nuclear Magnetic Resonance (NMR)


Spektroskopi NMR digunakan untuk menentukan
struktur dan kemurnian senyawa. Spektroskopi 1H-NMR
digunakan untuk mengidentifikasi posisi proton pada suatu
molekul, sedangkan 13C-NMR digunakan untuk menentukan
letak atom C pada suatu molekul. Keuntungan 13C-NMR adalah
terjadinya pergeseran kimia yang lebih besar kearah bawah
medan magnet dari puncak TMS dibandingkan dengan
pergeseran kimia pada proton. Pergeseran kimia pada proton
0─100 ppm bawah medan puncak TMS, sedangkan pada 13C
didapat variasi sebesar 0─200 ppm.

12
Tabel 2.3 Karakteristik Spin Inti untuk 1H dan 13C
Kelimpahan di Frekwensi NMR
Inti Sensitivitas* Spin
alam (%) (MHz)†
1H 99,98 5680 ½ 100,000
13C 1,11 1,00 ½ 25,145
* Sensitivitas relatif untuk 13C=1 dan merupakan produk sensitivitas relatif
dari isotop dan kelimpahan di alam
† Pada 2,349 T (spektrometer ‘100 MHz)

Sumber: Shriver dan Atkins, 2010


Prinsip kerja NMR yaitu penyerapan energi di dalam
medan magnet yang kuat oleh partikel yang sedang berputar
sehingga medan magnet yang sesuai dengan molekul akan
dikonversi menjadi spektra NMR, struktur senyawa/rumus
bangun molekul senyawa organik dapat teridentifikasi.
Beberapa jenis pergeseran kimia untuk 1H-NMR disajikan
dalam Tabel 2.4. Pergeseran kimia untuk 13C-NMR disajikan
dalam Tabel 2.5.

Tabel 2.4 Pergeseran Kimia 1H-NMR


Struktur Senyawa δH (ppm)
H pada senyawa aromatis 6,0─9,5
H pada piridin 7,5─9,5
H benzena monosubtitusi p–NO2 7,70
H pada amida-NH 6,0-8,5
Sumber: Breitmaier, 2002

Tabel 2.5 Pergeseran Kimia 13C-NMR


Struktur Senyawa δC (ppm)
C=C pada aromatis 92─145
C pada piridin 85─165
C pada C=O 159-180
Sumber: Breitmaier, 2002

13
2.6.5 Spektroskopi Massa
Teknik spektroskopi massa digunakan untuk
mengetahui informasi kualitatif dan kuantitatif (berat molekul
atau konsentrasi) sampel. Electrospray ionization (ESI)
merupakan salah satu metode ionisasi dalam spektroskopi
massa untuk mendapatkan ion molekul. Senyawa netral dalam
teknik analisis ini akan diubah menjadi ion atau fasa gas
dengan protonasi dan kationisasi. Sampel dalam bentuk larutan
(pelarut polar atau volatil) pada awalnya dimasukkan ke dalam
sumber ion sehingga menjadi aerosol tetesan-tetesan
bermuatan. Tetesan-tetesan tersebut selanjutnya menyusut
seiring dengan menguapnya pelarut dan kemudian menjadi fasa
gas. Ion dalam fasa gas kemudian difokuskan pada sejumlah
lubang menuju mass analyzer (Silverstein et al., 2005).
Beberapa ion yang terbentuk pada analisis ini dapat dilihat pada
Tabel 2.6.

Tabel 2.6 Ion-ion pada spektofotometer massa (ESI)


Massa Massa
Ion Molekul Positif Ion Molekul Negatif
(m/z) (m/z)
[M+H]+ M+1 [M-H]- M-1
[M+H+Na]+ M+24 [M+Cl]- M+Cl
[M+H+K]+ M+40 [M-2H+Na]- M+21
[2M+M]+ 2x M+1 [M-H-CO2]- M-45

2.6.6 Spektroskopi Serapan Atom (SSA)


Teknik analisis menggunakan spektrofotometer serapan
atom digunakan untuk mengidentifikasi dan menentukan
kandungan ligam dalam suatu sampel. Komponen utama yang
terdapat pada alat ini yaitu sumber sinar, sumber api, sebuah
monokromator, dan sebuah detektor. Sumber api terletak
diantara sumber sinar dan monokromator. Skema kerja
spektroskopi serapan atom dapat dilihat pada Gambar 2.5.

14
Gambar 2.5 Skema Alat Spektroskopi Serapan Atom
Prinsip kerja spektrofotometer serapan atom yaitu
larutan cuplikan disalurkan dan kemudian dibakar dengan api
sehingga cuplikan berubah menjadi gas atom-atomnya. Atom
akan mengalami eksitasi dan beberapa atom lain akan tetap
pada keadaan ground state. Atom pada keadaan ground state
akan menyerap radiasi dengan panjang gelombang tertentu
yang dihasilkan sumber sinar. Panjang gelombang yang
diberikan sama dengan panjang gelombang yang diserap atom
dalam api (Skoog et al., 2014). Sinar dari sumber sinar
diarahkan ke sumber nyala oleh chopper. Atom dari senyawa
cuplikan yang telah teratomisasi oleh api akan menyerap sinar
tersebut dan kemudian diukur oleh detektor secara berurutan.

2.6.7 Analisis Termogravimetri (TGA)


Analisis Termogravimetri (thermogravimetric analysis,
TGA) didasari pada perubahan berat akibat pemanasan; TGA
merupakan teknik mengukur perubahan berat suatu sistem bila
temperaturnya berubah dengan laju tertentu. Teknik ini dapat
dilakukan baik secara dinamik maupun secara statik. Pada
termogravimetri dinamik, sampel dinaikkan temperaturnya
secara linear terhadap waktu. Pada cara statik atau
termogravimetri isotermal, sampel dipelihara temperaturnya

15
pada suatu periode waktu tertentu, selama waktu tersebut setiap
perubahan berat dicatat. Metode analisis termal ini diantaranya
berguna untuk mengetahui formula materi hasil dekomposisi
termal. Ia berguna juga untuk mengetahui range temperatur. Ini
dapat dilakukan dengan memvariasikan laju pemanasan dan
mencatat perubahan beratnya (Khopkar, 2003).

2.7 Uji Sitoksitas


Uji sitoksitas merupakan uji hayati yang berguna untuk
menentukan tingkat toksisitas dari suatu zat atau bahan
pencemar. Uji sitoksitas terdapat dalam dua metode, yaitu
metode perhitungan langsung (direct counting) dengan
menggunakan biru tripan (trypan blue) dan metode MTT assay.
Metode MTT assay digunakan dalam penelitian berdasarkan
beberapa kelebihan yaitu relatif cepat, sensitif, akuratdan
digunakan untuk mengukur senyawa dalam jumlah besar
(Stockett, 2018). Metode ini didasarkan pada perubahan garam
tetrazolium [3-(4,5-dimetiltiazol-2,5-difeniltetrazolium
bromida] (MTT) menjadi senyawa (4) dalam mitokondria yang
aktif pada sel hidup.
MTT diabsorbsi kedalam sel hidup dan dipecah melalui
reaksi reduksi oleh enzim reduktase dalam rantai respirasi
mitokondria menjadi senyawa (4) yang terlarut dalam PBS
(Phosphate Buffer Saline) berwarna biru.
Konsentrasi formazan yang berwarna biru dapat
ditentukan dengan spektroskopi UV-Vis dengan panjang
gelombang antara 500-600 nm. Hasil uji berbanding lurus
dengan jumla sel hidup, karena reduksi terjadi ketika reduktase
yang terdapat dalam jalur respirasi sel pada mitokondria aktif.
Nilai absorbansi yang besar menunjukkan semakin banyak

16
jumlah sel yang hidup. Reaksi reduksi MTT dapat dilihat pada
Gambar 2.6.

Gambar 2.6 Reaksi reduksi MTT (ChemDraw, 2008)

17
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Alat dan bahan


3.1.1. Alat
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
neraca analitik CP 224S (Sartorius, Germany); peralatan gelas;
kertas saring; oven pemanas; hotplate stirrer Cimarec (Thermo
Fisher Scientific, USA); batang pengaduk magnetik;
termometer; desikator; seperangkat alat refluks; lampu
ultraviolet dengan λ 245 nm. Karakterisasi dan analisis
menggunakan instrumen yang meliputi Melting Point
Apparatus (Fischer John Calgary, Canada); spektrofotometer
inframerah (FT-IR, Perkin- Elmer Spectrum One
spectrophotometer); spektrometer NMR (1H-NMR, Bruker
Ultrashield 600 spectrometer at 600 Mhz), (13C-NMR, Bruker
Ultrashield 600 spectrometer at 150 MHz); spektrometer UV-
Vis Genesys 10S (Thermo Fischer Scientific, USA);
spektrometer serapan atom ZEEnit 700 P (Thermo Fisher
Scientific, USA); TG/DSC 449 F3 Jupiter (NETZSCH Thermal
Analysis, Germany); High Resoultion Mass Spetrometry
(HRMS) (HR-ESI-MS, Applied Biosystems QSTAR XL
NanosprayTM system).

3.1.2. Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini
adalah 5,7-dibromoisatin (Aldrich); Etanol (Aldrich); 4-fenil-3-
tiosemikarbazida (Aldrich); TLC Silica Gel F254; silika gel 60
F254 (Merck); asam asetat glasial (Merck); gas nitrogen (N2);
aquades; kobalt klorida dihidrat (CoCl2.2H2O) (Merck); asam
asetat glasial (Merck); etil asetat (Merck); n-heksana (Merck);
DMSO (Merck); [3-(4,5-dimetiltiazol-2,5-difeniltetrazolium
bromida] (MTT) (Sigma-Aldrich, Germany); sel kanker serviks
(HeLa).

18
3.2 Prosedur penelitian
3.2.1 Sintesis 2-(5,7-dibromo-2-oksoindolin-3-iliden)-N-
fenilhidrazina-karbotioamida
Sintesis 2-(5,7-dibromo-2-oksoindolin-3-iliden)-N-
fenilhidrazina-karbotioamida dilakukan berdasarkan prosedur
yang dilaporkan oleh Hosain et al. (2017) dengan sedikit
modifikasi. 5,7-Dibromoisatin sebanyak 1 mmol dan 4-fenil-3-
tiosemikarbazida sebanyak 1 mmol dilarutkan dalam etanol
sebanyak 40 mL dan ditambahkan beberapa tetes asam asetat
glasial. Campuran reaksi direflux sambil diaduk selama 13 jam.
Reaksi dipantau menggunakan plat KLT. Campuran reaksi
selanjutnya didinginkan hingga mencapai suhu ruang dan
endapan yang didapatkan disaring, dikeringkan, dimurnikan
dengan kromatografi kolom gravitasi, diuji kemurnian
menggunakan KLT dan uji titik leleh, dan dianalisis dengan
teknik spektroskopi UV-Vis, spektroskopi inframerah,
spektroskopi massa, spektroskopi 1H-NMR dan 13C-NMR.

3.2.2 Sintesis Kompleks Co(II)


Sintesis kompleks Co(II) dilakukan dengan cara refluks.
Sebanyak 0,234 gram (1 mmol) CoCl2.2H2O dimasukkan dalam
gelas kimia, kemudian dilarutkan dalam 30 mL etanol sambil
diaduk. Lalu kedalam larutan tersebut ditambahkan 3 mmol
ligan yang telah disiapkan. Larutan ini selanjutnya direfluks
selama 2 jam. Setelah reaksi selesai, endapan yang terbentuk
kemudian disaring dan dicuci dengan etanol dingin, kemudian
dikeringkan dan dilakukan proses karakterisasi.

3.3 Karakterisasi Senyawa Hasil Sintesis


3.3.1 Karakterisasi dengan Spektrofotometer UV-Vis
Karakterisasi dengan spektrofotometer UV-Vis
dilakukan untuk mengetahui terbentuknya kompleks Co(II)
yang ditandai dengan adanya pergeseran puncak atau
terbentuknya puncak baru.

19
3.3.2 Penentuan panjang gelombang maksimum larutan
ligan dan kompleks Co(II)
Panjang gelombang maksimum digunakan untuk
menentukan perbandingan logam:ligan dalam senyawa
kompleks. Ligan sebanyak 0,04 mol dan kompleks Co(II) yang
disintesis dari CoCl2.2H2O sebanyak 0,04 mol dan ligan
sebanyak 0,04 mol secara terpisah dengan perbandingan 3:7,
5:5, dan 7:3 dilarutkan dalam etanol sebanyak 76 mL dan
direflux selama 4 jam. Ligan dan masing-masing padatan
kompleks Co(II) yang terbentuk dilarutkan dalam DMSO dan
ditentukan panjang gelombang maksimumnya menggunakan
spektrofotometer UV-Vis pada rentang panjang gelombang
300-800 nm.

3.3.3 Penentuan perbandingan logam:ligan dalam


kompleks Co(II)
Metode variasi kontinyu digunakan untuk mengetahui
perbandingan logam dan ligan dalam senyawa kompleks Co(II).
Metode ini dilakukan dengan terlebih dahulu mensintesis
kompleks Co(II) dengan perbandingan volume CoCl2.2H2O dan
ligan 0:10, 1:9, 3:7, 5:5, 7:3, 9:1, dan 10:0. Padatan CoCl2.2H2O
sebanyak 0,04 mol dan ligan sebanyak 0,04 mol masing-masing
dilarutkan dalam etanol sebanyak 76 mL dan direfluks selama 4
jam. Campuran reaksi selanjutnya dituang kedalam gelas piala,
didiamkan hingga suhu kamar dan diperam. Padatan yang
terbentuk disaring dan dikeringkan. Padatan kompleks Co(II)
dilarutkan dalam DMSO dan ditentukan absorbansinya pada
panjang gelombang maksimum yang telah diperoleh
sebelumnya. Perbandingan logam:ligan diperoleh dengan
mengalurkan absorbansi sebagai fungsi fraksi mol senyawa.

3.3.4 Karakterisasi dengan Spektrofotometer Inframerah


(FTIR)
Penentuan struktur senyawa kompleks dapat dilakukan
dengan mengamati gugus fungsi pada spektrum inframerah.
Pengukuran dilakukan dalam bentuk pelet, 1 mg sampel

20
dicampur dengan 10 mg KBr, kemudian dimasukkan dalam
press holder, ditekan hingga pelet setipis mungkin (0,01 mm–
0,05 mm). Sampel diletakkan pada permukaan holder,
kemudian holder dimasukkan ke dalam compartement dan
pengamatan spektrum inframerah dapat dilakukan dengan
rentang bilangan gelombang 375-4000 cm-1.

3.3.5 Karakterisasi dengan Spektroskopi Massa


Karakterisasi dengan spektroskopi massa dilakukan
untuk mengetahui berat molekul dari ligan dan kompleks Co(II)
hasil sintesis. Padatan ligan dan kompleks Co(II) dilarutkan
dalam DMSO dan dilakukan pengukuran menggunakan
spektrometer massa (ESI) Vantage Triple State Quadrupole.

3.3.6 Analisis Termal


Karakterisasi menggunakan analisis termal dilakukan
untuk mengetahui kestabilan termal kompleks Co(II) dengan
menggunakan TG/DSC 449 F3 Jupitert. Padatan kompleks
Co(II) seberat 1 mg dimasukkan dalam holder kemudian sampel
dipanaskan dengan lajub 10 °C per menit mulai dari suhu 20 °C
sampai 600 °C dibawah atmosfer nitrogen.

3.3.7 Karakterisasi dengan Spektroskopi Serapan Atom


(SSA)
Karakterisasi menggunakan spektroskopi serapan atom
dilakukan untuk mengetahui kandungan logam kobalt dalam
Co(II). Kompleks Co(II) sebanyak 0,05 gram dihaluskan
kemudian ditambahkan HCl pekat 20 mL dan HNO3 65%
sebanyak 5 mL. Campuran larutan dipanaskan pada suhu tinggi
hingga pelarut berkurang. Suhu pemanasan diturunkan dan
ditambah dengan H2O 100 mL. Larutan diukur menggunakan
lampu HCl dengan panjang gelombang 232 nm.

21
3.3.8 Karakterisasi dengan Spektroskopi 1H-NMR dan
13
C-NMR
Karakterisasi bertujuan untuk menentukan struktur
ligan. Ligan sebanyak 10 mg dimasukkan dalam tabung NMR,
dilarutkan dalam DMSO-d6, dan direkam spektrumnya.

3.3.9 Uji Aktivitas Antikanker


Uji bioaktivitas dilakukan untuk mengetahui nilai IC50
dan potensi antikanker dari senyawa kompleks Co(II). Uji
antikanker terhadap kompleks Co(II) dilakukan dengan metode
MTT menggunakan sel kanker serviks (HeLa). Sel kanker
serviks dengan kepadatan 105-2x106 sel/sumuran didistribusikan
ke dalam plate 96 sumuran, diinkubasi selama 24 jam pada
inkubator CO2 suhu 37 °C untuk beradaptasi dan menempel
pada dasar sumuran. Sel kanker PBS dicuci 3 kali, kemudian
ditambahkan 200 µL medium RPMI yang mengandung DMSO
0,1% (kontrol), senyawa kompleks Co(II) dengan konsentrasi
3,13; 6,25; 12,5; 25; 50 dan 100 µg/mL dalam RPMI dengan
DMSO 0,1% dan diinkubasi 20 jam pada inkubator CO2 suhu
37 °C. Pada akhir inkubasi, media kultur yang mengandung
sampel dibuang dan dicuci dengan 100 µL PBS. Selanjutnya,
masing-masing sumuran ditambah 100 µL RPMI yang
mengandung 5 µg/mL MTT, diinkubasi selama 4 jam pada suhu
37 °C. Sel yang hidup akan bereaksi dengan MTT membentuk
kristal formazan. Media yang mengandung MTT setelah 4 jam
dibuang dan dicuci PBS kemudian ditambahkan larutan DMSO
50 µL untuk melarutkan kristal formazan. Campuran dishaker
selama 10 menit agar menjadi homogen kemudian dianalisis
menggunakan Microplate Reader pada panjang gelombang 595
nm. Hasil absorbansi akan semakin besar apabila jumlah sel
hidup tinggi.

22
DAFTAR PUSTAKA

Abou-Hussen, A. A., El-Metwally, N. M., Saad, E. M., & El-


Asmy, A. A. (2005). Spectral, magnetic, thermal and
electrochemical studies on phthaloylbis-
(thiosemicarbazide) complexes. J Coord Chem, 58:1735-
49.

Ali, A. Q., Teoh, S. G., Eltayeb, N. E., Ahamed, M. B., &


Majid, A. A. (2014). Synthesis of Copper(II) Complexes
of Isatin Thiosemicarbazone Derivatives: In Vitro Anti-
cancer, DNA Binding, and Cleavage Activities.
Polyhedron, 6-15.

Atkins, P. W., Overton, T. L., Rourke, J. P., Weller, M. T.,


Armstrong, F. A. (2014). Inorganic Chemistry 9 Edition.
Oxford University Press.

Breitmaier, E. (2002). Structure Elucidation by NMR in


Organic Chemistry (Third revised edition). Wiley.

Built, M.P., Ortiz, G.A., Mijangos, E., Sosa, B.L., Bartez, S.F.,
Mora, G.I., & Parra, F.A. (2015). 2,6-
Bis(2,6diethylphenyliminometgyl)pyridine Coordination
Compounds with Cobalt(II), Nickel(II), Copper(II) and
Zinc(II) : Synthesis, Spectroscopic Characterization, X-
ray Study and In Vitro Cytotoxicity. Jounal of Inorganic
Biochemistry. 142 : 1-7.

Cambridgesoft. (2008). CamBioDraw Ultra 12.0, All Right


Reserved.

Dilovic I., Rubcic, M., Vrdoljak, V., Kraljevic, P. S., Kralj, M.,
Piantanida, I., & Cindric, M. (2008). Novel

23
thiosemicarbazone derivatives as potential antitumor
agents: Synthesis, physicochemical and structural
properties, DNA interactions and antiproliferative
activity. Bioorg Med Chem, 16(9):5189-5198.

Dospil, G. (2001). Synthesis and Characterization of Imidazol


Substituted Arenes as Simple Enzyme-Mimics with
Acetyl Transferase Activity. Tetrahedron Letter. 42 :
7837-7840.

Eldehna, W.M., Altoukhy, A., Mahrous, H., & Abdel-Aziz,


H.A. (2015). Design, synthesis and QSAR study of
certain isatin-pyridine hybrids as potential anti-
proliferative agents, European Journal of Medicinal
Chemistry, 90.684-694.

Fair, J. D., & Kormos, C. M. (2008). Flash Column


Chromatograms Estimated from Thin-Layer
Chromatography Data. J. of Chromatography, 49-54.

Hardjono, S. (2002). Sintesis Senyawa Baru Turunan Benzoil-


N-Sefaleksin untuk Meningkatkan Aktivitas Antibakteri
Terhadap Pseudomopnas Aeruginosa. Laporan Penelitian
RUT VIII. Kementerian Ristek RI, LIPI.

Ibrahim, H.S., Abou-Seri, S.M., Tanc, M., Elaasser, M.M.,


Abdel-Aziz, H.A., & Supuran, C.T. (2015). Isatin-
pyrazole benzenesulfonamide hybrids potently inhibit
tumor-associated carbonic anhydrase isoforms IX and
XII, European Journal of Medicinal Chemistry, 103.583-
593.

Jai, D. A., Nisha, B., & Jyoti, Y. (2018). Antimicrobial Activity


of Transition Metal Complexes Derived from Schiff

24
Bases of Isatin and Aminophenols. Journal of Chemical
and Pharmaceutical Research, 10(5): 121-125.

Kemenkes RI. (2015). InfoDATIN : STOP KANKER. Jakarta :


Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI.

Khopkar, S. M. (2003). Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta :


UI Press.

McMurry, J. (2012). Organic Chemistry 8th Edition.


Brooks.cole: Belmont.

Mendes, I. C., Costa, F. B., De Lima, G. M., Ardisson, J. D.,


Garcia-Santos, I., & Castineiras, A. (2009). Tin(IV)
complexes with 2pyridineformamide-derived
thiosemicarbazones: Antimicrobial and potential
antineoplasic activities. Polyhedron, 28(6):1179–85.

Mirza, A. H., Akbar, A. M., Bernhardt, P. V., & Asri, I. (2014).


Dimeric nickel(II) and copper(II) complexes of the
pentadentate N3S2 chelating agents derived from S-
alkyl/aryl esters of dithiocarbazic acid. Polyhedron, 81,
723–727.

Mylonas, S., & Mamalis, A. (2005). Synthesis and antitumor


activity of new thiosemicarbazones of 2‐
acetylimidazo[4,5‐b]pyridine. Journal of Heterocyclic
Chemistry, 42(7):1273-1281.

Oun, R., Moussa, Y. E., & Wheate N.J. (2018). The Side
Effects of Platinum-Based Chemotherapy Drugs : A
Review for Chemists. Dalton Transactions, 47 (19):
6645–6653.

25
Shriver & Atkins. (2010). Inorganic Chemistry Fifth Edition.
Great Britain. New York.

Silverstein, R.M., Webster, F.X., & Kiemle D. J. (2005).


Spectrofotometric identification of organic compound.
7th ed. New York: John Wiley and Sons.

Simonsen, L. O., Harbak, H., & Bennekou, P. (2012). Cobalt


metabolism and toxicology-A brief update. Science of
The Total Environment. 210-215.

Siswandono. (1999). Modifikasi Struktur dan Hubungan


Struktur Aktivitas Senyawa-senyawa Baru Turunan
Benzoilurea. Disertasi. Surabaya : Universitas Airlangga.

Skoog, D., West, D., Holler, F., & Crouch, S. (2014).


Fundamentals of Analytical Chemistry. Boston: Cengage
Learning.

Skoog. D. A., West, D. M., Holler, F. J., Crouch S. R. (2000).


Fundamentals of Analytical Chemistry. Hardcover: 992
pages, Publisher: Brooks Cole.

Stuart, B., (2004). Infrared Spectroscopy: Fundamentals and


Application. 19-20, 33-34. New York: Jhon Wilaey &
Sons, Inc.

Tian, Y. P., Duan, Y. C. Y., Zhao C. Y., You X. Z. (1997).


Synthesis, crystal structure, and second-order optical
nonlinearity of bis(2-chlorobenzaldehyde
thiosemicarbazone)cadmium halides (CdL(2)X(2); X =
Br, I), Inorg. Chem. 36, 1247–1252.

26
Viswanathamurthi, P., & Natarajan, K. (2006). Ruthenium(II)
Schiff Base : Complexes, Physicochemical,
Spectrometric, Microbial and DNA Binding and Cleaving
Studies. Intenational Journal of Applied Biology and
Pharmaceutical Technology. 36 : 415-418.

Wheate, N. J. (2010). The Status of Platinum Anti Cancer


Drugs in The Clinic and in Clinical Trials. Journal
Research, 39 (35): 8113–27.

Worsfold, P. J., & Zagatto, E. A. (2017). Encyclopedia of


Analytical Science Second Edition. Spectrophotometry
(318-321). Inggris: Alan Townshend and Colin Poole,
Elsevier, Oxford, 2005.

Xiaorui, F., Juanjuan, D., Rui, M., Yun, C., Xiaoyi Y., Jianliang
Z., & Shouchun, Z. (2013). Cobalt(II) complexes with
thiosemicarbazone as potential antitumor agents:
synthesis, crystal structures, DNA interactions, and
cytotoxicity. Journal of Coordination Chemistry,
66(24):4268-4279.

Zoubi, W. (2013). Solvent extraction of metal ions by use of


Schiff bases. J. Coord. Chem. 66 (13), 2264-2289.

27

Anda mungkin juga menyukai