Hipertensiok
Hipertensiok
WURI WULANDARI
Wuri Wulandari
NIM I14144041
ABSTRAK
Kata kunci: aktivitas fisik, kejadian prahipertensi, konsumsi buah dan sayur,
konsumsi makanan dan minuman instan
ABSTRACT
The aim of this study was to analyze instant food and instant beverages
consumption, fruits and vegetables, physical activity, and the correlation with
prehypertension on students. The study design was cross sectional with 79 PPKU
IPB’s students that consist of 37 male students and 42 female students. The results
showed the average of instant food cunsumption was 1.8±1.9 times/week and
instant beverages was 2.4±3.8 times/week. The average of fruits consumption was
23.8 gram/day and vegetables consumption was 21.4 gram/day. Most of subjects
has adequate sodium intake, inadequate fiber intake, normal blood pressure,
normal nutritional status, and relatively light of physical activity. The correlation
test showed that lower fruits and vegetables consumption, inadequate fiber intake,
obesity, and light of physical activity have not be risk factor, but it were tend to
increased prehypertension. Multivariat test showed that instant food consumption
increased prehypertension 4.659 time higher and instant beverages consumption
obstructed prehypertension 73.4%.
Keywords: fruits and vegetables consumption, instant food and instant beverages
consumption, physical activity, prehypertension
HUBUNGAN KONSUMSI MAKANAN DAN MINUMAN
INSTAN, BUAH DAN SAYUR, AKTIVITAS FISIK DENGAN
KEJADIAN PRAHIPERTENSI MAHASISWA
WURI WULANDARI
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Gizi dari Program Studi
Ilmu Gizi pada Departemen Gizi
Masyarakat
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya
sehingga karya tulis ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian
yang dilaksanakan sejak bulam April sampai Juni 2016 ini yaitu Hubungan Konsumsi
Makanan dan Minuman Instan, Buah dan Sayur, Aktivitas Fisik dengan Kejadian
Prahipertensi Mahasiswa.
Terimakasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr Ir Ikeu Ekayanti, MS dan dr. Karina
Rahmadia E, M.Gz selaku pembimbing yang telah banyak memberi saran. Ungkapan
terima kasih juga disampaikan kepada ayah Suyatno (almarhum) yang telah
memberikan motivasi dan ibu Endang Sri PA, Kakak Woro Asti W dan Reni Sekar K
serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya. Penulis menyadari
bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan sehingga saran dan kritik yang berkaitan
dengan skripsi sangat diperlukan agar penulisan sesuai dengan pedoman dan
bermanfaat untuk banyak pihak. Terima kasih penulis ucapkan kepada teman-teman
Alih Jenis 8 dan semua pihak atas segala dukungan, masukan dan motivasi.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Wuri Wulandari
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL vi
DAFTAR GAMBAR vi
DAFTAR LAMPIRAN vi
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 3
Tujuan Penelitian 3
Hipotesis Penelitian 4
Manfaat Penelitian 4
KERANGKA PEMIKIRAN 4
METODE 5
Desain, Tempat dan Waktu 5
Jumlah dan Cara Penarikan Subjek 6
Jenis dan Cara Pengambilan Data 6
Pengolahan dan Analisis Data 7
Definisi Operasional 12
HASIL DAN PEMBAHASAN 13
Gambaran Umum PPKU 13
Karakteristik Subjek 14
Konsumsi Makanan dan Minuman Instan 15
Asupan Natrium 19
Konsumsi Buah dan Sayur 20
Asupan Serat 24
Status Gizi 24
Aktivitas Fisik 25
Tekanan Darah 27
Hubungan Karakterisik Subjek dengan Kejadian Prahipertensi 28
Hubungan Konsumsi Makanan dan Minuman Instan dengan
Kejadian Prahipertensi 30
Hubungan Asupan Natrium dengan Kejadian Prahipertensi 32
Hubungan Konsumsi Buah dan Sayur dengan Kejadian Prahipertensi 32
Hubungan Asupan Serat dengan Kejadian Prahipertensi 34
Hubungan Aktifitas Fisik dengan Kejadian Prahipertensi 34
Hubungan Status Gizi dengan Kejadian Prahipertensi 36
Faktor Risiko Prahipertensi 36
SIMPULAN DAN SARAN 37
Simpulan 37
Saran 38
DAFTAR PUSTAKA 39
LAMPIRAN 45
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
1. Kerangka pemikiran hubungan konsumsi makanan instan, buah dan sayur, aktivitas
fisik dengan kejadian prahipertensi 5
DAFTAR LAMPIRAN
1 Kuisioner penelitian 45
2 Hasil uji regresi logistik bivariat variabel dengan kejadian
prahipertensi 51
3 Hasil uji regresi logistik multivariat variabel dengan kejadian
prahipertensi 53
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
memiliki tingkat aktivitas fisik ringan dan 64.2% subjek tidak mempunyai kebiasaan
olahraga.
Berdasarkan uraian di atas, terlihat hubungan antara kebiasaan konsumsi
makanan dan minuman instan, konsumsi sayur dan buah serta aktivitas fisik dengan
kejadian prahipertensi. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian sebagai sarana
untuk menggali informasi tentang hubungan konsumsi makanan dan minuman instan,
buah dan sayur serta aktivitas fisik dengan kejadian prahipertensi pada mahasiswa
PPKU Institut Pertanian Bogor.
Perumusan Masalah
Tujuan penelitian
Tujuan Umum
Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kebiasaan konsumsi
makanan dan minuman instan, buah dan sayur, aktivitas fisik pada mahasiswa PPKU
dan hubungannya dengan kejadian prahipertensi.
Tujuan Khusus
Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Mengidentifikasi karakteristik mahasiswa PPKU berdasarkan suku, jenis
kelamin, uang saku, pendidikan orang tua, riwayat hipertensi keluarga dan usia.
2. Mengidentifikasi gambaran konsumsi makanan dan minuman instan serta
konsumsi buah dan sayur.
3. Mengidentifikasi gambaran aktivitas fisik.
4. Mengidentifikasi gambaran tekanan darah dan status gizi.
5. Mengidentifikasi asupan natrium dan asupan serat.
6. Menganalisis hubungan karakteristik subjek meliputi usia, riwayat hipertensi
keluarga, status gizi dengan kejadian prahipertensi.
4
Hipotesis
1. Ada hubungan antara usia, jenis kelamin, riwayat hipertensi keluarga, status gizi
dengan kejadian prahipertensi.
2. Ada hubungan konsumsi makanan dan minuman instan, buah dan sayur, asupan
natrium, asupan serat, aktivitas fisik dengan kejadian prahipertensi.
Manfaat Penelitian
KERANGKA PEMIKIRAN
konsumsi sayur dan buah. Konsumsi sayur dan buah dapat menghambat kejadian
prahipertensi. Konsumsi sayur, buah dan jenis pangan lainnya dapat berpengaruh
terhadap asupan serat. Asupan tinggi serat dapat menghambat prahipertensi.
Aktivitas fisik dapat mempengaruhi kejadian prahipertensi. Aktivtas fisik yang
kurang seperti kurang olahraga meningkatkan kejadian prahipertensi. Status gizi
diukur dengan membandingkan berat badan dengan kuadrat tinggi badan (IMT).
Individu dengan IMT yang melebihi batas normal meningkatkan kejadian
prahipertensi.
Karakteristik subjek
Status Gizi
Kejadian
Aktivitas Fisik prahipertensi
Subjek dalam penelitian ini adalah semua mahasiswa PPKU Institut Pertanian
Bogor tahun ajaran 2015/1016. Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah
mahasiswa PPKU IPB, dalam kondisi sehat, bersedia mengikuti penelitian dengan
menandatangani informed concent, serta berada di asrama saat penelitian
dilaksanakan. Perhitungan jumlah minimal contoh yang digunakan dalam
penelitian ini didasarkan pada rumus perhitungan
n= d2(N−1Z2αp)+(Z1−2αp(1−p)p)N
2
1.96 0.24(1−0.24)3516
n = 0.12(3516−1)+1.962 0.24(1−0.24)
Data yang diambil dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder.
Data primer meliputi karakteristik individu, tekanan darah mahasiswa, tinggi badan
dan berat badan, kebiasaan makan makanan instan, minuman instan, dan konsumsi
pangan lainnya, konsumsi buah dan sayur serta aktivitas fisik, yang diperoleh dengan
pengisian kuisioner oleh subjek, wawancara dan pengukuran menggunakan alat. Data
karakteristik subjek yang terdiri dari nama, usia, jenis kelamin, riwayat penyakit,
suku, pendidikan orang tua dan uang saku didapat dengan membagikan kuisioner
kepada subjek. Subjek mengisi kuisioner tersebut dengan penjelasan terlebih dahulu
di awal oleh peneliti. Data sekunder yaitu data jumlah mahasiswa PPKU IPB tahun
ajaran 2015/2016.
Data konsumsi makan yang meliputi semua konsumsi makanan dan minuman
instan, kebiasaan makan sayur dan buah diperoleh dengan Semi Quantitatif Food
Frequencies Questionare (SQFFQ). Metode SQFFQ untuk menggambarkan
frekuensi konsumsi makanan dan minuman instan dalam 7
seminggu, serta untuk mengetahui konsumsi buah dan sayur per hari. Data
dikumpulkan berdasarkan jumlah, jenis dan frekuensi konsumsi. Semua jenis
makanan instan, minuman instan serta sayur dan buah dalam daftar kuisioner
SQFFQ merupakan jenis bahan pangan yang banyak tersedia di lingkungan sekitar
kampus. Metode food recall dilakukan dengan wawancara kepada subjek meliputi
semua makanan dan minuman yang dikonsumsi subjek selama 24 jam dengan
dilengkapi cara pengolahan, jumlah porsi dan merk makanan dan minuman yang
dikonsumsi. Metode food recall digunakan untuk mengetahui konsumsi makan dan
total asupan zat gizi yang dikonsumsi subjek per hari. Wawancara dilakukan 2 kali,
yaitu untuk mewakili kebiasaan makan pada hari kuliah dan saat libur.
Data aktivitas fisik diperoleh dengan cara mengisi kuisioner yang meliputi
aktifitas fisik selama 2 hari yaitu pada hari kuliah dan pada saat hari libur. Semua
aktivitas fisik dicatat secara lengkap selama 24 jam yang meliputi jenis kegiatan dan
durasi waktu kegiatan tersebut dilakukan. Antropometri diperoleh dengan cara
melakukan pengukuran secara langsung yang meliputi tinggi badan dan berat badan.
Tinggi badan diukur menggunakan microtuise dengan ketelitian 0.1 cm. Berat
badan diukur menggunakan alat timbangan injak digital dengan ketelitian 0.1 kg.
Data tekanan darah mahasiswa diperoleh melalui pengukuran menggunakan
alat Sphygmomanometer digital. Pengukuran dilakukan oleh peneliti dan dibantu oleh
enumerator. Subjek diukur dalam kondisi rileks setelah diistirahatkan selama 15
menit. Subjek diukur dalam posisi duduk diam dan rileks dengan kedua kaki
bertumpu pada lantai tanpa disilangkan dan lengan tertekuk pada posisi sama tinggi
dengan jantung selama pengukuran. Subjek tidak boleh berbicara selama pengukuran
berlangsung, tidak banyak gerak. Lengan baju dinaikkan dan dalam keadaan longgar
agar tidak mengganggu aliran darah. Manset diletakkan pada lengan kurang lebih 2
cm di atas siku. Manset dililitkan pada lengan tidak terlalu kencang namun tidak
terlalu longgar (Williams et al. 2009). Pengukuran dimulai dengan menekan tombol
START pada alat digital, kemudian menunggu beberapa menit hingga alat tersebut
memompa dan manset mengembung untuk mengukur tekanan sistolik dan diastolik
kemudian akan mengempis kembali dan data hasil pengukuran akan muncul pada
layar alat tersebut. Pengukuran tekanan darah dilakukan minimal 2 kali. Apabila hasil
pengukuran kedua berbeda ≥5 mmHg dibanding pengukuran pertama, maka
dilakukan pengukuran ke-3. Hasil pengukuran didapatkan dengan menghitung rata-
rata dari dua data dengan selisih terkecil dengan pengukuran terakhir (Frese et al.
2011). Jenis dan cara pengumpulan data secara lebih rinci dapat dilihat pada Tabel 1
sebagai berikut.
Data yang diperoleh dari kuisioner, SQFFQ, pengukuran status gizi dan
pengukuran tekanan darah diolah dan analisis. Proses analisis data meliputi coding,
entry, cleaning dan analisis data. Coding dilakukan dengan menyusun code-book
sebagai panduan entri dan pengolahan data. Entry data dengan memasukkan data
yang telah dikumpulkan. Cleaning data dilakukan untuk memastikan tidak ada
kesalahan dalam memasukkan data. Analisis data dilakukan dengan menggunakan
program komputer Microsoft Exel 2013 dan Statistical Program for Social Sciences
(SPSS) versi 22.0 for Windows.
Tabel 2 Variabel, data yang dibutuhkan dan kategori
Jenis data Variabel Kategori Penelitian Sumber
Karakteristik Usia 19-20 tahun
subjek
Jenis Perempuan
Kelamin
Laki-laki
Suku Jawa
Luar Jawa
Pendidikan SD
Orang tua SMP
SMA
Perguruan tinggi
Uang saku ≤Rp 600 000
Rp 600 001 – Rp1 000 000
> Rp1 000 000
Riwayat Ada
hipertensi
keluarga Tidak Ada
Asupan zat gizi berupa asupan natrium dan serat diukur berdasarkan data
Food Recall selama 2x24 jam pada hari kuliah dan hari libur. Data konsumsi
makanan dan minuman yang dikonsumsi dalam bentuk ukuran rumah tangga (URT)
atau dalam bentuk gram dikonversi ke dalam zat gizi dengan perhitungan
menggunakan pendekatan dalam Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM), Tabel
Komposisi Pangan Indonesia (TKPI) 2009, dan Nutri Survey. Kandungan zat gizi
pada makanan dan minuman instan dengan melihat nutrition fact pada kemasan. Data
konsumsi kemudian dikonversi menjadi data asupan natrium (mg) dan asupan serat
(g). Konversi tersebut menggunakan rumus sebagai berikut.
𝐵𝑗 𝐵𝐷𝐷𝑗
𝐾𝐺𝑖𝑗 = ( ) 𝑥𝐺𝑖𝑗𝑥( )
100 100
Keterangan :
10
Kgij = Penjumlahan zat gizi i dari setiap bahan makanan yang dikonsumsi
Bj = Berat bahan makanan j (gram)
Gij = Kandungan zat gizi i dari bahan makanan j
BDDj = Persen bahan makanan j yang dapat dimakan
𝐾𝑖
𝑇𝐺𝑖 = ( ) 𝑥100%
𝐴𝐾𝐺𝑖
Keterangan:
TGi = Tingkat kecukupan zat gizi i
Ki = Konsumsi zat gizi i
AKGi = Kecukupan zat gizi i yang dianjurkan
𝐵𝐵 (𝑘𝑔)
𝐼𝑀𝑇 = { 𝑇𝐵
(𝑚)}2
Keterangan:
BB = berat badan dalam kg
TB = tinggi badan dalam m
PAL 2.00-2.40 (FAO/WHO/UNU 2001). Setiap aktivitas fisik memiliki nilai PAR
yang berbeda-beda sesuai dengan jenis kegiaatan.
menggunakan uji multivariat adalah variabel yang memiliki nilai p ≤0.25 pada uji
bivariat. Analisis regresi logistik menggunakan rumus sebagai berikut.
𝑒𝛽0+𝛽1𝑥1+𝛽2𝑥2+𝛽3𝑥3+⋯+𝛽𝑛𝑥𝑛
(𝑥) = 1 + 𝑒𝛽0+𝛽1𝑥1+𝛽2𝑥2+𝛽3𝑥3+⋯+𝛽𝑛𝑥𝑛
Definisi Operasional
Subjek adalah mahasiswa PPKU IPB tahun ajaran 2015/2016 yang masih aktif
mengikuti kegiatan perkuliahan, dalam kondisi sehat dan bersedia mengikuti
penelitian.
Karakteristik subjek meliputi jenis kelamin suku, uang saku, pendidikan orang
tua dan usia subjek.
Usia adalah usia subjek saat dilakukan penelitian dan dinyatakan dalam tahun.
Uang saku adalah jumlah uang dalam rupiah yang diterima mahasiswa untuk
memenuhi kebutuhan pangan dan non pangan selama 1 bulan yang diperoleh
subjek baik dari orang tua, keluarga, beasiswa, maupun usahanya sendiri.
Pendidikan orang tua adalah jenjang pendidikan formal terakhir yang ditempuh
orang tua subjek.
Makanan dan minuman instan adalah makanan atau minuman yang sudah
melalui berbagai proses teknologi, dikemas dalam bentuk kering, bubuk,
cairan, ekstrak, konsentrat dan emulsi serta dapat disajikan melalui
pengolahan kembali dengan sangat cepat kurang dari 5 menit mulai dari
persiapan hingga siap dikonsumsi.
Konsumsi makanan instan adalah jenis, jumlah dan frekuensi makanan instan
yang dikonsumsi subjek yang dihitung berdasarkan frekuensinya dalam
minggu menggunakan Semi Quantitative Food Frequency Questionary.
Konsumsi minuman instan adalah jenis, jumlah dan frekuensi minuman instan
yang dikonsumsi subjek yang dihitung berdasarkan frekuensinya dalam
minggu menggunakan Semi Quantitative Food Frequency Questionary.
Konsumsi sayur dan buah adalah jenis, jumlah dan frekuensi buah dan sayur
yang dikonsumsi subjek yang dihitung berdasarkan frekuensinya dalam hari
menggunakan Semi Quantitative Food Frequency Questionary.
13
Karakteristik Subjek
Pengeluaran Non-Pangan
≤Rp 150 000 25 31.6
Rp 150 001 – Rp 200 000 39 49.4
> Rp 300 000 15 19.0
Total 79 100.0
Rata-rata ± SD Rp 246 721 ± 139 676
Riwayat Hipertensi
Ya 32 40.5
Tidak 47 59.5
Total 79 100.0
Uang saku diartikan sebagai sejumlah uang yang diperoleh subjek untuk
pemenuhan kebutuhan selama sebulan. Sebagian besar subjek (51.9%) memiliki
uang saku tiap bulan antara Rp 600 001 – Rp 1 000 000. Uang saku tersebut
dialokasikan menjadi dua, yaitu alokasi pengeluaran untuk pangan dan alokasi
pengeluaran untuk kebutuhan non pangan. Alokasi uang pangan subjek lebih
besar dibanding alokasi uang non-pangan. Besar uang saku subjek yang
dialokasikan untuk pangan sebagian besar adalah antara Rp 480 001 – Rp 750
000 sedangkan alokasi non-pangan sebagian besar berada dalam rentang Rp 150
001 – Rp 200 000. Rata-rata persentase alokasi pangan sebesar 71.6% dari total
uang saku. Persentase pengeluaran pangan dapat digunakan untuk
menggambarkan status ekonomi. Persen pengeluaran pangan yang tinggi yaitu
lebih dari 70% menunjukkan status ekonomi tergolong rendah (den Hartog, van
Staverev dan Broower 1995 dan Behrman 1995 dalam Tanziha 2005).
Riwayat hipertensi dari keluarga seperti orang tua, kakek, nenek, saudara
kandung dapat meningkatkan kejadian hipertensi pada subjek (Rasaninghe et al.
2015). Hasil analisis menunjukkan, sebagian besar subjek tidak memiliki riwayat
hipertensi dari keluarga. Hanya 40.5% subjek memiliki riwayat hipertensi
keluarga.
Salah satu makanan tinggi natrium adalah makanan olahan (Choong et al.
2012). Makanan instan termasuk dalam makanan olahan. Makanan olahan
diproses dengan penambahan bahan-bahan tambahan seperti natrium. Natrium
yang berasal dari makanan olahan memberikan kontribusi tinggi terhadap asupan
natrium dibandingkan natrium yang berasal dari garam meja, natrium alami dari
bahan makanan dan natrium yang ditambahkan ketika memasak (Choong et al.
2012).
17
Jumlah
Asupan Natrium
Frekuensi/ konsumsi
Jenis n % (mg /sekali
minggu (g/sekali makan) makan)
Makanan
Mi instan
Laki-laki 2 73.0 1.7 ± 1.6 77.9 ± 14.7 1136.5 ±
7 315.4
Perempuan 2 52.4 0.8 ± 1.0 77.2 ± 9.0 1019.7 ±
2 162.8
Total 4 62.0 1.3 ± 1.3 77.7 ± 11.9 1078.1± 239.1
9
Sereal
Laki-laki 4 10.8 0.1 ± 0.3 18.0 ± 6.7 22.0 ± 15.6
Perempuan 2 4.8 0.1 ± 0.3 15.0 ± 0.0 20.0 ± 7.1
Total 6 7.6 0.1 ± 0.3 16.5 ± 3.4 21.0 ± 11.4
Bubur instan
Laki-laki 5 13.5 0.2 ± 0.6 46.7 ± 1.8 771.4 ± 30.7
Perempuan 2 4.8 0.1 ± 0.2 45.0 ± 2.8 755.6 ± 46.8
Total 7 8.9 0.2 ± 0.4 45.9 ± 2.3 763.5 ±38.8
Cornet beef
18
Tabel 7 Rata-rata berat dan kandungan natrium berdasarkan jenis makanan dan
minuman instan
Makanan
Mi instan 76.3 1148.3 1457.8
Sereal 15.0 20.0 133.3
Bubur instan 47.3 863.3 1826.0
Cornet beef 50.0 910.8 1821.5
nugget 100.0 380.0 380.0
Minuman
Minuman sereal serbuk 29.5 85.0 203.9
Kopi instan 21.1 14.3 87.9
Minuman serbuk rasa buah 14.0 55.0 392.9
instan. Rata-rata makanan instan mengandung natrium >690 mg per 100 gram
sehingga dapat dikategorikan sebagai makanan tinggi natrium. Jenis makanan
20
instan yang dikonsumsi subjek dan tergolong sebagai makanan tinggi natrium
adalah mi instan, bubur instan dan cornet beef.
Asupan Natrium
n % n % n %
Cukup ( ≤ 1500 mg/hari) 24 64.9 42 100.0 66 83.5
Lebih ( > 1500 mg/hari) 13 35.1 0 0.0 13 16.5
Total 37 100.0 37 100.0 79 100.0
Laki-laki Perempuan Total
Asupan natrium
Tabel 10 Sebaran subjek berdasarkan rata-rata konsumsi buah dan sayur per hari
Rata-rata Konsumsi
Jenis Laki-laki Perempuan Tota
l
Buah 19.1 ± 29.6 28.0 ± 20.5 23.8 ± 25.2
Sayur 21.8 ± 15.7 21.1 ± 24.3 21.4 ± 20.6
sehingga hal ini dapat menjadi salah satu penyebab rendahnya konsumsi buah dan
sayur pada mahasiswa.
Selain itu, hasil wawancara menunjukkan bahwa beberapa subjek tidak
mengonsumsi buah atau sayur dikarenakan tidak suka mengonsumsi buah atau
sayur. Hal ini sejalan dengan penelitian Sari (2015), bahwa konsumsi buah dan
sayur mahasiswa IPB sebagian besar masih kurang. Menurut Happu et al. (2010),
kurangnya asupan buah dan sayur pada remaja dikarenakan remaja memiliki
kebiasaan memilih makanan. Kurangnya kesadaran terhadap konsumsi buah dan
sayur juga dapat menjadi faktor penyebab rendahnya konsumsi buah dan sayur
subjek dalam penelitian ini.
Tabel 11 menunjukkan jenis buah yang dikonsumsi subjek, frekuensi, jumlah
konsumsi dan kontribusi asupan serat. Terdapat beragam jenis buah yang
dikonsumsi oleh subjek baik laki-laki maupun perempuan. Jenis buah yang paling
banyak dikonsumsi oleh subjek laki-laki adalah melon sedangkan jenis buah yang
paling banyak dikonsumsi oleh subjek perempuan adalah pepaya. Secara
keseluruhan, jenis buah yang paling banyak dikonsumsi adalah pepaya. Semua
jenis buah yang dikonsumsi subjek merupakan buah-buahan yang banyak tersedia
di sekitar kampus. Subjek biasa mengonsumsi dalam bentuk buah utuh, buah
potong, jus, ataupun sup buah.
Meskipun terdapat beragam jenis buah yang dikonsumsi, namun frekuensi
konsumsi buah masih jarang. Frekuensi konsumsi tertinggi adalah buah pepaya,
yaitu 1.1 kali per minggu dengan berat konsumsi sekali makan adalah 79.3±14.4
gram atau setara dengan 1 potong buah pepaya ukuran sedang, sedangkan jenis
buah lain dikonsumsi kurang dari 1 kali per minggu. Konsumsi buah subjek belum
memenuhi anjuran, yaitu dikonsumsi setiap hari (Kemenkes 2014). Berat konsumsi
buah berpengaruh terhadap kontribusi serat yang diasup. Berdasarkan Tabel 11,
terlihat bahwa kontribusi serat terbesar berasal dari buah jeruk. Hal ini dikarenakan
kandungan serat pada buah jeruk lebih tinggi dibandingkan jenis buah lain yang
dikonsumsi oleh subjek.
Tabel 11 Sebaran subjek berdasarkan jenis buah, frekuensi, berat konsumsi dan
kontribusi asupan serat
Berat Asupan
Frekuensi/ konsumsi serat
Jenis Buah n % (g/ sekali
minggu (g/ sekali
makan) makan)
Jambu biji
Laki-laki 8 21.6 0.4 ± 1.2 50.0 ± 22.2 1.8 ± 0.8
Perempuan 8 19.0 0.3 ± 0.8 76.0 ± 20.1 0.9 ± 0.7
Total 16 20.3 0.4 ± 1.0 63.0 ± 21.2 1.3 ±0.8
Pisang
Laki-laki 8 21.6 0.4 ± 1.0 70.0 ± 14.1 1.7 ± 0.3
Perempuan 17 40.5 1.0 ± 1.9 75.0 ± 0.0 1.9 ± 0.0
Total 25 31.6 0.7 ± 1.5 72.5 ± 0.7 1.8 ± 0.2
Jeruk
Laki-laki 7 18.9 0.2 ± 0.5 53.6 ± 9.4 2.8 ± 0.5
Perempuan 10 23.8 0.4 ± 0.9 50.0 ± 0.0 2.6 ± 0.0
Total 17 21.5 0.3 ± 0.7 51.5 ± 4.7 2.7 ± 0.3
22
Tabel 11 Sebaran subjek berdasarkan jenis buah, frekuensi, berat konsumsi dan
kontribusi asupan serat (lanjutan)
Berat Asupan
Frekuensi/ konsumsi serat
Jenis Buah n %
minggu (g/ sekali (g/ sekali makan)
makan)
Pepaya
Laki-laki 10 27.0 1.0 ± 2.2 75.0 ± 0.0 2.0 ±
0.0
Perempuan 19 45.2 1.1 ± 1.9 82.0 ± 28.7 2.5 ±
0.8
Total 29 36.7 1.1 ± 2.1 79.3 ± 14.4 2.1 ±
0.4
Melon
Laki-laki 11 29.7 0.5 ± 1.4 75.0 ± 0.0 0.2 ±
0.0
Perempuan 16 38.1 0.9 ± 1.8 75.0 ± 0.0 0.2 ±
0.0
Total 27 34.2 0.7 ± 1.6 75.0 ± 0.0 0.2 ±
0.0
Semangka
Laki-laki 10 27.0 0.5 ± 1.3 75.0 ± 0.0 0.1 ±
0.0
Perempuan 7 16.7 0.3 ± 0.7 75.0 ± 0.0 0.1 ±
0.0
Total 17 21.5 0.4 ± 1.0 75.0 ± 0.0 0.1 ±
0.0
Alpukat
Laki-laki 4 10.8 0.3 ± 0.7 50.0 ± 0.0 1.1 ±
0.0
Perempuan 12 28.6 0.3 ± 0.6 50.0 ± 0.0 1.1 ±
0.0
Total 16 19.7 0.3 ± 0.7 50.0 ± 0.0 1.1 ±
0.0
Sama seperti buah, terdapat beragam jenis sayur yang dikonsumsi oleh
subjek, baik laki-laki maupun perempuan. Tabel 12 menunjukkan, jenis sayur
yang paling banyak dikonsumsi oleh subjek laki-laki maupun subjek perempuan
adalah daun singkong. Semua jenis sayuran yang dikonsumsi merupakan jenis
sayuran yang tersedia di sekitar kampus dan dikonsumsi dalam bentuk sayur
matang, ataupun mentah (lalapan).
Tabel 12 Sebaran subjek berdasarkan jenis sayur, frekuensi, berat konsumsi dan
kontribusi asupan serat
Buncis
Laki-laki 5 13.5 0.6 ± 2.4 38.0 ± 2.7 1.2 ±
0.1
Perempuan 9 21.4 0.6 ± 0.5 38.0 ± 6.7 1.2 ±
0.2
Total 14 17.7 0.6 ± 1.5 38.0 ± 4.7 1.2 ±
0.2
Daun singkong
Laki-laki 22 59.5 0.6 ± 1.1 36.8 ± 2.5 0.1±
0.0
Perempuan 22 52.4 0.6 ± 1.1 47.3 ± 18.1 0.2 ±
0.2
Total 44 55.9 0.6 ± 1.1 42.1 ± 10.3 0.2 ±
0.1
Taoge
Laki-laki 13 35.1 0.5 ± 3.0 37.7 ± 2.6 0.2 ±
0.1
Perempuan 9 21.4 0.6 ± 1.4 38.9 ± 2.2 0.2 ±
0.0
Total 22 27.8 0.6 ± 2.2 38.2 ± 2.4 0.2 ±
0.1
23
Tabel 12 Sebaran subjek berdasarkan jenis sayur, frekuensi, berat konsumsi dan
kontribusi asupan serat (lanjutan)
Jumlah Asupan
Frekuensi/ konsumsi serat
Jenis Sayur n % (g/ sekali
minggu (g/ sekali
makan) makan)
Wortel
Laki-laki 12 32.4 1.0 ± 1.9 23.8 ± 6.8 0.1 ± 0.1
Perempuan 13 30.9 0.8 ± 1.7 27.0 ± 10.5 0.2 ± 0.1
Total 15 31.5 0.9 ± 1.8 25.4 ± 8.7 0.2 ± 0.1
Tomat
Laki-laki 7 18.9 0.6 ± 1.6 33.1 ± 11.0 0.4 ± 0.1
Perempuan 11 26.2 0.6 ± 1.6 21.4 ± 13.6 0.3 ± 0.2
Total 18 22.5 0.6 ± 1.6 27.3 ± 12.3 0.4 ± 0.2
Mentimun
Laki-laki 13 35.1 1.2 ± 1.9 26.8 ± 0.2 0.2 ± 0.2
Perempuan 20 47.6 0.7 ± 0.9 14.0 ± 0.1 0.1 ± 0.1
Total 33 41.3 0.9 ± 1.4 20.4 ± 0.2 0.2 ± 0.2
Nangka Muda
Laki-laki 10 27.0 0.7 ± 1.5 40.0 ± 1.6 0.6 ± 0.1
Perempuan 13 31.0 0.6 ± 1.4 40.0 ± 0.0 0.6 ± 0.0
Total 23 29.0 0.7 ± 1.5 40.0 ± 0.8 0.6 ± 0.1
Kol
Laki-laki 13 35.1 1.2 ± 2.1 18.0 ± 1.1 0.4 ± 0.4
Perempuan 14 33.3 0.9 ± 1.7 13.9 ± 0.4 0.5 ± 0.3
Total 27 34.2 1.1 ± 1.9 16.0 ± 0.8 0.5 ± 0.4
Kangkung
Laki-laki 11 29.7 0.6 ± 1.4 40.0 ± 2.3 0.8 ± 0.1
Perempuan 12 28.6 0.5 ± 1.2 40.0 ± 0.0 0.8 ± 0.0
Total 23 29.0 0.6 ± 1.3 40.0 ± 1.2 0.8 ± 0.1
Kacang Panjang
Laki-laki 14 37.8 0.9 ± 1.6 35.0 ± 0.0 1.1 ± 0.0
Perempuan 10 23.8 0.5 ± 1.4 42.8 ± 14.2 1.4 ± 2.3
Total 24 30.4 0.7 ± 1.5 38.9 ± 7.1 1.3 ± 1.2
Terong
Laki-laki 8 21.6 0.6 ± 1.6 45.0 ± 14.1 1.1 ± 0.4
Perempuan 6 14.3 0.3 ± 1.0 40.0 ± 4.1 1.0 ± 0.1
Total 14 17.7 0.5 ± 1.4 43.0 ± 9.1 1.1 ± 0.3
Sawi
Laki-laki 4 10.8 0.3 ± 1.0 40.0 ± 2.8 1.1 ± 0.0
Perempuan 11 26.2 0.5 ± 1.3 40.0 ± 1.5 1.1 ± 0.0
Total 15 19.0 0.4 ± 1.2 40.0 ± 2.2 1.1 ± 0.0
Frekuensi konsumsi sayur tertinggi adalah sayur kol dengan rata-rata frekuensi
konsumsi 1.1±1.9 kali per minggu dengan berat konsumsi rata-rata sekali makan
adalah 16.0±0.8 gram. Meskipun frekuensi konsumsi kol paling sering
dibandingkan dengan jenis sayur lain, namun berat konsumsi tiap sekali makan
lebih rendah dibandingkan jenis sayuran lainnya. Hal ini dikarenakan kol biasanya
hanya dikonsumsi sedikit dalam bentuk lalapan atau campuran dalam masakan.
Kontribusi asupan serat tertinggi adalah kacang panjang. Hal ini dikarenakan 24
kandungan serat pada kacang panjang lebih tinggi dibandingkan jenis sayuran
lainnya.
Asupan Serat
Status Gizi
Kemenkes (2010) menyatakan, pengukuran status gizi untuk usia >18 tahun
menggunakan IMT. Status gizi subjek dapat diketahui dengan melihat nilai IMT
sesuai dengan kategori berdasarkan WHO untuk asia pasifik. Sebaran subjek
berdasarkan status gizi dapat dilihat pada Tabel 12. Secara keseluruhan, sebagian
besar subjek memiliki status gizi normal (59.5%). Sejalan dengan penelitian
Yunieswati (2014), mahasiswa Tingkat Persiapan Bersama (TPB) IPB sebagian
besar memiliki status gizi normal. Status gizi akan berpengaruh terhadap status
kesehatan individu.
11.4% subjek tergolong obes 1. Status gizi lebih atau obes disebabkan karena
adanya ketidakseimbangan antara intake energi dengan pengeluaran energi. Intake
energi yang lebih besar dari pengeluaran menyebabkan status gizi menjadi lebih
atau obesitas (Elliot et al. 2011). Obesitas dan kelebihan berat badan
meningkatkan kejadian hipertensi pada remaja (Oduwole et al. 2012).
Aktivitas Fisik
Aktivitas fisik merupakan semua gerakan tubuh yang terdiri dari semua
gerakan santai maupun bukan gerakan santai yang menghasilkan peningkatan
pengeluaran enegi dibandingkan dengan pengeluaran energi dalam kondisi
istirahat (Warburton et al. 2006). Aktivitas fisik berkaitan dengan jumlah
pengeluaran energi, intensitas, durasi dan frekuensi kontraksi otot. Aktivitas fisik
dalam penelitian ini diambil 2x24 jam dan dihitung berasarkan nilai Physical
Activity Level (PAL). Aktivitas fisik dibedakan menjadi aktivitas sangat ringan,
ringan, aktif dan sangat aktif.
Tabel 14 Sebaran subjek berdasarkan jenis aktivitas fisik dan durasi waktu
Lama waktu (jam)
Jenis Akivitas Fisik Kuliah Libu
r
Tidur
Laki-laki 6.5 ± 1.7 8.3 ±
2.6
perempuan 7.2 ± 1.4 7.9 ±
1.7
total 6.9 ± 1.6 8.1 ±
Kuliah/seminar/praktikum/diskusi/rapat 2.1
Laki-laki 6.8 ± 2.1 1.6 ±
1.9
perempuan 6.8 ± 1.7 1.9 ±
1.9
total 6.8 ± 1.9 1.8 ±
Mengerjakan tugas/belajar/membaca 1.9
Laki-laki 3.9 ±1.8 2.5 ±
1.1
perempuan 4.5 ± 1.4 2.7 ±
0.9
total 4.2 ± 1.6 2.6 ±
Melakukan pekerjaan rumah tangga 1.0
Laki-laki 2.0 ± 0.9 2.1 ±
1.1
perempuan 0.9 ± 0.7 1.1 ±
0.9
total 1.5 ± 0.8 1.6 ±
Berjalan tanpa beban 1.0
Laki-laki 2.3 ± 0.9 4.5 ±
2.5
perempuan 1.5 ± 0.5 5.3 ±
2.8
total 1.9 ± 0.7 4.9 ±
Olahraga/outbond/latihan menari 2.7
Laki-laki 0.2 ± 0.5 1.2 ±
1.2
perempuan 0.1 ± 0.5 1.1 ±
1.2
total 0.2 ± 0.5 1.2 ±
Lain-lain 1.2
Laki-laki 2.2 ± 1.0 3.9 ±
2.2
perempuan 2.1 ± 1.1 3.5 ±
2.4
total 2.2 ± 1.1 3.6 ±
2.3
26
Tabel 15 Sebaran aktivitas fisik subjek pada hari libur dan hari kuliah
Kuliah Libur Rata-rata
Aktivitas Fisik n % n % n %
Sangat ringan
Laki-laki 2 5.4 2 5. 0 0
4 .
0
Perempuan 0 0.0 0 0. 0 0
0 .
0
Total 2 2.5 3 3. 0 0
8 .
0
Ringan
Perempuan 0 0.0 4 9. 2 4
5 .
8
Terdapat perbedaan antara aktivitas subjek pada hari libur dengan aktivitas
fisik pada hari kuliah. Rata-rata nilai PAL subjek pada hari kuliah adalah 1.6±0.1
sedangkan pada hari libur adalah 1.7±0.3. Rata-rata aktivitas fisik pada hari libur
lebih tinggi daripada hari kuliah. Hal ini berbeda dengan penelitian Clemente et al.
(2016) yang menyatakan bahwa aktivitas fisik sedang dan berat lebih banyak
dilakukan pada hari kuliah dibandingkan pada hari libur pada mahasiswa Portugal.
Sebagian besar aktivitas subjek pada hari kuliah dalam penelitian ini dihabiskan
untuk melakukan kegiatan dengan beban fisik ringan dan tidak membutuhkan 27
Tekanan Darah
Tekanan darah terdiri dari tekanan sistol dan tekanan diastol. Tekanan
sistol adalah fase ketika darah sedang dipompa oleh jantung sedangkan tekanan
diastol adalah fase ketika darah kembali ke jantung. Nilai tekanan darah sistol
lebih tinggi dibanding nilai tekanan darah diastol (Harahap et al. 2008). Secara
keseluruhan, rata-rata tekanan sistolik subjek dalam penelitian ini adalah 113.6
mmHg dengan nilai minimum 90 mmHg dan nilai maksimum 132 mmHg. Rata-
rata tekanan diastol subjek adalah 68.3 mmHg dengan nilai minimum sebesar 59
mmHg dan nilai maksimum 87 mmHg.
Tabel 16 menunjukkan bahwa subjek laki-laki memiliki tekanan sistol
dengan kategori prahipertensi lebih banyak dibandingkan subjek perempuan.
Terdapat 16.7% subjek laki-laki yang termasuk dalam kategori prahipertensi
berdasarkan tekanan sistol. Secara keseluruhan, hanya terdapat 3.8% subjek yang
memiliki tekanan diastol prahipertensi sedangkan sisanya termasuk dalam kategori
normal.
28
Sebagian besar subjek (70.9%) memiliki tekanan darah yang masuk dalam
kategori normal dan sisanya berada dalam kategori prahipertensi. Subjek dengan
ktegori prahipertensi lebih banyak terdapat pada subjek laki-laki dibandingkan
subjek perempuan. Tabel 17 menunjukkan, tidak ada satupun subjek yang
memiliki tekanan darah dengan kategori hipertensi. Hasil ini sejalan dengan
penelitian Al Majed and Sadek (2012), sebagian besar mahasiswa (53.5%) di
Kuwait memiliki tekanan darah normal. Penelitian Safitri (2014) pada mahasiswa
IPB juga menunjukkan, bahwa sebagian besar mahasiswa memiliki tekanan darah
normal.
Normal Prahipertensi
% n %
Variabel n
Usia
19 51 91.1 23 100.0
20 5 3.5 0 0.0
Riwayat Hipertensi
Ya 19 33.9 13 56.5
Jenis Kelamin
hipertensi pada orang yang memiliki keluarga dengan riwayat hipertensi lebih
tinggi dibandingkan dengan orang yang tidak memiliki riwayat hipertensi.
Hasil uji hubungan antara jenis kelamin dengan kejadian prahipertensi
diperoleh nilai OR=3.8 (95% CI; 1.347-10.778). Artinya, jenis kelamin menjadi
faktor risiko hipertensi. Kejadian prahipertensi meningkat 3.8 kali lipat lebih tinggi
pada laki-laki dibandingkan pada perempuan. Hal ini disebabkan karena subjek
laki-laki pada penelitian ini lebih sering mengonsumsi makanan instan yang
mengandung tinggi natrium dibanding subjek perempuan. Sebagian besar subjek
yang memiliki asupan natrium lebih dari kecukupan ( >1500 mg per hari) adalah
subjek laki-laki. Asupan tinggi natrium meningkatkan kejadian hipertensi
(Chobanian et al. 2003).
Selain itu, Rackelhoff (2001) menyatakan, bahwa risiko hipertensi lebih
rendah pada wanita dewasa muda dibandingkan laki-laki. Namun, risiko hipertensi
lebih tinggi pada wanita dewasa lanjut dibandingkan laki-laki. Hal ini disebabkan
karena pengaruh hormon estrogen. Hormon estrogen dapat merangsang produksi
nitrat oksida (NO) yang merupakan vasodilator. Selain itu, tekanan darah yang
lebih tinggi pada laki-laki kemungkinan disebabkan oleh hormon testosteron.
Testosteron meningkatkan kadar homosistein yang dapat menyebabkan kerusakan
endotel sehingga mengarah ke pengembangan aterosklerosis dan tekanan darah
tinggi (Dubey et al. 2002). Aktivitas renin plasma pada wanita lebih rendah
daripada laki-laki sehingga memberikan kontribusi terhadap perbedaan konsentrasi
angiotensin II dan aldosteron serta reabsorpsi natrium di ginjal (Kagan et al. 2007).
Tabel 19 Hasil uji karakteristik dengan kebiasaan konsumsi makanan dan
minuman instan
minuman instan. Nilai r negatif pada hubungan pendidikan ibu dengan konsumsi
makanan dan minuman instan menunjukkan bahwa terdapat kecenderungan
semakin tinggi pendidikan ibu maka semakin rendah konsumsi makanan dan
minuman instan subjek. Tingkat pendidikan orang tua terutama ibu berpengaruh
terhadap pola asuh anak dan pemberian makan yang selanjutnya akan
berpengaruh terhadap pemilihan makan anak ketika dewasa (Savage et al. 2007).
Pendidikan akan mempengaruhi seseorang dalam berperilaku termasuk
dalam pemilihan makanan. Tingkat pendidikan baik formal maupun informal akan
mempengaruhi pengetahuan gizi seseorang. Seseorang dengan pendidikan lebih
tinggi mengonsumsi makanan dengan kualitas yang lebih baik dibandingkan
dengan pendidikan yang lebih rendah (Darmon and Drewnowski 2008).
Berbanding terbalik dengan pendidikan ibu, kecenderungan positif ditunjukkan
pada hubungan antara pendidikan ayah dengan konsumsi makanan dan minuman
instan. Semakin tinggi pendidikan ayah maka semakin tinggi konsumsi makanan
atau minuman instan. Hal ini dikarenakan ayah tidak berperan langsung dalam
pola asuh anak.
Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan tidak ada hubungan signifikan
antara pendidikan ayah, pendidikan ibu, uang saku dan besar uang untuk
pengeluaran pangan dengan konsumsi buah dan sayur (p>0.05). Sejalan dengan
penelitian Wardhani (2015) pada mahasiswa TPB bahwa tidak ada hubungan
antara pendidikan orang tua dan sosial ekonomi dengan kebiasan konsumsi buah
dan sayur. Berdasarkan wawancara, subjek tidak selalu mengonsumsi sayur dan
buah lebih dikarenakan tidak terlalu menyukai buah dan sayur. Kurangnya
pengetahuan dan kesadaran subjek akan pentingnya konsumsi sayur dan buah
kemungkinan menyebabkan tidak adanya hubungan antara uang saku,
pengeluaran pangan, pendidikan ayah, pendidikan ibu dengan konsumsi buah dan
sayur.
per hari sehingga tidak terdapat hubungan yang signifikan antara konsumsi
minuman instan dengan tekanan darah.
Tabel 20 Hasil uji hubungan konsumsi makanan dan minuman instan dengan
kejadian prahipertensi
Tekanan darah
Frekuensi Prahipertensi Normal
n % n %
Makanan instan
Mengonsumsi 20 87.0 3 57.1
2
Tidak pernah 3 13.0 2 42.9
4
Total 23 100.0 5 100.0
6
OR 5.000 (95% CI: 1.331-
18.790)
Minuman instan
Mengonsumsi 11 47.8 39 69.6
Tidak pernah 12 52.2 17 30.4
Total 23 100.0 56 100.0
OR 0.400 (95% CI: 0.147-
1.083)
Selain itu, adanya zat gizi lain yang terkandung dalam minuman instan
diduga juga menjadi penyebab konsumsi minuman instan menjadi faktor protektif
terhadap kenaikan tekanan darah. Jenis minuman instan yang paling sering
dikonsumsi oleh subjek adalah sereal serbuk. Penelitian Kochar et al. (2012) pada
subjek laki-laki di Amerika dengan menggunakan desain kohort menunjukkan
bahwa konsumsi sereal sarapan menurunkan kejadian hipertensi. Mekanisme
biologis yang mungkin menjelaskan adalah sereal mencegah kerusakan reaktivitas
vaskuler dalam menanggapi konsumsi tinggi lemak, meningkatkan sensitivitas
insulin, dan menurunkan obesitas abdominal. Keseluruhan efek tersebut pada
akhirnya berkaitan dengan penurunan tekanan darah (Kochar et al. 2012). Sereal
mengandung natrium rendah dan merupakan sumber yang baik untuk mineral lain
seperti kalium (McKevith 2004). Kandungan kalium pada sereal memberikan
pengaruh terhadap tekanan darah. Kalium dapat menurunkan tekanan darah
(Treasure and Ploth 1983).
Minuman sereal serbuk yang dikonsumsi subjek juga mengandung susu.
Susu dapat menurunkan tekanan darah (Jauhiainen and Korpela 2007; McGrane et
al. 2011). Kandungan susu seperti kalium, magnesium dapat menjadi faktor
protektif terhadap tekanan darah (McGrane et al. 2011). Mekanisme lain seperti
penghambatan Angiotensin-Converting Enzyme (ACE) yang berperan penting
dalam sistem renin-angiotensin (RAS) oleh peptida pada susu menyebabkan susu
dapat berperan sebagai antihipertensi (Jauhiainen and Korpela 2007).
Selain kopi instan dan minuman seral serbuk jenis minuman instan lain
yang dikonsumsi subjek yaitu minuman serbuk rasa buah. Sama seperti jenis
minuman instan lainnya, kandungan natrium per sajian pada minuman tersebut
rendah. Minuman serbuk rasa buah yang dikonsumsi subjek mengandung vitamin
C. Vitamin C dapat menurunkan tekanan darah (Jurascheck et al. 2012).
Hubungan Asupan Natrium dengan Kejadian Prahipertensi
n % n %
Lebih (>1500 mg/hari) 3 13.0 10 16.5
Cukup ( ≤ 1500 mg/hari) 20 87.0 46 83.5
Total 23 100.0 56 100.0
OR 0.690 (95% CI:0.171-2.778)
Tabel 22 Hasil uji hubungan konsumsi buah dan sayur dengan kejadian
prahipertensi
Tekanan darah
n % n %
Buah
< rata-rata (23.8 gram/hari) 1 65.2 29 51.
5 8
≥ rata-rata (23.8 gram/hari) 8 34.8 27 48.
2
Total 2 100.0 56 100.
3 0
OR 1.746 (95%CI:0.639-4.771)
Sayur
< rata-rata (21.4 gram/hari) 1 78.3 32 57.
8 1
≥ rata-rata (21.4 gram/hari) 5 21.7 24 42.
9
Total 2 100.0 56 100.
3 0
OR 2.700 (95% CI:0.878-8.302)
Hasil uji hubungan antara asupan serat dengan kejadian prahipertensi diperoleh
nilai OR=1.210 (95% CI:0.456-3.215). Artinya, bahwa asupan serat rendah
belum menjadi faktor risiko kejadian prahipertensi, namun asupan serat rendah
sudah berpeluang meningkatkan kejadian prahipertensi. Semua subjek
memililiki asupan serat yang rendah sehingga menyebabkan pengaruh dari
asupan serat terhadap tekanan darah belum terlihat signifikan. Penelitian Lairon
et al. (2005) di Perancis menunjukkan bahwa asupan serat yang tinggi baik serat
yang berasal dari buah maupun sayur dapat menghambat kejadian hipertensi
dengan nilai odd ratio secara berturut-turut adalah OR=0.79 (95% CI, 0.64-0.97)
dan OR=0.76 (95% CI, 0.62-0.92). Sejalan dengan penelitian tersebut, Whelton
et al. (2005) menyatakan bahwa asupan tinggi serat berhubungan dengan
penurunan tekanan darah.
tidak dapat di resirkulasi sehingga untuk membuat asam empedu baru maka
diperlukan kolesterol dalam darah. Kolesterol dalam darah yang terus diambil
untuk membuat asam empedu baru menyebabkan berkurangnya serum
kolesterol total dan LDL (Streppel 2008). Kadar kolesterol yang berkurang
dalam darah dapat mencegah terjadinya atherosklerosis yang dapat
mempersempit pembuluh darah sehingga mencegah hipertensi.
terhadap tekanan darah belum terlihat. Peningkatan aktivitas fisik perlu dilakukan
untuk memperoleh manfaat yang maksimal. Meskipun tidak terdapat hubungan
signifikan, namun terdapat kecenderungan aktifitas fisik yang ringan
meningkatkan kejadian prahipertensi. Hal ini sejalan dengan penelitian Jackson
et al. (2014) pada wanita di Australia yang menghasilkan OR=1.46 (95%
CI:1.19-1.80). Aktivitas fisik ringan meningkatkan kejadian hipertensi pada
wanita dengan status gizi normal. Penelitian lain di Eropa membuktikan bahwa
aktifitas fisik ringan dan menetap meningkatkan tekanan darah tinggi pada anak-
anak (de Morais et al. 2015).
Prahipertensi Norma
Aktivitas Fisik
l
n % n %
Prahipertensi Norma
l
n % n %
Obesitas 7 30.4 13 23.
2
Normal 16 69.6 43 76.
8
Total 23 100.0 56 100.
0
OR OR=1.477 (CI 95%, 0.490- 4.276)
*) normal= normal dan kurus, obesitas = berisiko dan obes I
dihasilkan bahwa hanya konsumsi makanan instan dan minuman instan yang
signifikan berhubungan dengan kejadian prahipertensi. Konsumsi makanan instan
menjadi faktor risiko kejadian prahipertensi dengan nilai OR =4.659 (95%CI,
1.097-19.796) sedangkan minuman instan menjadi faktor penghambat kejadian
prahipertensi dengan nilai OR=0.266 (95%CI, 0.083-0.851). Artinya, bahwa
kebiasaan konsumsi makanan instan akan meningkatkan kejadian prahipertensi
6.489 kali lebih tinggi dibandingkan tidak mengonsumsi makanan instan
sedangkan minuman instan menghambat kejadian prahipertensi 73.4%. Sejalan
dengan penelitian Thawornchaisit et al. (2013) yang membuktikan bahwa
konsumsi makanan instan 3-6 kali per minggu pada laki-laki secara signifikan
berhubungan dengan kejadian hipertensi (RR= 1.67 95% CI, 1.11-2.52) dan pada
wanita (RR= 1.48 95% CI, 0.86 - 2.53). Penelitian tersebut menggunakan desain
studi kohort selama 4 tahun. Nilai RR (Relative Risk) tersebut diperoleh dengan
penyesuaian usia, status perkawinan, pendidikan, pendapatan, IMT, riwayat
penyakit, konsumsi alkohol dan kebiasaan merokok. Minuman instan
menghambat kejadian prahipertensi dikarenakan mengandung natrium rendah
dan adanya bahan lain yang diduga berperan sebagai faktor protektif terhadap
kenaikan tekanan darah seperti susu, vitamin C dan mineral seperti kalium pada
jenis minuman instan yang dikonsumsi subjek.
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
Choong SSY, Balan SN, Chua LS dan Say YH. 2012. Preference and intake
frequency of high sodium foods and dishes and their correlation with
antropoetric measurements among Malaysian subjects. Nutr Res Pract.
6(3): 238-245. doi: 10.4162/nrp.2012.6.3.238
Clemente FM, Nikolaidis PT, Martins FML, Mendes RS. 2016. Physical activity
patterns in university students: do they follow the public health guidelines?.
PLOS one. 11(3): e0152516.
doi:10.1371/journal.pone.0152516
Cunha AR, Umbelino B, Correia ML, Neves MF.2012. Magnesium and vascular
changes in hypertensions. International Journal of Hypertension.
Dam RM, Grievink L, Ocke Mc, Feskens EJM. 2003. Patterns of food consumption
and risk factors for cardiovascular disease in the general Dutch populations.
Am J Clin Nutr. 77 (5): 1156-1163.
Darmon N, Drewnowski A. 2008. Does social class predict diet quality?. Am J Clin
Nutr. 87(5) : 1107-1117.
De Moraes et al. 2015. Incidence of high blood pressure in children- effect of
physical activity and sedentary behaviors: the IDEFICS study: High blood
pressure, lifestyle and children. Int J cardiol. 180:165-70. doi:
10.1016/j.ijcard.2014.11.175
Deshpande S, Basil MD, Basil DZ. 2009. Factor influencing healthy eating habits
aong college students: an application of the health belief model. Pubmed.
26(2): 145-64. Doi: 10.1080/07359680802619834
Diana Y. 2003. Kebiasaan makan mi instan padda mahasiswa IPB dan faktor yang
mempengaruhinya. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Dubey RK, Oparii S, Imthurn B, Jackson EK. 2002. Sex hormon and hypertension.
Cardiovascular research. 53(3): 688-708. Doi:
10.1016/S00086363(01)00527-2
Dulskiene V, Kuciene R, Medzioniene J, Benetis R. 2014. Association between
obesity and high blood pressure among Lithuanian adolescent: a
crosssectional study. Ital J Pediatr. 40:102. doi: 10.1186/s13052-014-
0102-6
El Ansari W, Stock C, Mikolajczyk RT. 2012. Relationship between food
consumption and living arrangements among university students in four
European countries: A cross sectional study. Nutr J. doi:
10.1186/14752891-11-28
Elliot SA, Truby H, Lee A, Harper C, Abbot RA, Davies PSW. 2011. Association of
body mass index and waist circumference with: energy intake and
percentage energy from macronutrients, in cohort of australian children.
Nutrition Journal. I 10:58.
Falkner B, Gidding SS, Portman R, Rosner B. 2008. Blood pressure variability and
classification of prehypertension and hypertension in adolescent. Pediatrics.
122(2): 238-42. doi: 10.1542/peds.2007-2776
[FAO] Food and Nutrition Technical Report Series. 2001. Human Energy
Requirements. Rome: FAO/WHO/UNU.
Frese EM, Fick A, Sadowsky HS. 2011. Blood pressure measurement guidelines for
physical theraphy. Cardiopulm phys Ther J. 22(2): 5-12.
Gibson, R. S. 2005. Principles of Nutritional Assessment. Second Edition. New York
(USA) : Oxford University Press Inc.
41
Gillespie C et al. 2014. Sodium content in major brands of U.S. packaged foods,
2009. Am J Clin Nutr. doi: 10.3945/ajcn.113.078980
Hall JE, do Carmo JM, da Silva AA, Wang Z, Wall ME. 2015. Obesity induced
hypertension. AHA Journals. 116 (6). DOI:
10.1161/CIRCRESAHA.116.305697
Happu U, Lehtisalo J, Tapanainen H dan Pietinen P. 2010. Dietary habits and
nutrient intake of finish adolescents. Pub Health Nutrition. 13(6A) :
965972. Doi: 10.1017/513688980010001175.
Harahap H, Hardinsyah, Setiawan B, Effendi I. 2008. Hubungan indeks massa
tubuh, jenis Kelamin, usia, golongan darah dan riwayat keturunan dengan
tekanan darah pada pegawai negeri sipil di pekan baru. PGM 2008,31(2):
51- 58
Humphries Dl, Behrman JR, Crookston BT, Dearden KA, Schoot W, Penny ME.
2014. Households across all income quintiles, espesially the poorest,
increased animal source of food expendictures substantially during recent
peruvia economic growth. Plos One. 9(11): e110961.
doi: 10.1371/journal.pone.0110961
[IOM] Institute of Medicine. 2010. Strategies to Reduce Sodium Intake in the United
States.Washington, DC (US): The National Academies Press.
Jackson C, Herber-Gast G-C, Brown W. 2014. Joint effects of physical activity and
BMI on risk of hypertension in women: a longitudinal Study. J Obes.
Doi:10.1155/2014/271532.
Jauhiainen T, Korpela R. 2007. Milk peptides and blood pressure. J Nutr. 137 (3):
8255-8295.
[JNC VII]. Joint National Committe VII. Prevention, detection, evaluation, and
treatment of high blood pressure. Rockville (US): National Institute of
Health.
Jurascheck SP, Guallar E, Appel LJ, Miller ER. 2012. Effects of vitamin C
supplementation on blood pressure: a meta analysis of randomized
controlled trials. Am J Clin Nutr. 95(5): 1079-1088. Doi:
10.3945/ajcn.111.027995.
Kagan A, Faibel H, Ben-Arie G, Granevitze Z, Rapoport J. 2007. Gender different in
ambulatory blood pressure monitoring profil in obese, overweight and
normal subject. J Hum hypertens. 21: 128–134.
doi:10.1038/sj.jhh.1002118
[Kemenkes] Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2014. Survei Diet Total:
Survei Konsumsi makanan Individu Indonesia 2014. Jakarta (ID): Badan
Penelitian dan Pengembanagn Kesehatan.
________. 2013. Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas). Jakarta (ID) :
Kemenkes
_______2014. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 41 Tahun
2014 tentang Pedoman Gizi Seimbang.
Kochar J, Gaziano JM, Djousse L. 2012. Breakfast cereals and risk of hypertension
in the ph yisicians’s health study 1. Clin Nutr. 31(1): 89-92).
Lairon D, Arnault N, Bertrais S, Planells R, Clero E, Herberg S, Ruault MCB. 2005.
Dietary fiber intake and risk factor for cardiovascular disease in French
adults. Am J Clin Nutr. 82(6): 1185-1194.
42
Sun Y, Jiang C, Cheng KK, Zhang W, Leung GM, Lam TH, Schooling CM. 2014.
Milk consumption and cardiovascular risk factors in older chinese: the
guangzhou biobank cohort study. Plos One. 9(1): e84813.
doi: 10.1371/journal.pone.0084813
Streppel MT, Ocke MC, Boshuizen HC, Kok FJ, Kromhout D. 2008. Dietary fiber
intake in relation to coronary heart disease and all-cause mortality over 40
y:the zutpen study. Am J Clin Nutr. 88 (4) : 1119-1125.
Tanziha I. 2005. Analisis Peubah Konsumsi Pangan dan Sosial Ekonomi
Rumahtangga untuk Menentukan Determinan dan Indikator Kelaparan
[disertasi]. Bogor: Sekolah Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor
Thawornchaisit P, de Looze F, Reid CM, Seubsman S, Sleigh AC. 2013. Health risk
factors and the incidence of hypertension: 4-year prospective findings from
a national cohort of 60 569 Thai Open University students. BMJ Open ;3:
e002826. doi:10.1136/ bmjopen-2013-002826
Treasure J, Ploth D. 1983. Role of dietary potassium in the treatment of
hypertension. Hypertension PubMed. 5 (6) : 864-872.
Wang L, Manson JE, Gaziano JM, Buring JE, Sesso HD. 2012. Fruit and vegetable
intake and the risk of hypertension in middle- aged and older women. Am J
Hypertens. 25(2) : 180-189. doi: 10.1038/ajh.2011.186
Warburton DER, Nicol CW, Bredin SSD. 2006. Health benefit of physical activity :
the evidence. CMAJ 174 (6) :801-809. doi: 10.1503/cmaj.051351
Wardhani DK. 2015. Keterkaitan antara konsumsi buah dan sayur serta gaya hidup
dengan kejadian kegemukan pada mahasiswa TPB-IPB [skripsi]. Bogor
(ID): Institut Pertanian Bogor.
Webster JL, Dunford E, Neal BC. 2010. A systematic survey of the sodium contents
of processed foods. Am J Clin Nutr :91:413–20.
doi:
10.3945/ajcn.2009.28688.
Whelton SP, Hyre AD, Pedersen B, Yi Y, Whelton PK, He J. 2005. Effect of dietary
fiber intake on blood pressure: a meta analyzed of randomized, controlled
clinical trials. J Hypertens. 23(3): 475-81.
[WHO] World Health Organization. 2005. Effectiveness of interventions
programmes promoting fruit and vegetable intake.
________ 2012. Increasing fruit and vegetable consumption to redusce the risk of
noncomunicable disease. [internet]. [Diunduh pada 2016 Januaty 24].
Tersedia pada :
http://www.who.int/elena/titles/bbc/fruit_vegetables_ncds/en/.
WHO, IASO dan IOTF. 2000. The Asia-Pasific perspective: redefining obesity and
its treatments. Australia: Health Communication Australia.
[WINA] World Instant Noodles Association. 2015. Global demands for instant
noodles [Internet]; [diunduh 2016 Maret 27]. Tersedia
pada: http://instantnoodles.org/noodles/expanding-market.html.
Williams JS, Brown SM, Conlin PR. 2009. Blod pressure measurement. N Engl J
Med. 360 (5).
Yunieswati W. 2014. Konsumsi pangan, aktivitas fisik, staus antropometri dan
persen lemak tubuh pada mahasiswa IPB [skripsi]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
Zhang Z, Cogswell ME, Gillespie C, Fang J, Loustalot F, Dai S, Carriquiry AL,
Kuklina EV, Hong Y, Merritt R, et al. 2013. Association between Usual
44
Sodium and Potassium Intake and Blood Pressure and Hypertension among
U.S. Adults: NHANES 2005–2010. PLOS ONE. 8 (10): 1-10.
45
Lampiran 1
KUISIONER PENELITIAN
A. Halaman Muka
1. Nama Enumerator :__________________________________
2. Nama Responden :
__________________________________
_
3. Kode Responden :
__________________________________
_
4. Jenis Kelamin :
__________________________________
_
5. Usia Responden :
__________________________________
_
6. Program Studi /Kelas :
__________________________________
_
7. Gedung/ No. Kamar :
__________________________________
_
8. Nomor HP :
__________________________________
_
9. Tanggal Pengambilan Data :
__________________________________
_
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
46
Bogor, 2016
Mengetahui
Peneliti Responden
B. Identitas Responden
1. Hari/Tanggal : __________________________________
2. Nama Responden : __________________________________
3. Jenis Kelamin* : / L
P
4. Usia :___________________________________
a. Tanggal Lahir :___________________________________
5. Suku :___________________________________
6. Uang saku (1 bulan) :___________________________________
a. Alokasi pangan :___________________________________
b. Alokasi non-pangan :___________________________________
7. Pendidikan orang tua :___________________________________
8. Riwayat hipertensi keluarga :
(ayah/ibu/ kakek/ nenek/ saudara kandung
subjek/ saudara kandung orang tua)
9. Status Gizi
a. Tinggi badan :_______________________________meter
b. Berat badan :________________________________ kg
c. IMT ;___________________________________
10. Tekanan darah a. :___________________________________
Tekaanan sistolik : _____________________________mmHg
b. Tekanan diastolik :______________________________mmHg
C. AKTIVITAS FISIK
Nama :_______________________________
Hari, Tanggal :_______________________________
Nama :_______________________________
Hari, Tanggal :_______________________________
Waktu Makan Menu Makan Jenis Bahan Makanan URT atau Keterangan
atau merek gram
Makan Pagi
Makan Siang
Makan Malam
51
52
53