Anda di halaman 1dari 73

HUBUNGAN KONSUMSI MAKANAN DAN MINUMAN

INSTAN, BUAH DAN SAYUR, AKTIVITAS FISIK DENGAN


KEJADIAN PRAHIPERTENSI MAHASISWA

WURI WULANDARI

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT


FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Hubungan Konsumsi


Makanan dan Minuman Instan, Buah dan Sayur Aktivitas Fisik dengan Kejadian
Prahipertensi Mahasiswa adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Oktober 2016

Wuri Wulandari
NIM I14144041
ABSTRAK

WURI WULANDARI. Hubungan Konsumsi Makanan dan Minuman Instan,


Buah dan Sayur, Aktivitas Fisik dengan Kejadian Prahipertensi Mahasiswa.
Dibimbing oleh IKEU EKAYANTI dan KARINA RAHMADIA EKAWIDYANI

Tujuan penelitian ini adalah menganalisis kebiasaan konsumsi makanan


dan minuan instan, buah dan sayur, aktivitas fisik pada mahasiswa dan
hubungannya dengan kejadian prahipertensi. Desain dalam penelitian adalah
cross sectional study dengan jumlah subjek sebanyak 79 mahasiswa Program
Pendidikan Kompetensi Umum (PPKU) IPB yang terdiri dari 37 laki-laki dan 42
perempuan. Hasil penelitian menunjukkan rata-rata subjek mengonsumsi makanan
instan 1.8±1.9 kali/minggu dan minuman instan 2.4±3.8 kali/minggu. Rata-rata
konsumsi buah subjek 23.8 gram per hari dan konsumsi sayur 21.4 gram per hari.
Sebagian besar subjek memiliki asupan natrium cukup, asupan serat kurang, status
gizi normal, tekanan darah normal dan aktivitas fisik ringan. Hasil uji hubungan
menunjukkan bahwa konsumsi buah dan sayur kurang dari rata-rata, asupan serat
kurang, obesitas, serta aktifitas fisik ringan belum menjadi faktor risiko kejadian
prahipertensi, namun sudah berpeluang meningkatkan kejadian prahipertensi.
Hasil uji multivariat menunjukkan, konsumsi makanan instan meningkatkan
kejadian prahipertensi 4.659 kali lebih tinggi dibandingkan tidak mengonsumsi
makanan instan dan konsumsi minuman instan menghambat kejadian
prahipertensi 73.4% dibandingkan tidak mengonsumsi minuman instan.

Kata kunci: aktivitas fisik, kejadian prahipertensi, konsumsi buah dan sayur,
konsumsi makanan dan minuman instan

ABSTRACT

WURI WULANDARI. Correlation between Instant Food and Instant Beverages


Consumption, Fruits and Vegetables, Physical Activity and Prehypertension on
Students. Supervised by IKEU EKAYANTI and KARINA RAHMADIA
EKAWIDYANI

The aim of this study was to analyze instant food and instant beverages
consumption, fruits and vegetables, physical activity, and the correlation with
prehypertension on students. The study design was cross sectional with 79 PPKU
IPB’s students that consist of 37 male students and 42 female students. The results
showed the average of instant food cunsumption was 1.8±1.9 times/week and
instant beverages was 2.4±3.8 times/week. The average of fruits consumption was
23.8 gram/day and vegetables consumption was 21.4 gram/day. Most of subjects
has adequate sodium intake, inadequate fiber intake, normal blood pressure,
normal nutritional status, and relatively light of physical activity. The correlation
test showed that lower fruits and vegetables consumption, inadequate fiber intake,
obesity, and light of physical activity have not be risk factor, but it were tend to
increased prehypertension. Multivariat test showed that instant food consumption
increased prehypertension 4.659 time higher and instant beverages consumption
obstructed prehypertension 73.4%.

Keywords: fruits and vegetables consumption, instant food and instant beverages
consumption, physical activity, prehypertension
HUBUNGAN KONSUMSI MAKANAN DAN MINUMAN
INSTAN, BUAH DAN SAYUR, AKTIVITAS FISIK DENGAN
KEJADIAN PRAHIPERTENSI MAHASISWA

WURI WULANDARI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Gizi dari Program Studi
Ilmu Gizi pada Departemen Gizi
Masyarakat

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT


FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya
sehingga karya tulis ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian
yang dilaksanakan sejak bulam April sampai Juni 2016 ini yaitu Hubungan Konsumsi
Makanan dan Minuman Instan, Buah dan Sayur, Aktivitas Fisik dengan Kejadian
Prahipertensi Mahasiswa.
Terimakasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr Ir Ikeu Ekayanti, MS dan dr. Karina
Rahmadia E, M.Gz selaku pembimbing yang telah banyak memberi saran. Ungkapan
terima kasih juga disampaikan kepada ayah Suyatno (almarhum) yang telah
memberikan motivasi dan ibu Endang Sri PA, Kakak Woro Asti W dan Reni Sekar K
serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya. Penulis menyadari
bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan sehingga saran dan kritik yang berkaitan
dengan skripsi sangat diperlukan agar penulisan sesuai dengan pedoman dan
bermanfaat untuk banyak pihak. Terima kasih penulis ucapkan kepada teman-teman
Alih Jenis 8 dan semua pihak atas segala dukungan, masukan dan motivasi.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Oktober 2016

Wuri Wulandari
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL vi
DAFTAR GAMBAR vi
DAFTAR LAMPIRAN vi
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 3
Tujuan Penelitian 3
Hipotesis Penelitian 4
Manfaat Penelitian 4
KERANGKA PEMIKIRAN 4
METODE 5
Desain, Tempat dan Waktu 5
Jumlah dan Cara Penarikan Subjek 6
Jenis dan Cara Pengambilan Data 6
Pengolahan dan Analisis Data 7
Definisi Operasional 12
HASIL DAN PEMBAHASAN 13
Gambaran Umum PPKU 13
Karakteristik Subjek 14
Konsumsi Makanan dan Minuman Instan 15
Asupan Natrium 19
Konsumsi Buah dan Sayur 20
Asupan Serat 24
Status Gizi 24
Aktivitas Fisik 25
Tekanan Darah 27
Hubungan Karakterisik Subjek dengan Kejadian Prahipertensi 28
Hubungan Konsumsi Makanan dan Minuman Instan dengan
Kejadian Prahipertensi 30
Hubungan Asupan Natrium dengan Kejadian Prahipertensi 32
Hubungan Konsumsi Buah dan Sayur dengan Kejadian Prahipertensi 32
Hubungan Asupan Serat dengan Kejadian Prahipertensi 34
Hubungan Aktifitas Fisik dengan Kejadian Prahipertensi 34
Hubungan Status Gizi dengan Kejadian Prahipertensi 36
Faktor Risiko Prahipertensi 36
SIMPULAN DAN SARAN 37
Simpulan 37
Saran 38
DAFTAR PUSTAKA 39
LAMPIRAN 45
DAFTAR TABEL

1 Variabel, alat, dan cara pengumpulan data 7


2 Variabel, data yang dibutuhkan dan kategori 8
3 Physical Activity Ratio (PAR) berbagai aktivitas fisik 11
4 Sebaran subjek berdasarkan karakteristik 14
5 Sebaran subjek berdasarkan frekuensi konsumsi makanan dan
minuman instan 16
6 Sebaran subjek berdasarkan jenis konsumsi, berat dan kontribusi
asupan natrium makanan dan minuman instan 17
7 Rata-rata berat dan kandungan natrium berdasarkan jenis makanan dan
minuman instan 18
8 Sebaran subjek berdasarkan asupan natrium per hari 19
9 Sebaran subjek berdasarkan tingkat kecukupan natrium 19
10 Sebaran subjek berdasarkan jenis konsumsi buah dan sayur 20
11 Sebaran subjek berdasarkan jenis buah, frekuensi, berat konsumsi dan
kontribusi asupan serat 21
12 Sebaran subjek berdasarkan jenis buah, frekuensi, berat konsumsi dan
kontribusi asupan serat 22
13 Sebaran subjek berdasarkan status gizi 23
14 Sebaran subjek berdasarkan jenis aktivitas fisik dan durasi waktu 25 15
Sebaran subjek berdasarkan aktifitas fisik pada hari libur dan kuliah 26
16 Sebaran subjek berdasarkan klasifikasi tekanan sistolik dan diastolik 27
17 Sebaran subjek berdasarkan klasifikasi tekanan darah 28
18 Hubungan karakteristik dengan kejadian prahipertensi 28 19 Hasil uji
karakteristik dengan kejadian prahipertensi 29
20 Hasil uji hubungan konsumsi makanan dan minuman instan dengan
kejadian prahipertensi 31
21 Hasil uji asupan natrium dengan kejadian prahipertensi 32 22 Hasil uji
konsumsi buah dan sayur dengan kejadian prahipertensi 33
23 Hasi uji hubungan asupan serat dengan kejadian prahipertensi 34 24
hasil uji aktivitas fisik dengan kejadian prahipertensi 35
25 Hasil uji status gizi dengan kejadian prahipertensi 36

DAFTAR GAMBAR

1. Kerangka pemikiran hubungan konsumsi makanan instan, buah dan sayur, aktivitas
fisik dengan kejadian prahipertensi 5

DAFTAR LAMPIRAN

1 Kuisioner penelitian 45
2 Hasil uji regresi logistik bivariat variabel dengan kejadian
prahipertensi 51
3 Hasil uji regresi logistik multivariat variabel dengan kejadian
prahipertensi 53
1

PENDAHULUAN
Latar Belakang

Kualitas asupan makanan merupakan salah satu faktor penting penentu


kesehatan individu. Asupan makanan yang bergizi seimbang akan menghasilkan
tubuh yang sehat dan sumber daya manusia yang berkualitas (Kemenkes 2014). Saat
ini, kesibukan yang tinggi dan jadwal yang padat seringkali mengubah gaya hidup
dan pola konsumsi makan individu menjadi beralih ke makanan yang serba praktis
dan cepat. Konsumsi makanan dan minuman cepat saji seperti makanan instan
cenderung meningkat. Menurut data World Instant Noodles Association tahun 2014,
Indonesia berada pada peringkat kedua dunia setelah China/ Hongkong yang
mengonsumsi mi instan terbanyak yaitu sebesar 13.43 juta bungkus per tahun 2014
(WINA 2015). Makanan dan minuman instan tidak hanya disukai oleh anakanak
tetapi juga disukai oleh remaja dan dewasa.
Mahasiswa termasuk dalam golongan remaja akhir yang membutuhkan
asupan gizi yang baik untuk mendukung aktivitasnya Kesibukan mahasiswa yang
padat, jauh dari orang tua, menyebabkan mahasiswa harus beradaptasi untuk
mempersiapkan kebutuhannya sendiri termasuk dalam pemilihan makanan
(Deshpande et al. 2009). Mahasiswa seringkali memilih makanan yang praktis dan
cepat dalam penyajiannya seperti makanan instan. Makanan instan memiliki
kelebihan dibandingkan makanan lain yaitu rasa yang enak, mudah diperoleh,
tersedia dalam beragam varian, harga relatif murah. Makanan instan sangat praktis
dan hanya membutuhkan waktu yang singkat dalam pengolahannya (Blackwell
2015).
Makanan dan minuman instan sama seperti makanan kemasan lainnya
diproduksi dengan penambahan natrium. Penelitian di Amerika menunjukkan,
ratarata kandungan natrium pada makanan kemasan komersial tergolong tinggi.
Produk daging olahan memiliki rata-rata kandungan natrium sebesar 966 mg per
porsi, salad dressing sebesar 1072 mg per 100 gram (Gillespie et al. 2014). Sejalan
dengan penelitian di Australia, rata-rata kandungan natrium pada daging olahan
sebesar 846 mg per 100 g dan produk sereal sebesar 206 mg per 100 gram (Webster
et al. 2010). Penelitian di Hongkong menunjukkan rata-rata mi instan mengandung
840 – 5800 mg natrium per 100 gram makanan (Centre for Food Safety 2009).
Pola konsumsi makanan yang tidak seimbang dan tinggi natrium dapat
meningkatkan kejadian prahipertensi. Meskipun belum menjadi hipertensi, namun
individu yang mengalami prahipertensi dapat berkembang menjadi hipertensi apabila
tidak segera mendapatkan perhatian dan penanganan dengan mengubah gaya hidup
untuk menurunkan tekanan darah (Chobanian et al. 2003). Riwayat tekanan darah
pada masa anak-anak akan berpengaruh terhadap tekanan darah pada saat dewasa
(Redwine and Falkner 2012). Anak-anak prahipertensi memiliki risiko 2-3 kali lebih
tinggi terkena hipertensi pada usia dewasa muda (Bao et al. 1995). Remaja
prahipertensi memiliki risiko lebih tinggi terkena hipertensi pada usia dewasa dengan
perkiraan laju perkembangan antara prahipertensi menjadi hipertensi adalah 7% per
tahun (Falkner et al. 2008).
Data Riset Kesehatan Nasional (Riskesdas) tahun 2013 menunjukkan bahwa
hipertensi terjadi tidak hanya pada orang dewasa namun juga pada remaja. Prevalensi
hipertensi pada usia ≥18 tahun sebesar 25.8% pada tahun 2013 dan 2

hanya sepertiga (9.5%) yang mengetahui menderita hipertensi sedangkan prevalensi


hipertensi remaja usia 15 sampai dengan 17 tahun secara nasional sebesar 5.3%
(Kemenkes 2013). Sedangkan menurut penelitian Safitri (2014), prevalensi
prahipertensi pada mahasiswa sebesar 24.0%.
Berdasarkan Studi Diet Total (SDT) 2014, konsumsi natrium usia 19-33 tahun
yang melebihi Permenkes Nomor 30 tahun 2013 sebanyak 18.0% (Kemenkes 2014).
Mengonsumsi makanan yang mengandung natrium tinggi seperti makanan instan
secara berlebih dapat menyebabkan kelebihan asupan natrium. Asupan natrium tinggi
dapat meningkatkan kadar natrium di dalam plasma darah. Hal tersebut menyebabkan
terjadinya retensi air sehingga tekanan darah meningkat (Blaustein 2006). Penelitian
Park et al. (2011) di Korea, membuktikan bahwa ratarata kelompok subjek laki-laki
dan wanita yang mengonsumsi mi instan sebesar 23.7 gram per hari dan 11.1 gram
per hari memiliki asupan natrium sebesar >6.4 gram per hari (30% lebih tinggi
dibanding anjuran konsumsi harian di Korea). Penelitian di Thailand menunjukkan
konsumsi makanan instan 3-6 kali per minggu pada laki-laki secara signifikan
berhubungan dengan kejadian hipertensi (Thawornchaisit et al. 2013). Penelitian lain
menunjukkan, konsumsi mi instan >1 kali per minggu dan >2 kali per minggu pada
wanita berhubungan secara signifikan dengan prevalensi metabolik sindrom yang
lebih tinggi dengan nilai odd rasio (OR) secara berturut-turut 1.68 (95% CI: 1.10,
2.55) dan 1.26 (95% CI: 1.06, 1.50) (Shin et al. 2014).
Konsumsi makanan tinggi natrium sulit dikontrol terutama bila terbiasa
mengonsumsi makanan di luar rumah seperti di warung, restoran, atau membeli
makanan instan yang siap makan. Mahasiswa Program Pendidikan Kompetensi
Umum (PPKU) di Institut Pertanian Bogor tinggal di asrama kampus yang jauh dari
orang tua dan memiliki kesibukan kuliah yang tinggi. Kondisi tersebut membuat
mahasiswa banyak membeli makanan dari warung, minimarket atau rumah makan
sekitar kampus yang mudah, cepat dan praktis. Penelitian Darlina (2004) pada
mahasiswa asrama di Sumatra Utara menunjukkan 89% mahasiswa putri dan 92%
mahasiswa putra suka mengonsumsi makanan instan. Penelitian Diana (2003)
menunjukkan sebanyak 48.3% mahasiswa IPB memiliki kebiasaan makan makanan
instan seperti mi instan >3 kali per minggu dan 26.7% mahasiswa mengonsumsi 2
kali per minggu.
Hipertensi juga dipengaruhi oleh kebiasaan konsumsi buah dan sayur.
Pedoman Gizi Seimbang (PGS 2014) menganjurkan konsumsi sayur untuk orang
Indonesia sebesar 3 porsi per hari dan buah 5 porsi untuk usia 19-29 tahun
(Kemenkes 2014). Hasil penelitian Wang et al. (2012) menunjukkan bahwa
konsumsi buah dan sayur menghambat kejadian hipertensi. Namun, secara nasional,
sebanyak 93.5% masyarakat Indonesia masih kurang dalam mengonsumsi buah dan
sayur (Riskesdas 2013). Penelitian sebelumnya menunjukkan mahasiswa kurang
mengonsumsi buah dan sayur (Sari 2015). Konsumsi buah dan sayur berkaitan
dengan asupan serat. Asupan serat tinggi dapat menghambat kejadian hipertensi
(Lairon 2005).
Selain konsumsi buah dan sayur, aktivitas fisik menjadi faktor penting dalam
menjaga kesehatan tubuh dan mencegah penyakit degeneratif. Aktivitas fisik dapat
menurunkan tekanan darah (Borjesson et al. 2015). Aktivitas mahasiswa didominasi
oleh kegiatan perkuliahan dan memiliki tingkat aktivitas ringan. Penelitian Safitri
(2014) pada mahasiswa IPB menunjukkan, 93.3% subjek 3

memiliki tingkat aktivitas fisik ringan dan 64.2% subjek tidak mempunyai kebiasaan
olahraga.
Berdasarkan uraian di atas, terlihat hubungan antara kebiasaan konsumsi
makanan dan minuman instan, konsumsi sayur dan buah serta aktivitas fisik dengan
kejadian prahipertensi. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian sebagai sarana
untuk menggali informasi tentang hubungan konsumsi makanan dan minuman instan,
buah dan sayur serta aktivitas fisik dengan kejadian prahipertensi pada mahasiswa
PPKU Institut Pertanian Bogor.

Perumusan Masalah

Mahasiswa PPKU merupakan mahasiswa tingkat awal yang tinggal di asrama.


Masa adaptasi masih dilakukan pada tingkat awal seperti pada mahasiswa PPKU.
Selain jauh dari orang tua dan adaptasi terhadap lingkungan baru, jadwal kuliah yang
dimiliki oleh mahasiswa tersebut sangat padat. Kondisi tersebut membuat mahasiswa
lebih menyukai makanan dan minuman yang praktis, murah, dan mudah didapat
seperti makanan dan minuman instan. Makanan dan minuman instan diolah dengan
penambahan natrium. Konsumsi makanan yang tidak seimbang dan asupan natrium
yang tinggi dapat meningkatkan kejadian prahipertensi.
Hipertensi saat ini tidak hanya dialami oleh orang tua tapi juga anak-anak dan
remaja. Hipertensi juga dapat dipengaruhi oleh faktor lain seperti aktivitas fisik dan
konsumsi buah dan sayur yang kurang, serta asupan serat yang kurang. Aktivitas fisik
mahasiswa sebesar 93.3% tergolong ringan (Safitri 2014) dan konsumsi buah sayur
mahasiswa berdasarkan penelitian sebelumnya rendah. Oleh karena itu, perlu
dilakukan penelitian untuk mengetahui bagaimana hubungan konsumsi makanan dan
minuman instan, buah dan sayur serta aktivitas fisik mahasiswa PPKU dengan
kejadian prahipertensi.

Tujuan penelitian

Tujuan Umum
Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kebiasaan konsumsi
makanan dan minuman instan, buah dan sayur, aktivitas fisik pada mahasiswa PPKU
dan hubungannya dengan kejadian prahipertensi.

Tujuan Khusus
Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Mengidentifikasi karakteristik mahasiswa PPKU berdasarkan suku, jenis
kelamin, uang saku, pendidikan orang tua, riwayat hipertensi keluarga dan usia.
2. Mengidentifikasi gambaran konsumsi makanan dan minuman instan serta
konsumsi buah dan sayur.
3. Mengidentifikasi gambaran aktivitas fisik.
4. Mengidentifikasi gambaran tekanan darah dan status gizi.
5. Mengidentifikasi asupan natrium dan asupan serat.
6. Menganalisis hubungan karakteristik subjek meliputi usia, riwayat hipertensi
keluarga, status gizi dengan kejadian prahipertensi.
4

7. Menganalisis hubungan konsumsi makanan dan minuman instan, buah dan


sayur, asupan natrium, asupan serat, aktivitas fisik dengan kejadian
prahipertensi.

Hipotesis

1. Ada hubungan antara usia, jenis kelamin, riwayat hipertensi keluarga, status gizi
dengan kejadian prahipertensi.
2. Ada hubungan konsumsi makanan dan minuman instan, buah dan sayur, asupan
natrium, asupan serat, aktivitas fisik dengan kejadian prahipertensi.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada


masyarakat luas dan mahasiswa mengenai kebiasaan konsumsi makanan dan
minuman instan, konsumsi buah sayur dan aktivitas fisik terhadap kejadian
prahipertensi. Penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan informasi kepada
pemerintah mengenai kebiasaan makan untuk membuat kebijakan dalam
menurunkan angka hipertensi dan meningkatkan pola makan seimbang. Institusi
kampus dapat menggunakan penelitian ini dalam membuat kebijakan baru di asrama
untuk meningkatkan kesehatan mahasiswa. Bagi peneliti, hasil penelitian yang
diperoleh dapat menjadi sumber informasi baru dalam bidang gizi masyarakat dan
menambah wawasan mengenai makanan instan, konsumsi buah sayur dan aktivitas
fisik serta kejadian prahipertensi.

KERANGKA PEMIKIRAN

Karakteristik subjek merupakan informasi dari subjek yang meliputi suku,


usia, jenis kelamin, pendidikan orang tua, uang saku, dan riwayat hipertensi
keluarga. Pendidikan orang tua berpengaruh dalam membentuk kebiasaan makan
individu sejak kecil. Uang saku mempengarui individu dalam mengalokasikan uang
yang dimiliki untuk memilih makanan. Pemilihan jenis makanan yang salah dapat
meningkatkan kejadian prahipertensi. Usia berpengaruh terhadap tekanan darah.
Kejadian prahipertensi meningkat apabila seseorang memiliki keluarga yang
menderita hipertensi.
Tekanan darah diketahui melalui pengukuran tekanan sistolik dan diastolik
dalam satuan milimeter air raksa (mmHg) yang diukur menggunakan alat
Sphygmomanometer. Peningkatan ataupun penurunan tekanan darah disebabkan oleh
berbagai faktor yaitu faktor yang dapat diubah seperti kebiasaan makan, aktivitas
fisik, status gizi dan faktor yang tidak dapat diubah seperti genetik dan riwayat
penyakit keluarga.
Konsumsi makanan dan minuman instan, konsumsi buah dan sayur serta jenis
pangan lainnya berpengaruh terhadap jumlah asupan zat gizi yang diasup. Asupan
natrium berlebih berhubungan dengan kejadian prahipertensi. Asupan natrium
berasal dari makanan dan minuman instan maupun makanan dan minuman lainnya.
Makanan dan minuman instan diolah dengan penambahan natrium. Selain konsumsi
makanan dan minuman tinggi natrium, tekanan darah dipengaruhi oleh 5

konsumsi sayur dan buah. Konsumsi sayur dan buah dapat menghambat kejadian
prahipertensi. Konsumsi sayur, buah dan jenis pangan lainnya dapat berpengaruh
terhadap asupan serat. Asupan tinggi serat dapat menghambat prahipertensi.
Aktivitas fisik dapat mempengaruhi kejadian prahipertensi. Aktivtas fisik yang
kurang seperti kurang olahraga meningkatkan kejadian prahipertensi. Status gizi
diukur dengan membandingkan berat badan dengan kuadrat tinggi badan (IMT).
Individu dengan IMT yang melebihi batas normal meningkatkan kejadian
prahipertensi.

Karakteristik subjek

Uang saku Jenis kelamin Usia


Pendidikan orang tua Suku Riwayat hipertensi
keluarga
Konsumsi pangan :
Konsumsi makanan dan
minuman instan
Konsumsi sayur dan buah
Konsumsi lain-lain

Asupan Asupan serat Asupan zat


natrium gizi lain

Status Gizi

Kejadian
Aktivitas Fisik prahipertensi

Gambar 1 Kerangka pemikiran hubungan konsumsi makanan dan minuman instan,


buah dan sayur, aktivitas fisik dengan kejadian prahipertensi
Keterangan gambar :
: Variabel tidak diteliti
: Variabel yang diteliti
: Hubungan yang diteliti :
Hubungan tidak diteliti
METODE

Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan menggunakan desain survei melalui pendekatan Cross-


sectional study, yaitu penelitian yang dilakukan pada suatu waktu untuk meneliti
variabel tertentu dan menentukan hubungan antar variabel tersebut. 6

Penelitian ini dilaksanakan di Asrama PPKU Institut Pertanian Bogor. Pemilihan


lokasi penelitian dilakukan secara purposive dengan alasan pertimbangan kemudahan
akses. Pengumpulan data primer dilakukan pada bulan April sampai Juni 2016.

Jumlah dan Cara Penarikan Subjek

Subjek dalam penelitian ini adalah semua mahasiswa PPKU Institut Pertanian
Bogor tahun ajaran 2015/1016. Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah
mahasiswa PPKU IPB, dalam kondisi sehat, bersedia mengikuti penelitian dengan
menandatangani informed concent, serta berada di asrama saat penelitian
dilaksanakan. Perhitungan jumlah minimal contoh yang digunakan dalam
penelitian ini didasarkan pada rumus perhitungan

n= d2(N−1Z2αp)+(Z1−2αp(1−p)p)N

2
1.96 0.24(1−0.24)3516

n = 0.12(3516−1)+1.962 0.24(1−0.24)

n = 68.72 orang dibulatkan menjadi 69 orang


(Lameshow dan David 1997) Keterangan : n = jumlah
subjek penelitian minimal yang diperlukan N = jumlah
populasi (mahasiswa 3516 PPKU 2015/2016)
p = prevalensi kejadian prahipertensi pada mahasiswa berdasarkan Safitri
(2014) sebesar 24% d =
presisi (10%)

Berdasarkan perhitungan didapatkan besar subjek yang diperlukan untuk


penelitian 69 orang. Jumlah total subjek yang diambil dalam penelitian ini adalah 79
orang. Subjek dipilih secara simple random sampling.

Jenis dan Cara Pengumpulan Data

Data yang diambil dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder.
Data primer meliputi karakteristik individu, tekanan darah mahasiswa, tinggi badan
dan berat badan, kebiasaan makan makanan instan, minuman instan, dan konsumsi
pangan lainnya, konsumsi buah dan sayur serta aktivitas fisik, yang diperoleh dengan
pengisian kuisioner oleh subjek, wawancara dan pengukuran menggunakan alat. Data
karakteristik subjek yang terdiri dari nama, usia, jenis kelamin, riwayat penyakit,
suku, pendidikan orang tua dan uang saku didapat dengan membagikan kuisioner
kepada subjek. Subjek mengisi kuisioner tersebut dengan penjelasan terlebih dahulu
di awal oleh peneliti. Data sekunder yaitu data jumlah mahasiswa PPKU IPB tahun
ajaran 2015/2016.
Data konsumsi makan yang meliputi semua konsumsi makanan dan minuman
instan, kebiasaan makan sayur dan buah diperoleh dengan Semi Quantitatif Food
Frequencies Questionare (SQFFQ). Metode SQFFQ untuk menggambarkan
frekuensi konsumsi makanan dan minuman instan dalam 7

seminggu, serta untuk mengetahui konsumsi buah dan sayur per hari. Data
dikumpulkan berdasarkan jumlah, jenis dan frekuensi konsumsi. Semua jenis
makanan instan, minuman instan serta sayur dan buah dalam daftar kuisioner
SQFFQ merupakan jenis bahan pangan yang banyak tersedia di lingkungan sekitar
kampus. Metode food recall dilakukan dengan wawancara kepada subjek meliputi
semua makanan dan minuman yang dikonsumsi subjek selama 24 jam dengan
dilengkapi cara pengolahan, jumlah porsi dan merk makanan dan minuman yang
dikonsumsi. Metode food recall digunakan untuk mengetahui konsumsi makan dan
total asupan zat gizi yang dikonsumsi subjek per hari. Wawancara dilakukan 2 kali,
yaitu untuk mewakili kebiasaan makan pada hari kuliah dan saat libur.
Data aktivitas fisik diperoleh dengan cara mengisi kuisioner yang meliputi
aktifitas fisik selama 2 hari yaitu pada hari kuliah dan pada saat hari libur. Semua
aktivitas fisik dicatat secara lengkap selama 24 jam yang meliputi jenis kegiatan dan
durasi waktu kegiatan tersebut dilakukan. Antropometri diperoleh dengan cara
melakukan pengukuran secara langsung yang meliputi tinggi badan dan berat badan.
Tinggi badan diukur menggunakan microtuise dengan ketelitian 0.1 cm. Berat
badan diukur menggunakan alat timbangan injak digital dengan ketelitian 0.1 kg.
Data tekanan darah mahasiswa diperoleh melalui pengukuran menggunakan
alat Sphygmomanometer digital. Pengukuran dilakukan oleh peneliti dan dibantu oleh
enumerator. Subjek diukur dalam kondisi rileks setelah diistirahatkan selama 15
menit. Subjek diukur dalam posisi duduk diam dan rileks dengan kedua kaki
bertumpu pada lantai tanpa disilangkan dan lengan tertekuk pada posisi sama tinggi
dengan jantung selama pengukuran. Subjek tidak boleh berbicara selama pengukuran
berlangsung, tidak banyak gerak. Lengan baju dinaikkan dan dalam keadaan longgar
agar tidak mengganggu aliran darah. Manset diletakkan pada lengan kurang lebih 2
cm di atas siku. Manset dililitkan pada lengan tidak terlalu kencang namun tidak
terlalu longgar (Williams et al. 2009). Pengukuran dimulai dengan menekan tombol
START pada alat digital, kemudian menunggu beberapa menit hingga alat tersebut
memompa dan manset mengembung untuk mengukur tekanan sistolik dan diastolik
kemudian akan mengempis kembali dan data hasil pengukuran akan muncul pada
layar alat tersebut. Pengukuran tekanan darah dilakukan minimal 2 kali. Apabila hasil
pengukuran kedua berbeda ≥5 mmHg dibanding pengukuran pertama, maka
dilakukan pengukuran ke-3. Hasil pengukuran didapatkan dengan menghitung rata-
rata dari dua data dengan selisih terkecil dengan pengukuran terakhir (Frese et al.
2011). Jenis dan cara pengumpulan data secara lebih rinci dapat dilihat pada Tabel 1
sebagai berikut.

Tabel 1 Variabel, alat, dan cara pengumpulan data

Jenis data Variabel Cara Pengumpulan Alat


Primer Karakteristik Subjek:
Usia
Jenis Kelamin
Pengisian kuesioner Kuesioner
Suku
Pendidikan orang tua
Uang saku
Riwayat hipertensi
Pengisian kuesioner Kuesioner
keluarga
8

Tabel 1 Variabel, alat, dan cara pengumpulan data (lanjutan)


Jenis data Variabel Cara Pengumpulan Alat
Primer Frekuensi
konsumsi
makanan dan minuman Pengisian kuesioner Kuesioner SQFFQ
instan
Frekuensi Pengisian kuesioner Kuesioner SQFFQ
konsumsi sayur
dan buah
Konsumsi makan Kuisioner Food
Food recall 2x24 jam
recall
Aktivitas fisk Pengisian kuesioner Kuesioner
Tekanan darah Sphygmomanomete
Pengukuran langsung
r digital
Berat badan Pengukuran langsung Timbangan injak
digital
Tinggi badan Pengukuran langsung Microtuise
Sekunder Jumlah Database
mahasiswa mahasiswa
PPKU tahun ajaran PPKU tahun ajaran
2015/2016 2015/2016

Pengolahan dan Analisis Data

Data yang diperoleh dari kuisioner, SQFFQ, pengukuran status gizi dan
pengukuran tekanan darah diolah dan analisis. Proses analisis data meliputi coding,
entry, cleaning dan analisis data. Coding dilakukan dengan menyusun code-book
sebagai panduan entri dan pengolahan data. Entry data dengan memasukkan data
yang telah dikumpulkan. Cleaning data dilakukan untuk memastikan tidak ada
kesalahan dalam memasukkan data. Analisis data dilakukan dengan menggunakan
program komputer Microsoft Exel 2013 dan Statistical Program for Social Sciences
(SPSS) versi 22.0 for Windows.
Tabel 2 Variabel, data yang dibutuhkan dan kategori
Jenis data Variabel Kategori Penelitian Sumber
Karakteristik Usia 19-20 tahun
subjek

Jenis Perempuan
Kelamin
Laki-laki
Suku Jawa

Luar Jawa
Pendidikan SD
Orang tua SMP

SMA
Perguruan tinggi
Uang saku ≤Rp 600 000
Rp 600 001 – Rp1 000 000
> Rp1 000 000
Riwayat Ada
hipertensi
keluarga Tidak Ada

Tabel 2 Variabel, data yang dibutuhkan dan kategori (lanjutan)


Jenis data Variabel Kategori Penelitian Sumber
Kebiasaan Jenis Makanan dan minuman instan
makan
Frekuensi Tidak pernah
<1 kali/minggu
1-3 kali/minggu
≥3 kali/minggu
Asupan natrium 1. Normal ( ≤ 1500 mg/hari) AKG 2013
2. Tinggi (> 1500 mg/hari)
Asupan serat Laki-laki :
Cukup : ≥38 gram/ hari
kurang : <38 gram/hari
Perempuan: AKG 2013
Cukup : ≥32 gram/ hari
kurang : <32 gram/hari
Konsumsi Sayur Cukup (≥ 300 gram/hari)
sayur dan Kurang ( < 300 gram/hari) PGS 2014
buah Buah Cukup (≥ 250 gram/hari)
Kurang (< 250 gram/hari)
Tekanan darah Tekanan sistol dan Normal (<120/ <80 mmHg)
diastol Prahipertensi (120-139/ 80-89
mmHg)
Hipertensi derajat 1 (140-159/ 90- JNC- VII
99 mmHg)
Hipertensi derajat 2 (≥ 160/ ≥
100 mmHg)
Aktivitas Fisik Tingkat aktivitas Sangat Ringan <1.40
FAO/WHO/
Ringan (1.40- 1.69)
UNU
Aktif ( 1.70- 1.90)
2001
Sangat Aktif (2.00- 2.40)
Status Gizi Indeks Masa Berat badan kurang (<18.5)
Tubuh (IMT) Normal (18.5 – 22.9)
Berisiko (23.0 – 24.9) WHO
Obesitas I (25.0 – 29.9) (2000)
Obesitas II (>30) untuk Asia

Asupan zat gizi berupa asupan natrium dan serat diukur berdasarkan data
Food Recall selama 2x24 jam pada hari kuliah dan hari libur. Data konsumsi
makanan dan minuman yang dikonsumsi dalam bentuk ukuran rumah tangga (URT)
atau dalam bentuk gram dikonversi ke dalam zat gizi dengan perhitungan
menggunakan pendekatan dalam Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM), Tabel
Komposisi Pangan Indonesia (TKPI) 2009, dan Nutri Survey. Kandungan zat gizi
pada makanan dan minuman instan dengan melihat nutrition fact pada kemasan. Data
konsumsi kemudian dikonversi menjadi data asupan natrium (mg) dan asupan serat
(g). Konversi tersebut menggunakan rumus sebagai berikut.

𝐵𝑗 𝐵𝐷𝐷𝑗
𝐾𝐺𝑖𝑗 = ( ) 𝑥𝐺𝑖𝑗𝑥( )
100 100

Keterangan :
10

Kgij = Penjumlahan zat gizi i dari setiap bahan makanan yang dikonsumsi
Bj = Berat bahan makanan j (gram)
Gij = Kandungan zat gizi i dari bahan makanan j
BDDj = Persen bahan makanan j yang dapat dimakan

Kecukupan zat gizi merupakan presentase asupan makanan subjek yang


dibandingkan dengan kecukupan Angka Kecukupan Gizi (AKG). Kecukupan
energi dan zat gizi berdasarkan AKG tahun 2013 untuk laki-laki dan perempuan
usia 19-29 tahun. Menurut Gibson (2005) tingkat asupan natrium dikategorikan
menjadi dua yaitu kurang (<77% AKG) dan cukup (≥77% AKG). Rumus untuk
menghitung tingkat kecukupan zat gizi adalah:

𝐾𝑖
𝑇𝐺𝑖 = ( ) 𝑥100%
𝐴𝐾𝐺𝑖
Keterangan:
TGi = Tingkat kecukupan zat gizi i
Ki = Konsumsi zat gizi i
AKGi = Kecukupan zat gizi i yang dianjurkan

Status gizi diperoleh dengan membandingkan berat badan terhadap kuadrat


tinggi badan atau disebut Indeks Massa Tubuh (IMT). Kategori IMT dibagi
menjadi: berat badan kurang (<18.5); normal (18.5 – 22.9); berisiko (23.0 – 24.9);
obesitas I (25.0 – 29.9); obesitas II (>30). Rumus untuk menghitung IMT sebagai
berikut:

𝐵𝐵 (𝑘𝑔)
𝐼𝑀𝑇 = { 𝑇𝐵
(𝑚)}2
Keterangan:
BB = berat badan dalam kg
TB = tinggi badan dalam m

Aktivitas fisik diukur dengan mengukur lama waktu subjek melakukan


aktivitas fisik berdasarkan jenisnya dengan menggunakan PAL. PAL merupakan
besar energi yang dikeluarkan (kkal/kap/hari) per kilogram berat badan dalam 24
jam. PAL diukur menggunakan rumus sebagai berikut.

PAR x alokasi waktu tiap aktivitas


PAL =
24 jam
Keterangan :
PAL = Physical activity level (tingkat aktivitas fisik)
PAR = Physical Activity Ratio (jumlah energi yang dikeluarkan untuk jenis
aktivitas per satuan waktu tertentu)

Nilai PAL yang diperoleh selanjutnya dikategorikan untuk mengetahui


jenis aktivitas yang dilakukan termasuk dalam aktivitas ringan, aktif atau sangat
aktif. Kategori tingat aktivitas fisik yaitu : 1) Sangat Ringan <1.4; 2) Ringan
dengan nilai PAL 1.40-1.69; 3) Aktif dengan nilai PAL 1.70-1.99; 4) Sangat aktif
dengan nilai 11

PAL 2.00-2.40 (FAO/WHO/UNU 2001). Setiap aktivitas fisik memiliki nilai PAR
yang berbeda-beda sesuai dengan jenis kegiaatan.

Tabel 3 Physical Activity Ratio (PAR) berbagai aktivitas fisik

Physical Activity Ratio (PAR)


Aktivitas
Laki-laki Perempuan

Tidur 1.0 1.0


Duduk diam, tiduran 1.2 1.2
Berdiri 1.4 1.5
Memakai pakaian 2.4 3.3
Mencuci tangan/ wajah dan rambut 2.3 2.3
Makan dan minum 1.4 1.6
Berjalan berkeliling 2.1 2.5
Berjalan pelan 2.8 3.0
Berjalan cepat 3.8 3.8
Duduk di bis/kereta 1.2 1.2
Bersepeda 5.6 3.6
Berbelanja 4.6 4.6
Mencuci piring 1.7 1.7
Mencuci pakaian 2.8 2.8
Menyapu 2.3 2.3
Menyetrika baju 3.5 1.7
Menjemur pakaian 4.4 4.4
Memasak 2.1 2.1
Menulis 1.4 1.4
Mengetik 1.8 1.8
Membaca 1.3 1.5
Senam Aerobik – intensitas rendah 3.51 4.24
Senam Aerobik – intensitas tinggi 7.93 8.31
Basket 6.95 7.74
Sepakbola 8.0 8.0
Lari – jarak jauh 6.34 6.55
Lari – sprint 8.21 8.28
Voli 6.06 6.06
Melukis/ menggambar 1.25 1.27
Mendengarkan musik/radio 1.57 1.43
Menonton TV 1.64 1.72
Sumber : FAO/WHO/UNU (2001)

Semua data dikumpulkan kemudian diolah dan dianalisis menggunakan


Microsoft Excel dan SPSS version 22.00 for windows. Variabel karakteristik subjek,
konsumsi makanan dan minuman instan, konsumsi buah dan sayur, aktivitas fisik,
asupan natrium, asupan serat dan status gizi dianalisis secara univariat, bivariat dan
multivariat. Analisis univariat dilakukan dengan mendeskripsikan seluruh variabel.
Analisis bivariat dilakukan dengan menggunakan uji regresi logistik untuk
mengetahui hubungan antara berbagai variabel dengan kejadian prahipertensi.
Analisis regresi logistik multivariat digunakan untuk mengetahui faktor risiko atau
Odd Ratio (OR) antara variabel independen dengan variabel dependen. Variabel
independen adalah variabel yang berhubungan dengan kejadian prahipertensi
sedangkan variabel dependen adalah kejadian prahipertensi. Variabel yang diuji 12

menggunakan uji multivariat adalah variabel yang memiliki nilai p ≤0.25 pada uji
bivariat. Analisis regresi logistik menggunakan rumus sebagai berikut.

𝑒𝛽0+𝛽1𝑥1+𝛽2𝑥2+𝛽3𝑥3+⋯+𝛽𝑛𝑥𝑛
(𝑥) = 1 + 𝑒𝛽0+𝛽1𝑥1+𝛽2𝑥2+𝛽3𝑥3+⋯+𝛽𝑛𝑥𝑛

Keterangan: π(x) = peluang kejadian prahipertensi (0= normal, 1=


prahipertensi) e = eksponensial
β0-β1 = koefisien regresi x1 = jenis kelamin (0 = perempuan, 1= laki-
laki) x2 = riwayat hipertensi keluarga (0 = tidak, 1 = ya) x3 = konsumsi
makanan instan (0 = tidak mengonsumsi, 1= mengonsumsi) x4 = konsumsi
minuman instan (0 = tidak mengonsumsi, 1= mengonsumsi) x5 = asupan
natrium (0 = cukup, 1= lebih) x6 = konsumsi buah (0= konsumsi diatas rata-
rata, 1 = dibawah rata-rata) x7 = konsumsi sayur (0= konsumsi diatas rata-
rata, 1 = dibawah rata-rata) x8 = asupan serat (0= konsumsi diatas rata-rata,
1 = dibawah rata-rata) x9 = aktivitas fisik ( 0 = aktif, 1= ringan)
x10 = status gizi (0 = normal, 1= obes)

Definisi Operasional

Subjek adalah mahasiswa PPKU IPB tahun ajaran 2015/2016 yang masih aktif
mengikuti kegiatan perkuliahan, dalam kondisi sehat dan bersedia mengikuti
penelitian.
Karakteristik subjek meliputi jenis kelamin suku, uang saku, pendidikan orang
tua dan usia subjek.
Usia adalah usia subjek saat dilakukan penelitian dan dinyatakan dalam tahun.
Uang saku adalah jumlah uang dalam rupiah yang diterima mahasiswa untuk
memenuhi kebutuhan pangan dan non pangan selama 1 bulan yang diperoleh
subjek baik dari orang tua, keluarga, beasiswa, maupun usahanya sendiri.
Pendidikan orang tua adalah jenjang pendidikan formal terakhir yang ditempuh
orang tua subjek.
Makanan dan minuman instan adalah makanan atau minuman yang sudah
melalui berbagai proses teknologi, dikemas dalam bentuk kering, bubuk,
cairan, ekstrak, konsentrat dan emulsi serta dapat disajikan melalui
pengolahan kembali dengan sangat cepat kurang dari 5 menit mulai dari
persiapan hingga siap dikonsumsi.
Konsumsi makanan instan adalah jenis, jumlah dan frekuensi makanan instan
yang dikonsumsi subjek yang dihitung berdasarkan frekuensinya dalam
minggu menggunakan Semi Quantitative Food Frequency Questionary.
Konsumsi minuman instan adalah jenis, jumlah dan frekuensi minuman instan
yang dikonsumsi subjek yang dihitung berdasarkan frekuensinya dalam
minggu menggunakan Semi Quantitative Food Frequency Questionary.
Konsumsi sayur dan buah adalah jenis, jumlah dan frekuensi buah dan sayur
yang dikonsumsi subjek yang dihitung berdasarkan frekuensinya dalam hari
menggunakan Semi Quantitative Food Frequency Questionary.
13

Riwayat penyakit hipertensi adalah subjek dikatakan memiliki riwayat penyakit


keluarga berupa hipertensi yang berasal dari ayah, ibu, kakek, nenek, saudara
kandung subjek, saudara kandung orang tua (paman/bibi).
Kecukupan natrium adalah jumlah total asupan natrium per hari dibandingkan
dengan kecukupan natrium 1500 mg per hari.
Kecukupan serat adalah jumlah total asupan serat per hari dibandingkan dengan
kecukupan serat berdasarkan AKG 2013 yaitu 38 gram per hari untuk lakilaki
dan 32 gram per hari untuk wanita.
Status gizi adalah adalah keadaan kesehatan tubuh seseorang atau sekelompok
orang yang diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan (absorpsi), dan utilisasi
(utilization) zat gizi makanan yang ditentukan berdasarkan indeks massa tubuh.
Kejadian prahipertensi adalah kondisi dimana tekanan sistolik berada pada rentang
120-139 mmHg dan atau tekanan diastolik antara 80-89 mmHg.
Aktivitas Fisik adalah banyaknya waktu (jam) yang digunakan untuk melakukan
kegiatan sehari-hari yang menuntut pergerakan fisik tubuh seseorang
menggunakan PAL.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Umum PPKU

Program Pendidikan Kompetensi Umum (PPKU) IPB merupakan unit yang


bertugas melaksanakan dan mengkordinasikan proses belajar mengajar untuk
mahasiswa baru selama satu tahun pertama. PPKU merupakan perubahan nama dari
Tingkat Persiapan Bersama (TPB). Pergantian nama terjadi pada tahun 2015. TPB
IPB dibentuk sejak tahun 1973 sebagai wujud kepedulian IPB terhadap pembangunan
bangsa yang dilakukan melalui penerimaan mahasiswa baru melalui undangan
mahasiswa baru ke seluruh sekolah menengah di Indonesia. Mahasiswa PPKU
mendapatkan mata kuliah yang bersifat paket untuk setiap program studi.
Mahasiswa baru PPKU tinggal di asrama-asrama IPB yang telah disediakan
selama satu tahun pertama. Asrama terdiri dari asrama putra dan asrama putri yang
berada di dalam kampus IPB namun terletak terpisah. Terdapat 5 gedung asrama
putri, yaitu A1, A2, A3, A4, A5 dan terdapat 4 gedung asrama putra yaitu C1, C2, C3
dan C4. Setiap gedung berkapasitas kurang lebih 500 orang dan terbagi menjadi
beberapa lorong. Setiap gedung asrama memiliki beberapa Senior Residence (SR)
yang membantu membina dan membimbing mahasiswa yang tinggal di asrama. Satu
kamar dihuni oleh 4 mahasiswa. Setiap kamar memiliki fasilitas tempat tidur, lemari,
dan meja belajar. Asrama tidak menyediakan pelayanan makan untuk penghuni,
namun dilengkapi fasilitas kantin yang menjual berbagai menu makanan. Selain itu,
asrama juga dilengkapi dengan koperasi, dan minimarket. Fasilitas lain yang
disediakan adalah sarana bus kampus yang mempermudah akses mahasiswa untuk
menuju lokasi perkuliahan dan mobil ambulance yang siaga 24 jam.
14

Karakteristik Subjek

Subjek berjumlah 79 orang, berasal dari berbagai fakultas dengan rincian


subjek laki-laki 37 orang (46.8%) dan perempuan 42 orang (53.2%). Mayoritas
usia subjek dalam penelitian ini adalah 19 tahun. Menurut Adriyani dan
Wirjatmadi (2012) usia tersebut termasuk dalam kategori remaja akhir.
Asal daerah atau suku merupakan salah satu faktor yang dapat
mempengaruhi kebiasan makan. Jenis dan jumlah makanan yang dikonsumsi
dapat berbeda-beda sesuai dengan budaya di daerahnya. Selain usia, jenis
kelamin, pekerjaan dan pendapatan, jenis atau kebiasaan makan juga dipengaruhi
oleh budaya (Darmon and Drewnowski 2008). Gambaran mengenai kebiasaan
makan berbeda-beda pada setiap suku. Suku dalam penelitian ini dibagi menjadi
dua yaitu suku jawa dan luar jawa. Sebagian besar subjek berasal dari suku jawa
(58.2%).
Tingkat pendidikan orang tua yang diukur dalam penelitian ini merupakan
tingkat pendidikan formal terakhir yang ditempuh oleh ayah dan ibu subjek.
Pendidikan terakhir ayah maupun ibu subjek dalam penelitian ini sebagian besar
adalah sekolah menengah akhir (SMA) atau sederajat. Sebanyak 40 orang
(50.6%) ayah subjek berpendidikan SMA dan 36 orang (45.6%) ibu subjek
berpendidikan SMA.

Tabel 4 Sebaran subjek berdasarkan karakteristik


Variabel Jumlah (n) Persentase (%)
Jenis Kelamin
Laki-laki 37 46.8
Perempuan 42 53.2
Total 79 100.0
Usia
19 tahun 75 93.8
20 tahun 5 6.3
Total 80 100.0
Suku
Jawa 46 58.2
Luar Jawa 33 41.8
Total 79 100.0
Pendidikan Ayah
SD 8 10.1
SMP 5 6.30
SMA 40 50.6
Perguruan Tinggi 26 32.9
Total 79 100.0
Pendidikan Ibu SD
7 8.9
SMP 9 11.4
SMA 36 45.6
Perguruan Tinggi 27 34.2
Total 79 100.0
15
Tabel 4 Sebaran subjek berdasarkan karakteristik (lanjutan)
Variabel Jumlah (n) Persentase (%)
Uang Saku per bulan
≤Rp 600 000 21 26.6
Rp 600001 – Rp 1 000 000 41 51.9
> Rp 1 000 000 17 21.5
Total 79 100.0
Rata-rata ± SD Rp 890 506 ± 291 446

Pengeluaran Pangan per


bulan
≤Rp 480 000 20 25.3
Rp 480 001 – Rp 750 000 41 51.9
> Rp 750 000 18 22.8
Total 79 100.0
Rata-rata ± SD Rp 626 582 ± 197 020

Pengeluaran Non-Pangan
≤Rp 150 000 25 31.6
Rp 150 001 – Rp 200 000 39 49.4
> Rp 300 000 15 19.0
Total 79 100.0
Rata-rata ± SD Rp 246 721 ± 139 676

Riwayat Hipertensi
Ya 32 40.5
Tidak 47 59.5
Total 79 100.0

Uang saku diartikan sebagai sejumlah uang yang diperoleh subjek untuk
pemenuhan kebutuhan selama sebulan. Sebagian besar subjek (51.9%) memiliki
uang saku tiap bulan antara Rp 600 001 – Rp 1 000 000. Uang saku tersebut
dialokasikan menjadi dua, yaitu alokasi pengeluaran untuk pangan dan alokasi
pengeluaran untuk kebutuhan non pangan. Alokasi uang pangan subjek lebih
besar dibanding alokasi uang non-pangan. Besar uang saku subjek yang
dialokasikan untuk pangan sebagian besar adalah antara Rp 480 001 – Rp 750
000 sedangkan alokasi non-pangan sebagian besar berada dalam rentang Rp 150
001 – Rp 200 000. Rata-rata persentase alokasi pangan sebesar 71.6% dari total
uang saku. Persentase pengeluaran pangan dapat digunakan untuk
menggambarkan status ekonomi. Persen pengeluaran pangan yang tinggi yaitu
lebih dari 70% menunjukkan status ekonomi tergolong rendah (den Hartog, van
Staverev dan Broower 1995 dan Behrman 1995 dalam Tanziha 2005).
Riwayat hipertensi dari keluarga seperti orang tua, kakek, nenek, saudara
kandung dapat meningkatkan kejadian hipertensi pada subjek (Rasaninghe et al.
2015). Hasil analisis menunjukkan, sebagian besar subjek tidak memiliki riwayat
hipertensi dari keluarga. Hanya 40.5% subjek memiliki riwayat hipertensi
keluarga.

Konsumsi Makanan dan Minuman Instan


16

Salah satu makanan tinggi natrium adalah makanan olahan (Choong et al.
2012). Makanan instan termasuk dalam makanan olahan. Makanan olahan
diproses dengan penambahan bahan-bahan tambahan seperti natrium. Natrium
yang berasal dari makanan olahan memberikan kontribusi tinggi terhadap asupan
natrium dibandingkan natrium yang berasal dari garam meja, natrium alami dari
bahan makanan dan natrium yang ditambahkan ketika memasak (Choong et al.
2012).

Tabel 5 Sebaran subjek berdasarkan frekuensi konsumsi makanan dan minuman


instan
Konsumsi Laki-laki Perempuan Total
(per minggu) n % n % n %
Makanan instan
0 kali 7 18.9 18 42.8 25 31
.6
<1 kali 3 8.1 2 4.8 2 6.3
1-3 kali 12 32.4 21 50.0 33 41
.8
>3 kali 5 40.5 1 2.4 15 20
.3
Total 37 100.0 42 100.0 79 100
.0
Rata-rata ± SD 1.8 ± 1.9 kali per minggu
Minuman instan
0 kali 13 35.1 16 38.1 29 36
.7
<1 kali 3 8.1 0 0.0 5 3.8
1-3 kali 12 32.4 20 47.6 33 40
.5
>3 kali 9 24.3 6 14.3 16 19
.0
Total 37 100.0 42 100.0 79 100
.0
Rata-rata ± SD 2.4 ± 3.8 kali per minggu

Tabel 5 menunjukkan bahwa terdapat beberapa subjek yang tidak pernah


mengonsumsi makanan (31.6%) dan minuman instan (36.7%). Sebagian besar
subjek mengonsumsi makanan ataupun minuman instan dengan frekuensi antara
13 kali per minggu. Hasil rata-rata menunjukkan, subjek lebih sering
mengonsumsi minuman instan daripada makanan instan. Rata-rata konsumsi
makanan instan adalah 1.8 ± 1.9 kali per minggu sedangkan minuman instan 2.4 ±
3.8 kali per minggu.
Terdapat beberapa jenis makanan instan yang biasa dikonsumsi subjek
berdasarkan hasil pengukuran semi kuantitatif, yaitu mi instan, bubur instan,
nugget, cornet beef, dan sereal sedangkan jenis minuman instan yang sering
dikonsumsi subjek adalah minuman sereal serbuk, kopi instan dan minuman
serbuk rasa buah. Jenis makanan dan minuman instan tersebut merupakan jenis
makanan dan minuman instan yang banyak tersedia di sekitar kampus. Tabel 6
menunjukkan, jenis makanan instan yang sebagian besar dikonsumsi oleh subjek
adalah mi instan (62.0%) sedangkan jenis minuman instan yang sebagian besar
dikonsumsi subjek adalah minuman sereal serbuk (48.1%).
Mi instan merupakan jenis makanan instan yang paling sering dikonsumsi
subjek dengan rata-rata frekuensi konsumsi 1.3±1.3 kali per minggu. Hampir
sama dengan penelitian di Korea Selatan yang menunjukkan bahwa rata-rata
konsumsi mi instan subjek 1.1 kali per minggu (Shin et al. 2014). Konsumsi mi
instan pada subjek laki-laki lebih sering dibandingkan subjek perempuan. Berat
konsumsi mi instan sebesar 77.7±11.9 gram per sekali makan. Berat konsumsi mi
instan per sekali makan antara subjek laki-laki dan subjek perempuan hampir
sama.

17

Tabel 6 Sebaran subjek berdasarkan jenis konsumsi makanan dan minuman


instan, jumlah konsumsi dan kontribusi asupan natrium

Jumlah
Asupan Natrium
Frekuensi/ konsumsi
Jenis n % (mg /sekali
minggu (g/sekali makan) makan)

Makanan
Mi instan
Laki-laki 2 73.0 1.7 ± 1.6 77.9 ± 14.7 1136.5 ±
7 315.4
Perempuan 2 52.4 0.8 ± 1.0 77.2 ± 9.0 1019.7 ±
2 162.8
Total 4 62.0 1.3 ± 1.3 77.7 ± 11.9 1078.1± 239.1
9
Sereal
Laki-laki 4 10.8 0.1 ± 0.3 18.0 ± 6.7 22.0 ± 15.6
Perempuan 2 4.8 0.1 ± 0.3 15.0 ± 0.0 20.0 ± 7.1
Total 6 7.6 0.1 ± 0.3 16.5 ± 3.4 21.0 ± 11.4
Bubur instan
Laki-laki 5 13.5 0.2 ± 0.6 46.7 ± 1.8 771.4 ± 30.7
Perempuan 2 4.8 0.1 ± 0.2 45.0 ± 2.8 755.6 ± 46.8
Total 7 8.9 0.2 ± 0.4 45.9 ± 2.3 763.5 ±38.8
Cornet beef
18

Laki-laki 3 8.1 0.1 ± 0.2 50.0 ± 0.0 910.8 ± 0.0


Perempuan 1 2.4 0.1 ± 0.1 50.0 ± 0.0 910.8 ± 0.0
Total 4 5.1 0.1 ± 0.2 50.0 ± 0.0 910.8 ± 0.0
Nugget
Laki-laki 1 2.7 0.1 ± 0.1 50.0 ± 0.0 380.0 ± 0.0
Perempuan 1 2.4 0.1 ± 0.1 50.0 ± 0.0 380.0 ± 0.0
Total 2 2.5 0.1 ± 0.1 50.0 ± 0.0 380.0 ± 0.0
Minuman
Sereal serbuk
Laki-laki 2 56.8 1.3 ± 1.9 33.1 ± 10.9 91.9 ± 38.7
1
Perempuan 1 40.5 1.0 ± 1.8 30.7 ± 7.0 89.4 ± 25.4
7
Total 3 48.1 1.2 ± 1.9 31.9 ±17.9 90.7 ± 32.1
8
Kopi instan
Laki-laki 1 29.7 1.4 ± 3.3 20.0 ± 0.0 17.7 ± 6.1
1
Perempuan 1 26.2 0.3 ± 0.5 20.6 ± 1.9 20.0 ± 10.6
1
Total 2 27.8 0.9 ± 1.9 20.3 ± 1.0 18.9 ± 8.4
2
Serbuk rasa
buah
Laki-laki 1 29.7 0.6 ± 1.4 14.0 ± 0.0 55.0 ± 0.0
1
Perempuan 9 21.4 0.2 ± 0.5 14.0 ± 0.0 55.0 ± 0.0
Total 20 25.3 0.4 ± 1.0 14.0 ± 0.0 55.0 ± 0.0

Makanan dan minuman instan memiliki kandungan natrium yang berbeda


setiap jenisnya sehingga memberikan kontribusi asupan natrium yang berbeda
ketika dikonsumsi. Mi instan memberikan kontribusi asupan natrium paling
tinggi dibandingkan dengan jenis makanan atau minuman instan lainnya yaitu
sebesar 1078.1± 239.1 mg per sekali makan. Sedangkan kontribusi asupan
natrium terendah adalah kopi instan yaitu 18.9±8.4 mg per sekali minum.
Mi instan yang dikonsumsi subjek yaitu dalam bentuk cup ataupun mi
instan kemasan plastik dalam berbagai varian rasa dan merk dengan berat rata-
rata 76.3 gram per takaran saji. Kandungan natrium mi instan per takaran saji
yaitu antara 830-1470 mg atau serata dengan 976.5-2418.2 mg per 100 gram.
Sejalan dengan penelitian di Korea Selatan yang menunjukkan rata-rata
kandungan natrium hampir sama, yaitu 1700-2500 mg per sajian (Shin et al.
2014). Kandungan natrium tersebut masih lebih rendah dibandingkan dengan
kandungan natrium mi instan di Hongkong yaitu antara 840-5800 mg per 100
gram (Centre for Food Safety 2009).
Jenis makanan instan lain yang dikonsumsi subjek adalah sereal, bubur
instan, cornet beef, dan nugget. Sereal yang dikonsumsi subjek adalah sereal
gandum dengan berat 15 gram per takaran saji dan kandungan natrium sebesar
1525 mg per takaran saji. Cornet beef memiliki berat 50 gram per takaran saji
sedangkan nugget memiliki berat 100 gram per takaran saji dengan kandungan
natrium 380 mg.
Minuman sereal serbuk merupakan jenis minuman instan paling sering
dikonsumsi dengan frekuensi konsumsi 1.2±1.9 kali per minggu dan berat
konsumsi 31.9±17.9 gram per sekali minum. Rata-rata kandungan natrium pada
sereal serbuk adalah 85 mg per sajian atau setara dengan 203.9 mg per 100 gram
produk. Institut of medicine (IOM 2010) menyebutkan produk sereal
mengandung rata-rata sebesar 1% garam per berat produk. Rata-rata kandungan
natrium yang dikonsumsi subjek dalam penelitian ini hampir sama dengan
penelitian Webster et al. (2010) yaitu 206 mg per 100 gram produk. Penambahan
garam ke dalam sereal sarapan berfungsi sebagai penambah rasa dan tekstur
(IOM 2010). Penambahan garam juga berfungsi sebagai penambah rasa dan
pengawet. Rata-rata frekuensi konsumsi minuman instan subjek laki-laki untuk
semua jenis minuman instan lebih tinggi dibandingkan subjek perempuan.

Tabel 7 Rata-rata berat dan kandungan natrium berdasarkan jenis makanan dan
minuman instan

Rata-rata berat Kandungan Kandungan


Jenis per sajian natrium per natrium per 100
(gram) sajian (mg) gram (mg)

Makanan
Mi instan 76.3 1148.3 1457.8
Sereal 15.0 20.0 133.3
Bubur instan 47.3 863.3 1826.0
Cornet beef 50.0 910.8 1821.5
nugget 100.0 380.0 380.0
Minuman
Minuman sereal serbuk 29.5 85.0 203.9
Kopi instan 21.1 14.3 87.9
Minuman serbuk rasa buah 14.0 55.0 392.9

Berdasarkan Acuan Label Gizi (ALG), makanan atau minuman dalam


bentuk padatan dapat dikatakan sebagai sumber mineral dan vitamin apabila
mengandung mineral dan vitamin 15% dari kebutuhan zat gizi dan dikatakan
tinggi natrium apabila mengandung mineral dan vitamin 2 kali dari sumber
(BPOM 2016). Jenis pangan dapat dikategorikan menjadi tinggi natrium bagi
wanita maupun lakilaki usia 19-29 tahun apabila mengandung natrium sebesar
690 mg per 100 gram. Tabel 7 menunjukkan, rata-rata jenis minuman instan yang
dikonsumsi subjek mengandung natrium <690 mg per 100 gram. Hal ini berbeda
dengan makanan 19

instan. Rata-rata makanan instan mengandung natrium >690 mg per 100 gram
sehingga dapat dikategorikan sebagai makanan tinggi natrium. Jenis makanan
20

instan yang dikonsumsi subjek dan tergolong sebagai makanan tinggi natrium
adalah mi instan, bubur instan dan cornet beef.

Asupan Natrium

Natrium merupakan elektrolit dalam tubuh yang mempunyai peran


penting dalam menjaga keseimbangan elektrolit tubuh dan termasuk dalam
kategori mineral makro, yaitu mineral yang dikonsumsi ≥100 mg per hari untuk
memenuhi kebutuhan (Soetan et al. 2010). Asupan natrium diperoleh dari
berbagai jenis makanan dan minuman yang dikonsumsi dalam sehari. Asupan
natrium yang berlebih dapat berpengaruh terhadap tekanan darah. Kadar natrium
yang tinggi dalam plasma darah akibat asupan natrium yang berlebih
menyebabkan terjadinya retensi air. Adanya retensi air menyebabkan terjadinya
peningkatan cairan ekstraseluler sehingga tekanan darah naik (Blaustein et al.
2006).
Angka kecukupan natrium pada rentang usia 19-29 tahun baik wanita
maupun laki-laki berdasarkan AKG 2013 adalah 1500 mg per hari. Mayoritas
subjek mengonsumsi natrium tidak lebih dari 1500 mg per hari sehingga
tergolong dalam kategori cukup. Data recall 2x24 jam menunjukkan, rata- rata
asupan natrium subjek adalah 838.6±572.9 mg per hari. Terdapat 13 orang subjek
(16.5%) yang memiliki asupan natrium lebih dari 1500 mg per hari. Semua
subjek yang memiliki asupan natrium lebih adalah subjek laki-laki sedangkan
subjek perempuan semuanya memiliki asupan natrium yang tergolong cukup.

Tabel 8 Sebaran subjek berdasarkan asupan natrium per hari

n % n % n %
Cukup ( ≤ 1500 mg/hari) 24 64.9 42 100.0 66 83.5
Lebih ( > 1500 mg/hari) 13 35.1 0 0.0 13 16.5
Total 37 100.0 37 100.0 79 100.0
Laki-laki Perempuan Total
Asupan natrium

Rata-rata ± SD 838.6 ± 572.9 mg/hari

Tingkat kecukupan gizi dihitung dengan membandingkan antara konsumsi


zat gizi dengan angka kecukupan zat gizi yang dianjurkan. Klasifikasi tingkat
kecukupan gizi untuk mineral dan vitamin menurut Gibson (2005) yaitu 1)
kurang (< 77% AKG); 2) cukup (≥77% AKG). Rata-rata tingkat kecukupan
natrium subjek adalah 55.9% sehingga tergolong kurang. Tabel 9 menunjukkan
bahwa hanya terdapat 24.1% subjek yang memiliki tingkat kecukupan natrium
dalam kategori cukup dan semuanya merupakan subjek laki-laki.

Tabel 9 Sebaran subjek berdasarkan tingkat kecukupan natrium


Laki-laki Perempuan Total
Tingkat Kecukupan
n % n % n %
Kurang (< 77% AKG) 18 48.6 42 100.0 60 75.9
Cukup ( ≥ 77% AKG) 19 51.3 0 0.0 19 24.1
Total 37 100.0 42 100.0 79 100.0
Rata-rata ± SD 55.9% ± 38.2
20

Konsumsi Buah dan Sayur

World Health Organisation (WHO) menganjurkan konsumsi sayur dan


buah 400 gram per hari untuk mencegah penyakit kronis atau degeneratif dengan
rincian 250 g sayur (setara dengan 2 ½ porsi atau 2 ½ gelas sayur setelah dimasak
dan ditiriskan) dan 150 g buah (WHO 2005). Anjuran konsumsi buah dan sayur
pada orang Indonesia, baik laki-laki maupun wanita usia 19-29 tahun berdasarkan
Pedoman Gizi Seimbang (PGS) yaitu 3 porsi per hari untuk sayur dan 5 porsi per
hari untuk buah. Satu porsi sayur setara dengan 100 gram sedangkan satu porsi
buah setara dengan 50 gram sehingga bila dikonversikan dalam berat maka
konsumsi sayur sebesar 300 gram per hari sedangkan konsumsi buah 250 gram per
hari (Kemenkes 2014). Konsumsi buah dan sayur penting untuk menjaga
kesehatan tubuh. Konsumsi buah dan sayur setiap hari dapat mencegah terjadinya
penyakit tidak menular seperti jantung koroner, stroke dan kanker (WHO 2012).
Peningkatan konsumsi buah dan sayur dalam jangka panjang dapat menghambat
kejadian hipertensi (Borgi et al. 2015).
Konsumsi buah dikategorikan kurang jika <250 gram per hari sedangkan
konsumsi sayur dikategorikan kurang jika konsumsinya <300 gram per hari
berdasarkan PGS 2014. Sedangkan konsumsi sayur dapat dikatakan kurang jika
<250 gram per hari dan konsumsi buah dikategorikan kurang jika <150 gram per
hari berdasarkan WHO (2005). Hasil analisis menunjukkan, konsumsi buah dan
sayur subjek masih tergolong kurang dari kecukupan. Tidak ada satupun subjek
yang mengonsumsi sayur ataupun buah sesuai anjuran. Semua subjek
mengonsumsi buah dan sayur kurang dari kecukupan. Tabel 10 menunjukkan,rata-
rata konsumsi buah subjek perempuan lebih tinggi dibandingkan subjek laki laki
sedangkan ratarata konsumsi sayur subjek laki-laki dan perempuan hampir sama.
Secara keseluruhan konsumsi buah dan sayur subjek per hari rendah. Rata-rata
konsumsi buah subjek adalah 23.8 ± 25.2 gram per hari sedangkan rata-rata konsumsi
sayur 21.4 ± 20.6 gram per hari.

Tabel 10 Sebaran subjek berdasarkan rata-rata konsumsi buah dan sayur per hari
Rata-rata Konsumsi
Jenis Laki-laki Perempuan Tota
l
Buah 19.1 ± 29.6 28.0 ± 20.5 23.8 ± 25.2
Sayur 21.8 ± 15.7 21.1 ± 24.3 21.4 ± 20.6

Berdasarkan food recall, diketahui bahwa beberapa subjek tidak selalu


memasukkan menu sayur ataupun buah ke dalam menu makanannya. Hasil ini
sejalan dengan penelitian El Anshari et al. (2012), yang menunjukkan bahwa
sebagian besar mahasiswa di beberapa negara Eropa, jarang mengonsumsi buah
dan sayur. Mahasiswa yang tinggal jauh dari orang tua mengonsumsi buah dan
sayur lebih rendah dibandingkan mahasiswa yang tinggal bersama orang tua (El
Anshari et al. 2012). Hal ini dikarenakan mahasiswa yang tinggal bersama orang
tua, konsumsi makanan akan lebih diperhatikan dan dikontrol oleh orang tua
sedangkan pada mahasiswa yang jauh dari orang tua, segala kebutuhan termasuk
makanan dipersiapkan secara mandiri tanpa ada yang mengontrol. Mahasiswa
PPKU merupakan mahasiswa yang tinggal di asrama dan tinggal jauh dari orang
tua 21

sehingga hal ini dapat menjadi salah satu penyebab rendahnya konsumsi buah dan
sayur pada mahasiswa.
Selain itu, hasil wawancara menunjukkan bahwa beberapa subjek tidak
mengonsumsi buah atau sayur dikarenakan tidak suka mengonsumsi buah atau
sayur. Hal ini sejalan dengan penelitian Sari (2015), bahwa konsumsi buah dan
sayur mahasiswa IPB sebagian besar masih kurang. Menurut Happu et al. (2010),
kurangnya asupan buah dan sayur pada remaja dikarenakan remaja memiliki
kebiasaan memilih makanan. Kurangnya kesadaran terhadap konsumsi buah dan
sayur juga dapat menjadi faktor penyebab rendahnya konsumsi buah dan sayur
subjek dalam penelitian ini.
Tabel 11 menunjukkan jenis buah yang dikonsumsi subjek, frekuensi, jumlah
konsumsi dan kontribusi asupan serat. Terdapat beragam jenis buah yang
dikonsumsi oleh subjek baik laki-laki maupun perempuan. Jenis buah yang paling
banyak dikonsumsi oleh subjek laki-laki adalah melon sedangkan jenis buah yang
paling banyak dikonsumsi oleh subjek perempuan adalah pepaya. Secara
keseluruhan, jenis buah yang paling banyak dikonsumsi adalah pepaya. Semua
jenis buah yang dikonsumsi subjek merupakan buah-buahan yang banyak tersedia
di sekitar kampus. Subjek biasa mengonsumsi dalam bentuk buah utuh, buah
potong, jus, ataupun sup buah.
Meskipun terdapat beragam jenis buah yang dikonsumsi, namun frekuensi
konsumsi buah masih jarang. Frekuensi konsumsi tertinggi adalah buah pepaya,
yaitu 1.1 kali per minggu dengan berat konsumsi sekali makan adalah 79.3±14.4
gram atau setara dengan 1 potong buah pepaya ukuran sedang, sedangkan jenis
buah lain dikonsumsi kurang dari 1 kali per minggu. Konsumsi buah subjek belum
memenuhi anjuran, yaitu dikonsumsi setiap hari (Kemenkes 2014). Berat konsumsi
buah berpengaruh terhadap kontribusi serat yang diasup. Berdasarkan Tabel 11,
terlihat bahwa kontribusi serat terbesar berasal dari buah jeruk. Hal ini dikarenakan
kandungan serat pada buah jeruk lebih tinggi dibandingkan jenis buah lain yang
dikonsumsi oleh subjek.

Tabel 11 Sebaran subjek berdasarkan jenis buah, frekuensi, berat konsumsi dan
kontribusi asupan serat
Berat Asupan
Frekuensi/ konsumsi serat
Jenis Buah n % (g/ sekali
minggu (g/ sekali
makan) makan)
Jambu biji
Laki-laki 8 21.6 0.4 ± 1.2 50.0 ± 22.2 1.8 ± 0.8
Perempuan 8 19.0 0.3 ± 0.8 76.0 ± 20.1 0.9 ± 0.7
Total 16 20.3 0.4 ± 1.0 63.0 ± 21.2 1.3 ±0.8
Pisang
Laki-laki 8 21.6 0.4 ± 1.0 70.0 ± 14.1 1.7 ± 0.3
Perempuan 17 40.5 1.0 ± 1.9 75.0 ± 0.0 1.9 ± 0.0
Total 25 31.6 0.7 ± 1.5 72.5 ± 0.7 1.8 ± 0.2
Jeruk
Laki-laki 7 18.9 0.2 ± 0.5 53.6 ± 9.4 2.8 ± 0.5
Perempuan 10 23.8 0.4 ± 0.9 50.0 ± 0.0 2.6 ± 0.0
Total 17 21.5 0.3 ± 0.7 51.5 ± 4.7 2.7 ± 0.3

22

Tabel 11 Sebaran subjek berdasarkan jenis buah, frekuensi, berat konsumsi dan
kontribusi asupan serat (lanjutan)

Berat Asupan
Frekuensi/ konsumsi serat
Jenis Buah n %
minggu (g/ sekali (g/ sekali makan)
makan)

Pepaya
Laki-laki 10 27.0 1.0 ± 2.2 75.0 ± 0.0 2.0 ±
0.0
Perempuan 19 45.2 1.1 ± 1.9 82.0 ± 28.7 2.5 ±
0.8
Total 29 36.7 1.1 ± 2.1 79.3 ± 14.4 2.1 ±
0.4
Melon
Laki-laki 11 29.7 0.5 ± 1.4 75.0 ± 0.0 0.2 ±
0.0
Perempuan 16 38.1 0.9 ± 1.8 75.0 ± 0.0 0.2 ±
0.0
Total 27 34.2 0.7 ± 1.6 75.0 ± 0.0 0.2 ±
0.0
Semangka
Laki-laki 10 27.0 0.5 ± 1.3 75.0 ± 0.0 0.1 ±
0.0
Perempuan 7 16.7 0.3 ± 0.7 75.0 ± 0.0 0.1 ±
0.0
Total 17 21.5 0.4 ± 1.0 75.0 ± 0.0 0.1 ±
0.0
Alpukat
Laki-laki 4 10.8 0.3 ± 0.7 50.0 ± 0.0 1.1 ±
0.0
Perempuan 12 28.6 0.3 ± 0.6 50.0 ± 0.0 1.1 ±
0.0
Total 16 19.7 0.3 ± 0.7 50.0 ± 0.0 1.1 ±
0.0

Sama seperti buah, terdapat beragam jenis sayur yang dikonsumsi oleh
subjek, baik laki-laki maupun perempuan. Tabel 12 menunjukkan, jenis sayur
yang paling banyak dikonsumsi oleh subjek laki-laki maupun subjek perempuan
adalah daun singkong. Semua jenis sayuran yang dikonsumsi merupakan jenis
sayuran yang tersedia di sekitar kampus dan dikonsumsi dalam bentuk sayur
matang, ataupun mentah (lalapan).
Tabel 12 Sebaran subjek berdasarkan jenis sayur, frekuensi, berat konsumsi dan
kontribusi asupan serat

Jumlah Asupan Frekuensi/


konsumsi serat
Jenis Sayur n %
minggu (g/ sekali (g/ sekali makan) makan)

Buncis
Laki-laki 5 13.5 0.6 ± 2.4 38.0 ± 2.7 1.2 ±
0.1
Perempuan 9 21.4 0.6 ± 0.5 38.0 ± 6.7 1.2 ±
0.2
Total 14 17.7 0.6 ± 1.5 38.0 ± 4.7 1.2 ±
0.2
Daun singkong
Laki-laki 22 59.5 0.6 ± 1.1 36.8 ± 2.5 0.1±
0.0
Perempuan 22 52.4 0.6 ± 1.1 47.3 ± 18.1 0.2 ±
0.2
Total 44 55.9 0.6 ± 1.1 42.1 ± 10.3 0.2 ±
0.1
Taoge
Laki-laki 13 35.1 0.5 ± 3.0 37.7 ± 2.6 0.2 ±
0.1
Perempuan 9 21.4 0.6 ± 1.4 38.9 ± 2.2 0.2 ±
0.0
Total 22 27.8 0.6 ± 2.2 38.2 ± 2.4 0.2 ±
0.1

23

Tabel 12 Sebaran subjek berdasarkan jenis sayur, frekuensi, berat konsumsi dan
kontribusi asupan serat (lanjutan)
Jumlah Asupan
Frekuensi/ konsumsi serat
Jenis Sayur n % (g/ sekali
minggu (g/ sekali
makan) makan)
Wortel
Laki-laki 12 32.4 1.0 ± 1.9 23.8 ± 6.8 0.1 ± 0.1
Perempuan 13 30.9 0.8 ± 1.7 27.0 ± 10.5 0.2 ± 0.1
Total 15 31.5 0.9 ± 1.8 25.4 ± 8.7 0.2 ± 0.1
Tomat
Laki-laki 7 18.9 0.6 ± 1.6 33.1 ± 11.0 0.4 ± 0.1
Perempuan 11 26.2 0.6 ± 1.6 21.4 ± 13.6 0.3 ± 0.2
Total 18 22.5 0.6 ± 1.6 27.3 ± 12.3 0.4 ± 0.2
Mentimun
Laki-laki 13 35.1 1.2 ± 1.9 26.8 ± 0.2 0.2 ± 0.2
Perempuan 20 47.6 0.7 ± 0.9 14.0 ± 0.1 0.1 ± 0.1
Total 33 41.3 0.9 ± 1.4 20.4 ± 0.2 0.2 ± 0.2
Nangka Muda
Laki-laki 10 27.0 0.7 ± 1.5 40.0 ± 1.6 0.6 ± 0.1
Perempuan 13 31.0 0.6 ± 1.4 40.0 ± 0.0 0.6 ± 0.0
Total 23 29.0 0.7 ± 1.5 40.0 ± 0.8 0.6 ± 0.1
Kol
Laki-laki 13 35.1 1.2 ± 2.1 18.0 ± 1.1 0.4 ± 0.4
Perempuan 14 33.3 0.9 ± 1.7 13.9 ± 0.4 0.5 ± 0.3
Total 27 34.2 1.1 ± 1.9 16.0 ± 0.8 0.5 ± 0.4
Kangkung
Laki-laki 11 29.7 0.6 ± 1.4 40.0 ± 2.3 0.8 ± 0.1
Perempuan 12 28.6 0.5 ± 1.2 40.0 ± 0.0 0.8 ± 0.0
Total 23 29.0 0.6 ± 1.3 40.0 ± 1.2 0.8 ± 0.1
Kacang Panjang
Laki-laki 14 37.8 0.9 ± 1.6 35.0 ± 0.0 1.1 ± 0.0
Perempuan 10 23.8 0.5 ± 1.4 42.8 ± 14.2 1.4 ± 2.3
Total 24 30.4 0.7 ± 1.5 38.9 ± 7.1 1.3 ± 1.2
Terong
Laki-laki 8 21.6 0.6 ± 1.6 45.0 ± 14.1 1.1 ± 0.4
Perempuan 6 14.3 0.3 ± 1.0 40.0 ± 4.1 1.0 ± 0.1
Total 14 17.7 0.5 ± 1.4 43.0 ± 9.1 1.1 ± 0.3
Sawi
Laki-laki 4 10.8 0.3 ± 1.0 40.0 ± 2.8 1.1 ± 0.0
Perempuan 11 26.2 0.5 ± 1.3 40.0 ± 1.5 1.1 ± 0.0
Total 15 19.0 0.4 ± 1.2 40.0 ± 2.2 1.1 ± 0.0

Frekuensi konsumsi sayur tertinggi adalah sayur kol dengan rata-rata frekuensi
konsumsi 1.1±1.9 kali per minggu dengan berat konsumsi rata-rata sekali makan
adalah 16.0±0.8 gram. Meskipun frekuensi konsumsi kol paling sering
dibandingkan dengan jenis sayur lain, namun berat konsumsi tiap sekali makan
lebih rendah dibandingkan jenis sayuran lainnya. Hal ini dikarenakan kol biasanya
hanya dikonsumsi sedikit dalam bentuk lalapan atau campuran dalam masakan.
Kontribusi asupan serat tertinggi adalah kacang panjang. Hal ini dikarenakan 24

kandungan serat pada kacang panjang lebih tinggi dibandingkan jenis sayuran
lainnya.

Asupan Serat

Serat memiliki peran penting bagi kesehatan yaitu menghambat penyakit


kardiovaskuler, mengontrol berat badan, menjaga kesehatan kolon dan fungsi
kekebalan tubuh (Slavin 2013). Kecukupan serat untuk laki-laki usia 19-29 tahun
berdasarkan AKG 2013 adalah 38 gram per hari sedangkan kecukupan serat untuk
wanita usia 19-29 tahun lebih rendah dibandingkan laki-laki yaitu 32 gram per
hari.
Semua subjek (100%) mengonsumsi serat kurang dari kecukupan. Rata-
rata asupan serat subjek masih rendah yaitu sebesar 6.2 ± 2.2 gram per hari pada
subjek laki-laki dan 5.1 ± 2.1 gram per hari pada subjek perempuan. Sacara
keseluruhan, rata-rata asupan serat subjek adalah 5.7 ± 2.2 gram per hari. Asupan
serat yang rendah dapat meningkatkan kejadian penyakit degeneratif seperti
hipertensi (Lairon 2005). Sejalan dengan penelitian Wardhani (2015), bahwa
asupan serat mahasiswa TPB IPB masih kurang dari kecukupan. Rata-rata asupan
serat pada penelitian tersebut yaitu 7 gram per hari pada subjek dengan
kegemukan normal dan 8 gram per hari pada subjek dengan status gizi normal.
Rendahnya asupan serat disebabkan karena subjek jarang mengonsumsi buah dan
sayur, sedangkan serat banyak terdapat pada buah dan sayur. Konsumsi buah dan
sayur subjek masih rendah sehingga menyebabkan asupan serat subjek juga
rendah.

Status Gizi

Kemenkes (2010) menyatakan, pengukuran status gizi untuk usia >18 tahun
menggunakan IMT. Status gizi subjek dapat diketahui dengan melihat nilai IMT
sesuai dengan kategori berdasarkan WHO untuk asia pasifik. Sebaran subjek
berdasarkan status gizi dapat dilihat pada Tabel 12. Secara keseluruhan, sebagian
besar subjek memiliki status gizi normal (59.5%). Sejalan dengan penelitian
Yunieswati (2014), mahasiswa Tingkat Persiapan Bersama (TPB) IPB sebagian
besar memiliki status gizi normal. Status gizi akan berpengaruh terhadap status
kesehatan individu.

Laki-laki Perempuan Total


Status Gizi n % n % n %
Tabel 13 Sebaran subjek berdasarkan status gizi

Berat badan kurang 5 13.5 6 14.3 11 13.9


Normal 26 70.3 21 50.0 47 59.5
Berisiko 4 10.8 8 19.0 12 15.2
Obes I 2 5.4 7 16.7 9 11.4
Total 37 100 42 100 79 100.0
Terdapat 10.8% subjek laki-laki dan 19% subjek perempuan yang
tergolong dalam kategori berisiko. Selain itu, terapat 5.4% subjek laki-laki dan
16.7% subjek perempuan yang tergolong obes I. Kategori berisiko dan obes I
lebih banyak terdapat pada subjek perempuan dibandingkan subjek laki-laki.
Secara keseluruhan, terdapat 15.2% subjek memiliki status gizi yang tergolong
berisiko dan terdapat 25

11.4% subjek tergolong obes 1. Status gizi lebih atau obes disebabkan karena
adanya ketidakseimbangan antara intake energi dengan pengeluaran energi. Intake
energi yang lebih besar dari pengeluaran menyebabkan status gizi menjadi lebih
atau obesitas (Elliot et al. 2011). Obesitas dan kelebihan berat badan
meningkatkan kejadian hipertensi pada remaja (Oduwole et al. 2012).

Aktivitas Fisik

Aktivitas fisik merupakan semua gerakan tubuh yang terdiri dari semua
gerakan santai maupun bukan gerakan santai yang menghasilkan peningkatan
pengeluaran enegi dibandingkan dengan pengeluaran energi dalam kondisi
istirahat (Warburton et al. 2006). Aktivitas fisik berkaitan dengan jumlah
pengeluaran energi, intensitas, durasi dan frekuensi kontraksi otot. Aktivitas fisik
dalam penelitian ini diambil 2x24 jam dan dihitung berasarkan nilai Physical
Activity Level (PAL). Aktivitas fisik dibedakan menjadi aktivitas sangat ringan,
ringan, aktif dan sangat aktif.

Tabel 14 Sebaran subjek berdasarkan jenis aktivitas fisik dan durasi waktu
Lama waktu (jam)
Jenis Akivitas Fisik Kuliah Libu
r
Tidur
Laki-laki 6.5 ± 1.7 8.3 ±
2.6
perempuan 7.2 ± 1.4 7.9 ±
1.7
total 6.9 ± 1.6 8.1 ±
Kuliah/seminar/praktikum/diskusi/rapat 2.1
Laki-laki 6.8 ± 2.1 1.6 ±
1.9
perempuan 6.8 ± 1.7 1.9 ±
1.9
total 6.8 ± 1.9 1.8 ±
Mengerjakan tugas/belajar/membaca 1.9
Laki-laki 3.9 ±1.8 2.5 ±
1.1
perempuan 4.5 ± 1.4 2.7 ±
0.9
total 4.2 ± 1.6 2.6 ±
Melakukan pekerjaan rumah tangga 1.0
Laki-laki 2.0 ± 0.9 2.1 ±
1.1
perempuan 0.9 ± 0.7 1.1 ±
0.9
total 1.5 ± 0.8 1.6 ±
Berjalan tanpa beban 1.0
Laki-laki 2.3 ± 0.9 4.5 ±
2.5
perempuan 1.5 ± 0.5 5.3 ±
2.8
total 1.9 ± 0.7 4.9 ±
Olahraga/outbond/latihan menari 2.7
Laki-laki 0.2 ± 0.5 1.2 ±
1.2
perempuan 0.1 ± 0.5 1.1 ±
1.2
total 0.2 ± 0.5 1.2 ±
Lain-lain 1.2
Laki-laki 2.2 ± 1.0 3.9 ±
2.2
perempuan 2.1 ± 1.1 3.5 ±
2.4
total 2.2 ± 1.1 3.6 ±
2.3

26

Tabel 14 menunjukkan, sebaran subjek berdasarkan jenis aktivitas fisik dan


durasi waktu berdasarkan hari kuliah dan hari libur. Rata-rata, subjek perempuan
memiliki waktu tidur lebih lama dibandingkan subjek laki-laki pada hari kuliah
dibandingkan pada hari libur. Rata-rata waktu yang dipergunakan untuk kuliah/
seminar/ praktikum/diskusi/rapat baik pada subjek laki- laki atau subjek
perempuan adalah 6.8±1.7 jam. Kegiatan yang lebih banyak membutuhkan gerak
seperti seperti berjalan, olahraga outbond, latihan menari baik pada subjek laki-laki
maupun perempuan dilakukan lebih lama pada hari libur dibandingkan pada hari
kuliah. Hal ini disebabkan pada hari kuliah, waktu subjek dihabiskan untuk
kegiatan seperti kuliah, seminar, rapat, diskusi, belajar, mengerjakan tugas
sehingga kegiatan seperti jalan-jalan, olahraga, outbond, dilakukan pada hari libur.
Secara keseluruhan, rata-rata aktivitas fisik subjek adalah 1.6± 0.2. Tabel
15 menunjukkan 77.2% subjek memiliki aktivitas fisik yang tergolong ringan.
Hanya terdapat 5.1% subjek yang memiliki aktivitas fisik yang tergolong sangat
aktif. Sejalan dengan penelitian Yunieswati (2014), sebagian besar mahasiswa
TPB IPB memiliki aktivitas fisik yang tergolong ringan. Hal ini disebabkan karena
mahasiswa memiliki kegiatan perkuliahan yang padat. Sebagian besar waktu
subjek digunakan untuk melakukan aktivitas ringan seperti duduk, kuliah, rapat,
diskusi, belajar dan aktivitas lain yang kurang membutuhkan gerak.

Tabel 15 Sebaran aktivitas fisik subjek pada hari libur dan hari kuliah
Kuliah Libur Rata-rata
Aktivitas Fisik n % n % n %

Sangat ringan

Laki-laki 2 5.4 2 5. 0 0
4 .
0

Perempuan 0 0.0 0 0. 0 0
0 .
0

Total 2 2.5 3 3. 0 0
8 .
0

Ringan

Laki-laki 31 83.8 21 56.8 24 6


4.
9
Perempuan 41 97.6 26 61.9 37 8
8.
1
Total 72 91.1 47 59.5 61 7
7.
2
Aktif

Laki-laki 3 8.1 7 18.9 11 2


9.
7
Perempuan 1 2.4 11 26.2 3 7
.
1

Total 4 5.1 18 22.8 14 3


3.
3
Sangat aktif

Laki-laki 1 2.7 7 18.9 2 5


.
4

Perempuan 0 0.0 4 9. 2 4
5 .
8

Rata-rata ± SD 1.6 ± 0.1 1.7± 0.3 1.6

Total 1 1.3 11 13.9 5.1

Terdapat perbedaan antara aktivitas subjek pada hari libur dengan aktivitas
fisik pada hari kuliah. Rata-rata nilai PAL subjek pada hari kuliah adalah 1.6±0.1
sedangkan pada hari libur adalah 1.7±0.3. Rata-rata aktivitas fisik pada hari libur
lebih tinggi daripada hari kuliah. Hal ini berbeda dengan penelitian Clemente et al.
(2016) yang menyatakan bahwa aktivitas fisik sedang dan berat lebih banyak
dilakukan pada hari kuliah dibandingkan pada hari libur pada mahasiswa Portugal.
Sebagian besar aktivitas subjek pada hari kuliah dalam penelitian ini dihabiskan
untuk melakukan kegiatan dengan beban fisik ringan dan tidak membutuhkan 27

banyak gerak seperti duduk, mengikuti kegiatan perkuliahan di kelas, rapat/diskusi


dan belajar/mengerjakan tugas. Selain itu, jarak antara tempat kuliah subjek
dengan asrama cukup dekat sehingga subjek tidak perlu berjalan jauh untuk
sampai di tempat perkuliahan. Aktivitas yang membutuhkan lebih banyak gerak
seperti olahraga, jalan-jalan, outbond, latihan menari, kepanitiaan ataupun kegiatan
seperti mencuci baju, bersih-bersih dilakukan pada hari libur.

Tekanan Darah
Tekanan darah terdiri dari tekanan sistol dan tekanan diastol. Tekanan
sistol adalah fase ketika darah sedang dipompa oleh jantung sedangkan tekanan
diastol adalah fase ketika darah kembali ke jantung. Nilai tekanan darah sistol
lebih tinggi dibanding nilai tekanan darah diastol (Harahap et al. 2008). Secara
keseluruhan, rata-rata tekanan sistolik subjek dalam penelitian ini adalah 113.6
mmHg dengan nilai minimum 90 mmHg dan nilai maksimum 132 mmHg. Rata-
rata tekanan diastol subjek adalah 68.3 mmHg dengan nilai minimum sebesar 59
mmHg dan nilai maksimum 87 mmHg.
Tabel 16 menunjukkan bahwa subjek laki-laki memiliki tekanan sistol
dengan kategori prahipertensi lebih banyak dibandingkan subjek perempuan.
Terdapat 16.7% subjek laki-laki yang termasuk dalam kategori prahipertensi
berdasarkan tekanan sistol. Secara keseluruhan, hanya terdapat 3.8% subjek yang
memiliki tekanan diastol prahipertensi sedangkan sisanya termasuk dalam kategori
normal.

Tabel 16 Sebaran subjek berdasarkan klasifikasi tekanan sistolik dan diastolik


Sistolik Diastolik
Klasifikasi n % n %
Normal
Laki-laki 21 56.8 36 97.3
Perempuan 35 83.3 40 95.2
Total 56 70.9 76 96.2
Prahipertensi
Laki-laki 16 43.2 1 2.7
Perempuan 7 16.7 2 4.8
Total 23 29.1 3 3.8

Tekanan darah diklasifikasikan ke dalam beberapa kategori berdasarkan


nilai tekanan sistol dan diastol. Merujuk pada Joint National Committee on
Prevention, detection, Evaluation and Treatment of High Blood Pressure (JNC)
tekanan darah dikategorikan normal apabila tekanan sistol <120 mmHg dan
tekanan diastol < 80 mmHg. Tekanan darah dikategorikan kedalam prahipertensi
apabila tekanan sistol antara 120-139 mmHg dan atau tekanan diastol antara 80 –
89 mmHg. Tekanan darah masuk dalam kategori hipertensi apabila tekanan sistol
≥140 mmHg atau tekanan diastol ≥ 90 – 99 mmHg.

28

Tabel 17 Sebaran subjek berdasarkan klasifikasi tekanan darah


Laki-laki Perempuan Total
Klasifikasi
n % n % n %
Normal 21 56.8 35 83.3 56 70.9
Prahipertensi 16 43.2 7 16.7 23 29.1
Total 37 100.0 42 100.0 79 100.0

Sebagian besar subjek (70.9%) memiliki tekanan darah yang masuk dalam
kategori normal dan sisanya berada dalam kategori prahipertensi. Subjek dengan
ktegori prahipertensi lebih banyak terdapat pada subjek laki-laki dibandingkan
subjek perempuan. Tabel 17 menunjukkan, tidak ada satupun subjek yang
memiliki tekanan darah dengan kategori hipertensi. Hasil ini sejalan dengan
penelitian Al Majed and Sadek (2012), sebagian besar mahasiswa (53.5%) di
Kuwait memiliki tekanan darah normal. Penelitian Safitri (2014) pada mahasiswa
IPB juga menunjukkan, bahwa sebagian besar mahasiswa memiliki tekanan darah
normal.

Hubungan Karakteristik Subjek dengan Kejadian Prahipertensi

Karakteristik subjek seperti usia dan riwayat hipertensi keluarga dapat


mempengaruhi tekanan darah subjek. Hasil uji Chi-square antara usia dengan
kejadian prahipertensi menunjukkan nilai p >0.05. Artinya, tidak ada hubungan
antara usia dengan kejadian prahipertensi. Hal ini disebabkan karena usia subjek
cenderung homogen. Sebagian besar subjek (93.7%) berusia 19 tahun. Mancia et
al. (2013) menyatakan bahwa, kejadian hipertensi meningkat pada usia ≥55 tahun
untuk laki-laki dan ≥ 65 tahun pada wanita.

Tabel 18 Hubungan karakteristik dengan kejadian prahipertensi


Tekanan darah

Normal Prahipertensi

% n %
Variabel n
Usia

19 51 91.1 23 100.0

20 5 3.5 0 0.0

Total 56 100.0 23 100.0

Riwayat Hipertensi

Tidak 37 66.1 10 43.5

Ya 19 33.9 13 56.5

Total 56 100 23 100

Jenis Kelamin

Laki-laki 16 69.6 21 37.5

Perempuan 7 30.4 35 62.5

Total 23 100.0 56 100.0


Hasil uji hubungan antara riwayat hipertensi keluarga dengan kejadian
prahipertensi diperoleh nilai OR=2.532 (95% CI: 0.938-6.832). Artinya, bahwa
riwayat hipertensi keluarga belum menjadi faktor risiko kejadian prahipertensi,
namun sudah berpeluang meningkatkan kejadian prahipertensi. Hal ini disebabkan
karena sebagian besar subjek tidak memiliki keluarga dengan riwayat hipertensi.
Sejalan dengan Rasaninghe et al. (2015) yang menyatakan bahwa kejadian 29

hipertensi pada orang yang memiliki keluarga dengan riwayat hipertensi lebih
tinggi dibandingkan dengan orang yang tidak memiliki riwayat hipertensi.
Hasil uji hubungan antara jenis kelamin dengan kejadian prahipertensi
diperoleh nilai OR=3.8 (95% CI; 1.347-10.778). Artinya, jenis kelamin menjadi
faktor risiko hipertensi. Kejadian prahipertensi meningkat 3.8 kali lipat lebih tinggi
pada laki-laki dibandingkan pada perempuan. Hal ini disebabkan karena subjek
laki-laki pada penelitian ini lebih sering mengonsumsi makanan instan yang
mengandung tinggi natrium dibanding subjek perempuan. Sebagian besar subjek
yang memiliki asupan natrium lebih dari kecukupan ( >1500 mg per hari) adalah
subjek laki-laki. Asupan tinggi natrium meningkatkan kejadian hipertensi
(Chobanian et al. 2003).
Selain itu, Rackelhoff (2001) menyatakan, bahwa risiko hipertensi lebih
rendah pada wanita dewasa muda dibandingkan laki-laki. Namun, risiko hipertensi
lebih tinggi pada wanita dewasa lanjut dibandingkan laki-laki. Hal ini disebabkan
karena pengaruh hormon estrogen. Hormon estrogen dapat merangsang produksi
nitrat oksida (NO) yang merupakan vasodilator. Selain itu, tekanan darah yang
lebih tinggi pada laki-laki kemungkinan disebabkan oleh hormon testosteron.
Testosteron meningkatkan kadar homosistein yang dapat menyebabkan kerusakan
endotel sehingga mengarah ke pengembangan aterosklerosis dan tekanan darah
tinggi (Dubey et al. 2002). Aktivitas renin plasma pada wanita lebih rendah
daripada laki-laki sehingga memberikan kontribusi terhadap perbedaan konsentrasi
angiotensin II dan aldosteron serta reabsorpsi natrium di ginjal (Kagan et al. 2007).
Tabel 19 Hasil uji karakteristik dengan kebiasaan konsumsi makanan dan
minuman instan

Konsumsi makanan dan minuman instan


Variabel
p r

Uang saku 0.736 -0.039


Pengeluaran pangan 0.718 -0.041
Pendidikan ayah 0.699 0.044
Pendidikan ibu 0.487 -0.079

Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan tidak terdapat hubungan antara


uang saku dan alokasi pengeluaran pangan dengan kebiasaan konsumsi makanan
dan minuman instan dengan nilai berturut-turut adalah p=0.736, r=-0.039;
p=0.718, r=-0.041. Nilai r negatif pada variabel uang saku dan alokasi pengeluaran
pangan menunjukkan bahwa terdapat kecenderungan semakin tinggi uang saku dan
pengeluaran uang pangan maka semakin rendah konsumsi makanan dan minuman
instan. Daya beli terhadap makanan dan minuman non-instan lebih tinggi ketika
uang saku meningkat. Uang saku subjek per bulan merupakan sejumlah uang yang
diterima subjek untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari baik pangan maupun
nonpangan. Hukum Bennet dalam Humphries et al. (2014) menyatakan bahwa
semakin tinggi pendapatan individu maka konsumsi pangan akan bergeser ke arah
pangan dengan harga yang lebih mahal per unit gizinya. Makanan dan minuman
instan yang dikonsumsi subjek memiliki harga yang relatif terjangkau dan
memiliki nilai kalori yang tinggi.
Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan tidak ada hubungan signifikan
antara pendidikan ayah maupun pendidikan ibu dengan konsumsi makanan dan 30

minuman instan. Nilai r negatif pada hubungan pendidikan ibu dengan konsumsi
makanan dan minuman instan menunjukkan bahwa terdapat kecenderungan
semakin tinggi pendidikan ibu maka semakin rendah konsumsi makanan dan
minuman instan subjek. Tingkat pendidikan orang tua terutama ibu berpengaruh
terhadap pola asuh anak dan pemberian makan yang selanjutnya akan
berpengaruh terhadap pemilihan makan anak ketika dewasa (Savage et al. 2007).
Pendidikan akan mempengaruhi seseorang dalam berperilaku termasuk
dalam pemilihan makanan. Tingkat pendidikan baik formal maupun informal akan
mempengaruhi pengetahuan gizi seseorang. Seseorang dengan pendidikan lebih
tinggi mengonsumsi makanan dengan kualitas yang lebih baik dibandingkan
dengan pendidikan yang lebih rendah (Darmon and Drewnowski 2008).
Berbanding terbalik dengan pendidikan ibu, kecenderungan positif ditunjukkan
pada hubungan antara pendidikan ayah dengan konsumsi makanan dan minuman
instan. Semakin tinggi pendidikan ayah maka semakin tinggi konsumsi makanan
atau minuman instan. Hal ini dikarenakan ayah tidak berperan langsung dalam
pola asuh anak.
Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan tidak ada hubungan signifikan
antara pendidikan ayah, pendidikan ibu, uang saku dan besar uang untuk
pengeluaran pangan dengan konsumsi buah dan sayur (p>0.05). Sejalan dengan
penelitian Wardhani (2015) pada mahasiswa TPB bahwa tidak ada hubungan
antara pendidikan orang tua dan sosial ekonomi dengan kebiasan konsumsi buah
dan sayur. Berdasarkan wawancara, subjek tidak selalu mengonsumsi sayur dan
buah lebih dikarenakan tidak terlalu menyukai buah dan sayur. Kurangnya
pengetahuan dan kesadaran subjek akan pentingnya konsumsi sayur dan buah
kemungkinan menyebabkan tidak adanya hubungan antara uang saku,
pengeluaran pangan, pendidikan ayah, pendidikan ibu dengan konsumsi buah dan
sayur.

Hubungan Konsumsi Makanan dan Minuman Instan dengan


Kejadian Prahipertensi

Hasil uji hubungan antara konsumsi makanan instan dengan kejadian


prahipertensi diperoleh nilai OR= 5.000 (95% CI: 1.331-18.790). Artinya, bahwa
konsumsi makanan instan menjadi faktor risiko kejadian prahipertensi. Konsumsi
makanan instan meningkatkan kejadian prahipertensi 5 kali lebih tinggi
dibandingkan tidak mengonsumsi makanan instan. Peningkatan tekanan darah
disebabkan karena makanan instan memiliki kandungan natrium yang tinggi. Jenis
makanan instan yang paling sering dikonsumsi subjek adalah mi instan. Mi instan
mengandung tinggi natrium. Sejalan dengan penelitian Shin et al. (2014), yang
menghasilkan OR=1.10 (95% CI, 0.80-1.51). Penelitian tersebut menyatakan
konsumsi mi instan >2 kali per minggu meningkatkan tekanan darah pada laki-
laki.
Hasil uji hubungan antara konsumsi minuman instan dengan kejadian
prahipertensi diperoleh nilai OR= 0.400 (95% CI: 0.147-1.083). Artinya, bahwa
konsumsi minuman instan berpeluang menghambat kejadian prahipertensi. Hal ini
berbeda dengan makanan instan yang menjadi faktor risiko kejadian prahipertensi.
Rata-rata minuman instan yang dikonsumsi subjek memiliki kandungan natrium
per sajian yang rendah. Kandungan natrium yang tidak terlalu tinggi pada
minuman instan tidak memberikan pengaruh yang besar terhadap kenaikan asupan
natrium 31

per hari sehingga tidak terdapat hubungan yang signifikan antara konsumsi
minuman instan dengan tekanan darah.

Tabel 20 Hasil uji hubungan konsumsi makanan dan minuman instan dengan
kejadian prahipertensi
Tekanan darah
Frekuensi Prahipertensi Normal
n % n %
Makanan instan
Mengonsumsi 20 87.0 3 57.1
2
Tidak pernah 3 13.0 2 42.9
4
Total 23 100.0 5 100.0
6
OR 5.000 (95% CI: 1.331-
18.790)
Minuman instan
Mengonsumsi 11 47.8 39 69.6
Tidak pernah 12 52.2 17 30.4
Total 23 100.0 56 100.0
OR 0.400 (95% CI: 0.147-
1.083)

Selain itu, adanya zat gizi lain yang terkandung dalam minuman instan
diduga juga menjadi penyebab konsumsi minuman instan menjadi faktor protektif
terhadap kenaikan tekanan darah. Jenis minuman instan yang paling sering
dikonsumsi oleh subjek adalah sereal serbuk. Penelitian Kochar et al. (2012) pada
subjek laki-laki di Amerika dengan menggunakan desain kohort menunjukkan
bahwa konsumsi sereal sarapan menurunkan kejadian hipertensi. Mekanisme
biologis yang mungkin menjelaskan adalah sereal mencegah kerusakan reaktivitas
vaskuler dalam menanggapi konsumsi tinggi lemak, meningkatkan sensitivitas
insulin, dan menurunkan obesitas abdominal. Keseluruhan efek tersebut pada
akhirnya berkaitan dengan penurunan tekanan darah (Kochar et al. 2012). Sereal
mengandung natrium rendah dan merupakan sumber yang baik untuk mineral lain
seperti kalium (McKevith 2004). Kandungan kalium pada sereal memberikan
pengaruh terhadap tekanan darah. Kalium dapat menurunkan tekanan darah
(Treasure and Ploth 1983).
Minuman sereal serbuk yang dikonsumsi subjek juga mengandung susu.
Susu dapat menurunkan tekanan darah (Jauhiainen and Korpela 2007; McGrane et
al. 2011). Kandungan susu seperti kalium, magnesium dapat menjadi faktor
protektif terhadap tekanan darah (McGrane et al. 2011). Mekanisme lain seperti
penghambatan Angiotensin-Converting Enzyme (ACE) yang berperan penting
dalam sistem renin-angiotensin (RAS) oleh peptida pada susu menyebabkan susu
dapat berperan sebagai antihipertensi (Jauhiainen and Korpela 2007).
Selain kopi instan dan minuman seral serbuk jenis minuman instan lain
yang dikonsumsi subjek yaitu minuman serbuk rasa buah. Sama seperti jenis
minuman instan lainnya, kandungan natrium per sajian pada minuman tersebut
rendah. Minuman serbuk rasa buah yang dikonsumsi subjek mengandung vitamin
C. Vitamin C dapat menurunkan tekanan darah (Jurascheck et al. 2012).
Hubungan Asupan Natrium dengan Kejadian Prahipertensi

Natrium di dalam tubuh berfungsi untuk menjaga keseimbangan elektrolit


dalam tubuh. Natrium merupakan ion positif utama dalam cairan ekstraselular
yang menimbulkan tekanan osmotik untuk menjaga agar air tidak keluar dari
darah dan masuk ke dalam sel. Hasil uji hubungan antara asupan natrium dengan
kejadian prahipertensi diperoleh nilai OR=0.690 (95% CI:0.171-2.778). Artinya,
asupan natrium tinggi belum menjadi faktor risiko, namun sudah berpeluang
menghambat kejadian prahipertensi. Hal ini tidak sejalan dengan penelitian di
Amerika pada subjek dengan usia >20 tahun yang menghasilkan nilai OR=1.40
(95% CI:1.07– 1.83) (Zhang et al. 2013).

Tabel 21 Hasil uji asupan natrium dengan kejadian prahipertensi


Tekanan darah

Asupan Natrium Prahipertensi Normal

n % n %
Lebih (>1500 mg/hari) 3 13.0 10 16.5
Cukup ( ≤ 1500 mg/hari) 20 87.0 46 83.5
Total 23 100.0 56 100.0
OR 0.690 (95% CI:0.171-2.778)

Penelitian tersebut menunjukkan bahwa asupan tinggi natrium menjadi


faktor risiko kejadian hipertensi. Rata-rata asupan natrium subjek dalam
penelitian Zhang et al. (2013) tinggi yaitu 3569 mg per hari sedangkan rata-rata
asupan natrium subjek dalam penelitian ini jauh lebih rendah yaitu 838.59 mg per
hari. Hanya 16% subjek yang memiliki asupan natrium lebih dari 1500 mg per
hari. Selain itu, hasil penelitian ini berbeda dikarenakan berdasarkan hasil recall
diketahui bahwa selain mengonsumsi makanan tinggi natrium, terdapat fenomena
dimana subjek juga mengonsumsi susu kotak dengan rata-rata berat konsumsi
sekali minum 250 ml. Susu dapat berperan sebagai antihipertensi (McGrance et
al. 2011). Studi Kohort di China menghasilkan konsumsi susu 1-3 kali per
minggu dan konsumsi >3 kali per minggu berhubungan negatif dengan tekanan
darah (Sun et al. 2014). Konsumsi susu pada subjek dalam penelitian ini diduga
mempengaruhi tekanan darah subjek.

Hubungan Konsumsi Buah dan Sayur dengan Kejadian Prahipertensi

Rata-rata konsumsi buah dan sayur subjek masih tergolong rendah.


Ratarata konsumsi buah sebesar 23.8 gram per hari sedangkan rata-rata konsumsi
sayur adalah 21.4 gram per hari. Hasil uji hubungan antara konsumsi sayur
dengan kejadian prahipertensi diperoleh nilai OR=2.700 (95% CI:0.878-8.302).
Artinya, konsumsi sayur yang lebih rendah belum menjadi faktor risiko kejadian
prahipertensi, namun konsumsi sayur rendah sudah berpeluang meningkatkan
kejadian prahipertensi. Hasil uji hubungan antara konsumsi buah dengan kejadian
hipertensi adalah OR=1.746 (95%CI:0.639-4.771). Artinya, bahwa konsumsi
buah lebih rendah belum menjadi faktor risiko kejadian prahipertensi, namun
konsumsi buah rendah sudah berpeluang meningkatkan kejadian prahipertensi.
38

Sejalan dengan penelitian Wang et al. (2008) yang menghasilkan OR=0.77


(OR=95% CI: 33

0.79-0.97). Konsumsi tinggi buah dan sayur menghambat kejadian hipertensi


pada wanita.
Penelitian di Australia menunjukkan bahwa terdapat hubungan signifikan
negatif antara konsumsi buah, salad, sereal dan ikan terhadap tekanan diastolik
pada remaja. Semakin tinggi konsumsi buah, salad, sereal dan ikan semakin
rendah tekanan diastolik (McNaughton et al. 2008). Penelitian McNaughton et
al. (2007) pada 5362 subjek usia dewasa di Inggris membuktikan bahwa
konsumsi sayur, buah dan produk susu berhubungan signifikan negatif terhadap
tekanan darah. Diet tinggi sayur, buah dan rendah lemak memiliki tekanan
sistolik 5.5 mmHg lebih rendah (Dam et al. 2003). Konsumsi sayur baik mentah
maupun matang secara signifikan menurunkan tekanan darah (Chan et al. 2013).
Sejalan dengan penelitian Wang et al. (2012), konsumsi tinggi sayur dan buah
menghambat kejadian hipertensi. Tekanan darah dapat menurun 8-14 mmHg
dengan mengonsumsi makanan tinggi sayur dan buah (Chobanian et al. 2003).
Sayur dan buah banyak mengandung serat yang berperan dalam mengendalikan
tekanan darah, serta vitamin dan mineral seperti kalium, vitamin C, dan
magnesium (Chan et al. 2013).

Tabel 22 Hasil uji hubungan konsumsi buah dan sayur dengan kejadian
prahipertensi
Tekanan darah

Frekuensi prahipertensi normal

n % n %
Buah
< rata-rata (23.8 gram/hari) 1 65.2 29 51.
5 8
≥ rata-rata (23.8 gram/hari) 8 34.8 27 48.
2
Total 2 100.0 56 100.
3 0
OR 1.746 (95%CI:0.639-4.771)
Sayur
< rata-rata (21.4 gram/hari) 1 78.3 32 57.
8 1
≥ rata-rata (21.4 gram/hari) 5 21.7 24 42.
9
Total 2 100.0 56 100.
3 0
OR 2.700 (95% CI:0.878-8.302)

Kandungan kalium dalam buah dan sayur dapat menurunkan tekanan


darah. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa kalium berperan sebagai agen
diuretik yang dapat mengurangi volume cairan ekstraseluler dan mengakibatkan
tekanan darah menurun. Konsumsi tinggi kalium dapat menyebabkan relaksasi
otot polos pembuluh darah sehingga dapat menurunkan tekanan darah (Treasure
and Ploth 1983). Kandungan mineral lain dalam buah dan sayur seperti
magnesium memberikan efek antiaritmia dan berpengaruh terhadap kontraksi
otot pembuluh darah sehingga mempengaruhi tekanan darah (Cunha et al. 2012).
Sumber utama vitamin C adalah sayur dan buah.Vitamin C
meningkatkan konsentrasi kofaktor dari oksida nitrat sintase endotel yaitu
tetrahydrobiopterin intraseluler. Tetrahydrobiopterin intraseluler yang meningkat
menyebabkan peningkatan produksi oksida nitrat-vasodilator. Selain itu, vitamin
C meningatkan bioaktivitas nitrat oksida, dan meningkatkan fungsi endotel dan
arteri koroner. Mekanisme tersebut yang menyebabkan vitamin C berpengaruh
terhadap penurunan tekanan darah ( Jurascheck et al. 2012).
Hubungan Asupan Serat dengan Kejadian Prahipertensi

Hasil uji hubungan antara asupan serat dengan kejadian prahipertensi diperoleh
nilai OR=1.210 (95% CI:0.456-3.215). Artinya, bahwa asupan serat rendah
belum menjadi faktor risiko kejadian prahipertensi, namun asupan serat rendah
sudah berpeluang meningkatkan kejadian prahipertensi. Semua subjek
memililiki asupan serat yang rendah sehingga menyebabkan pengaruh dari
asupan serat terhadap tekanan darah belum terlihat signifikan. Penelitian Lairon
et al. (2005) di Perancis menunjukkan bahwa asupan serat yang tinggi baik serat
yang berasal dari buah maupun sayur dapat menghambat kejadian hipertensi
dengan nilai odd ratio secara berturut-turut adalah OR=0.79 (95% CI, 0.64-0.97)
dan OR=0.76 (95% CI, 0.62-0.92). Sejalan dengan penelitian tersebut, Whelton
et al. (2005) menyatakan bahwa asupan tinggi serat berhubungan dengan
penurunan tekanan darah.

Tabel 23 Hasil uji asupan serat dengan kejadian prahipertensi


Tekanan darah

Asupan Serat Prahipertensi Normal


n % n %
< rata-rata (5.7 gram) 14 60.9 28 50.0
≥ rata-rata (5.7 gram) 9 39.3 28 50.0
Total 23 100.0 56 100.0
OR 1.210 (95% CI:0.456-3.215)

Serat dapat memberikan efek terhadap penurunan tekanan darah terutama


serat larut air. Serat larut air difermentasi oleh bakteri di dalam usus halus dan
menghasilkan asam lemak rantai pendek. Asam lemak rantai pendek tersebut
dapat membantu menurunkan pelepasan asam lemak bebas dan meningkatkan
sensitivitas insulin. Peningkatan sensitivitas insulin memberikan efek penurunan
tekanan darah (Streppel 2008). Selain itu, serat larut air dapat meningkatkan
ekskresi fecal natrium yang terikat pada serat larut air (Burke et al. 2001). Serat
larut air berperan dalam mencegah penyakit kardiovaskuler yang berkaitan
dengan hipertensi dengan membantu menurunkan penyerapan kolesterol. Serat
larut air menyebabkan peningkatan ekskresi asam empedu dengan mengikat
asam empedu di usus halus. Asam empedu yang terikat dengan serat larut air
40

tidak dapat di resirkulasi sehingga untuk membuat asam empedu baru maka
diperlukan kolesterol dalam darah. Kolesterol dalam darah yang terus diambil
untuk membuat asam empedu baru menyebabkan berkurangnya serum
kolesterol total dan LDL (Streppel 2008). Kadar kolesterol yang berkurang
dalam darah dapat mencegah terjadinya atherosklerosis yang dapat
mempersempit pembuluh darah sehingga mencegah hipertensi.

Hubungan Aktivitas Fisik dengan Kejadian Prahipertensi

Hasil uji hubungan antara aktivitas fisik dan kejadian prahipertensi


diperoleh nilai OR=1.583 (95% CI, 0.460-5.451). Artinya, bahwa aktivitas
ringan belum menjadi faktor risiko kejadian prahipertensi, namun aktivitas fisik
ringan sudah berpeluang meningkatkan kejadian prahipertensi. Sebagian besar
subjek memiliki aktivitas ringan sehingga menyebabkan pengaruh dari aktivitas
fisik 35

terhadap tekanan darah belum terlihat. Peningkatan aktivitas fisik perlu dilakukan
untuk memperoleh manfaat yang maksimal. Meskipun tidak terdapat hubungan
signifikan, namun terdapat kecenderungan aktifitas fisik yang ringan
meningkatkan kejadian prahipertensi. Hal ini sejalan dengan penelitian Jackson
et al. (2014) pada wanita di Australia yang menghasilkan OR=1.46 (95%
CI:1.19-1.80). Aktivitas fisik ringan meningkatkan kejadian hipertensi pada
wanita dengan status gizi normal. Penelitian lain di Eropa membuktikan bahwa
aktifitas fisik ringan dan menetap meningkatkan tekanan darah tinggi pada anak-
anak (de Morais et al. 2015).

Tabel 24 Hasi uji aktivitas fisik dengan kejadian prahipertensi


Tekanan darah

Prahipertensi Norma
Aktivitas Fisik
l
n % n %

Ringan 19 82.6 42 75.


0
Aktif 4 17.4 14 25.
0
Total 23 100.0 56 100.
0
OR 1.583 (95% CI, 0.460-5.451)
*) aktif = aktif dan sangat aktif
Aktivitas fisik berpengaruh terhadap kesehatan. Semakin sedikit aktivitas
fisik dapat meningkatkan perkembangan penyakit kronis dan kematian dini.
Aktivitas fisik yang dilakukan secara rutin dapat memperbaiki komposisi tubuh
seperti lemak, kolesterol, lipoprotein, dan mengontrol berat badan, mencegah
penggumpalan darah, memperbaiki keseimbangan glukosa dan sensitivitas
insulin, dan meningkatkan fungsi endotelial. Aktivitas fisik meningkatkan
kebugaran sehingga meningkatkan status kesehatan (Warburton et al. 2006).
Individu yang memiliki aktivitas fisik ringan dan kurang gerak cenderung
memiliki denyut jantung lebih tinggi. Akibatnya, otot jantung harus bekerja lebih
keras setiap kontraksi. Semakin keras otot jantung memompa darah, maka
tekanan yang dibebankan pada arteri semakin besar sehingga tekanan darah
meningkat. Selain itu, kurang aktivitas fisik meningkatkan kejadian obesitas
sedangkan obesitas meningkatkan kejadian hipertensi (Booth 2012).
Aktivitas aerobik dengan intensitas sedang hingga tinggi yang dilakukan
secara teratur dapat membantu menurunkan tekanan darah pada penderita
hipertensi (Borjesson et al. 2015). Peningkatan aktivitas fisik dengan melakukan
olahraga seperti jalan cepat, bersepeda, senam aerobik secara rutin dan teratur
selama 30 menit dan dilakukan 3-5 kali dalam seminggu dapat menurunkan
tekanan darah 49 mmHg (Chobanian et al. 2013). Tingkat aktivitas fisik yang
lebih tinggi dan olahraga teratur efektif menghambat penyakit jantung koroner
dan stroke yang berkaitan dengan hipertensi. Aktivitas fisik yang dilakukan rutin
dapat meningkatkan efisiensi kerja jantung dan meningkatkan kekuatan otot
jantung dalam memompa darah. Aktivitas fisik dan olahraga dapat meningkatkan
kapasitas pembuluh darah untuk dilatasi dan memperbaiki fungsi endotelial
(Myers 2003). Hal ini dapat disebabkan karena aktivitas fisik yang lebih tinggi
akan meningkatkan aliran darah dan merangsang produksi Oksida Nitrat (NO)
dari arteri (Al-Mamari 2009).

Hubungan Status Gizi dengan Kejadian Prahipertensi

Hasil uji hubungan antara status gizi dengan kejadian prahipertensi


diperoleh nilai OR=1.477 (CI 95%, 0.490- 4.276). Artinya, bahwa obesitas belum
menjadi faktor risiko kejadian prahipertensi, namun obesitas sudah berpeluang
meningkatkan kejadian prahipertensi. Sebagian besar subjek memiliki status gizi
normal dan tekanan darah normal. 62.5% subjek yang memiliki tekanan darah
normal merupakan subjek yang berstatus gizi normal. Menjaga status gizi
menjadi normal dapat dilakukan untuk menghambat kejadian prahipertensi.
Sejalan dengan penelitian pada remaja di Lithuania, bahwa kelebihan
berat badan, obes dan obesitas abdominal berhubungan dengan kejadian
hipertensi dan prehipertensi pada remaja. Kelebihan berat badan meningkatkan
kejadian prahipertensi dengan nilai OR = 2.62 (95% CI 2.13–3.23) dan
meningkatkan kejadian hipertensi dengan nilai OR = 4.81 (95% CI 3.08–7.52)
sedangkan obes meningkatkan kejadian prahipertensi dengan nilai OR=
4.81(95% CI 3.08–7.52) dan meningkatkan kejadian hipertensi dengan nilai OR=
6.64 (95% CI 4.65–9.49) (Dulskiene et al. 2014). Hasil penelitian yang sama
ditunjukkan pada penelitian kohort selama 4 tahun di Thailand dengan subjek
orang dewasa. Nilai relative risk (RR) subjek dengan berat badan lebih dan obes
secara berturut-turut yaitu RR= 2.32 (95% CI, 1.8-2.91) dan RR= 4.14 (95% CI,
3.4-5.05). Berat badan lebih dan obes meningkatkan kejadian hipertensi
(Thawornchaisit et al. 2013). Menjaga berat badan normal (IMT 18.5 – 24.9)
dapat menurunkan tekanan darah 5-20 mmHg/10 kg berat badan (Chobanian et
al. 2003).

Tabel 25 Hasil uji status gizi dengan kejadian prahipertensi


Status Gizi Tekanan darah
42

Prahipertensi Norma
l
n % n %
Obesitas 7 30.4 13 23.
2
Normal 16 69.6 43 76.
8
Total 23 100.0 56 100.
0
OR OR=1.477 (CI 95%, 0.490- 4.276)
*) normal= normal dan kurus, obesitas = berisiko dan obes I

Peningkatan massa tubuh pada obesitas menyebabkan tubuh harus


mengedarkan darah lebih banyak untuk dapat menyuplai oksigen maupun zat-zat
lain ke jaringan tubuh. Akibatnya, terjadi peningkatan volume darah yang beredar
dalam tubuh dan peningkatan curah jantung sehingga tekanan darah meningkat.
Selain itu, obesitas berkaitan dengan peningkatan lemak dalam tubuh.
Peningkatan lemak dalam plasma dapat menyebabkan atherosklerosis yang dapat
mempersempit pembuluh darah sehingga menyebabkan hipertensi. Peningkatan
lemak di sekitar dan di dalam ginjal meningkatkan tekanan intrarenal sehingga
menyebabkan gangguan natriuresis dan terjadi peningkatan tekanan darah (Hall
et al. 2015).

Faktor Risiko Prahipertensi

Hasil uji multivariat antara konsumsi makanan instan, konsumsi minuman


instan, jenis kelamin dan riwayat hipertensi keluarga dengan kejadian
prahipertensi 37

dihasilkan bahwa hanya konsumsi makanan instan dan minuman instan yang
signifikan berhubungan dengan kejadian prahipertensi. Konsumsi makanan instan
menjadi faktor risiko kejadian prahipertensi dengan nilai OR =4.659 (95%CI,
1.097-19.796) sedangkan minuman instan menjadi faktor penghambat kejadian
prahipertensi dengan nilai OR=0.266 (95%CI, 0.083-0.851). Artinya, bahwa
kebiasaan konsumsi makanan instan akan meningkatkan kejadian prahipertensi
6.489 kali lebih tinggi dibandingkan tidak mengonsumsi makanan instan
sedangkan minuman instan menghambat kejadian prahipertensi 73.4%. Sejalan
dengan penelitian Thawornchaisit et al. (2013) yang membuktikan bahwa
konsumsi makanan instan 3-6 kali per minggu pada laki-laki secara signifikan
berhubungan dengan kejadian hipertensi (RR= 1.67 95% CI, 1.11-2.52) dan pada
wanita (RR= 1.48 95% CI, 0.86 - 2.53). Penelitian tersebut menggunakan desain
studi kohort selama 4 tahun. Nilai RR (Relative Risk) tersebut diperoleh dengan
penyesuaian usia, status perkawinan, pendidikan, pendapatan, IMT, riwayat
penyakit, konsumsi alkohol dan kebiasaan merokok. Minuman instan
menghambat kejadian prahipertensi dikarenakan mengandung natrium rendah
dan adanya bahan lain yang diduga berperan sebagai faktor protektif terhadap
kenaikan tekanan darah seperti susu, vitamin C dan mineral seperti kalium pada
jenis minuman instan yang dikonsumsi subjek.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Subjek terdiri dari laki-laki (46.8%) dan perempuan (53.2%). Sebagian


besar berusia 19 tahun dan bersuku jawa. Pendidikan terakhir orang tua subjek
sebagian besar adalah SMA atau sederajat. Sebagian besar subjek memiliki uang
saku antara Rp 600 001– Rp 1 000 000. Rata-rata 71.6% uang saku subjek
dialokasikan untuk pengeluaran pangan. Subjek sebagian besar tidak memiliki
keluarga dengan riwayat hipertensi.
Jenis makanan instan yang paling sering dikonsumsi subjek adalah mi
instan sedangkan jenis minuman instan yang paling sering dikonsumsi subjek
adalah minuman sereal serbuk. Sebagian besar subjek mengonsumsi makanan
dan minuman instan antara 1-3 kali per minggu. Mayoritas asupan natrium subjek
tergolong cukup dan asupan serat rendah. Subjek memiliki kebiasaan
mengonsumsi buah dan sayur yang masih kurang dari kecukupan. Aktivitas
subjek sebagian besar tergolong ringan. Tekanan darah dan status gizi sebagian
besar subjek tergolong normal.
Hasil uji korelasi menunjukkan bahwa tidak ada hubungan signifikan
antara uang saku, pengeluaran pangan, pendidikan ayah dan pendidikan ibu
dengan frekuensi konsumsi makanan dan minuman instan (p>0.05). Konsumsi
buah dan sayur kurang, asupan serat rendah, obesitas, serta aktivitas fisik ringan
belum menjadi faktor risiko kejadian prahipertensi, namun sudah berpeluang
meningkatkan kejadian prahipertensi. Hasil uji multivariat menunjukkan,
konsumsi makanan instan menjadi faktor risiko terjadinya prahipertensi
sedangkan konsumsi minuman instan menjadi faktor penghambat terjadinya
prahipertensi.
38

Saran

Sebagian besar makanan instan memiliki kandungan natrium tinggi.


Konsumsi makanan instan dapat meningkatkan kejadian prahipertensi lebih tinggi
dibandingkan tidak mengonsumsi makanan instan. Sehingga diharapkan subjek
mengurangi frekuensi konsumsi makanan instan. Dalam memilih makanan maupun
minuman instan dianjurkan melihat kandungan gizi yang tertera pada nutrition fact
terlebih dahulu sehingga dapat digunakan sebagai pertimbangan sebelum membeli
dan mengonsumsinya. Selain itu, subjek perlu menjaga status gizi normal dan
meningkatkan aktivitas fisik dengan melakukan olahraga aerobik secara rutin dan
teratur seperti jalan cepat, bersepeda, atau senam aerobik selama 30 menit dan
dilakukan 3-5 kali per minggu serta diimbangi dengan meningkatkan konsumsi buah
dan sayur sesuai dengan rekomendasi Pesan Gizi Seimbang (PGS) agar dapat
menghambat kejadian prahipertensi. Kegiatan edukasi mengenai pentingnya
olahraga, konsumsi buah dan sayur, dan konsumsi makanan seimbang sesuai dengan
PGS perlu dilakukan untuk meningkatkan kesadaran mahasiswa akan gizi seimbang
dan gaya hidup sehat untuk mencegah kejadian hipertensi.
39

DAFTAR PUSTAKA

Adriani M, Wirjatmadi B. 2012. Peranan Gizi dalam Siklus Kehidupan. Jakarta


(ID) : Kencana Predana Media Grup.
Al-Majed HT, Sadek AA. 2012. Prehypertension and hypertension in collage
students in kuwait: a neglected issue. J Family Community Med. 19(2): 105-
112. doi: 10.4103/2230-8229.98296
Al-Mamari A. 2009. Atherosclerosis and physical activity. Oman Med J. 24(3): 173-
178.
Bao W, Threefoot SA, Srinivasan SR, Berenson GS. 1995. Essential hypertension
predicted by tracking of elevated blood pressure from childhood to
adulthood: the Bogalusa Heart Study. Am J Hypertens. 8(7):657-65.
doi:10.1016/0895-7061(95)00116-7
Blackwell, W. 2015. Conventional and Advanced Food Processing Technologies.
Oxford (UK) : John Willey and Sons, Ltd
Blaustein MP, Zhang J, Chen L, Hamilton BP. 2006. How does salt retension raise
blood pressure? Am J Physiol Regul Integr Comp Physiol. 290(3):R51423.
doi: 10.1152/ajpregu.00819.2005
Booth FW, Roerts CK, Laye MJ. 2012. Lack of excercise is a major cause of chronic
diseases. Compr Physiol. 2(2): 1143-1211. doi:
10.1002/cphy.c110025
Borgi L, Muraki I, Satija A, Willett WC, Rimm EB, Forman JP. 2015. Fruit and
vegetable consumption and the incidence of hypertension in three
prospective cohort studies. HYPERTENSIONAHA.
Doi:10.1161/HYPERTENSIONAHA.115.06497
Borjesson M, Onerup A, Lundqvist S, Dahlof B. 2015. Physical activity and exercise
lower blood pressure in individuals with hypertension : narrative review of 27 RCTs.
Br J Sports Med. Doi: 10.1136/bjsports-2015-095786. [BPOM RI]. Badan Pengawas
Obat dan Makanan Republik Indonesia. 2011. Pengawasan Klaim dalam Label dan
Iklan Pangan Olahan. Jakarta (ID): BPOM RI.
Burke V, Hodgson JM, Beilin LJ, Giaungiuliou N, Rogers P, Puddey LB. 2001.
Dietary protein and soluble fiber reduce ambulatory blood pressure in
treated hypertensive. Hypertension. 38: 821-826.
Centre for Food Safety. 2009. The Food Safety of Instant Cup Noodle Containers.
Hongkong (HK) : Food and Environmental Hygiene Department The
Government of the Hong Kong Special Administrative Region. [Internet];
[diunduh 2016 Feb 15]. Tersedia pada:
http://www.cfs.gov.hk/english/programme/programme_rafs/programme_
rafs_fc_01_21.html
Chan et al. 2013. Relation raw and cooked vegetable consumption to blood pressure:
the Intermap Study. J Hum Hypertens. 28: 353–359.
doi:10.1038/jhh.2013.115
Chobanian AV et al. 2003. seventh report of the joint national committee on
prevention, detection, evaluation, and treatment of high blood pressure.
Hypertention AHA Journal. 42:1206 – 1252 doi:
10.1161/01.hyp.0000107251.49515.c2
40

Choong SSY, Balan SN, Chua LS dan Say YH. 2012. Preference and intake
frequency of high sodium foods and dishes and their correlation with
antropoetric measurements among Malaysian subjects. Nutr Res Pract.
6(3): 238-245. doi: 10.4162/nrp.2012.6.3.238
Clemente FM, Nikolaidis PT, Martins FML, Mendes RS. 2016. Physical activity
patterns in university students: do they follow the public health guidelines?.
PLOS one. 11(3): e0152516.
doi:10.1371/journal.pone.0152516
Cunha AR, Umbelino B, Correia ML, Neves MF.2012. Magnesium and vascular
changes in hypertensions. International Journal of Hypertension.
Dam RM, Grievink L, Ocke Mc, Feskens EJM. 2003. Patterns of food consumption
and risk factors for cardiovascular disease in the general Dutch populations.
Am J Clin Nutr. 77 (5): 1156-1163.
Darmon N, Drewnowski A. 2008. Does social class predict diet quality?. Am J Clin
Nutr. 87(5) : 1107-1117.
De Moraes et al. 2015. Incidence of high blood pressure in children- effect of
physical activity and sedentary behaviors: the IDEFICS study: High blood
pressure, lifestyle and children. Int J cardiol. 180:165-70. doi:
10.1016/j.ijcard.2014.11.175
Deshpande S, Basil MD, Basil DZ. 2009. Factor influencing healthy eating habits
aong college students: an application of the health belief model. Pubmed.
26(2): 145-64. Doi: 10.1080/07359680802619834
Diana Y. 2003. Kebiasaan makan mi instan padda mahasiswa IPB dan faktor yang
mempengaruhinya. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Dubey RK, Oparii S, Imthurn B, Jackson EK. 2002. Sex hormon and hypertension.
Cardiovascular research. 53(3): 688-708. Doi:
10.1016/S00086363(01)00527-2
Dulskiene V, Kuciene R, Medzioniene J, Benetis R. 2014. Association between
obesity and high blood pressure among Lithuanian adolescent: a
crosssectional study. Ital J Pediatr. 40:102. doi: 10.1186/s13052-014-
0102-6
El Ansari W, Stock C, Mikolajczyk RT. 2012. Relationship between food
consumption and living arrangements among university students in four
European countries: A cross sectional study. Nutr J. doi:
10.1186/14752891-11-28
Elliot SA, Truby H, Lee A, Harper C, Abbot RA, Davies PSW. 2011. Association of
body mass index and waist circumference with: energy intake and
percentage energy from macronutrients, in cohort of australian children.
Nutrition Journal. I 10:58.
Falkner B, Gidding SS, Portman R, Rosner B. 2008. Blood pressure variability and
classification of prehypertension and hypertension in adolescent. Pediatrics.
122(2): 238-42. doi: 10.1542/peds.2007-2776
[FAO] Food and Nutrition Technical Report Series. 2001. Human Energy
Requirements. Rome: FAO/WHO/UNU.
Frese EM, Fick A, Sadowsky HS. 2011. Blood pressure measurement guidelines for
physical theraphy. Cardiopulm phys Ther J. 22(2): 5-12.
Gibson, R. S. 2005. Principles of Nutritional Assessment. Second Edition. New York
(USA) : Oxford University Press Inc.
41

Gillespie C et al. 2014. Sodium content in major brands of U.S. packaged foods,
2009. Am J Clin Nutr. doi: 10.3945/ajcn.113.078980
Hall JE, do Carmo JM, da Silva AA, Wang Z, Wall ME. 2015. Obesity induced
hypertension. AHA Journals. 116 (6). DOI:
10.1161/CIRCRESAHA.116.305697
Happu U, Lehtisalo J, Tapanainen H dan Pietinen P. 2010. Dietary habits and
nutrient intake of finish adolescents. Pub Health Nutrition. 13(6A) :
965972. Doi: 10.1017/513688980010001175.
Harahap H, Hardinsyah, Setiawan B, Effendi I. 2008. Hubungan indeks massa
tubuh, jenis Kelamin, usia, golongan darah dan riwayat keturunan dengan
tekanan darah pada pegawai negeri sipil di pekan baru. PGM 2008,31(2):
51- 58
Humphries Dl, Behrman JR, Crookston BT, Dearden KA, Schoot W, Penny ME.
2014. Households across all income quintiles, espesially the poorest,
increased animal source of food expendictures substantially during recent
peruvia economic growth. Plos One. 9(11): e110961.
doi: 10.1371/journal.pone.0110961
[IOM] Institute of Medicine. 2010. Strategies to Reduce Sodium Intake in the United
States.Washington, DC (US): The National Academies Press.
Jackson C, Herber-Gast G-C, Brown W. 2014. Joint effects of physical activity and
BMI on risk of hypertension in women: a longitudinal Study. J Obes.
Doi:10.1155/2014/271532.
Jauhiainen T, Korpela R. 2007. Milk peptides and blood pressure. J Nutr. 137 (3):
8255-8295.
[JNC VII]. Joint National Committe VII. Prevention, detection, evaluation, and
treatment of high blood pressure. Rockville (US): National Institute of
Health.
Jurascheck SP, Guallar E, Appel LJ, Miller ER. 2012. Effects of vitamin C
supplementation on blood pressure: a meta analysis of randomized
controlled trials. Am J Clin Nutr. 95(5): 1079-1088. Doi:
10.3945/ajcn.111.027995.
Kagan A, Faibel H, Ben-Arie G, Granevitze Z, Rapoport J. 2007. Gender different in
ambulatory blood pressure monitoring profil in obese, overweight and
normal subject. J Hum hypertens. 21: 128–134.
doi:10.1038/sj.jhh.1002118
[Kemenkes] Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2014. Survei Diet Total:
Survei Konsumsi makanan Individu Indonesia 2014. Jakarta (ID): Badan
Penelitian dan Pengembanagn Kesehatan.
________. 2013. Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas). Jakarta (ID) :
Kemenkes
_______2014. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 41 Tahun
2014 tentang Pedoman Gizi Seimbang.
Kochar J, Gaziano JM, Djousse L. 2012. Breakfast cereals and risk of hypertension
in the ph yisicians’s health study 1. Clin Nutr. 31(1): 89-92).
Lairon D, Arnault N, Bertrais S, Planells R, Clero E, Herberg S, Ruault MCB. 2005.
Dietary fiber intake and risk factor for cardiovascular disease in French
adults. Am J Clin Nutr. 82(6): 1185-1194.
42

Mancia G. Fagard R, Narkiewicz K, Redon J, Zanchetti A, Bohm M, Christiaens T,


Cifkova R, Backer GD, Dominiczak A, et. Al. 2013. 2013 ESH/ESC
Guidelines for the Management of Arterial Hypertension. EurheartJ. 34:
2159-2219. doi:10.1093/eurheartj/eht151
McGrane MM et al. 2011. Dairy consumption, blood pressure, and risk of
hypertension: an evidence based review of recent literature. Curr
Cardiovasc Risk Rep. 5(4): 287-289. Doi: 10.1007/s2170-011-0181-5.
McKevith B. 2004. Nutritional aspects of cereal. British Nutrition Foundation. 29:
111-142.
McNaughton SA, Mishra GD, Stephen AM dan Wadsuorth MEJ. 2007. Dietary
patternthroughout adult life are associated with body mass index, waist
circumference, blood pressure and red cell follata. J Nutr. 137: 99-105.
McNaughton SA, Ball K. Mishra GD, Crawford DA. 2008. Dietary pattern of
adolescents and risk factor of obesity and hypertension. J Nutr. 88: 364370.
Oduwole AA, Ladapo TA, Fajolu IB, Ekure EN Adeniyi OF. 2012. Obesity and
elevated blood pressure among adolescents in Lagos, Nigeria: a
crosssectional study. BMC Public Health. 12:616. doi: 10.1186/1471-2458-
12616
Park J, Lee JS, Jang YA, Chung HR, Kim J. 2011. A comparison of food and nutrient
intake between instant noodle consumers and non-instant noodle consumers
in korean adults. Nutr Res Pract 5(5):443-449
doi.org/10.4162/nrp.2011.5.5.443
Rasaninghe P, Cooray DN, Jayawardana R, Katulanda P. 2015. The influence of
family history of hypertension on disease prevalence and associated
metabolic risk among sri lankan adults. BMC Public Health. 15 : 576. Doi:
10.1186/512889-015-1927-7.
Reckelhoff JF. 2001. Gender different in the regulation of blood pressure.
Hypertension. 3 (5). Doi: http://dx.doi.org/10.1161/01.HYP.37.5.1199
Redwine KM, Falkner B. 2012. Progression of prehypertension to hypertension.
Curr Hypertens Rep. 14(6):619-625. Doi: 10.1007/s11906-012-0299-y
Safitri F.2014. Hubungan konsumsi pangan, aktivitas fisik dan status gizi dengan
tekanan dan glukosa darah pada mahasiswa IPB. [Skripsi]. Bogor (ID):
Institut Pertanian Bogor.
Sari KY. 2015. Pengetahuan Gzi Terkait Penyait Degeneratif, Pola Konsumsi, dan
Aktivitas Fisik Mahasiswa IPB. [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian
Bogor.
Savage JS, Fisher JO dan Birch LL. 2007. Parental influence on eating behavior
conception to adolescent. J Law Med Ethics. 35 (1): 22-34. doi:
10.1111/j.1748-720X.2007.00111.x
Slavin J. 2013. Fiber and prebiotics: mechanism and health benefit. Nutrients.
5(1417-1435. doi:10.3390/nu5041417
Shin et al. 2014. Instant noodle intake and dietary patterns are associated with
distinct cardiometabolic risk factors in korea. J. Nutr. 144: 1247–1255.
doi:10.3945/jn.113.188441
Soetan K, Olaiya CO, Oyewole OE. 2010. The importance of mineral elements for
humans, domestic animals and plant : A review. African Journal of Food
Science. 4(5): 200-222
43

Sun Y, Jiang C, Cheng KK, Zhang W, Leung GM, Lam TH, Schooling CM. 2014.
Milk consumption and cardiovascular risk factors in older chinese: the
guangzhou biobank cohort study. Plos One. 9(1): e84813.
doi: 10.1371/journal.pone.0084813
Streppel MT, Ocke MC, Boshuizen HC, Kok FJ, Kromhout D. 2008. Dietary fiber
intake in relation to coronary heart disease and all-cause mortality over 40
y:the zutpen study. Am J Clin Nutr. 88 (4) : 1119-1125.
Tanziha I. 2005. Analisis Peubah Konsumsi Pangan dan Sosial Ekonomi
Rumahtangga untuk Menentukan Determinan dan Indikator Kelaparan
[disertasi]. Bogor: Sekolah Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor
Thawornchaisit P, de Looze F, Reid CM, Seubsman S, Sleigh AC. 2013. Health risk
factors and the incidence of hypertension: 4-year prospective findings from
a national cohort of 60 569 Thai Open University students. BMJ Open ;3:
e002826. doi:10.1136/ bmjopen-2013-002826
Treasure J, Ploth D. 1983. Role of dietary potassium in the treatment of
hypertension. Hypertension PubMed. 5 (6) : 864-872.
Wang L, Manson JE, Gaziano JM, Buring JE, Sesso HD. 2012. Fruit and vegetable
intake and the risk of hypertension in middle- aged and older women. Am J
Hypertens. 25(2) : 180-189. doi: 10.1038/ajh.2011.186
Warburton DER, Nicol CW, Bredin SSD. 2006. Health benefit of physical activity :
the evidence. CMAJ 174 (6) :801-809. doi: 10.1503/cmaj.051351
Wardhani DK. 2015. Keterkaitan antara konsumsi buah dan sayur serta gaya hidup
dengan kejadian kegemukan pada mahasiswa TPB-IPB [skripsi]. Bogor
(ID): Institut Pertanian Bogor.
Webster JL, Dunford E, Neal BC. 2010. A systematic survey of the sodium contents
of processed foods. Am J Clin Nutr :91:413–20.
doi:
10.3945/ajcn.2009.28688.
Whelton SP, Hyre AD, Pedersen B, Yi Y, Whelton PK, He J. 2005. Effect of dietary
fiber intake on blood pressure: a meta analyzed of randomized, controlled
clinical trials. J Hypertens. 23(3): 475-81.
[WHO] World Health Organization. 2005. Effectiveness of interventions
programmes promoting fruit and vegetable intake.
________ 2012. Increasing fruit and vegetable consumption to redusce the risk of
noncomunicable disease. [internet]. [Diunduh pada 2016 Januaty 24].
Tersedia pada :
http://www.who.int/elena/titles/bbc/fruit_vegetables_ncds/en/.
WHO, IASO dan IOTF. 2000. The Asia-Pasific perspective: redefining obesity and
its treatments. Australia: Health Communication Australia.
[WINA] World Instant Noodles Association. 2015. Global demands for instant
noodles [Internet]; [diunduh 2016 Maret 27]. Tersedia
pada: http://instantnoodles.org/noodles/expanding-market.html.
Williams JS, Brown SM, Conlin PR. 2009. Blod pressure measurement. N Engl J
Med. 360 (5).
Yunieswati W. 2014. Konsumsi pangan, aktivitas fisik, staus antropometri dan
persen lemak tubuh pada mahasiswa IPB [skripsi]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
Zhang Z, Cogswell ME, Gillespie C, Fang J, Loustalot F, Dai S, Carriquiry AL,
Kuklina EV, Hong Y, Merritt R, et al. 2013. Association between Usual
44

Sodium and Potassium Intake and Blood Pressure and Hypertension among
U.S. Adults: NHANES 2005–2010. PLOS ONE. 8 (10): 1-10.
45

Lampiran 1
KUISIONER PENELITIAN

HUBUNGAN KONSUMSI MAKANAN DAN MINUMAN INSTAN,


BUAH DAN SAYUR, AKTIVITAS FISIK DENGAN
KEJADIAN PRAHIPERTENSI MAHASISWA

A. Halaman Muka
1. Nama Enumerator :__________________________________
2. Nama Responden :
__________________________________
_
3. Kode Responden :
__________________________________
_
4. Jenis Kelamin :
__________________________________
_
5. Usia Responden :
__________________________________
_
6. Program Studi /Kelas :
__________________________________
_
7. Gedung/ No. Kamar :
__________________________________
_
8. Nomor HP :
__________________________________
_
9. Tanggal Pengambilan Data :
__________________________________
_
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
46

PERNYATAAN KESEDIAAN MENJADI RESPONDEN


PENELITIAN

Yang bertanda tangan di bawah ini :


Nama responden :
Jenis kelamin :
Usia subjek : Program studi :
Bersedia dan mau berpartisipasi menjadi subjek penelitian yang akan
dilakukan oleh Wuri Wulandari dari Departemen Gizi Masyarakat Institut
Pertanian Bogor dengan judul Hubungan Konsumsi Makanan dan Minuman
Instan, Buah dan Sayur, Aktivitas Fisik dengan Kejadian Prahipertensi
Mahasiswa.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya untuk dapat
dipergunakan sebagaimana mestinya

Bogor, 2016
Mengetahui
Peneliti Responden

Wuri Wulandari _______________


NIM I14144041 NIM……………….
47

HUBUNGAN KONSUMSI MAKANAN DAN MINUMAN INSTAN,


BUAH DAN SAYUR, AKTIVITAS FISIK DENGAN
KEJADIAN PRAHIPERTENSI MAHASISWA

Syarat responden untuk pengisian kuisioner :


1. Mahasiswa S1 IPB Program Kompetensi Umum yang masih aktif dan tinggal di
asrama kampus.
2. Kondisi sehat
3. Bersedia mengisi kuesioner dan diukur asupan zat gizi, berat badan, tinggi badan,
tekanan darah, aktivitas fisik dan frekuensi konsumsi makanan.

B. Identitas Responden
1. Hari/Tanggal : __________________________________
2. Nama Responden : __________________________________
3. Jenis Kelamin* : / L
P

4. Usia :___________________________________
a. Tanggal Lahir :___________________________________
5. Suku :___________________________________
6. Uang saku (1 bulan) :___________________________________
a. Alokasi pangan :___________________________________
b. Alokasi non-pangan :___________________________________
7. Pendidikan orang tua :___________________________________
8. Riwayat hipertensi keluarga :
(ayah/ibu/ kakek/ nenek/ saudara kandung
subjek/ saudara kandung orang tua)
9. Status Gizi
a. Tinggi badan :_______________________________meter
b. Berat badan :________________________________ kg
c. IMT ;___________________________________
10. Tekanan darah a. :___________________________________
Tekaanan sistolik : _____________________________mmHg
b. Tekanan diastolik :______________________________mmHg

Keterangan *) : coret yang tidak perlu


48

B. SEMI QUANTITATIVE FOOD FREQUENCY


QUESTIONARY (SQFFQ)
Frekuensi... per
No. Bahan Makanan URT Gram
Hari Minggu Bulan Tahun
49

C. AKTIVITAS FISIK

Nama :_______________________________
Hari, Tanggal :_______________________________

Nama Kegiatan Lama kegiatan Keterangan


(Jam)
50

G. FOOD RECALL 24 JAM

Nama :_______________________________
Hari, Tanggal :_______________________________
Waktu Makan Menu Makan Jenis Bahan Makanan URT atau Keterangan
atau merek gram
Makan Pagi
Makan Siang

Makan Malam

51

Lampiran 2 Hasil uji bivariat variabel dengan tekanan darah

Variables in the Equation


95% C.I.for
EXP(B)

B S.E. Wald df Sig. Exp(B) Lower Upper


Step 1a Makananinstan (1) 1,609 ,675 5,677 1 ,017 5,000 1,331 18,790

Constant -2,079 ,612 11,531 1 ,001 ,125

a. Variable(s) entered on step 1: Makananinstan.

Variables in the Equation


95% C.I.for
EXP(B)
Exp(B
B S.E. Wald df Sig. ) Lower Upper
a
Step 1 Minumaninstan -,917 ,509 3,253 1 ,071 ,400 ,147 1,083
(1)
Constant -,348 ,377 ,853 1 ,356 ,706

a. Variable(s) entered on step 1: Minumaninstan.

Variables in the Equation


95% C.I.for
EXP(B)
Exp(B
B S.E. Wald df Sig. ) Lower Upper
Step 1a Natrium (1) -,37 ,711 ,273 1 ,602 ,690 ,171 2,778
1
Constant -,83 ,268 9,670 1 ,002 ,435
3
a. Variable(s) entered on step 1: Natrium.

Variables in the Equation


95% C.I.for
EXP(B)
Exp(B
B S.E. Wald df Sig. ) Lower Upper
a
Step 1 Buah (1) ,557 ,513 1,179 1 ,277 1,746 ,639 4,771
Constant -1,216 ,403 9,131 1 ,003 ,296

a. Variable(s) entered on step 1: Buah.

Variables in the Equation


95% C.I.for
EXP(B)

B S.E. Wald df Sig. Exp(B) Lower Upper


Step 1a Sayur (1) ,993 ,573 3,003 1 ,083 2,700 ,878 8,302

Constant -1,569 ,492 10,182 1 ,001 ,208

a. Variable(s) entered on step 1: Sayur.

52

Variables in the Equation


95% C.I.for
EXP(B)

B S.E. Wald df Sig. Exp(B) Lower Upper


a
Step 1 Aktivitasfisik ,460 ,631 ,531 1 ,466 1,583 ,460 5,451
(1)
Constant -1,253 ,567 4,883 1 ,027 ,286
a. Variable(s) entered on step 1: Aktivitasfisik.

Variables in the Equation


95% C.I.for
EXP(B)

B S.E. Wald df Sig. Exp(B) Lower Upper


Step 1a Statusgizi (1) ,370 ,553 ,447 1 ,504 1,447 ,490 4,276
Constant -,989 ,293 11,397 1 ,001 ,372
a. Variable(s) entered on step 1: Statusgizi.
Variables in the Equation
95% C.I.for
EXP(B)
B S.E. Wald df Sig. Exp(B) Lower Upper
a
Step 1 Jeniskelamin 1,338 ,531 6,354 1 ,012 3,810 1,347 10,778
(1)
Constant -1,609 ,414 15,110 1 ,000 ,200
a. Variable(s) entered on step 1: Jeniskelamin.
Variables in the Equation
95% C.I.for
EXP(B)
Sig Exp(B Lowe
B S.E. Wald df . ) r Upper
a
Step 1 Riwayat (1) ,929 ,507 3,362 1 ,067 2,532 ,938 6,832
Constant
- ,356 13,475 1 ,000 ,270
1,30
8
a. Variable(s) entered on step 1: riwayat.

Variables in the Equation


95% C.I.for
EXP(B)
B S.E. Wald df Sig. Exp(B) Lower Upper
Step 1a Serat (1) ,191 ,498 ,147 1 ,702 1,210 ,456 3,215
Constant
-,993 ,370 7,199 1 ,007 ,370
a. Variable(s) entered on step 1: serat.

53

Lampiran 3 Hasil uji multivariat variabel dengan tekanan darah


Variables in the Equation
95% C.I.for
EXP(B)
B S.E. Wald df Sig. Exp(B) Lower Upper
Step makananinstan(1) 1,539 ,738 4,348 1 ,037 4,659 1,097 19,796
a
1 minumaninstan(1) -1,323 ,592 4,987 1 ,026 ,266 ,083 ,851
Jeniskelamin(1) ,990 ,604 2,687 1 ,101 2,692 ,824 8,797
riwayat(1) ,561 ,581 ,934 1 ,334 1,752 ,562 5,468
Constant -2,025 ,705 8,256 1 ,004 ,132
a. Variable(s) entered on step 1:makananinstan, minumaninstan, Jeniskelamin, riwayat.
RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kabupaten Purworejo, provinsi Jawa Tengah pada


tanggal 30 Desember 1991. Penulis adalah anak terakhir dari tiga bersaudara,
pasangan Bapak Suyatno (Alm) dan Ibu Endang Sri Pujaning Ardhaenu, S.Pd.
Tahun 2004, penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Negeri 1 Kutoarjo.
Pendidikan menengah pertama diselesaikan di SMP Negeri 3 Purworejo tahun 2007.
Tahun 2010, penulis menyelesikan pendidikan menengah atas di SMA Negeri 1
Purworejo. Tahun yang sama, penulis melanjutkan pendidikan Diploma III Jurusan
Gizi di Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Yogyakarta. Tahun 2013,
penulis menyelesaikan pendidikan Diploma III dan tahun 2014 penulis melanjutkan
pendidikan sarjana di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui ujian pendaftaran Alih
Jenis-IPB. Penulis masuk di Departemen Ilmu Gizi, Fakultas Ekologi Manusia.
Penulis mengikuti beberapa pelatihan selama perkulihan. Mei 2016, penulis
mengikuti kegiatan pelatihan Good Laboratory Practices (GLP) diselenggarakan
oleh Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian IPB,
Pelatihan ISO 22000:2005, Pelatihan Hazard Analysis and Critical Contol
(HACCP), dan pelatihan Good Manufacturing Product (GMP) yang diselenggarakan
di Bogor. September 2015, penulis mengikuti kegiatan pelatihan Softskill
diselenggarakan Career Development and Alumni Affairs (CDA) IPB. Juni 2016,
penulis menghadiri Internasional Symposium on Food and Nutrition (ISFAN)
dengan tema Food and Nutrition for Sustainable Health and Well-being
diselenggarakan Pehimpunan Pakar Gizi dan Pangan Indonesia (Pergizi Pangan
Indonesia).

Anda mungkin juga menyukai