Anda di halaman 1dari 16

PENGARUH PENGHAWAAN TERHADAP KENYAMAN TERMAL

DI DALAM BANGUNAN MALL MANDONGA (LT. DASAR DAN


BASEMENT)

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Kenyamanan termal, seperti yang didefinisikan oleh Standar ISO (Internasional


Standard Organization) 7730, adalah hubungan yang kompleks antara temperatur udara,
kelembaban udara, dan kecepatan aliran udara, ditambah lagi dengan jenis pakaian dan
aktivitas serta tingkat metabolisme penghuni yang menghadirkan ungkapan perasaan
kepuasan terhada pengkondisi udara di dalam suatu lingkungan. Kondisi kenyamanan
juga diartikan sebagai kenetralan termal, yang berarti bahwa seseorang merasa tidak
terlalu dingin atau terlalu panas.Menurut Auliciems dan Szokolay(2007), Untuk dapat
mencapai kenyamanan termal maka diperlukan pengondisian udara yang baik.
Pengondisian udara ini bisa secara alami atau buatan. Pengondisian udara ini tergantung
dari kebutuhan di setiap daerah. Untuk daerah tropis maka pengondisian udara yang
dibutuhkan adalah untuk mengurangi kalor yang dalam suatu bangunan sedangkan di
daerah dingin maka pengondisian udara yang dimaksud adalah bertujuan untuk
mempertahankan kalor di dalam ruangan. Untuk daerah tropis seperti Indonesia,
pengondisian udara secara alami adalah dengan cara memanfaatkan aliran angin dan
menghindari radiasi matahari berlebih. Hal ini dapat dicapai dengan merancang sebuah
bangunan dengan memperhatikan arah aliran angin di lingkungan sekitar dan arah
bukaan jendela yang tidak menghadap matahari langsung. Sedangkan pengondisian
udara buatan adalah suatu rekayasa di dalam ruangan dengan menciptakan aliran udara
secara paksa. Hal yang sudah lazim adalah penggunaan kipas angin atau AC pada
ruangan untuk menurunkan suhu di dalam ruangan atau menggunakan heater untuk
menaikkan suhu udara di malam hari. Tentunya pengondisian udara buatan ini
memerlukan energi yang besar sehingga pada perancangan bangunan pengondisian
udara secara alami sangat dioptimalkan. Sama seperti halnya pada bangunan mall
mandonga, untuk mencapai kenyamanan termal di dalam bangunan maka pengondisian
uadara di dalam bangunan di rancang yaitu engguakan penghawaan alami dan buatan,
tetapi pengkondisian udara di dalam bangunan tidak optimal lagi. Hal ini sangat
mempengaruhi kenyamanan termal yang ada di dalam bangunan, bangunan terasa sesak
dan pengap. Adapun hal hal yang menjadi penyebab masalah penghawaan ini adalah
pengahawaan buatan yang ada di dalam bangunan mall banyak yang tidak berfungsi
secara optimal, kurangnya bukaan dan juga retail yang tidak ditata secara beraturan dan
sangat berdempetan sangat mempengaruhi dan mengganggu sirkulasi udara untuk
penghawaan alami.

B. BATASAN MASALAH
Untuk memudahkan dalam penulisan kritik ini maka masalah dibatasi hanya
pada lt.1 dana lantai basement pada bangunan mall mandonga.

C. RUMUSAN MASALAH
1. Factor apa saja yang dapat mempengaruhi kenyamanan termal ?
2. Bagaimana penghawaan dapat mempengaruhi kenyamanan termal di dalam
bangunan mall mandonga?
3. Apa saja pengaruh yang dapat ditimbulkan oleh kenyamanan termal ?

D. TUJUAN
1. Untuk mengetahui kondisi kenyamanan termal di dalam bangunan mall
mandonga.
2. Untuk mengetahui pengaruh penghawaan terhadap kenyamanan termal.
3. Untuk mengetahui pemecahan masalah terhadap masalah penghawaan di
dalam bangunan mall mandonga.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
Kenyamanan termal dapat didefinisikan sebagai suatu kondisi pikiran yang
mengekspresikan kepuasan dengan lingkungan termal (Nugroho, 2006). Definisi yang
lain menyebutkan sebagai lingkungan indoor dan faktor pribadi yang akan
menghasilkan kondisi lingkungan termal yang dapat diterima sampai 80% atau lebih
dari penghuni dalam sebuah ruang, namun tidak pernah tepat didefinisikan oleh standar,
secara umum disepakati dalam komunitas riset kenyamanan termal yang diterima adalah
identik dengan 'Kepuasan', dan kepuasan dikaitkan dengan sensasi panas 'sedikit
hangat',' netral', dan 'Sedikit dingin'.

Pemaknaan berdasarkan pada pendekatan psikologis lebih banyak digunakan oleh


para pakar pada bidang termal. ASHRAE (American Society of Heating Refrigating Air
Conditioning Engineer) memberikan definisi kenyamanan thermal sebagai kondisi pikir
yang meng ekspresikan tingkat kepuasan seseorang terhadap lingkungan termalnya.
Dengan pemaknaan kenyamanan thermal sebagai kondisi pikir yang mengekspresikan
tingkat kepuasan seseorang terhadap lingkungan termalnya maka berarti kenyamanan
thermal akan melibatkan tiga aspek yang meliputi fisik, fisiologis dan psikologis,
sehingga pemaknaan kenyamanan termal berdasarkan pendekatan psikologis adalah
pemaknaan yang paling lengkap

a. Temperatur udara

Temperatur udara merupakan salah satu faktor yang paling dominan dalam
menentukan kenyamanan termal. Satuan yang digunakan untuk temperatur
udara adalah Celcius, Fahrenheit, Reamur, dan Kelvin. Manusia dikatakan
nyaman apabila suhu tubuhnya sekitar 37°C. Temperatur udara antara suatu
daerah dengan daerah lainnya sangat berbeda. Hal ini disebabkan adanya
beberapa faktor, seperti sudut datang sinar matahari, ketinggian suatu tempat,
arah angin, arus laut, awan, dan lamanya penyinaran.

b. Kelembaban udara
Kelembaban udara merupakan kandungan uap air yang ada di dalam
udara,sedangkan kelembaban relatif adalah rasioantara jumlah uap air di
udara dengan jumlah maksimum uap air dapat ditampung di udara pada
temperatur tertentu. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi kelembaban
udara, yakni diasi matahari, tekanan udara, ketinggian tempat, angin,
kerapatan udara, serta suhu.

c. Kecepatan angin

Kecepatan angin adalah kecepatan aliran udara yang bergerak secara


mendatar atau horizontal pada ketinggian dua meter diatas tanah. Kecepatan
angin dipengaruhi oleh karakteristik permukaan yang dilaluinya. Adapun
factor faktor yang mempengaruhi kecepatan angin, antara lain berupa
gradient barometris, lokasi, tinggi lokasi, dan waktu.

d. Insulasi Pakaian
Jenis dan bahan pakaian yang dikenakan juga dapat mempengaruhi
kenyamanan termal. Salah satu cara manusia untuk dapat beradaptasi dengan
keadaan termal di lingkungan sekitarnya adalah dengancara berpakaian.
Misalnya, mengenakan pakaian tipis di musim panas dan pakaiantebal di
musim dingin. Pakaian juga dapat mengurangi pelepasan panas tubuh.
e. Aktivitas
Aktivitas yang dilakukan manusia akan meningkatkan metabolisme
tubuhnya. Semakin tinggi intensitas aktivitas yang dilakukan, maka semakin
besar pula peningkatan metabolisme yang terjadi didalam tubuh, sehingga
makin besar energi dan panas yang dikeluarkan. Lippsmeier (1997)
menyatakan bahwa batas kenyamanan untuk kondisi khatulistiwa berkisar
antara 19°C TE-26°C TE dengan pembagian berikut: Suhu 26°C TE :
Umumnya penghuni sudah mulai berkeringat.

Untuk dapat mencapai kenyamanan termal maka diperlukan pengondisian udara


yang baik. Pengondisian udara ini bisa secara alami atau buatan. Pengondisian udara ini
tergantung dari kebutuhan di setiap daerah. Untuk daerah tropis maka pengondisian
udara yang dibutuhkan adalah untuk mengurangi kalor yang dalam suatu bangunan
sedangkan di daerah dingin maka pengondisian udara yang dimaksud adalah bertujuan
untuk mempertahankan kalor di dalam ruangan.

Untuk daerah tropis seperti Indonesia, pengondisian udara secara alami adalah
dengan cara memanfaatkan aliran angin dan menghindari radiasi matahari berlebih. Hal
ini dapat dicapai dengan merancang sebuah bangunan dengan memperhatikan arah
aliran angin di lingkungan sekitar dan arah bukaan jendela yang tidak menghadap
matahari langsung.

Sedangkan pengondisian udara buatan adalah suatu rekayasa di dalam ruangan


dengan menciptakan aliran udara secara paksa. Hal yang sudah lazim adalah
penggunaan kipas angin atau AC pada ruangan untuk menurunkan suhu di dalam
ruangan atau menggunakan heater untuk menaikkan suhu udara di malam hari.
Tentunya pengondisian udara buatan ini memerlukan energi yang besar sehingga pada
perancangan bangunan pengondisian udara secara alami sangat dioptimalkan.

A. PENGKONDISIAN UDARA ALAMI


Pengondisian udara atau penghawaan secara alami dapat dilakukan dengan beberapa hal
berikut:

 Bukaan jendela atau ventilasi yang baik

Ventilasi adalah suatu celah atau lubang tempat mengalirnya udara


untuk tujuan pertukaran kalor. Ventilasi ini biasanya merupakan bukaan
jendela pada suatu bangunan. Arah bukaan jendela biasanya tergantung dari
keadaan iklim suatu daerah dengan memperhatikan arah radiasi matahari.
Pada daerah tropis maka orientasi bangunannya menghindari arah radiasi
matahari langsung. Biasanya untuk keperluan ini dirancang bangunan
dengan orientasi Utara-Selatan, artinya bukaan jendela terdapat di sisi Utara
dan Selatan sehingga radiasi matahari yang masuk melalui bukaan jendela
dapat diminimumkan. Bukaan jendela ini berkaitan juga dengan arah aliran
angin. Untuk mendapatkan udara yang sejuk maka arah bukaan jendela
harus searah dengan arah aliran angin. Aliran angin ini akan sangat
membantu adanya konveksi di dalam ruangan sehingga kalor yang ada di
dalam suatu ruangan akan dilepaskan dengan mudah. Sesuai standar yang
disebutkan dalam SNI 03-6572-2001 tentang tata cara perancangan sistem
ventilasi dan pengkondisian udara pada bangunan gedung, ventilasi yang
baik adalah :

Ventilasi Alami.
 Ventilasi alami terjadi karena adanya perbedaan tekanan di luar suatu
bangunan gedung yang disebabkan oleh angin dan karena adanya
perbedaan temperatur, sehingga terdapat gas gas panas yang naik di
dalam saluran ventilasi.
 Ventilasi alami yang disediakan harus terdiri dari bukaan permanen,
jendela, pintu atau sarana lain yang dapat dibuka, dengan :
a) jumlah bukaan ventilasi tidak kurang dari 5% terhadap luas
lantai ruangan yang membutuhkan ventilasi; dan
b) arah yang menghadap ke :
a. Halaman berdinding dengan ukuran yang sesuai, atau daerah
yang terbuka keatas.
b. Teras terbuka, pelataran parkir, atau sejenis; atau
c. Ruang yang bersebelahan seperti termaksud di butir 4.3.3
 Ventilasi yang diambil dari ruang yang bersebelahan.
Ventilasi alami pada suatu ruangan dapat berasal dari jendela,
bukaan, ventilasi di pintu atau sarana lain dari ruangan yang
bersebelahan (termasuk teras tertutup), jika kedua ruangan tersebut
berada dalam satuan hunian yang sama atau teras tertutup milik
umum.
a. Dalam bangunan kelas 2, dan hunian tunggal pada bangunan
kelas 3 atau sebagian bangunan kelas 4, pada
1) Ruang yang diventilasi bukan kompartemen sanitasi.
2) Jendela, bukaan, pintu dan sarana lainnya dengan luas
ventilasi tidak kurang dari 5% terhadap luas lantai dari
ruangan yang diventilasi.
3) Ruangan yang bersebelahan memiliki jendela, bukaan,
pintu atau sarana lainnya dengan luas ventilasi tidak
kurang dari 5% terhadap kombinasi luas lantai dari kedua
ruangan; dan
b. Dalam bangunan kelas 5, 6, 7, 8 dan 9 :
1) Jendela, bukaan, pintu atau sarana lainnya dengan luas
ventilasi tidak kurang dari 10% terhadap luas lantai dari
ruang yang akan diventilasi, diukur tidak lebih dari 3,6
meter di atas lantai; dan
2) Ruang yang bersebelahan mempunyai jendela, bukaan,
pintu atau sarana lainnya dengan luas ventilasi tidak
kurang dari 10% terhadap kombinasi luas lantai kedua
ruangan, dan
c. Luas ventilasi yang dipersyaratkan dalam butir a) dan b) boleh
dikurangi apabila tersedia ventilasi alami dari sumber lainnya

Beberapa faktor desain sistem ventilasi yang mempengaruhi pergerakan udara di


dalam bangunan seperti misalnya, orientasi bukaan, lokasi bukaan, dimensi bukaan, tipe
bukaan, jalur sirkulasi, dan penghalang di dalam bangunan.

Maithland dalam Bhumi (2012:21) menyebutkan bahwa pada dasarnya pola


Mall berpola linier. Tatanan Mall yang sering dijumpai adalah Mall berkoridor tunggal
dengan lebar koridor standar antara 8-16 m. Untuk memudahkan akses pengunjung,
pintu masuk sebaiknya dapat dicapai dari segala arah. San Interior (2014) menyebutkan
ada tiga pola penataan retail dalam pusat perbelanjaan sebagai berikut :

 Sistem Banyak Koridor


Dalam sistem banyak koridor memanfaatkan ruang sebanyak mungkin untuk
dapat menaruh barang sehingga tidak ada ruang yang terbuang (lihat pada
gambar II.1 )

Gambar II.1 sistem retail dengan banyak koridor


Sumber : https://wisuda.unud.ac.id/pdf/1204205014-3-BAB%20II%20-
%20Pemahaman%20Proyek.pdf( diakses pada 26/04/2017)
 Sistem Plaza
Sistem plaza memanfaatkan adanya ruang kosong (void) sebagai
ruang bagi pengunjung untuk melihat semua barang yang dijual (lihat gambar
II.2).

Gambar II.2 sistem plaza


Sumber : https://wisuda.unud.ac.id/pdf/1204205014-3-BAB%20II%20-%20Pemahaman
%20Proyek.pdf( diakses pada 26/04/2017)
 Sistem mall

Sistem mall menggunakan pedestrian yang disisinya berderet retail tempat


berjualan barang (lihat gambar II.3).

Gambar II.3 sistem mall


Sumber : https://wisuda.unud.ac.id/pdf/1204205014-3-BAB%20II%20-%20Pemahaman
%20Proyek.pdf( diakses pada 26/04/2017)

 Perancangan plafon yang tinggi

Plafon yang dirancang dengan ketinggian hingga 3,15 m akan


menurunkan suhu ruangan 0,150C (mendesain rumah tropis , Bona Yudha
Prasetya). Dengan plafon yang tinggi maka akan tercipta ruang konveksi
yang besar. Udara panas akan cenderung naik ke atas, maka pada
bangunan dengan plafon yang tinggi udara panas akan berkumpul di atas
sehingga aktivitas manusia yang berada di bawah tidak akan terganggu
dengan panas.

 Perancangan elemen pembayang pada jendela


Bukaan jendela atau ventilasi merupakan hal yang bersifat
permanen karena merupakan bagian dari rancangan bangunan.
Sedangkan untuk pengondisian yang lebih fleksibel sesuai dengan
keperluan aktivitas seseorang maka dibutuhkan elemen pembayang.

Elemen pembayang ini dapat bersifat permanen atau dapat.


Elemen pembayang permanen biasanya berupa overhang di luar
bangunan atau louver dan light-shelves di atas jendela. Sedangkan
elemen pembayang yang dapat diatur biasanya berupa tenda atau
gondola di luar bangunan atau roller dan curtain yang dipasang di dalam
bangunan.

 Pemilihan material bangunan

Material bangunan biasanya digunakan pada dinding untuk


berbagai keperluan. Untuk meningkatkan kenyamanan termal, maka
salah satu hal yang dapat dilakukan adalah pemilihan material yang baik,
terutama pada daerah yang terkena cahaya matahri langsung. Misalnya
material yang lambat dalam menghantarkan kalor.

 Penanaman vegetasi di sekitar bangunan

Penanaman vegetasi ditujukan untuk memperoleh lebih banyak


udara segar di sekitar bangunan. Vegetasi yang rimbun juga akan
menimbulkan efek teduh yang akan meningkatkan kenyamanan. Vegetasi
ini baiknya diletakkan menghadap matahari langsung agar dapat
berfotosintesis secara maksimal dan menghasilkan lebih banyak oksigen
yang akan masuk ke dalam ruangan.

B. PENGKONDISIAN UDARA BUATAN


Untuk mendapatkan kondisi ruangan yang memenuhi thermal comfort atau kondisi
yang harus memenuhi persyaratan tertentu sesuai dengan yang kita inginkan, tanpa
adanya ketergantungan dengan lingkungan luar, maka digunakan penghawaan buatan
(air conditioning). Penghawaan buatan di sini memiliki pengertian bahwa udara dalam
ruang dikondisikan berdasarkan beban kalor yang terjadi pada ruangan tersebut.
Agar didapatkan suatu sistem serta kapasitas pendingin yang tepat, maka perlu
diketahui besarnya beban kalor pada ruang/bangunan karena fungsi AC adalah untuk
menghapus beban kalor tersebut sehingga suhu dan kelembaban udara tetap nyaman.
Besar beban kalor yang terjadi ditentukan oleh: hantaran panas radiasi matahari,
hantaran panas secara transmisi, hantaran panas ventilasi atau infiltrasi, beban panas
internal (manusia dan peralatan elektronik atau mesin).

Dengan memperhatikan hal di atas, maka didalam desain ruang atau bangunan
yang menggunakan penghawaan buatan, harus menyertakan pertimbangan-
pertimbangan berikut:

 Bentuk cenderung beraturan agar memudahkan dalam perencanaan sistem


penghawaannya.
 Bentuknya diusahakan disejajarkan dengan arah aliran angin
 Langit-langit/plafon dibuat relatif rendah untuk memperkecil volume ruang.

Agar memberi kondisi yang nyaman secara terus-menerus dalam suatu bangunan,
sistem-sistem penghawaan harus mempertahankan keseimbangan antara kondisi-
kondisi termal dan atmosfer dalam dan kondisi-kondisi iklim yang terus-menerus
berubah di luar ruangan dan di dalam ruangan itu sendiri. Jika suasana panas, sistem
harus memberi cukup udara sejuk untuk mengatasi panas yang diperoleh dari luar.
Dalam keadaan dingin, ia harus memberi cukup panas untuk menggantikan panas yang
hilang.

Kenyamanan termal langsung berhubungan dengan tubuh manusia yang selalu


membuang panas yang berlebihan. Dalam keadaan normal pemindahan panas ini
terjadi antara tubuh dan udara disekitarnya. Namun demikian tubuh manusia memiliki
pertahanan mekanisme alami yang terus-menerus bekerja untuk mempertahankan
keseimbangan yang diperlukan antara timbulnya panas dan pembuangan panas yang
dihasilkan. Mekanisme-mekanisme ini bekerja untuk mempertahankan suhu tubuh
yang normal, dengan mengendalikan jumlah pembuangan panas tersebut. Bila laju
kehilangan panas terlalu lambat, kita berkeringat. Keringat tersebut menambah laju
kehilangan panas karena penguapan. Jika laju kehilangan panas terlalu cepat, kita
mulai menggigil. Hal ini menyebabkan meningkatnya pembangkitan panas guna
mengimbangi kehilangan panas.

Salah satu jaringan distribusi penting dalam sebuah bangunan ialah sistem
pengadaan udara yaitu sistem pemanasan/pendinginan, ventilasi, dan air conditioning
(AC). Tujuan dari sistem pengendalian penghawaan ini adalah memberikan kondisi-
kondisi suhu dan suasana yang nyaman, yang dicapai dengan mengolah dan
mendistribusikan udara yang disejukkan ke seluruh bangunan.

Sesuai SNI 03-6390-2000 “ Konservasi Energi Sistem Tata Udara Pada Bangunan
Gedung” dijelaskan dari butir 4.1 tentang kondisi perencanaan yaitu :

 Kondisi udara di dalam ruangan untuk perencanaan dipilih sesuai dengan


fungsi dan persyaratan penggunaan ruangan yang dimuat dalam standar .
 Apabila tidak ditentukan dalam standar, secara umum harus digunakan
kondisi perencanaan dengan temperatur bola kering 25°C ± 1 °C dan
kelembaban relatif 60% ± 10% untuk kenyamanan penghuni.
 Kondisi udara di luar untuk perencanaan harus sesuai standar yang berlaku,
atau digunakan kondisi udara luar dalam standar lain yang disepakati oleh
masyarakat profesi tata udara dan refrigerasi .

Kemudian dijelaskan pada butir 4.2 tentang komponen bangunan yang dapat
mempengaruhi beban pendinginan :

Komponen beban yang memberikan kontribusi terbesar atau cukup besar terhadap
beban pendinginan perlu dicermati agar dapat dicari peluang penghematan energinya.
Namun ini tidak berarti bahwa komponen beban lainnya dapat diabaikan, karena
upaya penghematan energi perludicari pada semua komponen beban. Komponen-
komponen tersebut antara lain:
 Bahan bangunan
a. Identifikasi bahan bangunan akan menentukan nilai transmitansi termal
yang menjadisalah satu variabel dalam perhitungan beban pendinginan.
Kesalahan dalammenentukan nilai transmitansi termal akan secara
proporsional menimbulkan kesalahan dalam perhitungan beban
pendinginan.
b. Oleh karena itu identifikasi bahan bangunan serta memperkirakan nilai
transmitansi termal harus dilakukan dengan cermat dan hati-hati. Nilai
transmitansi termal yang dicantumkan dalam berbagai standar Iuar negeri
tidak selalu sesuai dengan bahan yang digunakan pada bangunan gedung
di Indonesia, kecuali kalau bahan tersebut bahan yang diimpor .
 Beban listrik.
a. Pada gedung komersial seperti perkantoran, beban pendinginan yang
ditimbulkan oleh lampu untuk pencahayaan dan peralatan listrik dalam
ruangan merupakan komponen beban tunggal yang sangat berarti (dapat
berkisar antara 15% sampai 20%).
b. Oleh karena itu perkiraan beban pendinginan yang terinci dari komponen
ini harus dibuat berdasarkan perencanaan sistem listrik untuk setiap
ruangan, tidak boleh digunakan nilai daya listrik per satuan luas Iantai
rata-rata dari seluruh gedung.
c. Ketentuan terinci untuk sistem pencahayaan dalam gedung yang dinilai
hemat energi diatur dalam SNI 03-6197-2000, “Konservasi energi sistem
pencahayaan pada bangunan gedung”.
 Beban penghuni
 Besarnya beban penghuni, walaupun bukan yang terbesar
dibandingkan dengan beban listrik, perlu dicermati polanya karena
merupakan salah satu peluang penghematan energi. Pada gedung
kantor misalnya, biasanya berkisar antara 10% sampai 15%.
 Pola gerakan penghuni dapat berpengaruh pada beban
maksimum ruangan, sehingga mempengaruhi besamya kapasitas
mesin pendingin. Oleh karena itu penentuan beban penghuni harus
dilakukan pula dengan hati-hati dan kalau perlu memperhatikan pola
gerakan atau pola kehadiran penghuni (occupancy) di dalam ruangan.
 Beban udara luar sebagai ventilasi dan infiltrasi
a. Udara luar yang dimasukkan sebagai ventilasi menimbulkan beban
pendingin sensibel maupun laten yang cukup tinggi. Pada
umumnya untuk gedung kantor dengan standar ventilasi yang benar,
komponen beban ini akan mencapai 12% sampai 18% dari beban
pendingin seluruhnya.
b. Walaupun nilainya Iebih kecil dari beban akibat sistem pencahayaan,
namun komponen beban Iatennya menjadi cukup berarti karena
beban laten terutama berasal dari penghuni dan udara luar saja.
c. Oleh karena itu, dalam kondisi yang memungkinkan biasanya
diusahakan untuk mencegah infiltrasi, dengan merencanakan ruangan
bertekanan positip (Iebih besar sedikit) dibandingkan tekanan udara
luar .
 Beban selubung bangunan
a. Beban pendinginan yang berasal dari luar melalui selubung
bangunan, misalnya untuk gedung kantor satu Iantai di Indonesia
dapat mencapai 40% sampai 50% dari beban pendingin seluruhnya
pada waktu terjadi beban puncak.
b. Agar gedung yang direncanakan dapat memenuhi persyaratan hemat
energi, make pada awal perencanaan perlu dihitung besarnya
Nilai perpindahan termal menyeluruh (Overall Thermal
Transfer Value= OTTV) dan dibandingkan terhadap batas yang
ditentukan dalam standar yang berlaku.
c. Ketentuan ini dinyatakan dalam SNI 03-6197-2000, Konservasi
energi sistem pencahayaan pada bangunan gedung,
d. Apabila nilai yang diperoleh melampaui batas yang ditentukan bagi
gedung hemat energi, maka perlu dilakukan perubahan perencanaan
Arsitektur agar diperoleh nilai yang memenuhi ketentuan untuk
gedung hemat energy.
 Beban lain-lain dan beban sistem
a. Beban lain-lain dan beban sistem harus diusahakan dapat dihitung
atau diperkirakan cukup teliti, misalnya dengan memeriksa kembali
beban kalor masuk sepanjang saluran udara setelah laju aliran udara
dapat dihitung.
b. Peralatan di dalam ruangan yang bertemperatur lebih rendah dari
temperatur ruang, seperti refrigerated cabvinet, akan menimbulkan beban
negatip dalam ruang. Oleh karena itu beban semacam ini perlu dicermati
karena dalam perhitungan akan dapat diperoleh beban ruang
maksimum yang akan lebih dekat dengan keadaan nyata
BAB III
PEMBAHASAN

Bangunan Mall Mandonga Kendari adalah pusat perbelanjaan yang ada di kota ini,
dimana fungsi dan kegunaannya untuk melayani kebutuhan masyarakat dari kalangan atas
maupun bawah.

Bangunan ini berdiri pada tahun 2003 pada pemerintahan bapak Gubernur Ali Mazi,
SH, keinginan pemerintah kota kendari mendirikan bangunan ini sebelumnya mendapat kritik
pedas dan perlawanan dari warga terutama warga pedagang di daerah Kelurahan mandonga.
Tetapi setelah lewat musyawarah mufakat terutama penyelesaian pembebasan lahan warga dan
ganti rugi hal ini dapat teratasi. Bangunan ini berdiri di daerah Kelurahan Mandonga Jalan Jend.
A. Yani Kota Kendari Sulawesi Tenggara.

Jenis AC yang digunakan pada Mall


Mandonga adalah AC Central yang disalurkan
ditiap lantainya. Pada area basement, hampir
disetiap koridor terdapat lubang penyalur udara
dari AC central (cassette unit) dengan ukuran
sekitar 30 x 30 cm, dengan jarak antar Cassete
Unit ± 4 – 5 meter.

Permasalahan pada basement adalah


terdapat beberapa AC yang tidak berfungsi dengn
semestinya, sehingga para pengguna retail
bergantung pada bukaan bukaan seperti pintu dan
sirkulasi udara pada bagian atas void. Jadi pada
saat tertentu ketika jumlah pengunjung meningkat
biasanya terjadi peningkatan suhu.

Pada area basement jarak antar sirkulasi


pengguna cukup beragam. Koridor mempunyai
jarak sekitar 3-4 meter antar retail. Para pedagang
mengambil atau meletakkan barang dagangannya di area sirkulasi yang menyebabkan
berkurangnya luasan sirkulasi terlebih saat meningkatnya jumlah pengguna.

Anda mungkin juga menyukai