BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
B. BATASAN MASALAH
Untuk memudahkan dalam penulisan kritik ini maka masalah dibatasi hanya
pada lt.1 dana lantai basement pada bangunan mall mandonga.
C. RUMUSAN MASALAH
1. Factor apa saja yang dapat mempengaruhi kenyamanan termal ?
2. Bagaimana penghawaan dapat mempengaruhi kenyamanan termal di dalam
bangunan mall mandonga?
3. Apa saja pengaruh yang dapat ditimbulkan oleh kenyamanan termal ?
D. TUJUAN
1. Untuk mengetahui kondisi kenyamanan termal di dalam bangunan mall
mandonga.
2. Untuk mengetahui pengaruh penghawaan terhadap kenyamanan termal.
3. Untuk mengetahui pemecahan masalah terhadap masalah penghawaan di
dalam bangunan mall mandonga.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Kenyamanan termal dapat didefinisikan sebagai suatu kondisi pikiran yang
mengekspresikan kepuasan dengan lingkungan termal (Nugroho, 2006). Definisi yang
lain menyebutkan sebagai lingkungan indoor dan faktor pribadi yang akan
menghasilkan kondisi lingkungan termal yang dapat diterima sampai 80% atau lebih
dari penghuni dalam sebuah ruang, namun tidak pernah tepat didefinisikan oleh standar,
secara umum disepakati dalam komunitas riset kenyamanan termal yang diterima adalah
identik dengan 'Kepuasan', dan kepuasan dikaitkan dengan sensasi panas 'sedikit
hangat',' netral', dan 'Sedikit dingin'.
a. Temperatur udara
Temperatur udara merupakan salah satu faktor yang paling dominan dalam
menentukan kenyamanan termal. Satuan yang digunakan untuk temperatur
udara adalah Celcius, Fahrenheit, Reamur, dan Kelvin. Manusia dikatakan
nyaman apabila suhu tubuhnya sekitar 37°C. Temperatur udara antara suatu
daerah dengan daerah lainnya sangat berbeda. Hal ini disebabkan adanya
beberapa faktor, seperti sudut datang sinar matahari, ketinggian suatu tempat,
arah angin, arus laut, awan, dan lamanya penyinaran.
b. Kelembaban udara
Kelembaban udara merupakan kandungan uap air yang ada di dalam
udara,sedangkan kelembaban relatif adalah rasioantara jumlah uap air di
udara dengan jumlah maksimum uap air dapat ditampung di udara pada
temperatur tertentu. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi kelembaban
udara, yakni diasi matahari, tekanan udara, ketinggian tempat, angin,
kerapatan udara, serta suhu.
c. Kecepatan angin
d. Insulasi Pakaian
Jenis dan bahan pakaian yang dikenakan juga dapat mempengaruhi
kenyamanan termal. Salah satu cara manusia untuk dapat beradaptasi dengan
keadaan termal di lingkungan sekitarnya adalah dengancara berpakaian.
Misalnya, mengenakan pakaian tipis di musim panas dan pakaiantebal di
musim dingin. Pakaian juga dapat mengurangi pelepasan panas tubuh.
e. Aktivitas
Aktivitas yang dilakukan manusia akan meningkatkan metabolisme
tubuhnya. Semakin tinggi intensitas aktivitas yang dilakukan, maka semakin
besar pula peningkatan metabolisme yang terjadi didalam tubuh, sehingga
makin besar energi dan panas yang dikeluarkan. Lippsmeier (1997)
menyatakan bahwa batas kenyamanan untuk kondisi khatulistiwa berkisar
antara 19°C TE-26°C TE dengan pembagian berikut: Suhu 26°C TE :
Umumnya penghuni sudah mulai berkeringat.
Untuk daerah tropis seperti Indonesia, pengondisian udara secara alami adalah
dengan cara memanfaatkan aliran angin dan menghindari radiasi matahari berlebih. Hal
ini dapat dicapai dengan merancang sebuah bangunan dengan memperhatikan arah
aliran angin di lingkungan sekitar dan arah bukaan jendela yang tidak menghadap
matahari langsung.
Ventilasi Alami.
Ventilasi alami terjadi karena adanya perbedaan tekanan di luar suatu
bangunan gedung yang disebabkan oleh angin dan karena adanya
perbedaan temperatur, sehingga terdapat gas gas panas yang naik di
dalam saluran ventilasi.
Ventilasi alami yang disediakan harus terdiri dari bukaan permanen,
jendela, pintu atau sarana lain yang dapat dibuka, dengan :
a) jumlah bukaan ventilasi tidak kurang dari 5% terhadap luas
lantai ruangan yang membutuhkan ventilasi; dan
b) arah yang menghadap ke :
a. Halaman berdinding dengan ukuran yang sesuai, atau daerah
yang terbuka keatas.
b. Teras terbuka, pelataran parkir, atau sejenis; atau
c. Ruang yang bersebelahan seperti termaksud di butir 4.3.3
Ventilasi yang diambil dari ruang yang bersebelahan.
Ventilasi alami pada suatu ruangan dapat berasal dari jendela,
bukaan, ventilasi di pintu atau sarana lain dari ruangan yang
bersebelahan (termasuk teras tertutup), jika kedua ruangan tersebut
berada dalam satuan hunian yang sama atau teras tertutup milik
umum.
a. Dalam bangunan kelas 2, dan hunian tunggal pada bangunan
kelas 3 atau sebagian bangunan kelas 4, pada
1) Ruang yang diventilasi bukan kompartemen sanitasi.
2) Jendela, bukaan, pintu dan sarana lainnya dengan luas
ventilasi tidak kurang dari 5% terhadap luas lantai dari
ruangan yang diventilasi.
3) Ruangan yang bersebelahan memiliki jendela, bukaan,
pintu atau sarana lainnya dengan luas ventilasi tidak
kurang dari 5% terhadap kombinasi luas lantai dari kedua
ruangan; dan
b. Dalam bangunan kelas 5, 6, 7, 8 dan 9 :
1) Jendela, bukaan, pintu atau sarana lainnya dengan luas
ventilasi tidak kurang dari 10% terhadap luas lantai dari
ruang yang akan diventilasi, diukur tidak lebih dari 3,6
meter di atas lantai; dan
2) Ruang yang bersebelahan mempunyai jendela, bukaan,
pintu atau sarana lainnya dengan luas ventilasi tidak
kurang dari 10% terhadap kombinasi luas lantai kedua
ruangan, dan
c. Luas ventilasi yang dipersyaratkan dalam butir a) dan b) boleh
dikurangi apabila tersedia ventilasi alami dari sumber lainnya
Dengan memperhatikan hal di atas, maka didalam desain ruang atau bangunan
yang menggunakan penghawaan buatan, harus menyertakan pertimbangan-
pertimbangan berikut:
Agar memberi kondisi yang nyaman secara terus-menerus dalam suatu bangunan,
sistem-sistem penghawaan harus mempertahankan keseimbangan antara kondisi-
kondisi termal dan atmosfer dalam dan kondisi-kondisi iklim yang terus-menerus
berubah di luar ruangan dan di dalam ruangan itu sendiri. Jika suasana panas, sistem
harus memberi cukup udara sejuk untuk mengatasi panas yang diperoleh dari luar.
Dalam keadaan dingin, ia harus memberi cukup panas untuk menggantikan panas yang
hilang.
Salah satu jaringan distribusi penting dalam sebuah bangunan ialah sistem
pengadaan udara yaitu sistem pemanasan/pendinginan, ventilasi, dan air conditioning
(AC). Tujuan dari sistem pengendalian penghawaan ini adalah memberikan kondisi-
kondisi suhu dan suasana yang nyaman, yang dicapai dengan mengolah dan
mendistribusikan udara yang disejukkan ke seluruh bangunan.
Sesuai SNI 03-6390-2000 “ Konservasi Energi Sistem Tata Udara Pada Bangunan
Gedung” dijelaskan dari butir 4.1 tentang kondisi perencanaan yaitu :
Kemudian dijelaskan pada butir 4.2 tentang komponen bangunan yang dapat
mempengaruhi beban pendinginan :
Komponen beban yang memberikan kontribusi terbesar atau cukup besar terhadap
beban pendinginan perlu dicermati agar dapat dicari peluang penghematan energinya.
Namun ini tidak berarti bahwa komponen beban lainnya dapat diabaikan, karena
upaya penghematan energi perludicari pada semua komponen beban. Komponen-
komponen tersebut antara lain:
Bahan bangunan
a. Identifikasi bahan bangunan akan menentukan nilai transmitansi termal
yang menjadisalah satu variabel dalam perhitungan beban pendinginan.
Kesalahan dalammenentukan nilai transmitansi termal akan secara
proporsional menimbulkan kesalahan dalam perhitungan beban
pendinginan.
b. Oleh karena itu identifikasi bahan bangunan serta memperkirakan nilai
transmitansi termal harus dilakukan dengan cermat dan hati-hati. Nilai
transmitansi termal yang dicantumkan dalam berbagai standar Iuar negeri
tidak selalu sesuai dengan bahan yang digunakan pada bangunan gedung
di Indonesia, kecuali kalau bahan tersebut bahan yang diimpor .
Beban listrik.
a. Pada gedung komersial seperti perkantoran, beban pendinginan yang
ditimbulkan oleh lampu untuk pencahayaan dan peralatan listrik dalam
ruangan merupakan komponen beban tunggal yang sangat berarti (dapat
berkisar antara 15% sampai 20%).
b. Oleh karena itu perkiraan beban pendinginan yang terinci dari komponen
ini harus dibuat berdasarkan perencanaan sistem listrik untuk setiap
ruangan, tidak boleh digunakan nilai daya listrik per satuan luas Iantai
rata-rata dari seluruh gedung.
c. Ketentuan terinci untuk sistem pencahayaan dalam gedung yang dinilai
hemat energi diatur dalam SNI 03-6197-2000, “Konservasi energi sistem
pencahayaan pada bangunan gedung”.
Beban penghuni
Besarnya beban penghuni, walaupun bukan yang terbesar
dibandingkan dengan beban listrik, perlu dicermati polanya karena
merupakan salah satu peluang penghematan energi. Pada gedung
kantor misalnya, biasanya berkisar antara 10% sampai 15%.
Pola gerakan penghuni dapat berpengaruh pada beban
maksimum ruangan, sehingga mempengaruhi besamya kapasitas
mesin pendingin. Oleh karena itu penentuan beban penghuni harus
dilakukan pula dengan hati-hati dan kalau perlu memperhatikan pola
gerakan atau pola kehadiran penghuni (occupancy) di dalam ruangan.
Beban udara luar sebagai ventilasi dan infiltrasi
a. Udara luar yang dimasukkan sebagai ventilasi menimbulkan beban
pendingin sensibel maupun laten yang cukup tinggi. Pada
umumnya untuk gedung kantor dengan standar ventilasi yang benar,
komponen beban ini akan mencapai 12% sampai 18% dari beban
pendingin seluruhnya.
b. Walaupun nilainya Iebih kecil dari beban akibat sistem pencahayaan,
namun komponen beban Iatennya menjadi cukup berarti karena
beban laten terutama berasal dari penghuni dan udara luar saja.
c. Oleh karena itu, dalam kondisi yang memungkinkan biasanya
diusahakan untuk mencegah infiltrasi, dengan merencanakan ruangan
bertekanan positip (Iebih besar sedikit) dibandingkan tekanan udara
luar .
Beban selubung bangunan
a. Beban pendinginan yang berasal dari luar melalui selubung
bangunan, misalnya untuk gedung kantor satu Iantai di Indonesia
dapat mencapai 40% sampai 50% dari beban pendingin seluruhnya
pada waktu terjadi beban puncak.
b. Agar gedung yang direncanakan dapat memenuhi persyaratan hemat
energi, make pada awal perencanaan perlu dihitung besarnya
Nilai perpindahan termal menyeluruh (Overall Thermal
Transfer Value= OTTV) dan dibandingkan terhadap batas yang
ditentukan dalam standar yang berlaku.
c. Ketentuan ini dinyatakan dalam SNI 03-6197-2000, Konservasi
energi sistem pencahayaan pada bangunan gedung,
d. Apabila nilai yang diperoleh melampaui batas yang ditentukan bagi
gedung hemat energi, maka perlu dilakukan perubahan perencanaan
Arsitektur agar diperoleh nilai yang memenuhi ketentuan untuk
gedung hemat energy.
Beban lain-lain dan beban sistem
a. Beban lain-lain dan beban sistem harus diusahakan dapat dihitung
atau diperkirakan cukup teliti, misalnya dengan memeriksa kembali
beban kalor masuk sepanjang saluran udara setelah laju aliran udara
dapat dihitung.
b. Peralatan di dalam ruangan yang bertemperatur lebih rendah dari
temperatur ruang, seperti refrigerated cabvinet, akan menimbulkan beban
negatip dalam ruang. Oleh karena itu beban semacam ini perlu dicermati
karena dalam perhitungan akan dapat diperoleh beban ruang
maksimum yang akan lebih dekat dengan keadaan nyata
BAB III
PEMBAHASAN
Bangunan Mall Mandonga Kendari adalah pusat perbelanjaan yang ada di kota ini,
dimana fungsi dan kegunaannya untuk melayani kebutuhan masyarakat dari kalangan atas
maupun bawah.
Bangunan ini berdiri pada tahun 2003 pada pemerintahan bapak Gubernur Ali Mazi,
SH, keinginan pemerintah kota kendari mendirikan bangunan ini sebelumnya mendapat kritik
pedas dan perlawanan dari warga terutama warga pedagang di daerah Kelurahan mandonga.
Tetapi setelah lewat musyawarah mufakat terutama penyelesaian pembebasan lahan warga dan
ganti rugi hal ini dapat teratasi. Bangunan ini berdiri di daerah Kelurahan Mandonga Jalan Jend.
A. Yani Kota Kendari Sulawesi Tenggara.