43
a) Model Tata bahasa
Arsitektur dianggap terdiri dari unsur-unsur (kata-kata) yang ditata
menurut aturan (tata bahasa dan sintaksis) yang memungkinkan
masyarakat dalam suatu kebudayaan tertentu cepat memahami dan
menafsirkaa apa yang disampaikan oleh bangunan tersebut. lni akan
tercapai jika 'bahasa' yang digunakan adalah bahasa umum/publik yang
dimengerti semua orang (langue).
b) Model Ekspresionis
Dalam hal ini bangunan dianggap sebagai suatu wahana yanng
digunakan arsitek untuk mengungkapakan sikapnya terhadap proyek
bangunan tersebut. Dalam hal ini arsitek menggunakan 'bahasa'nya
pribadi (parole). Bahasa tersebut mungkin dimengerti orang lain dan
mungkin juga tidak.
c) Model Semiotik
Semiologi adalah ilmu tentang tanda-tanda. Penafsiran semiotik
tentang arsitektur menyatakan bahwa suatu bangunan merupakan suatu
tanda penyampaian informasi mengenai apakah ia sebenarnya dan apa
yang dilakukannya. Sebuah bangunan berbentuk bagaikan piano akan
menjual piano. Sebuah menara menjadi tanda bahwa bangunan itu
adalah gereja.
5) Analogi Mekanik Menurut Le Corbusirr, sebuah rumah adalah mesin
untuk berhuni merupakan contoh analogi mekanik dalam arsitektur.
Bangunan seperti halnya dengan mesin hanya akan menunjukkan apa
sesungguhnya mereka, apa yang dilakukan, tidak menyembunyikan fakta
melalui hiasan yang tidak relevan dengan bentuk dan gaya-gaya, atau
dengan kata lain keindahan adalah fungsi yang akan menyatakan apakah
mereka itu dan apa yang mereka lakukan.
6) Analogi Pemecahan Masalah Arsitektur adalah seni yang menuntut lebih
banyak penalaran daripada ilham, dan lebih banyak pengetahuan faktual
daripada semangat (Borgnis, 1823). Pendekatan ini sering juga disebut
dengan pendekatan rasionalis, logis, sistematik, atau parametrik.
Pendekatan ini menganggap bahwa kebutuhankebutuhan lingkungan
44
merupakan masalah yang dapat diselesaikan melalui analisis yang seksama
dan prosedur-prosedur yang khusus dirumuskan untuk itu.
7) Analogi Adhocis Arsitektur berarti menanggapi kebutuhan langsung
dengan menggunakan bahan-bahan yang mudah diperoleh tanpa membuat
rujukan dan cita-cita.
8) Analogi Bahasa Pola Manusia secara biologis adalah serupa, dan dalam
suatu kebudayaan tertentu terdapat kesepakatan-kesepakatan untuk
perilaku dan juga untuk bangunan. Jadi arsitektur harus mampu
mengidentifikasi pola-pola baku kebutuhankebutuhan agar dapat
memuaskan kebutuhan-kebutuhan tersebut. Pendekatan tipologis atau pola
menganggap bahwa hubungan lingkunganperilaku dapat dipandang dalam
pengertian satuan-satuan yang digabungkan untuk membangun sebuah
bangunan atau suatu rona kota.
9) Analogi Dramaturgi Kegiatan-kegiatan manusia dinyatakan sebagai teater
dimana seluruh dunia adalah panggungnya, karena itu lingkungan buatan
dapat dianggap sebagai pentas panggung. Manusia memainkan peranan
dan bangunan-bangunan merupakan rona panggung dan perlengkapan
yang menunjang pagelaran panggung. Analogi dramaturgi digunakan
dengan dua cara, dari titik pandang para aktor dan dari titik pandang para
dramawan. Dalam hal pertama arsitek menyediakan alat-alat perlengkapan
dan rona-rona yang diperlukan untuk memainkan suatu peranan tertentu.
Dari titik pandang para dramawan, arsitek dapat menyebabkan orang
bergerak dari satu tempat ke tempat lain dengan memberikan petunjuk-
petunjuk visual. Pemanfaatan analogi dramaturgi ini membuat sang arsitek
yang bertindak hampir seperti dalang, mengatur aksi seraya
menunjangnya.
Jika kita amati perkembangannya (berdasarkan teori dan pandangan-
pandangan di atas), masalah arsitektur adalah masalah yang berkaitan dengan
fungsi, komunikasi dan keindahan. Cara pandang pemakai, pengamat dan arsitek
seringkali tidak sama bahkan bertentangan. Oleh pemakai, arsitektur pada
awalnya hanya dipandang sebagai obyek/produk/hasil yang muncul karena
kebutuhan semata (untuk melindungi diri dari alam). Selanjutnya arsitektur
45
dianggap harus memiliki nilai-nilai lain seperti komunikasi dan keindahan yang
merupakan sarana pemuasan 'emosi' (bagi pemakai, pengamat, atau arsitek?).
Masalah fungsi, komunikasi dan estetika selalu menjadi perdebatan sejak jaman
Barok, Renaissance sampai ke jaman arsitektur Post Modern. Persepsi nilai-nilai
ini sangat berbeda sesuai dengan perbedaan budaya, masyarakat, tempat,
teknologi, dan waktu (Talarosha, 2003)
1. STUDI LITERATUR
a. Nanshan Wedding Center
46
Strategi desain yang diterapkan dalam bangunan Nanshan Wedding center
adalah untuk mengakomodasi gedung Wedding Center dengan tersedianya
program yang lebih baik. Desain bangunan oleh Urbanus ini bergaya modern
dengan lokasi yang cukup strategis, yaitu di Timur Laut Lijing Park in Nanshan
District dengan ukuran panjang 100 m dan lebar 25 m. Bangunan utama
diletakkan pada tapak bagian Utara yang merupakan area dekat sudut jalan raya.
Di sisi lain, terdapat paviliun kecil pada bagian Selatan tapak yang terhubung
dengan bangunan utama. Pavilion dihubungkan dengan dua buah jembatan yang
menggantung di atas kolam. Pengaturan bangunan ini dibuat dengan tujuan
menciptakan nuansa upacara pernikahan sekaligus sebagai poin utama bagi
bangunan serta simbol bagi landmark kawasan.
Ide pokok dari proses desain bangunan Nanshan Wedding center adalah
untuk memberi contoh pengalaman sirkulasi yang terjadi di dalam gedung. Jalan
kecil berbentuk spiral menerus bersifat menghubungkan aspek-aspek pernikahan
secara berurutan. Aspek-aspek yang dihubungkan antara lain adalah kedatangan
pengantin, persiapan menjelang masuk gedung dengan adanya perhatian khusus
dari kerabat keluarga, pengambilan foto, proses upacara, pendakian jembatan,
proses melihat ke bawah, penerbitan, proses menuruni jembatan, melewati kolam,
dan akhirnya berkumpul bersama sanak saudara. Gedung Nanshan Wedding
center didesain khusus untuk menciptakan memori tentang upacara pernikahan.
47
Pendekatan yang diterapkan dalam desain bangunan disesuaikan dengan
kondisi lingkungan bangunan yang berara di area permukiman. Ruangan besar
yang terdapat di dalam gedung dibagi menjadi ruangan-ruangan yang lebih kecil
untuk meningkatkan privasi. Kulit bangunan terdiri dari dua lapisan struktur,
lapisan pertama terbuat dari bahan aluminium yang saling bertautan membentuk
motif bunga sebagai cermin dari ruang interior yang ada di dalamya. Lapisan kulit
kedua merupakan dinding kaca yang bertujuan untuk mengatasi permasalahan
iklim. Desain ruang interior dan fasade luar bangunan dirancang dengan warna
putih untuk mencerminkan suasana spiritual dari upacara pernikahan.
48
b. Tirtha Uluwatu Bali
Tirtha Bali merupakan salah satu kompleks one stop untuk pernikahan.
Tirtha Bali menyediakan fasilitas yang lengkap, mulai dari resort, pavilion,
lounge/kuliner, outdoor dining, indoor dining, kapel untuk pemberkatan
pernikahan, butik, gazebo, dan toko souvenir. Pihak manajemen memanfaatkan
trend menikah di Bali oleh wisatawan yang terpesona dengan keindahan Pulau
Bali. Fasilitas yang paling ditonjolkan pada Tirtha Bali ini adalah Glass Wedding
Chapel-nya yang bernuansa kontemporer. Tirtha Bali ini hadir dalam dominasi
warna putih, dikelilingi keheningan kolam yang berisi tirtha (air suci dalam
bahasa Bali). Bangunan ini terletak di ketinggian tebing di daerah Uluwatu
dengan view yang menghadap Teluk Jimbaran.
49
berada di samping kiri dan kanannya sehingga menambah suasana romantis bagi
pengantin.
Dinding bangunan yang terbuat dari material kaca sehingga bersifat
transparan yang mewujudkan kesinambungan antara ruang luar dan dalam.
Pengantin dan pengunjung dapat menikmati keindahan alam di luar bangunan.
50
2.29 Resepsi Outdoor The Ritual
(Sumber: http://theritual‐bali.com/facilities_chapel.html , 29 November 2018)
51
Kapasitas 3.000 – 5.000 Ceremony cap 30 200 orang
orang orang
Seating cap 100
orang
Standing cap 100
orang
Sumber: Analisa Penulis, 2018
52