Anda di halaman 1dari 2

Ekky Anastasia Pramita

09211950083010

Financial Distress

Perusahaan yang solvent, nilai asetnya akan sama dengan nilai hutang dan modalnya. Namun,
perusahaan yang insolvent akan memiliki hutang yang lebih besar dibandingkan dengan asetnya.
Dengan halnya tersebut, maka cashflow dari perusahaan akan menurun dan berkurang atas
pengeluaran beban hutang. Financial distress yang dialami oleh perusahaan yang insolvent dimana
istilah tersebut digunakan dalam analisa keuangan pada perusahaan yang sedang berada situasi yang
hampir menuju kebangkrutan. Dimana perusahaan mengalami kesulitan keuangan untuk dapat
membayar beban bunga, investor maupun kredit perdagangan sehingga mengharuskan perusahaan
untuk mengambil langkah lanjut sebagai pencegah kebangkrutan. Perusahaan yang mengalami
financial distress akan melakukan restrukrisasi keuangan perusahaan. Hal yang dapat di re-
strukturisasi dalam keuangan perusahaan adalah dengan menjual obligasi ke masyarakat umum ,
melakukan perampingan organisasi dengan pengurangan pegawai, efisiensi dalam biaya operasional
bulanan perusahaan, menjual asset untuk mendapatkan kas lancar, merger dengan perusahaan lain
untuk penambahan modal perusahaan, membatasi dalam pembelanjaan modal untuk pengembangan
dan penelitian, negosiasi dengan bank ataupun kreditur atau yang terburuk mengajukan pailit.
Perusahaan yang mengalami financial distress akan memiliki rasio liabilitas, solvabilitas,
profitabilitas yang buruk. Rasio likuiditas menunjukan kemampuan perusahaan membayar hutang
jangka pendeknya yang dihitung dengan current ratio, cash ratio dan quick ratio. Pada penghitungan
Current Ratio menunjukan nilai relatif aktiva lancar (current assets) dengan hutang lancar (current
liabilities). Semakin tinggi rasio lancar, semakin menunjukan adanya uang kas yang dapat membuat
perusahaan dinilai mendapatkan keuntungan lebih atau perusahaan tidak menggunakan kasnya secara
efektif. Cash Ratio menunjukan nilai relatif antara kas dengan hutang lancar (current liabilities).
Semakin tinggi kasnya, maka semakin menunjukan kesediaan kas perusahaan. Namun, cash ratio
yang terlalu tinggi menandakan perusahaan terlalu likuid karena perusahaan tidak menggunakan
uangnya untuk berinvestasi. Quick Ratio menunjukan nilai relatif antara selisih aktiva (current assets
dengan inventory) dengan hutang lancar (current liabilities). Semakin tinggi rasionya, maka semakin
baik keuangan perusahaan yang menandakan kemudahan perusahaan membayar hutangnya. Rasio
profitabilitas menunjukan kemampuan perusahaan untuk mendapatkan laba. Rasio profitabilitas
dihitung dengan ROA, ROE, NPM dan GPM. ROA atau Return on Assets menunjukan besarnya laba
bersih dari aset yang dimiliki perusahaan. Semakin tinggi rasio ROAnya, maka semkin tinggi efisiensi
perusahaan mengelola asetnya untuk mendapatkan laba. ROE atau Return on Equity menunjukan
besarnya laba bersih dari equitas yang dimiliki perusahaan. Semakin tinggi rasio ROEnya maka
semakin tinggi keberhasilan perusahaan mengelola modalnya untuk mendapatkan laba. NPM atau Net
Profit Margin menunjukan nilai relatif antara nilai keuntungan dengan total penjualan setelah bunga
dan pajak. Semakin tinggi marginnya, maka semakin baik operasi perusahaan atas atas laba bersih
penjualan. GPM atau Gross Profit Margin menunjukan nilai efisiensi harga pokok produksi. Semakin
tinggi marginnya, maka semakin baik operasional perusahaan dalam mengelola harga pokok produksi
untuk mendapatkan selisih dengan harga jual yang besar. Rasio solvabilitas menunjukan kemampuan
jaminan perusahaan dalam menutupi hutang. Rasio solvabilitas dapat dihitung dengan DAR dan
DER. DAR atau Debt to Asset Ratio menunjukan nilai relative antara total hutang terhadap total
aktiva (total aset) untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam menjamin hutang-hutangnya
dengan jumlah aktiva yang dimilikinya. Semakin rendah rasionya, maka semakin baik perusahaan
memiliki porsi hutang akan asetnya lebih kecil. DER atau Debt to Equity Ratio menunjukan nilai
relative antara total hutang terhadap total equitas (modal) untuk mengukur seberapa besar perusahaan
dibiayai oleh pihak kreditur dibandingkan dengan equity. Semakin rendah rasionya, maka semakin
baik perusahaan memiliki porsi hutang akan modalnya lebih kecil.
Namun istilah financial distress tidak bisa hanya dibuktikan dengan rasio likuiditas,
profitabilitas dan rasio solvabilitas yang buruk, tetapi faktor lain seperti jenis sistem keuangan
perusahaan yang berbeda dapat memperlihatkan rasio yang buruk namun tidak diistilahkan
perusahaan sedang mengalami financial distress. Pada perusahaan konstruksi, tingkat hutang yang
tinggi tidak bisa dikatakan bahwa perusahaan tersebut tidak bagus. Perusahaan konstruksi
menggunakan sistem turnkey project, dimana pembayaran akan didapat setelah proyek yang
dikerjakan selesai, sehingga hutang akan sangat besar sebagai capital intensive dari proyek. Pada
perusahaan perbankan, tingkat hutang yang tinggi dikarenakan perusahaan perbankan menyimpan
uang nasabah yang pada akhirnya harus dikembalikan. Perusahaan perbankan menggunakan sistem
menyalurkan uang nasabah untuk dapat diberikan kepada yang membutuhkan kredit dengan
memberikan uang yang lebih besar.

Anda mungkin juga menyukai