com
Perkenalan
************
Awrad
Umar Mukhtar lahir pada tahun 1862 di Bathafat, Libya Timur. Ia berasal dari suku Munfah. Dia sudah
Pengganti Bacaan Yaa Nabii Salaam menjadi yatim ketika masih kecil, karena ayahnya meninggal dunia pada saat dia dan ayahnya dalam
perjalanan menunaikan ibadah haji. Dalam usia yang masih kecil itu ia sudah berhasil menghafalkan seluruh al
AWRAD WAJIB Quran dan mempelajari ilmu agama di tempat kelahirannya, ia berangkat Ke Jaghbub. Di kota ini ia menjadi
murid Muhammad Idris putra dari Sayyid Muhammad al Mahdi. Segera sang Gurupun mengetahui
Zawiyah kecerdasan muridnya. Tidak aneh bila ketika muridnya selesai belajar kepadanya, ia mengangkat Umar
Mukhtar sebagai guru di kawasan Qushur, sebuah kota kecil di kawasan Jabal Akhdhar pada tahun 1897.
Zawiyah Ciledug-Tangerang
Umar Mukhtar adalah seorang Da’i Islam yang besar. Dia menyeru kepada Islam, dan
Zawiyah Purbaratu menyebarluaskan pikiran-pikiran Islam dengan memberikan bimbingan, penjelasan, dan keteladanan. Dia
Zawiyah Malang mempunyai bakat besar. Allah memberikan kepadanya kemampuan menyelesaikan berbagai perselisihan di
kalangan masyarakat dengan cerdas dan piawai. Di sini Umar Mukhtar menunjukkan perhatiannya yang
Zawiyah Papua besar terhadap berbagai persoalan kemasyarakatan. Beberapa tahun kemudian, karena keberhasilannya
mengarahkan masyarakat sekitarnya, penguasa kawasan itu mengangkatnya sebagai penasehatnya.
Zawiyah Bandung
Zawiyah Rajapolah Saat itu gerakan pendudukan tentara Italia di negerinya semakin menjadi-jadi. Melihat hal itu, Umar Mukhtar
terpanggil untuk mempertahankan negerinya. Dengan segera ia menjadi salah seorang tokoh terkenal.
Zawiyah Ciawi dan Jamanis Malah, akhirnya ia diminta gurunya untuk memimpin perlawanan terhadap penjajah Italia.
Cabang DKI Jakarta
Kilas Balik
Zawiyah Lampung dan Palembang
Perhatian Italia terhadap Libya mulai sejak 1871. Yakni, setelah Italia beerhasil mewujudkan kesatuan
Zawiyah Pangandaran politiknya. Negeri ini pun mulai mengerlingkan pandangannya ke arah Eropa, kawasan Mediteranean dan
Zawiyah Cibubuhan Afrika. Perhatiannya pertama-tama terarah pada masalah kebudayaan, kesehatan dan ekonomi.
Zawiyah Subang Pada tahun 1910 Italia mengirim sebuah ekspedisi arkeologi ke Libya, ketika itu berada di bawah kawasan
Zawiyah Tangerang Raya kesultanan Turki. Untuk meneliti peninggalan purba. Konon, ekspedisi ini juga menyiapkan peta-peta yang
memudahkan tentara Italia memasuki Libya. Pada Januari 1911 penguasa Turki di Libya memperingatkan
pemerintah pusat di Turki tentang sikap Italia yang semakin menaruh perhatian terhadap Libya. Tapi,
Silsilah pemerintah Turki memandang remeh peringatan itu. Sikap pemerintah Turki ini bisa dimengerti, karena
pemerintah Turki tengah disibukkan oleh berbagai persoalan dalam negeri.
Silsilah Kubra
Peringatan itu ternyata benar. Tanpa diduga pada tanggal 29 September 1911 Italia menyatakan perang
Silsilah Shughra terhadap Turki di Libya. Pada hari berikutnya skuadron kapal perang Italia mulai memblokade Tripoli, ibukota
Libya. Setelah empat hari diblokade, kota itu jatuh. Karena keunggulan kekuatan militer dan teknik serdadu
Italia ketika itu, yang berjumlah 40.000 orang, 6.000 di antaranya anggota pasukan artileri, sejumlah kota
penting Libya jatuh. Pada akhir Oktober 1911 hampir sebagian besar kawasan pantai negeri ini telah jatuh ke
tangan pasukan pendudukan Italia.
Pasukan Turki yang berada di Libya dengan gagah berani berupaya menghadang gerak maju pasukan Italia.
Sayang, karena jumlahnya sedikit dan dilengkapi dengan peralatan perang yang terbatas, akhirnya pada 11
Oktober 1912 mereka terpaksa mendatangi sebuah perjanjian ini, Libya harus diserahkan Turki pada Italia.
Ketika bangsa Libya mengetahui hal itu, merekapun bergerak untuk mempertahankan negeri mereka.
Terjadilah penyerangan terhadap pasukan pendudukan Italia. Bantuan sukarelawan berdatangan dari
sejumlah negara Arab lain. Sayang, perlawanan ketika itu dilakukan secara acak-acakan. Akibatnya,
perlawanan itu dengan mudah dipatahkan lawan.
Setelah pasukan Turki ditarik mundur dari Libya, para pengikut Gerakan Sanusiyyah yang memegang
kendali perjuangan melawan pendudukan Italia. Khususnya di kawasan Cyrenayca dan Libya Timur. Di
antara tokoh gerakan perlawanan itu ialah Sayyid Ahmad Syarif as Sanusi d an Sayyid Muhammad
Idris as Sanusi. Sementara perlawanan di Tripoli di bawah pimpinan Sulaiman al Baruni. Pertempuran yang
paling sengit meletus pada bulan April 1915, disebut pertempuran Qardhabiah.
Tampil ke Depan
Pada bulan Oktober 1922 Benito Mussolini (1883 – 1945) berhasil merebut kekuasaan di Italia. Ia melihat
Libya merupakan medan yang luas untuk menunjukkan kekuatannya kepada dunia. Mulailah babak baru
pendudukan Italia di Libya.
Dua tahun sebelumnya tercapai perjanjian antara panglima pasukan Italia di Libya dan pemimpin perlawanan
Libya dan pemimpin perlawanan Libya, Muhammad Idris as Sanusi. Dalam perjanjian ini, yang disebut
dengan ‘Perjanjian Rajmah’, Italia mengakui kedudukan Muhammad Idris as Sanusi sebagai penguasa
kawasan pedalaman Libya. Sebaliknya ia mengakui kedudukan panglima pasukan Italia sebagai penguasa
kawasan pantai Libya.
Perjanjian Rajmah tersebut berlaku efektif sampai 1922. Pada tahun itu Mussolini membatalkan perjanjian
itu. Penguasa Pendudukan Italia pun menyatakan kekuasaannya meliputi seluruh Libya.
Melihat tindakan Mussolini yang seenaknya itu, Muhammad Idris as Sanusi menyadari, Italia berupaya
menyingkirkannya. Iapun memilih meninggalkan negerinya menuju Mesir, setelah menyerahkan
kepemimpinan perlawanan kepada Umar Mukhtar. Ketika itu Umar Mukhtar telah menjadi salah seorang
tokoh Gerakan Sanusiyyah.
Setelah perlawanan terhadap pendudukan Italia berada di tangan Umar Mukhtar, pusat perjuangan mereka
dialihkan ke kawasan Cyrenaica. Di kawasan itu meletus berbagai pertempuran sengit, antara para pejuang
Libya di bawah pimpinan Umar Mukhtar dan serdadu-serdadu Itallia di bawah komando Jendral Graziani.
Dalam pertempuran-pertempuran itu, Cyrenaica mendapat gempuran habis-habisan dari pesawat-pesawat
tempur dan tank-tank Italia yang menabur kematian. Graziani membentuk “Mahkamah Militer Kilat”.
Dalam mengarahkan gerakan perlawanan Libya, Umar Libya, Umar Mukhtar memilih Jabal Akhdhar sebagai
pangkalan. Karenanya pasukan Italia berupaya memblokadenya dengan menduduki wilayah-wilayah
sekitarnya. Misalnya, Ajnabiah dan Jaghbub. Malah, untuk mematahkan perlawanan Umar, Mussolini
mengangkat Jendral Padolini sebagai penglima baru pasukan pendudukan Italia.
Dalam menghadapi Umar Mukhtar dan para pengikutnya, Jendreal Padolini pertama-tama menyebarkan
pamflet-pamflet ke seluruh penjuru Libya. Tapi upaya ini tidak mendatangkan hasil. Melihat kegagalan itu,
Padolini mengubah taktiknya. Ia membuat sejumlah jalan menuju Jabal Akhdhar guna memudahkan
serdadu-serdadunya memburu Umar Mukhtar dan para pejuang Libya lainnya. Ternyata taktik ini juga
patah di tengah jalan. Ini karena Umar Mukhtar dan para pengikutnya benar-benar menguasai kawasan itu.
Sehingga dengan mudah mereka melepaskan diri dari sergapan pasukan Italia.
Menolak Berbagai Tawaran Menarik
Melihat kegagalan taktik militer yang ia lakukan, Padolini berganti haluan dengan memakai sarana politik. Ia
mengajukan sejumlah tawaran yang menarik kepada Umar Mukhtar ddan para pengikutnya, dengan syarat
Umar Mukhtar mau berunding. Tapi, Umar Mukhtar menolak semua tawaran itu.
Pada Juni 1930 utusan Padolini kembali menemui Umar Mukhtar, menawarkan gencatan senjata. Sekali lagi
tawaran itu ditolak Umar Mukhtar, dengan mengajukan sejumlah syarat dan tuntutan yang sulit dipenuhi.
Misalnya, kesediaan Italia untuk tidak mencampuri urusan Libya, pengakuan bahasa Arab sebagai bahasa
resmi, dan pendirian sejumlah perguruan tinggi. Jelas, tuntutan itu ditolak pemerintah Italia.
Melihat bahaya yang semakin meningkat, peenguasa Italia menyadari bahwa harapan yang ada terletak
pada perlakuan yang baik terhadap Umar Mukhtar dan kesediaannya untuk berunding. Padolini pun
mengutus duta kepada Umar Mukhtar, untuk mengemukakan kepadanya bahwa tuntutan-tuntutannya
diterima pemerintah Italia. Tapi untuk menandatangani perjanjian di antara kedua belah pihak, perlu
diadakan pertemuan antara Umar Mukhtar dan Padolini. Sebagai tempat pertemuan, Padolini mengajukan
Kota Bengazi.
Umar Mukhtar ternyata tidak mudah terkecoh. Ia mengetahui maksud yang tersembunyi di balik tawaran
itu. Karenanya ia menolak untuk menemui Padolini. Sebagai gantinya ia mengutus Hasan Ridha as Sanusi.
Seperti diperkirakan Umar Mukhtar, urusannya dipaksa Padolini untuk menyepakati sebuah perjanjian baru.
Dalam perjanjian itu, antara lain Hasan Ridha dan Umar Mukhtar seetiap bulan akan menerima gaji sebesar
50.000 franc. Di samping itu Hasan Ridha akan dibuatkan sebuah istana megah di Bangazi. Pemeritah Italia
juga menjanjikan akan memugar padepokan Umar Mukhtar, dan membangunkan sebuah rumah dan
masjid untuknya.
Jelas, perjanjian itu ditolak Umar Mukhtar. Ia sebarluaskan penolakannya itu di kalangan bangsa Libya.
Perangpun pecah kembali. Dalam menghadapi pertempuran yang kembali berkobar, Padolini mengerahkan
komando pasukan Italia kepada Jendral Graziani. Graziani segera melancarkan upaya untuk membendung
gerak Umar Mukhtar dan para pejuang lainnya. Antara lain dengan menutup sekolah-sekolah dan memaksa
penduduk kawasan Jabal Akhdhar mengungsi ke wilayah-wilayah yang tandus dan kering kerontang.
Akibatnya, banyak di antara mereka yang mati kelaparan. Graziani memerintahkan pemasangan kawat
berduri di perbatasan Libya-Mesir, guna menghentikan bantuan dari negara-negara Arab lain.
Menghadapi tekanan yang semakin keras dan gempuran yang tidak kenal henti itu, Umar Mukhtar dan para
pengikutnya kemudian pindah ke kawasan yang disebut dengan ‘Gunung Obeid’ dan terkenal sulit
medannya ini mereka jadikan sebagai pangkalan baru. Penduduk kawasan ini, yang sebelumnya telah
menyerah kepada pasukan pendudukan, malah berhasil dibangkitkan semangatnya untuk turun ke medan
laga.
Dihormati lawan
Dengan berpindahnya pangkalan perlawanan, semangat perjuangan Umar Mukhtar berkobar kembali.
Terjadilah serangkaian pertempuran sengit. Yang paling terkenal ialah ‘pertempuran Rahiba’, yang meletus
pada 28 Maret 1927.
Pertempuran Rahiba terjadi setelah serdadu-serdadu Italia berhasil menguasai sepenuhnya kawasan pantai
Tripoli dan Bengazi, dan memojokkan para pejuang ke kawasan Jabal Akhdhar. Ketika bulan Ramadhan
(bertepatan dengan Maret 1927) tiba, Umar Mukhtar dan para pengikutnya lebih banyak menggunakan
waktunya untuk melakukan berbagai ibadah seperti shalat dan tadarus al Quran. Saat itu seakan terjadi
gencatan senjata di kedua belah pihak yang berperang untuk mempersiapkan diri guna menghadapi
pertempuran yang bakal terjadi kembali.
Dalam suasana yang tenang itu, ada orang yang memberi saran kepada panglima pasukan Italia untuk
menyerbu para pejuang. Saran itu disepakati pemerintah Italia. Segera dengan secara diam-diam dilakukan
persiapan militer besar-besaran selam dua minggu. Pasukan yang terdiri dari lebih seribu orang ini dilengkapi
dengan tank-tank dan peralatan perang termodern ketika itu. Pasukan ini kemudian bergerak ke Jabal
Akhdhar, dengan diam-diam agar bisa sampai ke ujung kawasan itu, sementara pejuang tidak dalam
keadaan siap.
Pada suatu pagi di bulan Ramadhan, ketika Umar Mukhtar sedang mendaras al Quran, tiba-tiba sejumlah
pesawat tempur Italia melancarkan serangan besar-besaran terhadap tempat-tempat di sekitarnya. Belum
lagi ia siap, seorang pengiringnya melaporkan tentang kedatangan serdadu-serdadu Italia. Atas saran
seorang tangan kanannya, iapun membawa para pejuang yang tinggal berjumlah 100 orang ke hutan.
Dengan taktik hit and run, akhirnya ia dan para pengikutnya berhasil mematahkan serangan dadakan yang
dilancarkan serdadu-serdadu Italia. Dalam pertempuran ini korban di pihaknya sekitar 50 orang. Sementara
pasukan Italia kehilangan sekitar 300 anggotanya. Kekalahan dalam pertempuran Rahiba ini benar-benar
memalukan pasukan pendudukan Italia. Hal ini membuat Gubenur Jendral Tirocci melancarkan serentan
tindakan militer guna menundukkan Umar Mukhtar dan para pengikutnya. Terjadilah serangkaian
pertempuran sengit kembali. Yang paling terkenal, di antara pertempuran-pertempuran itu ialah
‘Pertempuran Kafra’ yang terjadi pada 8 Mei 1931.
Kemenangan Umar Mukhtar dan para pengikutnya dalam pertempuran-pertempuran itu membuat
namanya terkenal. Tidak hanya di dunia Islam saja, tapi juga di Barat. Apalagi sikapnya yang menghormati
dan memperlakukan baik para tawanan, membuat Umar Mukhtar dihormati lawan. Sebaliknya ia juga
mengakui, tidak semua bangsa Italia setuju dengan tindakan pasukan Italia di Libya. Sikapnya yang jantan ini
membuat perjuangannya mendapat perhatian banyak pihak di Barat.