Disusun oleh :
Narasumber :
1
BERITA ACARA PRESENTASI KASUS KEMATIAN
Pada hari ini tanggal 21 Desember 2017 telah dipresentasikan portofolio oleh :
Nama : dr. Anita Tiffany
Kasus : Penurunan kesadaran ec ensefalopati uremikum dd syok sepsis
Topik : Ilmu Penyakit Dalam
Nama Pendamping : dr. Ken Mardyanah
dr. Rizkyah Prabawanti
Nama Wahana : RSUD dr. R. Soetijono Blora
Berita acara ini ditulis dan disampaikan sesuai dengan yang sesungguhnya.
Dokter Pendamping
NIP. 196002262006042002
2
Nama Peserta: dr. Anita Tiffany
Nama Wahana: RS dr. Soetijono Blora
Topik: Penurunan kesadaran ec ensefalopati uremikum dd syok sepsis
Tanggal (Kasus): 11 November 2017
Nama Pendamping:
Tanggal Presentasi:
dr. Ken Mardyanah
21 Desember 2017
dr. Rizkyah Prabawanti
Tempat Presentasi:
Obyektif Presentasi:
Keilmuan Keterampilan Penyegaran Tinjauan Pustaka
Diagnostik Manajemen Masalah Istimewa
Neonatus Bayi Anak Remaja Dewasa Lansia Bumil
Deskripsi: Laki-laki 73 tahun dengan keluhan tidak nafsu makan sejak 4 hari sebelum masuk
rumah sakit
Tujuan:
1. Mengetahui etiologi kematian pada pasien
2. Mengetahui etiologi, patogenesis, patofisiologi, dan penatalaksanaan pada pasien
Bahan Bahasan: Tinjauan Pustaka Riset Kasus Audit
Cara Membahas: Diskusi Presentasi dan Diskusi Email Pos
Nama: Tn. S
Data Pasien No Registrasi: 374755
Usia: 73 tahun
Nama ruangan: Anggrek dan ICU Telpon: - Terdaftar Sejak: -
Data Utama dan Bahan Diskusi
1. Diagnosis / Gambaran Klinis
Penurunan nafsu makan sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit. Pasien mengaku terdapat nyeri
menelan dan sariawan di mulut sejak seminggu terakhir sehingga sulit untuk makan dan minum.
Makanan yang dapat dikonsumsi adalah bubur cair sekitar 1-2 sendok dan minum yang sedikit
(<5 gelas) per hari. Tidak ada batuk dan nyeri dada. Sesak dan demam disangkal. Terdapat
penurunan berat badan dalam beberapa hari terakhir dan tidak diukur. Pasien mengeluh mual,
tetapi muntah disangkal Pasien jarang buang air besar dalam seminggu terakhir, tidak keras dan
tidak nyeri. Buang air besar bercampur darah atau kehitaman tidak diketahui. Pasien diketahui
buang air kecil 2-3 kali sehari dengan jumlah urine sedikit. Nyeri atau panas ketika buang air
kecil disangkal.
Diabetes melitus dan hipertensi pada pasien dan keluarga tidak diketahui karena tidak pernah
diperiksa. Riwayat sering merasa lapar disangkal. Terdapat keluhan sering buang air kecil >4 kali
sehari dalam setahun terakhir. Sering merasa haus disangkal. Keluhan pandangan buram, bicara
pelo, atau kelemahan satu sisi tubuh disangkal. Riwayat penyakit ginjal disangkal.
2. Riwayat Pengobatan
Tidak ada
3
Hipertensi dan DM tidak diketahui
Kebiasaan merokok disangkal
4. Riwayat Keluarga
DM dan HT tidak diketahui
5. Lain-lain: -
Daftar Pustaka
1. Kasper DL, Fauci AS, Longo DL, Hauser SL, Jameson JL, Loscalzo J. Harrison’s principles of
internal medicine. 19th edition. New York: McGraw-Hill; 2015.
2. Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, Simadibrata M, Setiyohadi B, Syam AF. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. 5th edition. Jakarta: Interna Publishing; 2009.
3. KDIGO. Clinical practice guideline for the evaluation and management of chronic kidney
disease. Journal of the International Society of Nephrology; 2012.
5. Singer M, Deutschman CS, Seymour CW, Shankar-Hari M, Annane D, Bauer M, et al. The
third international concensus definitions for sepsis and septic shock (sepsis-3). JAMA.
2016;315(8):801-810.
Hasil Pembelajaran
1. Pengetahuan mengenai etiologi kematian pada pasien
2. Pengetahuan mengenai etiologi, patogenesis, patofisiologi, dan penatalaksanaan pada pasien
4
1. Subjektif
Pasien mengeluh nafsu makan menurun sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit. Pasien
mengaku terdapat nyeri menelan dan sariawan di mulut sejak seminggu terakhir sehingga sulit
untuk makan dan minum. Makanan yang dapat dikonsumsi adalah bubur cair sekitar 1-2 sendok
dan minum yang sedikit (<5 gelas) per hari. Tidak ada batuk dan nyeri dada. Sesak dan demam
disangkal. Terdapat penurunan berat badan dalam beberapa hari terakhir dan tidak diukur. Pasien
mengeluh mual, tetapi muntah disangkal Pasien jarang buang air besar dalam seminggu terakhir,
tidak keras dan tidak nyeri. Buang air besar bercampur darah atau kehitaman tidak diketahui.
Pasien diketahui buang air kecil 2-3 kali sehari dengan jumlah urine sedikit. Nyeri atau panas
ketika buang air kecil disangkal.
Diabetes melitus dan hipertensi pada pasien dan keluarga tidak diketahui karena tidak pernah
diperiksa. Riwayat sering merasa lapar disangkal. Terdapat keluhan sering buang air kecil >4 kali
sehari dalam setahun terakhir. Sering merasa haus disangkal. Keluhan pandangan buram, bicara
pelo, atau kelemahan satu sisi tubuh disangkal. Riwayat penyakit ginjal disangkal.
2. Objektif
Hasil pemeriksaan fisik didapatkan:
Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : tampak sakit sedang
Kesadaran : compos mentis
Tekanan darah : 90/60 mmHg
Nadi : 114 x/menit, regular, isi cukup
Frekuensi nafas : 24 x/ menit
Suhu : 370 C
Status nutrisi : kesan gizi kurang
Status Generalis
Kulit : warna sawo matang, turgor kulit baik, tidak ada ikterus
Kepala : normosefal, tidak ada deformitas, tidak ada nyeri tekan
Mata : konjungtiva tidak pucat, sklera tidak ikterik, refleks cahaya positif
Telinga : normotia, simetris, tidak tampak sekret
Hidung : tidak tampak sekret, tidak ada deviasi septum, tidak hiperemis
Mulut : arkus faring simetris, uvula di tengah, tonsil T1/T1, mulut kering, tampak
kotor, bekas perdarahan di lidah dan mukosa
Leher : JVP 5-2 cmH2O, tidak teraba pembesaran kelenjar getah bening, tiroid normal,
trakea di tengah, tidak ada kaku kuduk
5
Thoraks:
o Jantung
Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : iktus kordis teraba di linea midklavikula sinistra sela iga V,
tidak teraba tapping, thrilling, heaving, lifting
Perkusi : batas jantung kanan di linea sternalis dextra, batas jantung kiri
di linea midklavikula sinistra sela iga V
Auskultasi : bunyi jantung I dan II normal, murmur negatif, gallop negatif
o Paru
Inspeksi : tidak tampak sesak, tidak ada penggunaan otot bantu napas,
tidak ada benjolan, tidak ada retraksi interkostal, simetris saat
statis dan dinamis, RR 24x/menit, reguler
Palpasi : ekspansi dada simetris, teraba fremitus kanan-kiri simetris
Perkusi : sonor di kedua lapang paru
Auskultasi : vesikuler di kedua lapang paru, ronki negatif, wheezing
negatif
Abdomen
Inspeksi : tidak tampak buncit, tidak ada venektasi
Palpasi : supel, nyeri tekan negatif, hepar dan lien tidak teraba
Perkusi : timpani, shifting dullness negatif, nyeri ketok CVA negatif
Auskultasi : bising usus normal 4x/menit
Ekstremitas : akral hangat, capillary refill time <2 detik, edema negatif
Pemeriksaan Penunjang
Tabel 1. Hasil Laboratorium Darah (11/11/2017)
Pemeriksaan Hasil Nilai rujukan
Hematologi
Hemoglobin 14,9 13-16 g/dL
Hematokrit 44,4 40-52 %
Leukosit 25800 5-10 x 103/uL
Trombosit 571000 150-400 x 103/uL
Elektrolit
Natrium 149,3 132-147 mmol/L
Kalium 4,96 3,3-5,4 mmol/L
Klorida 118 94-111 mmol/L
Metabolik
Gula darah sewaktu 215 <140 mg/dL
6
Faal Ginjal
Ureum 428 < 48 mg/dL
Creatinin 5,19 0,62-1,16 U/L
Faal Hati
SGOT (AST) 27 <31 U/L
SGPT (ALT) 30 <33 U/L
Serologi
HbsAg Negatif Negatif
Screening B20 Non-reaktif Non-reaktif
Pemeriksaan EKG
Sinus rhythm, HR 114 bpm, normoaxis, gelombang P normal, PR interval 0,12 s, QRS duration
0,08s, tidak ada perubahan segmen ST dan gelombang T.
3. Assessment
1. Anoreksia geriatri
2. Acute on chronic kidney disease
3. Stomatitis ec infeksi jamur
4. Hiperglikemia ec hiperglikemia reaktif dd diabetes melitus tipe 2
4. Tata Laksana
Tirah baring
IVFD NaCL 0,9% loading 500cc, lanjutkan 30 tpm
Pasang NGT, diet sonde
Pasang DC
Injeksi ceftriaxon 1 gram/12 jam
Injeksi dexamethason 1 amp/8 jam
Injeksi omeprazol 1 vial/12 jam
Sucralfat syrup 3xCI
Nistatin drop 3x10 tetes
Flukonazol 1x150 mg
Oral hygiene
Rencana: rontgen thoraks, urinalisis
5. Follow-up
15/11/2017 (hari perawatan ke-4 di Ruang Anggrek)
S: Masih belum dapat makan. Minum hanya sedikit. Mual dan muntah sekali berisi cairan. Pasien
gelisah dan terkadang teriak atau marah-marah.
O:
Keadaan umum: tampak sakit sedang, gelisah, E4M6V4
TD 123/85; HR 112; RR 20; suhu 36 derajat Celcius
Lab (14/11/17) Hb 13,8; Ht 40,9; leu 24,3; ur/cr 326/4,7; GDS 454
A:
1. Acute on chronic kidney disease
2. Diabetes melitus tipe 2, kesan gizi kurang, tidak terkontrol
7
3. Stomatitis ec infeksi jamur
4. Infeksi sekunder ec pneumonia dd infeksi saluran kemih komplikata
P:
o Tirah baring
o Infus eas pfrimmer:aminofluid:RL 1:1:2/24 jam 30 tpm
o Injeksi levofloxacin 750mg/24 jam (I)
o Plioglitazon 2x1 tab ac
o Injeksi dexamethason 1 amp/8 jam
o Injeksi omeprazol 1 vial/12 jam
o Sucralfat syrup 3xCI
o Nistatin drop 3x10 tetes
o Flukonazol 1x150 mg
o Oral hygiene
8
4. Diabetes melitus tipe 2, kesan gizi kurang, tidak terkontrol
5. Stomatitis ec infeksi jamur
6. Infeksi sekunder ec pneumonia dd ISK komplikata
P:
o Tirah baring total
o O2 10 lpm NRM, NGT dialirkan
o Infus RL 200cc dilanjutkan 16 tpm mikro
o Dopamin 2-10mcg/KgBB/min
o Injeksi asam traneksamat 1 amp/8 jam
o Injeksi dexamethason/8jam
o Injeksi omeprazol 80 mg bolus IV dilanjutkan SP 8 mg kecepatan 5cc/jam
o Injeksi levofloxacin 750mg/24 jam
o Injeksi ca glukonas 1 amp/24 jam
o Sucralfat syrup 3xCI
o Flukonazol 1x150 mg
o Nystatin drop 3x10 tetes
o Pioglitazon 2x1
o Edukasi keluarga DNR
Perjalanan kematian
Tanggal Tanggal
16 November 2017 17 November 2017
Pukul 20.00 WIB Pukul 03.30 WIB
KU Tampak sakit berat, GCS E1M1V1 Tampak sakit berat, GCS E1M1V1
9
ISK komplikata ISK komplikata
6. Resume
Pasien laki-laki usia 73 tahun datang dengan keluhan nafsu makan menurun sejak 4 hari SMRS. Terdapat
nyeri menelan dan sariawan di mulut sejak seminggu dengan intake berkurang. Tidak ada batuk, nyeri
dada, sesak dan demam. Penurunan berat badan (+), mual (+), muntah (-). Riwayat hematemesis melena
disangkal. BAK berkurang. DM dan hipertensi tidak diketahui. Tekanan darah 90/60 mmHg, nadi
114x/menit, suhu 370C, napas 24x/menit. Kesan gizi kurang. Terdapat mulut kering, kotor, dan ada sisa
perdarahan pada mukosa dan lidah. Terdapat peningkatan ureum, kreatinin, GDS, dan leukosit. Dirawat
selama 5 hari, pada hari ke-4 mulai mengalami penurunan kesadaran dan dipindahkan ke ICU pada hari
ke-5. Kesadaran E1M1V1, TD 52/26; HR 113; RR 26; suhu 36 0C; SaO2 82%, serta produksi NGT darah
merah kehitaman 300cc. Pasien meninggal disebabkan oleh ensafalopati uremikum dengan diagnosis
banding syok sepsis.
Tinjauan Pustaka
10
A. Gangguan Ginjal Akut
Definisi
Gangguan ginjal akut atau acute kidney injury (AKI) merupakan gangguan fungsi ginjal secara cepat yang
berlangsung <48 jam yang ditandai retensi sisa metabolisme yang seharusnya dikeluarkan tubuh seperti
sisa metabolisme nitrogen (ureum dan kreatinin), non-nitrogen, dengan atau tanpa oliguria (<400 ml/24
jam). AKI ditegakkan apabila kadar kreatinin serum ≥0,3 mg/dL dalam 48 jam, peningkatan kadar
kreatinin serum ≥50% dalam seminggu, atau pengurangan produksi urine <0,5 mL/kg/jam selama ≥6 jam.
Penentuan laju filtrasi glomerulus (glomerular filtration rate/GFR) tidak dapat ditentukan pada AKI
karena memerlukan kondisi stabil.1,2
Etiologi
AKI dapat disebabkan oleh 3 faktor, yaitu prerenal, renal, dan postrenal. Prerenal menjadi penyebab
terbesar AKI (60% kasus) yang disebabkan adanya perfusi aliran plasma ginjal dan tekanan hidrostatik
intraglomerular yang tidak adekuat untuk mengatur filtrasi glomerulus. Pada kondisi hipoperfusi, ginjal
akan mempertahankan tekanan perfusi dengan otoregulasi melalui mekanisme vasodilatasi intrarenal.
Beberapa kondisi prerenal meliputi hipovolemia, penurunan cardiac output, obat yang dapat
memengaruhi respon autoregulasi ginjal (nonsteroidal anti-inflammatory drugs/NSAIDs dan penghambat
angiotensin II), dan sebagainya. Untuk faktor renal terjadi pada 5-15% kasus berupa glomerulonefritis
akut, sepsis, dan lainnya. Terkait faktor postrenal dapat disebabkan adanya obstruksi karena pembesaran
11
prostat, fibrosis, obstruksi uretera (batu), atau oklulsi vena renalis bilateral. 1
Pada gambar terlihat adanya kondisi normal (A), sedangkan gambar (B) mengalami penurunan tekanan
perfusi. GFR akan dipertahankan normal oleh vasodilatasi aferen dan vasokonstriksi eferen. Pada gambar
(C) terjadi penurunan perfusi disebakan adanya penggunakan NSAID yang menyebabkan kadar
prostaglandin yang menurun sehingga meningkatkan resistensi aferen. Hal tersebut menyebabkan tekanan
GFR menurun. Normal GFR dipertahankan oleh resistensi relatif dari arteriol aferen dan eferen yang
12
mengatur aliran plasma ginjal dan gradien tekanan transkapiler. Dalam keadaan normal, aliran darah
ginjal dan GFR relatif konstan yang diatur oleh mekanisme otoregulasi ginjal. Adanya hipovolemia,
penurunan volume efektif intravaskular (sepsis, gagal jantung), gangguan hemodinamik intrarenal
misalnya penggunaan NSAID yang menghambat angiotensin pada tekanan darah, mengaktivasi
baroreseptor kardiovaskuler dan menstimulasi pelepasan vasopresin dan endothelin-1. Kondisi tersebut
dikompensasi dengan vasodilatasi arteriol aferen oleh prostaglandin dan nitric oxide (NO). Filtrasi
glomerulus dapat dipertahankan dengan mengurangi aliran darah ginjal oleh angiotensin II yang
menyebabkan vasonkonstriksi arteriol eferen ginjal sehingga menjaga tekanan hidrostatik ginjal
mendekati normal dan mencegah penurunan GFR apabila penurunan aliran darah ginjal tidak cukup. Pada
hipoperfusi ginjal berat (tekanan arteri rerata <70 mmHg) dan berlangsung lama, maka mekanisme
otoregulasi akan terganggu sehingga terjadi vasokonstriksi arteriol aferen dan menyebabkan kontraksi
mesangial dan terjadi peningkatan reabsorpsi natrium dan air. Otoregulasi tersebut dipengaruhi adanya
obat yang dikonsumsi berupa ACE inhibitor/ARB, NSAID, hiponatremia, penggunaan diuretik, sirosis
hati, gagal ginjal, serta faktor usia.1,4
13
menyebabkan AKI, khususnya pada negara berkembang. Penurunan GFR dengan sepsis dapat terjadi
bahkan tanpa disertai adanya hipotensi, walaupun sebagian besar kasus muncul pada AKI dengan
penurunan hemodinamik yang membutuhkan vasopressor. Sepsis dapat menyebabkan adanya pelepasan
sitokin inflamasi dan menginduksi pelepasan NO sehingga terjadi penurunan GFR Sepsis menyebabkan
kerusakan endotel sehingga terjadi trombosis mikrovaskular, aktivasi reactive oxygen species (ROS),
migrasi dan adesi leukosit yang keseluruhannya berperan dalam kerusakan sel tubulus ginjal. 1
Manifestasi klinis
Umumnya tergantung dari durasi dan onset dari gagal ginjal, serta faktor penyebab AKI tersebut. Pasien
AKI dapat mengalami edema perifer akibat kelebihan cairan, gagal jantung, gagal hati, atau adanya
sindrom nefrotik. Selain itu, oliguria (<400-500 ml/24 jam), anuria, penurunan kesadaran, uremic odor,
takikardi, takipnea, aritmia (gangguan keseimbangan elektrolit atau terkait asidosis), ronki basah
(kelebihan cairan), efusi pericardial, hipotensi atau hipertensi, dan sebagainya. 1,4
AKI dan gagal ginjal kronik (CKD) perlu dibedakan agar penanganan menjadi efektif. Perbedaan dapat
diketahui dari kadar kreatinin sebelumnya, walaupun data tersebut sulit didapatkan atau tidak diketahui.
Pada beberapa kasus, diagnosis CKD perlu ditegakkan dari gambaran radiologi USG yang ditemukan
pengecilan korteks ginjal atau temuan osteodistrofi. Pada hasil laboratorium akan ditemukan gambaran
anemia normositik normokrom.1,2
Komplikasi
Ginjal memiliki peranan penting untuk mengatur homeostatis dari cairan, tekanan darah, komposisi
elektrolit plasma, keseimbangan asam basa, eksresi sisa metabolisme, dan sebagainya. Komplikasi AKI
tergantung dari derajat keparahan dan kondisi yang menyertainya. 1
Uremia: gangguan pengeluaran sisa metabolisme menyebabkan peningkatan konsentrasi blood urea
nitrogen (BUN). BUN bersifat toksik apabila di bawah 100 mg/dL, sedangkan apabila pada
konsentrasi lebih tinggi, akan terjadi penurunan kesadaran dan perdarahan.
14
Hipervolemia dan hipovolemia: adanya ekspansi cairan ekstraseluler merupakan salah satu
komplikasi utama dari oliguri dan anuria akibat gangguan ekskresi garam dan air. Manifestasi yang
terjadi berupa peningkatan berat badan, edema ekstremitas, peningkatan tekanan vena jugular, edema
paru, hingga kematian. Edema paru dapat terjadi karena volume overload dan perdarahan akibat
pulmonaru renal syndrome. AKI menyebabkan eksaserbasi akut paru yang ditandai adanya
peningkatan permeabilitas vaskular dan infiltrasi sel inflamasi di parenkim paru.
Hiponatremia
Hiperkalemia: kondisi tersebut dapat terjadi pada kasus rabdomiolisis, hemolisis, dan tumor lysis
syndorm karena kerusakan sel sehingga terjadi gangguan potasium intraseluler. Potasium akan
memengaruhi potensial membran seluler jantung dan jaringan neuromuskular. Adanya kelemahan
otot juga dapat menjadi salah satu tanda hiperkalemia. Komplikasi serius hiperkalemia adalah
gangguan konduksi jantung sehingga menyebabkan aritmia.
Asidosis metabolik: umumnya disertai adanya peningkatan anion-gap.
Hiperfosfatemia dan hipokalsemia
Penanganan
Memperbaiki status hemodinamik melalui resusitasi cairan dengan bijak
Batasi garam 1-2 gram/hari dan air <1 liter/hari dam hindari larutan hipotonik, dapat diberikan
furosemid untuk mengatasi kelebihan volume intravaskular
Apabila terdapat asidosis metabolik dapat diberikan natrium bikarbonat (pertahankan bikarbonat
serum >15 mmol/L, pH >7,2)
Pada pasien dengan hiperkalemia dapat membatasi asupan diet kalium (<40 mmol/hari), hindari
diuretik hemat kalium, pemberian glukosa (50 cc dextrose 50%) dan insulin 10 unit
Terkait nutrisi, total energi harian 20-30 kcal/kg/hari, asupan protein sesuai dengan derajat keparahan
AKI (0,8-1 g/kgBB/hari pada nonkatabolik AKI tanpa dialisis, 1-1,5 g/kgBB/hari pada pasien
dialisis, dan maksimal 1,7 g/kgBB/hari pada pasien dengan transplantasi ginjal)
Monitor asupan dan pengeluaran cairan dengan target pengeluaran produksi urine 0,5-1 cc/kgBB/jam
Pertimbangkan dialisis bila diperlukan
15
Etiologi
Penyebab CKD disebabkan berbagai faktor, diantaranya: 4
DM (37%)
Hipertensi (30%)
Glomerulonefritis kronik (12%)
Penyakit ginjal polikistik
Nefritis tubulus intersisial (hipersensitivitas obat, nefropati analgesik)
Penyakit autoimun
Penyakit vaskular (stenosis arteri renalis, nefrosklerosis hipertensif)
Klasifikasi
CKD dapat dikelompokkan berdasarkan penyebab, kategori GFR, dan kategori albuminuria. Prognosis
CKD dapat ditentukan berdasarkan ketiganya dan faktor komorbid lain. 3
Perhitungan GFR dapat berdasarkan Modification of Diet in Renal Disease (MDRD) dan CKD-EPI
menggunakan konsentrasi kreatinin serum, usia, jenis kelamin, ras, dan berat badan. 1,3
16
Patofisiologi
Patofisiologi mencakup dua mekanisme yaitu terkait etiologi spesifik (kompleks imun, inflamasi pada
kasus glomerulonefritis, pajanan toksin di tubulus renalis dan intersisium) dan mekanisme progresif
mencakup hiperfiltrasi dan hipertrofi nefron. Kondisi tersebut ditandai adanya penurunan jumlah nefron
yang dimediasi oleh hormon vasoaktif, sitokin, dan faktor pertumbuhan. Adanya kompensasi jangka
pendek berupa hipertrofi dan hiperinfiltrasi menyebabkan peningkatan tekanan dan aliran dalam ginjal
dan menimbulkan adanya kerusakan glomerulus, gangguan fungsi podosit, sklerosis, dan lainnya. Selain
itu terjadi peningkatan RAS hingga terjadi penurunan massa ginjal dan fungsinya. 1,4
Walaupun serum ureum dan konsentrasi kreatinin dapat digunakan untuk mengukur kapasitas ekskresi
ginjal, tetapi akumulasi dari keduanya kurang dapat menggambarkan tanda dan gejala, khususnya terkait
sindrom uremikum pada gagal ginjal. Banyaknya toksin yang terakumulasi di ginjal dapat berimplikasi
menjadi sindrom uremikum dengan patofisiologi karena adnaya akumulasi toksin yang seharusnya
dikeluarkan oleh ginjal, termasuk sisa metabolisme protein, penurunan fungsi ginjal sehingga
memengaruhi keseimbangan cairan dan elektrolit, serta adanya inflamasi sistemik progresif. Uremia
17
menyebabkan gangguan sistem organ sehingga memerlukan dialisis. Akan tetapi, penanganan dengan
transplantasi ginjal akan lebih efektif dibandingkan dialisis. 1
Manifestasi Klinis
Pada CKD, manifestasi klinis tergantung dari derajat CKD, sesuai etiologi, dan komplikasi. Temuan pada
pasien dapat berupa adanya ekimosis, perubahan warna kulit menjadi pucat, kering, penurunan kesadara,
gangguan emosional dan depresi, gangguan tidur, gangguan hematologi (hemostasis, anemia), gangguan
keseimbangan cairan (edema, efusi, hipertensi, elektrolit dan asam-basa (asidosis metabolik,
hiperkalemia), mual, muntah, gangguan metabolisme glukosan, dislipidemia, dan sebagainya. 1,4
Penanganan
Tabel 5. Tata Laksana CKD1
C. Sepsis
Definisi
Sepsis merupakan disfungsi organ yang dapat menimbulkan kematian akibat adanya disregulasi respon
tubuh terhadap infeksi, sedangkan syok sepsis adalah sepsis disertai dengan adanya hipotensi (MAP ≤65
mmHg) yang tidak dapat dikoreksi dengan pemberian cairan serta peningkatan kadar laktat >2 mmol/L
(18 mg/dL). Sepsis ditandai adanya respon sistemik terhadap infeksi atau suspek infeksi disertai adanya
18
hipofungsi organ, yaitu:4,5
Kardiovaskular: tekanan darah sistolik ≤90 mmHg atau mean arterial pressure (MAP) ≤70 mmHg
yang masih respon dengan resusitasi cairan
Ginjal: produksi urine <0,5 mL/kg/jam selama 1 jam
Respirasi: PaO2/FiO2 ≤250 atau apabila hanya terjadi disfungsi organ di paru, ≤200
Hematologi: jumlah trombosit <80000 atau menurun 50% dari jumlah tertinggi dalam 3 hari terakhir
Asidosis metabolik yang tidak dapat dijelaskan: pH ≤7,3 atau base deficit ≥5,0 mEq/L dan kadar
laktat plasma >1,5 kali di atas rentang normal
Etiologi
Penyebab sepsis karena adanya disregulasi yang mengaktivasi koagulasi, sitokin inflamasi, komplemen,
kaskade kinin dengan pelepasan mediator endogen vasoaktif. Penyebab tersering disebabkan karena
infeksi bakteri, yaitu gram negatif (escherichia coli, klebsiella sp., pseudomonas aeruginosa, proteus sp.,
neisseria meningitides) dan gram positif (staphylococcus aureus, streptococcus sp., enterococcus sp.).
Penyebab lain adalah infeksi jamur, virus, dan parasit. 5
Diagnosis
Penegakkan diagnosis sepsis dapat menggunakan Sequential [Sepsis-related] Organ Failure Assessment
(SOFA) untuk menentukan disfungsi organ dengan skor ≥2 poin (risiko kematian 10%). Pada tahap awal,
penilaian kondisi pasien dapat dilakukan dengan menggunakan quick SOFA, yang terdiri atas tiga
penilaian yaitu penurunan kesadara, tekanan darah sistolik ≤100 mmHg, dan frekuensi napas ≥22/menit.
Metode ini dapat digunakan untuk memperkirakan disfungsi organ, menginisiasi terapi awal secara cepat
dan tanpa membutuhkan pemeriksaan laboratorium atau penunjang. 5
19
Penanganan
Perbaikan hemodinamik: resusitasi cairan dengan kristaloid 30 ml/kg. Umumnya pasien memerlukan
4-6 L dalam 6 jam. Tujuannya adalah mempertahankan MAP >65 mmHg, saturasi oksigen >70%,
dan CVP 8-12 mmHg. Apabila CVP dan saturasi oksigen tidak tercapai dalam 6 jam resusitasi, maka
dapat diberikan dobutamin (dosis 5-10 μg/kg/menit sampai maksimal 20 μg/kg/menit. Pemberian
dopamin dapat dilakukan ketika tekanan darah sistolik ≥90 mmHg dan target MAP tercapai dengan
20
dosis awal 2-5 μmg/Kg BB/menit. Apabila belum mencapai target, maka dapat dikombinasikan
dengan norepinephrine.
Antibiotik: dapat diberikan antibiotik spektrum luas atau empirik (apabila telah dilakukan kultur)
dalam 1 jam ketika diagnosis sepsis atau syok sepsis ditegakkan. Penundaan pemberian antibiotik
tiap jam akan meningkatkan mortalitas sebesar 8%.
Kortikosteroid: masih terdapat perdebatan khususnya pada insufisiensi adrenal. Pada beberapa studi,
terdapat perbaikan dalam 8 jam pada kasus syok sepsis.
Kontrol kadar gula darah: pertahankan kadar gula darah 80-110 mg/dL.
Pembahasan
Pasien laki-laki usia 73 tahun datang dengan keluhan nafsu makan menurun sejak 4 hari SMRS. Terdapat
nyeri menelan dan sariawan di mulut sejak seminggu dengan intake berkurang. Tidak ada batuk, nyeri
dada, sesak dan demam. Penurunan berat badan (+), mual (+), muntah (-). Riwayat hematemesis melena
disangkal. BAK berkurang. DM dan hipertensi tidak diketahui. Pada pemeriksaan fisik didapatkan
21
kesadaran kompos mentis, tekanan darah 90/60 mmHg, nadi 114x/menit, suhu 37 0C, napas 24x/menit.
Kesan gizi kurang. Terdapat mulut kering, kotor, dan ada sisa perdarahan pada mukosa dan lidah. Paru
dan jantung tidak ada kelainan. Tidak terdapat edema dan ascites. Terdapat peningkatan ureum (428),
kreatinin (5,19), GDS (215), dan leukosit (25800). Hal tersebut menandakan adanya gangguan pada ginjal
dan infeksi, tetapi tidak diketahui adanya riwayat DM dan hipertensi. Pasien dirawat di ruang Anggrek
selama 5 hari dengan diagnosis acute on CKD, DM tipe 2, stomatitis ec infeksi jamur, dan infeksi
sekunder.
Pada hari ke-4, pasien mulai mengalami penurunan kesadaran dengan GCS E4M6V4, gelisah, dan
terkadang marah. Kemudian dilakukan pemasangan kateter urin untuk memantau jumlah produksi urine.
Pada hari ke-5, pasien semakin tidak kooperatif dan sempat muntah sedikit berisi darah merah kehitaman.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan GCS E3M5V2, TD 137/60; HR 88; RR 24; suhu 36 0C; SaO2 98%.
Hasil laboratorium terakhir (14/11/17) Hb 13,8; Ht 40,9; Leu 24300; ur/cr 326/4,7; GDS 454. Dipikirkan
pasien mengalami penurunan kesadaran ec ensefalopati uremikum, acute on CKD, hematemesis ec
gastropati uremikum dd stress ulcer, DM tipe 2, stomatitis dan infeksi sekunder. Pasien direncanakan
untuk dipindahkan ke ICU dan motivasi HD.
Beberapa jam kemudian setelah dipindahkan ke ICU, kesadaran E1M1V1, TD 52/26; HR 113; RR 26;
suhu 360C; SaO2 82%, serta produksi NGT darah merah kehitaman 300cc. Pasien sudah diberikan
resusitasi cairan dengan kristaloid, oksigenasi dengan NRM 10 lpm, pemberian dopamin 2-10
mcg/kgBB/min, dan antibiotik. Kondsi pasien terus mengalami perburukan dan target MAP >65 mmHg
tidak tercapai. Sekitar 9 jam kemudian, pasien apnea dan meninggal. Etiologi kematian disebabkan oleh
ensafalopati uremikum dengan diagnosis banding syok sepsis atau adanya infeksi sekunder.
22