Anda di halaman 1dari 62

BAB I

PENDAHULUAN

Kanker paru merupakan tumor ganas di organ paru-paru yang sering menjadi
penyebab kematian terbanyak terutama di negara maju sejak 1985, namun prevalensi
di negara berkembang terus meningkat (Cruz et al 2015). Faktro predisposisi pria
lebih banyak daripada wanita. Merokok merupakan penyebab terbanyak 85% kasus
kanker paru, disamping polusi logam berat seperti nikel, krom, dan asbes. Perokok
pasif meningkatkan resiko 25% terjadi kanker paru.1,2
Non-small Cell Lung Cancer (NSCLC) merupakan 85% jenis kasus kanker
paru, dimana jenis Adenocarcinoma 38,5% kasus dan Karsinoma Sel Skuamus 20%.
Sementara jenis Small Cell Lung Cancer hanya 15%, akan tetapi prognosisnya lebih
buruk karena sel tersebut akan melepaskan neuroendokrin.2
Diagnosis kanker paru dapat ditegakkan melalui anamnesis dan pemeriksaan
fisik. Pemeriksaan penunjang radiologi yang dapat membantu penegakkan diagnosis
dapat berupa pemeriksaan X-foto thorax, CT-scan, MRI, maupun PET-scan.
Pemeriksaan penunjang non radiologik menggunakan biopsi. PET-scan adalah
modalitas yang akurat untuk menentukan staging tumor primer. Pemeriksaan MRI
dapat mengetahui adanya tumor pancoast serta curiga adanya invasi tumor ke dinding
dada, mediastinum, atau tulang belakang. X-foto thoraks dapat mengetahui adanya
metastasis tumor ke paru (tumor sekunder).3

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kanker Paru


2.1.1 Definisi
Kanker paru adalah tumor ganas paru primer yang berasal dari saluran
napas atau epitel bronkus. Terjadinya kanker ditandai dengan pertumbuhan sel
yang tidak normal, tidak terbatas, dan merusak sel-sel jaringan yang normal.
Proses keganasan pada epitel bronkus didahului oleh masa pra kanker.
Perubahan pertama yang terjadi pada masa prakanker disebut metaplasia
skuamosa yang ditandai dengan perubahan bentuk epitel dan menghilangnya
silia.
2.1.2 Anatomi
Pulmo merupakan organ yang terletak di cavum thoraks. Masing-
masing pulmo memiliki puncak (apex), tiga permukaan (facies costalis, facies
mediastinalis, facies diaphragmatica) dan tiga tepi (margo anterior, margo
inferior, margo posterior).

Gambar.1 Pulmo

Apex pulmonalis ialah ujung cranial yang tumpul dan tertutup oleh
pleura servikalis. Apex pulmonalis dan pleura servikalis menonjol ke cranial
melalui apertura thoracis superior ke dalam pangkal leher.
Permukaan paru-paru. Masing-masing paru memiliki permukaan
berikut:
 Facies costalis, terhampar pada sternum, cartilage costalis dan costa

2
 Facies mediastinalis, ke medial berhubungan dengan mediastinum dan
ke dorsal dengan sisi vertebra
 Facies diaphragmatica, bertumpu pada kubah diaphragma yang
cembung, cekungan terdalam terdapat pada paru-paru kanan, karena
letak kubah sebelah kanan lebih tinggi
Tepi paru-paru. Masing-masing paru memiliki tepi berikut:
 Margo anterior adalah tepi pertemuan facies costalis dengan facies
mediastinalis di sebelah ventral yang bertumpang pada jantung
 Margo inferior membentuk batas lingkar facies diaphragmatica paru-
paru dan memisahkan facies diaphragmatica dari facies costalis dan
facies mediastinalis
 Margo posterior ialah tepi pertemuan facies costalis dengan facies
mediastinalis di dorsal.

Gambar.2 Segmentasi pulmo

3
Gambar.3 Lobus dan fissure pulmo

Masing-masing pulmo memperoleh perdarahan dari satu a.pulmonalis


yang besar dan darah venosa disalurkan keluar melalui dua v.pulmonalis. A.
pulmonalis dextra dan a. pulmonalis sinistra berasal dari satu truncus
pulmonalis setinggi angulus sterni.
Saraf pulmo berasal dari plexus pulmonalis ventral dan dorsal dari
radix pulmonis dexter dan radix pulmonis sinister.3

Gambar.4 Vaskularisasi pulmo


Bagian tengah cavitas thoracis, yakni ruang antara kedua kantong
pleura, dikenal sebagai mediastinum. Struktur dalam mediastinum diliputi
oleh jaringan ikat, pembuluh darah dan limfe. Jarangnya jaringan ikat, dan
elastisitas paru-paru dan pleura parietalis memungkinkan mediastinum
menyesuaikan diri kepada perubahan gerak dan volume dalam cavitas
thoracis.

4
Gambar.5 Pembagian mediastinum

Gambar.6 Posisi mediastinum diantara paru

Batas Ruang mediastinum, adalah:


Superior : Pintu masuk torak
Inferior : Diafragma
Lateral : Pleura Mediastinalis
Posterior : Tulang belakang
Anterior : Sternum4

Secara garis besar mediastinum dibagi atas 4 bagian penting:


1. Mediastinum superior, mulai pintu atas toraks (apertura thoracis superior)
sampai ke batas garis yang menghubungkan manubrium sterni dengan
diskus intervertebra Th IV-V.
Dari ventral ke dorsal struktur utama dalam medistinum superior ialah:

5
 Thymus
 Pembuluh besar yang berhubungan dengan jantung dan
pericardium: v. brachiocephalica, v. cava superior dan arcus aortae
 N. phrenicus dan n. vagus kedua sisi
 Plexus cardiacus
 Trachea
 N. laryngeus recurrens sinister
 Oesophagus
 Ductus thoracicus
 Otot-otot pravertebral

Gambar.7 Mediastinum Superior

2. Mediastinum anterior, dari dinding belakang sternum sampai dinding


depan perikardium. Dalam mediastinum anterior terdapat jaringan ikat
jarang, lemak, pembuluh limfe, beberapa kelenjar limfe dan cabang
pembuluh thoracica interna.

6
Gambar 8. Mediastinum Anterior

3. Mediastinum posterior, dari dinding belakang perikardium sampai dinding


depan corpus vertebrae torakalis. Mediastinum posterior berisi pars
thoracica aortae, ductus thoracicus, nodi lymphatici mediastinales
posteriors, v. azygos, oesophagus, plexus oesophagealis, kedua truncus
sympathicus torakal dan nn. Splanchnici thoracici.

Gambar 9. Mediastinum Posterior

4. Mediastinum medial, dari dinding depan perikardium ke dinding belakang


perikardium. Dalam mediastinum medial terdapat jantung dan pembuluh
besar.

7
2.1.3. Etiologi
Seperti umumnya kanker yang lain penyebab yang pasti dari kanker
paru belum diketahui, tapi paparan atau inhalasi berkepanjangan suatu zat
yang bersifat karsinogenik merupakan faktor penyebab utama disamping
adanya faktor lain seperti kekebalan tubuh, genetik dan lain-lain.3
Dari beberapa kepustakaan telah dilaporkan bahwa etiologi kanker
paru sangat berhubungan dengan kebiasaan merokok. Lombard dan Doering
(1928), telah melaporkan tingginya insiden kanker paru pada perokok
dibandingkan dengan yang tidak merokok. Terdapat hubungan antara rata-rata
jumlah rokok yang dihisap per hari dengan tingginya insiden kanker paru.
Dikatakan bahwa, 1 dari 9 perokok berat akan menderita kanker paru.3
Hidrokarbon karsinogenik telah ditemukan dalam ter dari tembakau rokok
yang jika dikenakan pada kulit hewan, menimbulkan tumor.7
Laporan beberapa penelitian terakhir ini mengatakan bahwa perokok
pasif pun akan berisiko terkena kanker paru. Anak-anak yang terpapar asap
rokok selama 25 tahun pada usia dewasa akan terkena risiko kanker paru dua
kali lipat dibandingkan dengan yang tidak terpapar, dan perempuan yang
hidup dengan suami atau pasangan perokok juga terkena risiko kanker paru 2-
3 kali lipat. Diperkirakan 25 % kanker paru dari bukan perokok adalah berasal
dari perokok pasif.3
Insiden karsinoma paru yang tinggi pada penambang kobalt di
Schneeberg dan penambang radium di Joachimsthal (lebih dari 50 %
meninggal akibat kanker paru) berkaitan dengan adanya bahan radioaktif
dalam bentuk radon. Bahan ini diduga merupakan agen etiologi operatif.8
Insiden yang tinggi juga terjadi pada pekerja yang terpapar karbonil nikel
(pelebur nikel) dan arsenic (pembasmi rumput). Pekerja pemecah hematite dan
orang–orang yang bekerja dengan asbestos dan kromat juga mengalami
peningkatan insiden.5 Mereka yang tinggal di kota mempunyai angka kanker
paru yang lebih tinggi dari pada mereka yang tinggal di desa dan walaupun
telah diketahui adanya karsinogen dari dan uap diesel dalam atmosfer di kota.8
Dilaporkan bahwa rendahnya konsumsi betakaroten, selenium dan
vitamin A menyebabkan tingginya resiko terkena kanker paru.3,9,10 Pemberian
Nutrisi dan supplement dapat mengurang gejala yang disebabkan oleh kanker
paru. Vitamin D dan Fe sangat baik untuk diberikan oleh penderita penyakit

8
kanker paru, Begitu pula dengan makanan antioxidant seperti cherri, dan buah
tomat.9,10 Terdapat perubahan/mutasi beberapa gen yang berperanan dalam
kanker paru, yakni: Proto oncogen, Tumor suppressor gene, Gene encoding
enzyme. 3,8

2.1.4 Patofisiologi
Dari etiologi yang menyerang percabangan segmen/sub bronkus
menyebabkan cilia hilang dan deskuamasi sehingga terjadi pengendapan
karsinogen. Dengan adanya pengendapan karsinogen maka menyebabkan
metaplasia, hyperplasia dan displasia. Bila lesi perifer yang disebabkan oleh
metaplasia, hyperplasia dan displasia menembus ruang pleura, biasanya akan
timbul efusi pleura, dan bisa diikuti invasi langsung pada kosta dan korpus
vertebra.11
Lesi yang letaknya sentral berasal dari salah satu cabang bronkus yang
terbesar. Lesi ini menyebabkan obstuksi dan ulserasi bronkus dengan diikuti
dengan supurasi di bagian distal. Gejala – gejala yang timbul dapat berupa
batuk, hemoptysis, dispneu, demam, dan dingin. Wheezing unilateral dapat
terdengar pada auskultasi.11
Pada stadium lanjut, penurunan berat badan biasanya menunjukkan
adanya metastase, khususnya pada hati. Kanker paru dapat bermetastase ke
struktur – struktur terdekat seperti kelenjar limfe, dinding esofagus,
pericardium, otak, tulang rangka.11

2.1.5 Manifestasi Klinis


Kebanyakan kanker paru adalah simtomatik saat didiagnosis dan
presentasi kliniknya bermacam-macam dari tipe tumor, lokasi tumor, tingkat
tumor (lokal atau menyebar)1
Pada fase awal kebanyakan kanker paru tidak menunjukan gejala-
gejala klinis. Bila sudah menampakkan gejala maka pasien tersebut dalam
stadium lanjut. Gejala-gejala tersebut dapat berupa Hemoptisis, wheezing
karena ada obstruksi saluran nafas, atelektasis, sindrom vena cava superior,
sindrom horner, suara serak karena penekanan pada nervus laryngeal superior,
sindrom pancoast 2
Empat puluh persen pasien yang didiagnosis kanker paru pada awalnya

9
datang dengan gejala dan tanda penyebaran intrathorak. Penyebaran
intrathorak disebabkan oleh perluasan langsung dari tumor maupun
penyebaran limfangitik.6,8
Suara serak yang terjadi karena paralisis nervus laringeus rekurens
terjadi pada 2 – 18% pasien. Paralisis nervus frenikus mungkin ditunjukkan
dengan adanya dispnea atau hemidiafragma yang terangkat pada foto thoraks.
Tumor sulkus pulmonalis superior (tumor Pancoast) mungkin datang dengan
sindroma Horner dan ditandai dengan pleksopati brakhial serta rasa nyeri
sepanjang serabut saraf yang terlibat. Invasi dinding dada seringkali ditandai
dengan nyeri pleuritis yang menetap. Efusi pleura mungkin datang dengan
dispnea, suara nafas melemah, dan pekak pada perkusi. Obstruksi esofagus
mungkin menyebabkan disfagia. Obstruksi vena kava superior ditandai dengan
edema pada wajah dan plethora serta dilatasi vena pada tubuh bagian atas,
bahu, dan lengan. Meskipun keterlibatan perikardial seringkali ditemukan saat
otopsi, pasien jarang datang dengan efusi perikardium simptomatik atau
tamponade.
Gejala-gejala dapat bersifat 3:
1. Lokal (tumor tumbuh setempat)
a. Batuk baru atau batuk lebih hebat pada batuk kronis
b. Batuk darah
c. Mengi karena ada obstruksi saluran napas
d. Kadang terdapat kavitas seperti abses paru
e. Atelektasis
2. Invasi lokal
a. Nyeri dada
b. Sesak karena cairan pada rongga pleura
c. Invasi ke perikardium  terjadi tamponade atau aritmia
d. Sindrom vena cava superior
e. Sindrom Horner (facial anhidrosis, ptosis, miosis)
f. Suara serak, karena penekanan pada nervus laryngeal recurrent
g. Sindrom Pancoast, karena invasi pada pleksus brakialis dan saraf
simpatis servikalis

10
3. Gejala Penyakit Metastasis
a. Pada otak, tulang, hati, adrenal
b. Limfadenopati servikal dan supraklavikula (sering menyertai
metastasis)
4. Sindrom Para neoplastik (10% pada Ca Paru), dengan gejala:
a. Sistemik : penurunan berat badan, anoreksia, demam
b. Hematologi : leukositosis, anemia, hiperkoagulasi
c. Hipertrofi osteoartropati
d. Neurologik : dementia, ataksia, tremor, neuropati perifer
e. Neuromiopati
f. Endoktrin: sekresi berlebihan hormon paratiroid (hiperkalsemia)
g. Dermatologik : eritema multiform, hyperkeratosis, jari tabuh
h. Renal: Syndrome of inappropriate andiuretic hormone (SIADH)
5. Asimtomatik dengan kelainan radiologi

2.1.6 Klasifikasi
Berdasarkan level penyebarannya penyakit kanker paru-paru terbagi
dalam dua kriteria:
1. Kanker paru primer
Memiliki 2 tipe utama, yaitu:
a. Small cell lung cancer (SCLC)
SCLC adalah jenis sel yang kecil-kecil (banyak) dan memiliki daya
pertumbuhan yang sangat cepat hingga membesar. Biasanya disebut
“oat cell carcinomas” (karsinoma sel gandum). Tipe ini sangat erat
kaitannya dengan perokok, Penanganan cukup berespon baik melalui
tindakan kemoterapi dan radioterapi.10 Stadium (Stage) SCLC ada 2
yaitu13:
 Stage terbatas (limited) jika hanya melibatkan satu sisi paru
(hemitoraks)
 Stage luas (extensived) jika sudah meluas dari satu hemitoraks atau
menyebar ke organ lain
b. Non-small cell lung cancer (NSCLC).
NSCLC adalah merupakan pertumbuhan sel tunggal, tetapi seringkali
menyerang lebih dari satu daerah di paru-paru,10 mencakup

11
adenokarsinoma, karsinoma sel skuamosa, karsinoma sel besar (Large
Cell Ca) dan karsinoma adenoskuamosa.13
Stage NSLCLC dibagi atas : Stage 0, IA, IB, IIA, IIB, IIIA, IIIB dan
IV yang ditentukan menurut International Staging System for Lung
Cancer 1997, berdasarkan sistem TNM. 13

Stadium TNM

Occult carcinoma
Tx N0 M0
0
Tis N0 M0
IA
T1 N0 M0
IB
T2 N0 M0
IIA
T1 N1 M0
IIB
T2 N1 M0, T3 N0 M0
IIIA
T1 N2 M0, T2 N2 M0, T3 N1 M0, T3
N2 M0
IIIB
berapapun T N3 M0, T4 berapapun N M0
berapapun T berapapun N M1
IV

Kategori TNM untuk Kanker Paru 13:


T : Tumor Primer
To : Tidak ada bukti ada tumor primer
Tx : Tumor primer sulit dinilai, atau tumor primer terbukti dari penemuan
sel tumor ganas pada sekret bronkopulmoner tetapi tidak tampak
secara radiologis atau bronkoskopis.
Tis : Karsinoma in situ
T1 : Tumor dengan garis tengah terbesar tidak melebihi 3 cm, dikelilingi
oleh jaringan paru atau pleura viseral dan secara bronkoskopik invasi
tidak lebih proksimal dari bronkus lobus (belum sampai ke bronkus
utama). Tumor sembarang ukuran dengan komponen invasif terbatas
pada dinding bronkus yang meluas ke proksimal bronkus utama.
T2 : Setiap tumor dengan ukuran atau perluasan sebagai berikut: :
- Garis tengah terbesar lebih dari 3 cm

12
- Mengenai bronkus utama sejauh 2 cm atau lebih distal dari karina,
dapat mengenai pleura visceral
- Berhubungan dengan atelektasis atau pneumonitis obstruktif yang
meluas ke daerah hilus, tetapi belum mengenai seluruh paru.
T3 : Tumor sembarang ukuran, dengan perluasan langsung pada dinding
dada (termasuk tumor sulkus superior), diafragma, pleura
mediastinum atau tumor dalam bronkus utama yang jaraknya kurang
dari 2 cm sebelah distal karina atau tumor yang berhubungan dengan
atelektasis atau pneumonitis obstruktif seluruh paru.
T4 : Tumor sembarang ukuran yang mengenai mediastinum atau jantung,
pembuluh besar, trakea, esofagus, korpus vertebra, karina, tumor
yang disertai dengan efusi pleura ganas atau tumor satelit nodul
ipsilateral pada lobus yang sama dengan tumor primer.
N : Kelenjar getah bening regional (KGB)
Nx : Kelenjar getah bening regional tak dapat dinilai
No : Tak terbukti keterlibatan kelenjar getah bening
N1 : Metastasis pada kelenjar getah bening peribronkial dan/atau hilus
ipsilateral, termasuk perluasan tumor secara langsung
N2 : Metastasis pada kelenjar getah bening mediatinum ipsilateral dan/atau
KGB subkarina
N3 : Metastasis pada hilus atau mediastinum kontralateral atau KGB
skalenus atau supraklavikula ipsilateral/kontralateral
M : Metastasis (anak sebar) jauh
Mx : Metastasis tak dapat dinilai
Mo : Tak ditemukan metastasis jauh
M1 : Ditemukan metastasis jauh. Nodul ipsilateral di luar lobus tumor
primer dianggap sebagai M1

2. Kanker paru sekunder


Merupakan penyakit kanker paru yang timbul sebagai dampak penyebaran
kanker dari bagian organ tubuh lainnya, yang paling sering adalah kanker
payudara dan kanker usus (perut). Kanker menyebar melalui darah, sistem
limpa atau karena kedekatan organ.10

13
2.1.7 Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Radiologi
Hasil pemeriksaan radiologis adalah salah satu pemeriksaan penunjang
yang mutlak dibutuhkan untuk menentukan lokasi tumor primer dan
metastasis, serta penentuan stadium penyakit berdasarkan sistem TNM.
Pemeriksaan radiologi paru yaitu Foto toraks PA/lateral, bila mungkin
CT-scan toraks, bone scan, Bone survey, USG abdomen dan Brain-CT
dibutuhkan untuk menentukan letak kelainan, ukuran tumor dan
metastasis.6
 Foto toraks :
Pada pemeriksaan foto toraks PA/lateral akan dapat dilihat bila masa
tumor dengan ukuran tumor lebih dari 1 cm. Tanda yang mendukung
keganasan adalah tepi yang ireguler, disertai identasi pleura, tumor
satelit tumor, dll. Massa opak homogen bisa di sentral di bronkus
primer, bisa di perifer dari alveolus , Gambaran membulat dengan
tepi irregular. Dari massa tersebut bisa terjadi spinasi (pertumbuhan
radier ke arah jaringan yang sehat) menyerupai kaki (pseudopodia)
seperti kepiting. Dapat terjadi perbercakan, kavitas, efusi pleura,
pembesaran KGB hili, kalsifikasi. Pada foto tumor juga dapat
ditemukan telah invasi ke dinding dada, efusi pleura, efusi perikar
dan metastasis intrapulmoner. Sedangkan keterlibatan KGB untuk
menentukan N agak sulit ditentukan dengan foto toraks saja.
Kewaspadaan dokter terhadap kemungkinan kanker paru pada
seorang penderita penyakit paru dengan gambaran yang tidak khas
untuk keganasan penting diingatkan. Seorang penderita yang
tergolong dalam golongan resiko tinggi (GRT) dengan diagnosis
penyakit paru, harus disertai difollowup yang teliti. Pemberian OAT
yang tidak menunjukan perbaikan atau bahkan memburuk setelah 1
bulan harus menyingkirkan kemungkinan kanker paru, tetapi lain
masalahnya pengobatan pneumonia yang tidak berhasil setelah
pemberian antibiotik selama 1 minggu juga harus menimbulkan
dugaan kemungkinan tumor dibalik pneumonia tersebut. Bila foto
toraks menunjukkan gambaran efusi pleura yang luas harus diikuti
dengan pengosongan isi pleura dengan punksi berulang atau

14
pemasangan WSD dan ulangan foto toraks agar bila ada tumor primer
dapat diperlihatkan. Keganasan harus difikirkan bila cairan bersifat
produktif, dan/atau cairan serohemoragik.7

Gambar.10 Tumor paru

Gambar.11 Paru normal dan tumor paru

15
Gambar.13 Tumor ganas paru

 CT-Scan toraks :
Tehnik pencitraan ini dapat menentukan kelainan di paru secara lebih
baik daripada foto toraks. CT-scan dapat mendeteksi tumor dengan
ukuran lebih kecil dari 1 cm secara lebih tepat. Demikian juga tanda-
tanda proses keganasan juga tergambar secara lebih baik, bahkan bila
terdapat penekanan terhadap bronkus, tumor intra bronkial,
atelektasis, efusi pleura yang tidak masif dan telah terjadi invasi ke
mediastinum dan dinding dada meski tanpa gejala. Lebih jauh lagi
dengan CT-scan, keterlibatan KGB yang sangat berperan untuk
menentukan stage juga lebih baik karena pembesaran KGB (N1 s/d
N3) dapat dideteksi. Demikian juga ketelitiannya mendeteksi
kemungkinan metastasis intrapulmoner.

Gambar.13 CT Scan paru

16
 Pemeriksaan radiologik lain :
Kekurangan dari foto toraks dan CT-scan toraks adalah tidak mampu
mendeteksi telah terjadinya metastasis jauh. Untuk itu dibutuhkan
pemeriksaan radiologik lain, misalnya Brain-CT untuk mendeteksi
metastasis di tulang kepala / jaringan otak, bone scan dan/atau bone
survey dapat mendeteksi metastasis diseluruh jaringan tulang tubuh.
USG abdomen dapat melihat ada tidaknya metastasis di hati, kelenjar
adrenal dan organ lain dalam rongga perut.8
b. Bronkoskopi
Bertujuan diagnostik sekaligus dapat mengambil jaringan atau bahan agar
dapat dipastikan ada tidaknya sel ganas. Pemeriksaan ada tidaknya masa
intrabronkus atau perubahan mukosa saluran napas, seperti terlihat
kelainan mukosa tumor misalnya, berbenjol-benjol, hiperemis, atau
stinosis infiltratif, mudah berdarah. Tampakan yang abnormal sebaiknya
di ikuti dengan tindakan biopsi tumor/dinding bronkus, bilasan, sikatan
atau kerokan bronkus.5
c. Biopsi Aspirasi Jarum
Apabila biopsi tumor intrabronkial tidak dapat dilakukan, misalnya karena
amat mudah berdarah, atau apabila mukosa licin berbenjol, maka
sebaiknya dilakukan biopsi aspirasi jarum, karena bilasan dan biopsi
bronkus saja sering memberikan hasil negatif.5
d. Sitologi sputum
Sitologi sputum adalah tindakan diagnostik yang paling mudah dan
murah. Kekurangan pemeriksaan ini terjadi bila tumor ada di perifer,
penderita batuk kering dan tehnik pengumpulan dan pengambilan sputum
yang tidak memenuhi syarat. Dengan bantuan inhalasi NaCl 3% untuk
merangsang pengeluaran sputum dapat ditingkatkan. Semua bahan yang
diambil dengan pemeriksaan tersebut di atas harus dikirim ke
laboratorium Patologi Anatomik untuk pemeriksaan sitologi/histologi.
Bahan berupa cairan harus dikirim segera tanpa fiksasi, atau dibuat
sediaan apus, lalu difiksasi dengan alkohol absolut atau minimal alkohol
90%. Semua bahan jaringan harus difiksasi dalam formalin 4%.5

17
e. Pemeriksaan Cairan Pleura (Kalau ditemukan efusi pleura)
Cairan efusi dapat bersifat transudat maupun eksudat, dan juga bersifat
hemoragik karena dapat dilewati sel-sel darah terutama eritrosit, kadar
glukosa rendah.
2.1.8 Penatalaksanaan
Pengobatan kanker paru adalah combined modality therapy (multi-
modaliti terapi). Kenyataanya pada saat pemilihan terapi, sering bukan hanya
diharapkan pada jenis histologis, derajat dan tampilan penderita saja tetapi
juga kondisi non-medis seperti fasilitas yang dimiliki rumah sakit dan
ekonomi penderita juga merupakan faktor yang amat menentukan.5
Adapun penanganan Kanker paru yang dapat dilakukan adalah:
 Pembedahan
Indikasi pembedahan pada kanker paru adalah untuk NSCLC stadium I
dan II. Pembedahan juga merupakan bagian dari “combine modality
therapy”, misalnya kemoterapi neoadjuvan untuk NSCLC stadium IIIA.
Indikasi lain adalah bila ada kegawatan yang memerlukan intervensi
bedah, seperti kanker paru dengan sindroma vena kava superiror berat.5
Prinsip pembedahan adalah sedapat mungkin tumor direseksi lengkap
berikut jaringan KGB intrapulmoner, dengan lobektomi maupun
pneumonektomi. Segmentektomi atau reseksi baji hanya dikerjakan jika
faal paru tidak cukup untuk lobektomi. Tepi sayatan diperiksa dengan
potong beku untuk memastikan bahwa batas sayatan bronkus bebas
tumor. KGB mediastinum diambil dengan diseksi sistematis, serta
diperiksa secara patologi anatomis. Hal penting lain yang penting dingat
sebelum melakukan tindakan bedah adalah mengetahui toleransi penderita
terhadap jenis tindakan bedah yang akan dilakukan. Toleransi penderita
yang akan dibedah dapat diukur dengan nilai uji faal paru dan jika tidak
memungkin dapat dinilai dari hasil analisis gas darah (AGD).5
 Radiasi
Pada beberapa kasus, radioterapi dilakukan sebagai pengobatan kuratif
dan bisa juga sebagai terapi adjuvant/ paliatif pada tumor dengan
komplikasi, seperti mengurangi efek obstruksi atau penekanan terhadap

18
pembuluh darah bronkus. Pada terapi kuratif, radioterapi menjadi bagian
dari kemoterapi neoadjuvan untuk NSCLC stadium IIIA. Pada kondisi
tertentu, radioterapi saja tidak jarang menjadi alternatif terapi kuratif. 5,15
Radiasi sering merupakan tindakan darurat yang harus dilakukan untuk
meringankan keluhan penderita, seperti sindroma vena kava superiror,
nyeri tulang akibat invasi tumor ke dinding dada dan metastasis tumor di
tulang atau otak. 5,15
 Kemoterapi
Kemoterapi digunakan untuk mengganggu pola pertumbuhan tumor,
untuk menangani pasien SCLC atau dengan metastase luas serta untuk
melengkapi bedah atau terapi radiasi. Kemoterapi dapat diberikan pada
semua kasus kanker paru. Syarat utama harus ditentukan jenis histologis
tumor dan tampilan (performance status) harus lebih dari 60 menurut
skala Karnosfky atau 2 menurut skala WHO. Kemoterapi dilakukan
dengan menggunakan beberapa obat antikanker dalam kombinasi regimen
kemoterapi. Pada keadaan tertentu, penggunaan 1 jenis obat anti kanker
dapat dilakukan.5
Geftinib dapat digunakan untuk terapi lini pertama pada pasien NSCLC,
yang dipilih berdasarkan mutasi EGFR yang mampu meningkat angka
kelangsungan hidup, dengan toksisitas yang dapat diterima, dibandingkan
dengan kemoterapi lainnya. 2
Prinsip pemilihan jenis antikanker dan pemberian sebuah regimen
kemoterapi adalah5:
a. Platinum based therapy ( sisplatin atau karboplatin)
b. Respons obyektif satu obat antikanker sebesar 15%
c. Toksisiti obat tidak melebihi grade 3 skala WHO
d. Terapi harus dihentikan atau diganti bila setelah pemberian 2 siklus
pada penilaian terjadi tumor progresif.
 Photodynamic Therapy (PDT)
Satu terapi yang lebih baru yang digunakan untuk beberapa tipe dan
tingkatan dari kanker paru (begitu juga beberapa kanker-kanker lain)
adalah photodynamic therapy. Pada perawatan photodynamic, suatu
19ocal19 photosynthesizing (seperti suatu porphyrin, suatu 19ocal19 yang

19
terjadi secara alami di tubuh) disuntikkan kedalam aliran darah beberapa
jam sebelum operasi.16
Selama waktu ini, 20ocal20 ini menempatkan dirinya secara selektif pada
sel-sel yang tumbuh dengan cepat seperti sel-sel kanker. Suatu prosedur
kemudian mengikutinya dimana dokter menggunakan suatu sinar dengan
panjang gelombang tertentu melalui suatu tongkat yang dipegang tangan
langsung ke tempat dari kanker dan jaringan-jaringan sekitarnya. Energi
dari sinar mengaktifkan photosensitizing, menyebabkan produksi dari
suatu racun yang menghancurkan sel-sel tumor.16
PDT mempunyai keuntungan-keuntungan yang mana ia dapat secara tepat
mengenai sasaran dari lokasi kanker, dan dapat diulang pada tempat yang
sama jika diperlukan. Kelemahan-kelemahan dari PDT adalah bahwa ia
hanya bermanfaat dalam merawat kanker-kanker yang dapat dicapai
dengan suatu sumber sinar dan tidak cocok untuk perawatan kanker-
kanker yang luas atau ekstensif. Penelitian sedang berlangsung untuk
lebih jauh menentukan keefektivitasan PDT pada kanker paru.16
Tujuan pengobatan kanker dapat berupa15 :
1. Kuratif, yaitu untuk memperpanjang masa bebas penyakit dan
meningkatkan angka harapan hidup klien.
2. Paliatif , untuk mengurangi dampak kanker, meningkatkan kualitas
hidup.
3. Rawat rumah (Hospice care) pada kasus terminal, untuk mengurangi
dampak fisis maupun psikologis kanker baik pada pasien maupun
keluarga.
4. Suportif, untuk menunjang pengobatan kuratif, paliatif dan terminal
seperti pemberian nutrisi, tranfusi darah dan komponen darah, obat anti
nyeri dan anti infeksi
2.1.9 Prognosis
Prognosis dari kanker paru merujuk pada kesempatan untuk
penyembuhan dan tergantung dari lokasi dan ukuran tumor, kehadiran gejala-
gejala, tipe kanker paru, dan keadaan kesehatan secara keseluruhan dari
pasien.16
SCLC mempunyai pertumbuhan paling agresif, dengan suatu waktu
kelangsungan hidup median (angka yang ditengah-tengah) hanya dua sampai

20
empat bulan setelah didiagnosis jika tidak dirawat. (Itu adalah pada dua
sampai empat bulan separuh dari semua pasien-pasien telah meninggal).
Bagaimanapun, SCLC adalah juga tipe kanker paru yang paling responsive
pada terapi radiasi dan kemoterapi. Karena SCLC menyebar sangat cepat dan
biasanya berhamburan pada saat diagnosis, metode-metode seperti
pengangkatan secara operasi atau terapi radiasi 21ocal berkurang efektif dalam
merawat tipe tumor ini. Bagaimanapun, ketika kemoterapi digunakan sendiri
atau dalam kombinasi dengan metode-metode lain, waktu kelangsungan hidup
dapat diperpanjang empat sampai lima kali.16 Namun, kelangsungan hidup
secara keseluruhan rata-rata pasien dengan pengobatan kombinasi hanya 12
bulan saja.1
Dari semua pasien-pasien dengan SCLC, hanya 5%-10% masih hidup
lima tahun setelah diagnosis. Kebanyakan dari mereka yang selamat (hidup
lebih lama) mempunyai tingkat yang terbatas dari SCLC.16 Pada non-small cell
lung cancer (NSCLC), hasil-hasil dari perawatan standar biasanya
keseluruhannya jelek namun kebanyakan kanker yang terlokalisir dapat
diangkat secara operasi. Bagaimanapun, pada tingkat I kanker dapat diangkat
sepenuhnya, angka kelangsungan hidup lima tahun dapat mendekati 75%.
Terapi radiasi dapat menghasilkan suatu penyembuhan pada suatu minoritas
dari pasien-pasien dengan NSCLC dan menjurus pada pembebasan gejala-
gejala pada kebanyakan pasien-pasien.16
Prognosis keseluruhan untuk kanker paru adalah jelek jika
dibandingkan dengan beberapa kanker-kanker lain. Angka-angka
kelangsungan hidup untuk kanker paru umumnya lebih rendah daripada yang
untuk kebanyakan kanker-kanker, dengan suatu angka keseluruhan
kelangsungan hidup lima tahun untuk kanker paru sebesar 16% dibandingkan
dengan 65% untuk kanker kolon, 89% untuk kanker payudara, dan lebih dari
99% untuk kanker prostat.16
2.2 Adenokarsinoma
Insiden adenokarsinoma meningkat dan saat ini merupakan tipe sel
paling banyak, dengan angka kejadian sekitar 35-50% dari seluruh karsinma
paru. Metastasis dini lebih umum terjadi dari pada karsinoma epidermoid,
terutama pada kelenjar adrenal dan system saraf pusat. Secara mikroskopik

21
tampak kelompok-kelompok alveolus yang dibatasi oleh sel-sel jernih
penghasil mucus, dan terdapat banyak mucus mukoid.7,12,13
Secara histology tampak bentuk kelenjar dengan atau tanpa sekresi
musin. Kadang-kadang ditemukan pertumbuhan papiler, sehingga mirip
dengan karsinoma bronkhioles. Tumor jenis ini kadang-kadang- tumbuh pada
daerah parut, sehingga diduga proses radang menagun merangsang
pembentukannya. Waktu yang dibutuhkan tumor pimer untuk mencapai
ukuran 2 cm ialah lebih kurang 25 tahun.17,12
Pada pemeriksaan CT Scan, tampak sebagai nodul soliter berbentuk
round atau lobulated. Tepinya ireguler dan berspikula, sebagai akibat adanya
invasi ke parenkim disertai respon fibrosis. Lokasinya 75% diperifer paru,
sebagian besar didapatkan pada lobus superior, namun sering didapatkan pada
bagian paru dengn jaringan parut lokal atau fibrosis intertitital konik yang
sudah ada sebelumnya. Massa di subpleura dapat memberikan gambaran lesi
linier tipis yang merupakan perluasan ke pleura. Air bronchogram dapat
terlihat dalam nodul, selain itu dapat terjadi nekrosis sentral, namun lesi
bentuk kavitas tidak ditemukan.7,12,13
Lesi seringkali meluas melalui pembuluh darah dan limfe pada stadium
dini, dan secara klinis tetap tidak menunjuukan gejala-gejala sampai terjadi
metastasis yang jauh. Prognosis butrk kecuali dilakukan pembuangan lobus
yang terserang pada saat masih stadium dini.7,12,13

2.3 Gambaran Radiologis Kanker Paru


Foto Polos
Dalam menilai lesi melalui foto polos ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan. Pertama, perhatikan gambaran dengan proyeksi PA dan lateral
untuk memastikan letak lesi dari kedua posisi tersebut. Jika terdapat keraguan
maka dapat dilakukan foto oblik.
Gambaran foto polos memiliki kecenderungan keganasan jika berupa
massa yang berukuran lebih dari 3 cm (massa). Terutama jika berukuran
seperti bola golf sangat mungkin merupakan keganasan. Massa pada kanker
paru biasanya berupa masa soliter perifer sedangkan 40% massa letaknya
sentral. Massa memiliki batas yang tidak beraturan serta dapat berkavitas.
Nodul satelit juga dapat menjadi gambaran massa.27

22
Setiap jenis kanker paru primer masing-masing memiliki
kecenderungan perkembangannya. Adenokarsima biasanya bermanifestasi di
perifer. Karsinoma sel skuamosa dapat muncul di sentral maupun perifer,
namun lebih sering muncul di sentral. Small cell carcinoma biasa muncul pada
hilus atau perihilus.28
Dalam menilai suatu masa tersebut ganas atau jinak, terdapat beberapa
hal yang perlu diperhatikan antara lain:27,29
Kemungkinan jinak Kemungkinan ganas
Ukuran dalam waktu dua Ukuran tidak berubah, Ukuran meningkat dua kali
tahun diameter <3 cm lipat (>30 hari dan <18
bulan), diameter > 3 cm
Kalsifikasi Seperti kulit telur, tidak Lesi eksentrik, tidak tegas
tegas, kasar, seperti
popcorn, sentral, berlapis-
lapis
Kontur Batas reguler Irreguler berupa radiating,
lesi atau penebalan pada
bronkus dan pembuluh
darah, berlobul, peripheral
milk glass opacity
Kavitas dengan dinding Dinding lebih tebal dari 5 Dinding lebih tebal dari 15
tebal mm mm
Reaksi pleura Tidak ada Penebalan, retraksi
Batas Tegas Sulit diidentifikasi
Di bawah ini merupakan gambaran lesi jinak dengan kontur yang tegas
dan halus yang berbeda dengan lesi ganas.

23
Gambar 14. Kiri: fibroma pada lingual28, kanan: hamartoma dengan kalsifikasi popcorn29

Gambar 15. Kista ekinokokus29


Di bawah ini merupakan gambaran tumor ganas paru yang dapat
dibedakan dengan melihat gambaran kontur.

Gambar 16. Massa pada paru kanan atas29

24
Gambar 17. Karsinoma paru perifer pada paru kiri atas segmen posterior30

Gambar 18. KSS dengan kavitas pada lobus kanan atas31

Gambar 19. NSSC pada lobus bawah paru kiri dengan efusi pleura31
Gambaran foto polos paru yang mungkin menunjukan keganasan paru
adalah sebagai berikut:
a. Golden S sign27
Golden S sign merupakan gambaran dari tumor yang terletak pada
hilus yang mengakibatkan atelektasis perifer (umumnya sumbatan berada
di lobus kanan atas). Dengan adanya atelektasi maka secara normal lobus
atas paru kanan akan kolaps dan diikuti dengan melipatnya fisura minor

25
ke atas yang muncul dari hilus ke aspek lateral dada. Dengan adanya
massa yang terletak di dekat hilus, lipatan tadi akan terlihat di dekat hilus
mengelilingi massa sehingga membentuk “S” sebagai batas inferior dari
paru yang kolaps.

Gambar 20. Golden S sign


b. Tumor Pancoast27
Tumor Pancoast merupakan kanker pada lobus atas yang telah
mengenai pleura dan struktur yang berdekatan seperti iga. Gambar di
bawah ini menunjukan gambaran tumor pancoast pada bagian apeks paru
kanan.

Gambar 21. Tumor Pancoast


c. Stenosis bronkial30
Karena sebagian besar karsinoma tumbuh secara intramural atau
transmural maka sering menimbulkan stenosis bronkial. Pada stenosis,

26
lumen bronkus tampak menyempit secara konsentris atau lumen
tersumbat total. Setelah terjadi stenosis maka akan diikuti gambaran
radiologi lain yaitu adanya atelektasis parsial atau komplet yang
menghasilkan gambaran bercak opak ireguler atau homogen pada lobus
atau segmental serta mengakibatkan paru menjadi mengecil dan
mengubah posisi fisura interlobaris, mediastinum, diafragma, dan iga.
Selain itu, stenosis juga dapat mengakibatkan hiperinflasi paru walaupun
sangat jarang. Adanya obstruksi bronkial parsial mengakibatkan
mekanisme katup yang mengakibatkan masuknya udara saat inspirasi
namun terperangkap saat ekspirasi. Pada gambaran radiologi akan tampak
adanya hiperlusen pada paru yang mengembang sehingga menggeser
struktur lainnya. Gambaran lain pada obstruksi bronkial parsial berupa
refleks oligemia yang mengakibatkan penurunan ventilasi walaupun
terdapat peningkatan atau udara yang normal.

Gambar 22. Atelektasis dan bronkial stenosis


d. Hilar tumor shadow30
Banyak tumor paru yang tumbuh secara intrabronkial sehingga
pada gambaran radiologi terdapat peningkatan opasitas pada regio hilus
sebelum berkembang menjadi stenosis bronkial. Awalnya satu hilus
berubah bentuk dan membesar, lalu tumor mengisi bagian bayangan hilus
lateral dan akhirnya mengenai semua bagian hilus.

27
Gambar 23. Hilar tumor shadow

Gambar 24. Karsinoma bronkogenik sentral


e. Nodul dan massa soliter27
Gambaran lesi kanker paru dapat juga berupa nodul. Nodul adalah
lesi berbentuk bulat dan opak yang berukuran kurang dari 3 cm. Jika lesi
bulat opak berukuran lebih dari 3 cm, maka disebut massa.
Tanda yang menunjukan kemungkinan keganasan adalah
diameternya lebih dari 6 cm, batas tidak tegas, terdapat rigler’s notch sign
berupa cekungan pada kontur, korona radiata sebagai akibat ekstensi
tumor ke limfa, dan kavitas dengan dining tebal.
Dalam menilai suatu nodul, hal pertama yang harus dilakukan
yaitu menyingkirkan adanya bayangan puting dan kutil kulit di permukaan
kulit. Bayangan puting hanya terdapat pada foto rontgen dada bagian
depan, umumnya berada pada garis midklavikula, dan terproyeksi pada
lapangan bawah paru. Kemudian, pastikan nodul benar-benar terdapat
pada rongga dada dengan cara melihat foto dengan 2 proyeksi yang
berbeda, misalnya PA dan lateral.

28
Kedua, lihat karakteristik dari nodul. Jika bentuk nodul adalah
bulat, berbatas tegas, homogen, konsentris (target), maka kemungkinan
nodul bersifat jinak. Namun bila kalsifikasi terdapat pada bagian pinggir
nodul dan ireguler, maka sugestif ke arah keganasan.
Langkah ketiga yaitu melihat apakah nodul tersebut baru muncul
atau sudah ada sebelumnya. Suatu nodul dicurigai jinak bila tidak ada
pertumbuhan yang signifikan dalam 2 tahun. Stabilitas dalam 1 tahun
tidak cukup karena tumor yang tumbuh lambat mungkin tidak berubah
secara signifikann dalam 12 bulan.
Evaluasi lebih jauh dapat menggunakan CT Scan. CT scan dapat
melihat secara jelas suatu nodul sehingga CT Scan lebih sensitif daripada
foto rontgen dada. Positron emission tomography (PET) scan dapat
membantu melihat apakah nodul bersifat jinak atau ganas.31

Gambar 25. Kanker paru berupa nodul soliter29

Gambar 26. Ilustrasi nodul pada keganasan30

Sementara itu, penilaian massa adalah sebagai berikut:.

29
 Lihat tepi lesi, apakah lesi berduri, terlobulasi, atau ireguler. Bila ya,
dicurigai suatu keganasan
 Lihat daerah yang terkalsifikasi. Kalsifikasi jarang terdapat pada
keganasan, kecuali kalsifikasi pada tepi lesi.
 Lihat apakah terdapat air bronchogram. Jika ya, maka lesi lebih
dicurigai konsolidasi
 Lihat apakah terdapat lesi koin lainnya. Bila ada, maka dicurigai massa
ganas yang bermestastasis ke paru
 Lihat daerah distal dari lesi. Tumor dapat dapat menyebabkan kelainan
pada daerah distal seperti infeksi yang menyebabkan konsolidasi
 Lihat daerah mediastinum dan tulang. Tumor yang dicurigai ganas
akan menyebabkan limfadenopati mediastinal dan/atau metastasis ke
tulang
 Lihat foto sebelumnya. Lesi cenderung tidak ganas bila tidak ada
pertumbuhan massa yang berarti dalam 2 tahun.32
f. Pneumonic form pada karsinoma30
Gambaran yang terbentuk berupa konsolidasi homogen atau
bercak dengan batas tidak tegas pada distribusi segmental atau non
segmental. Terkadang dapat juga terlihat air alveologram dan air
bronchogram. Konsolidasi seperti ini sering didiagnosis dengan
pneumonia. Bentuk khusus dari pneumonic carcinoma adalah multicentric
bronchioalveolar adenocarcinoma- pulmonary adenomatosis.

30
Gambar 27. Atas: ilustrasi pneumonic form30; Bawah: adenokarsinoma
bronkoalveolar dengan gambaran pneumonic form29
g. Karsinoma invasif30
Tanda pada foto polos yang dapat menunjukan adanya karsinoma
invasif adalah invasi pada iga dan vertebra yang mengakibatkan osteolisis
dan fraktur patologis, paralisis diafragmatika yang disebabkan oleh
infiltrasi pada saraf frenikus, striktur esofagus, dan efusi pleura.

Gambar 28. Destruksi paru pada iga ke 3-5


h. Pembesaran nodus limfa mediastinum29
Adanya pembesaran pada nodus limfa voluminous, paratrakeal,
trakeobronkial, dan peribronkial mengakibatkan meluasnya bayangan
mediastinum sehingga terlihat kontur polisiklik pada paru. Dibawah ini
merupakan contoh gambaran adenokarsinoma pada lobus atas paru kanan
yang disertai dengan pembesaran hilus pada paru kanan.

31
Gambar 29. Pembesaran hilus kanan29,30

CT scan
CT scan adalah modalitas pencitraan yang paling penting untuk staging
kanker paru. Pemeriksaan CT scan biasanya disertai kontras intravena agar
tumor, adenopati, dan pembuluh darah paru apa terlihat jelas. Analisis CT scan
harus mecakup lokasi dan ukuran tumor paru, keterlibatan dinding dada dan
pleura, serta ada/tidaknya limfadenopati hilus atau mediastinum. Akurasi CT
scan dalam menentukan keterlibatan dinding dada hanya sekitar 50%, namun
invasi tersebut ditandai dengan penebalan pleura, sudut tumpul antara tumor
dan pleura, atau peningkatan densitas lemak ekstrapleura.
Peran dari staging kanker paru adalah untuk menentukan apakah tumor
dapat direseksi atau tidak dan apakah reseksinya berupa lobektomi atau
penumonektomi. Lobektomi tidak dapat dilakukan jika terdapat pertumbuhan
transfisura, invasi pembuluh darah paru, invasi bronkus utama, dan adanya
keterlibatan bronkus lobus atas dan bawah.33

Gambar 30. Kiri: potongan aksial tumor yang dekat dengan fisura. Kanan: potongan koronal
menunjukkan tidak adanya pertumbuhan transfisura

32
Gambar 31. Potongan koronal dan sagital menunjukkan pertumbuhan transfisura.
Lesi yang ditemukan pada CT scan sesuai dengan lesi pada foto polos,
namun pada CT scan dapat dilihat dengan lebih jelas karakteristik temuan-
temuan tersebut. Gambaran yang dapat ditemui antara lain:
Nodul soliter30,31,33
Nodul paru soliter dapat diidentifikasi lebih lanjut dengan CT scan
berdasarkan ukuran, kalsifikasi, atenuasi, batas, morfologi, dan kecepatan
pertumbuhan.
 Ukuran
Lesi berukuran lebih besar dari 3 cm (massa) memiliki kecenderungan
bersifat malignan. Pada satu penelitian, 80% massa soliter bersifat
malignan, sementara hanya 20% nodul yang bersifat malignan. Penelitian
lain menggunakan CT menunjukkan bahwa lebih dari 90% lesi berukuran
lebih dari 3 cm bersifat malignan.
Lesi berukuran berapapun yang terdeteksi pada pencitraan harus dianggap
malignan sampai terbukti tidak. Namun, pemeriksaan skrining kanker
paru menunjukkan hubungan antara diameter nodul dengan kemungkinan
malignansi. Rekomendasi follow up pemeriksaan radiologi berdasarkan
ukuran nodul yaitu sebagai berikut:
 Untuk nodul ≤4 mm, serial CT scan tidak perlu dilakukan jika pasien
berisiko rendah. Pasien dengan risiko tinggi sebaiknya melakukan CT
scan ulang 12 bulan kemudian dan tidak perlu diulang lagi jika nodul
tidak berubah.

33
 Untuk nodul 4-6 mm, CT scan harus dilakukan 12 bulan kemudian jika
pasien berisiko rendah, tidak perlu diulang lagi jika nodul tidak
berubah. Pasien dengan risiko tinggi sebaiknya melakukan CT scan
ulang 6-12 bulan kemudian, lalu 18-24 bulan kemudian jika nodul
tidak berubah.
 Untuk nodul 6-8 mm, CT scan ulang dilakukan 6-12 bulan dan 18-24
bulan kemudian jika nodul tidak berubah pada pasien dengan risiko
rendah. Pasien dengan risiko tinggi, CT scan dilakukan pada 3 bulan,
9-12 bulan, dan 24 bulan kemudian.
 Untuk nodul lebih besar dari 8 mm, CT scan pada 3, 9, dan 24 bulan
pada pasien dengan risiko rendah maupun tinggi.
Guideline ini tidak berlaku untuk pasien muda (kurang dari 35 tahun),
pasien dengan keganasan ekstratorak, atau demam yang tidak dapat
dijelaskan.

 Kalsifikasi
Beberapa pola kalsifikasi yang sugestif lesi jinak antara lain:

Gambar 32. Kiri: kalsifikasi difus (homogen), Kanan: kalsifikasi sentral

34
Gambar 33. Kiri: kalsifikasi konsentrik,Kanan: kalsifikasi popcorn
Pola kalsifikasi lain selain yang disebutkan di atas tidak boleh dipikirkan
lesi jinak terlebih dahulu. Sebagai contoh, kalsifikasi retikular, pungtata,
amorfus, atau eksentrik terlihat pada hingga 6% nodul maligna.
 Atenuasi
Koefisien atenuasi nodul paru adalah ukuran densitas elektron
dibandingkan dengan atenuasi air, dinyatakan dengan Hounsfield unit
(HU). Atenuasi lemak pada nodul sugestif untuk hamartoma. Atenuasi
kalsium biasanya ditemukan pada nodul jinak, walaupun pada beberapa
nodul maligna dapat ditemui kalsifikasi.
Nodul yang tidak berkalsifikasi diklasifikasikan sebagai ground-glass,
sebagian padat, atau padat. Karakteristik radiografik berhubungan dengan
sistem kalsifikasi patologi Noguchi yaitu: lesi ground glass <5mm
biasanya menunjukkan hiperplasia alveolar atipikal, lesi ground glass
berukuran 5-10 mm biasanya menunjukkan karsinoma bronkioalveolar,
dan lesi padat sebagian dapat menunjukkan subtipe campur
adenokarsinoma. Dengan kontras, atenuasi dapat menunjukkan keganasan
suatu lesi, biasanya ditandai dengan atenuasi >20 HU.

Gambar 34. CT tanpa kontras (kiri) dan 30 detik setelah penyuntikan kontras (kanan).
Terlihat enhancement yang merupakan tanda keganasan suatu lesi.

35
 Batas
Batas yang beraturan memiliki kecenderungan menunjukkan nodul
maligna sebesar 20%. Kecenderungan malignansi meningkat hingga 60%
dengan batas tidak beraturan, 90% dengan spikulasi, dan 95% dengan
adanya korona radiata.

Gambar 35. Gambaran spikulae dan penebalan lokal pleura pada kanker paru

 Pertumbuhan
Lesi maligna biasanya memiliki doubling time (waktu yang diperlukan
oleh lesi untuk mencapai dua kali ukurannya). Antara 30 hingga 480 hari,
sementara lesi jinak biasanya memiliki doubling time kurang dari 30 hari
atau lebih dari 480 hari. Kanker paru yang memiliki pertumbuhan yang
paling cepat yaitu small cell carcinoma memiliki rata-rata doubling time
sekitar 30 hari. Adenokarsinoma memiliki rata-rata doubling time sekitar
180 hari, sementara karsinoma sel skuamosa memiliki rata-rata doubling
time antar 90-140 hari.
 Morfologi
Beberapa morfologi yang dapat ditemukan pada kanker paru antara lain:
 Pleural tag dapat ditemukan pada karsinoma letak perifer
 Lesi yang berhubungan dengan pembuluh darah dapat berupa massa
metastatis, diagnosis banding sekuestrasi bronkopulmonal, malformasi
arteri vena

36
 Nodul dengan kavitas dinding tebal, diagnosis banding antara lain
abses, emfisema terinfeksi

Gambar 36. Karsinoma bronkial berkavitasi pada lobus atas paru kiri

Tumor sentral31
Berbeda dengan nodul soliter, kanker paru sentral sering kali terlihat
pada gambaran radiologi sebagai massa hilus atau kolaps dan konsolidasi paru
dengan disertai hilangnya volume. Pada CT scan dapat terlihat air
bronchogram. Untuk membedakan tumor sentral dari kolapsnya paru memang
sulit, namun dapat dibantu dengan menggunakan kontras diikuti dengan CT
scan pada level adanya abnormalitas. Pada kolaps/konsolidasi paru akan
terlihat enhancement, sedangkan enhancement tumor akan minimal dan
tertunda. Perbedaan yang paling signifikan terlihat pada 40 detik hingga menit
pasca penyuntikan kontras.
Membedakan tumor paru sentral dengan massa mediastinum juga sulit.
Sebuah penelitian ditemukan bahwa untuk membedakan keduanya adalah dari
mass-lung interface. Spikulasi marginal, nodularitas, atau iregularitas antara
massa dan paru di sekitarnya hampir selalu mengindikasikan bahwa massa
tersebut berasal dari paru. Batas yang jelas antara massa dan jaringan paru di
sekitarnya biasanya menunjukkan massa mediastinum. Pengecualian
ditemukan ada limpoma Hodgkin yang dapat juga melewati pleura,
menginvasi paru dan menyebabkan massa berbatas ireguler sehingga
menyerupai massa paru.
Pembesaran hilus sering kali ditemukan pada pasien kanker paru. Pada
sebuah penelitian didapatkan 38% pasien dengan kanker paru memiliki massa

37
hilar atau perihilar. Pembesaran hilus disebabkan oleh adanya massa tumor di
daerah hilus dan/atau pembesaran nodus limfe.

Gambar 37. Kiri: kolaps paru kiri dengan pergeseran mediastinum dan nodul zona kanan
tengah. Kanan: adenokarsinoma dengan atenuasi perihilar yang rendah dan enhancement pada
distal paru.

Staging Tumor berdasarkan gambaran CT


Staging tumor paling baik menggunakan CT untuk menentukan
ekstensi lokal dan melihat nodul satelit. Namun, terdapat beberapa kekurangan
CT yaitu prediksi preoperatif dengan CT berbeda dengan staging operatif pada
45% kasus. Oleh karena itu, mungkin terjadi over- dan under-staging.
Staging dengan CT menunjukkan hasil yang kurang memuaskan untuk
deteksi keterlibatan nodus limfe hilus (N1) dan mediastinum (N2 dan N3)
serta keterlibatan dinding dada (T3) atau invasi mediastinum (T4). Oleh
karena itu, pada kasus pertumbuhan mediastinum, tumor pancoast, dan
pertumbuhan vertebra MRI lebih unggung dibandingkan dengan CT. Peran
PET dalam T-staging terbatas karena resolusinya kurang baik, namun PET
sangat berguna untuk menentukan staging N dan M.34
Gambaran staging tumor untuk kanker paru

38
Gambar 38. Tumor T1

Gambar 39. Tumor T2

Gambar 40. Tumor T3 dengan invasi dinding dada

Gambar 41. Tumor T4 dengan invasi mediastinum

39
Gambar 42. Tumor T4 yang menyebabkan penyempitan arteri pulmonalis kanan

Gambar 43. Tumor T4 dengan invasi atrium kiri

Gambaran Staging Nodus limfe (N) kanker paru

Gambar 44. N1, terdapat pembesaran KGB ipsilateral dengan lesi kanker

Gambar 45. Tumor pada lobus atas kanan dengan invasi ke mediastinum dengan pembesaran
KGB di mediastinum

40
Gambar 46. Gambaran N3 karena pembesaran KGB mediastinum kontralateral lesi kanker.
Untuk menentukan status metastasis, dilakukan pemeriksaan klinis dan
radiologi seperti CT scan kepala, CT scan atau USG abdomen, dan
pemindaian tulang.31 Beberapa tanda metastasis seperti nodul pleura, efusi
pleura, dan efusi perikardium dapat terlihat dari CT scan.

41
BAB III
LAPORAN KASUS

3.1 IDENTITAS PASIEN


Nama : Tn. D
Umur : 61 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Status perkawinan : Kawin
Alamat : Pemalang
Pekerjaan : Wiraswasta
MRS : 17-12-2015
No. CM : C563978

3.2 ANAMNESIS
(Alloanamnesis dengan anak pasien pada tanggal 28 Januari 2015 pukul 11.00
di Bangsal Geriatri RSDK)
1. Keluhan Utama
Sesak napas
2. Riwayat Penyakit Sekarang
± 2 bulan sebelum masuk rumah sakit pasien mengeluh sesak napas, sesak
dirasakan hilang timbul, sesak dirasakan terutama saat beraktivitas dan
sehabis batuk, sesak berkurang bila pasien tidur dengan posisi miring ke
sisi kiri. Cuaca tidak mempengaruhi intensitas sesak napas. ±1,5 bulan
sebelum masuk rumah sakit pasien terpeleset, dan paha kiri nyeri (+),
bengkak (+), sulit digerakkan (+), namun tidak diperiksakan.
1 bulan sebelum masuk rumah sakit, keluhan sesak napas semakin
memberat. Batuk (+) berdahak, dahak kental merah muda, sulit
dikeluarkan. Demam (-), nyeri dada (-), keringat malam hari (-),
penurunan BB (+) tetapi pasien tidak tahu berapa kilogram. Nyeri kepala
(-), nyeri di ulu hati (-), rasa sebah atau cepat kenyang (-), nyeri di paha
kiri (+). BAK dan BAB dalam batas normal.
Pasien kemudian memeriksakan diri ke RS Pemalang, dikatakan ada
cairan di selaput paru sebelah kiri, kemudian dipasang selang dada, cairan

42
yang keluar dari selang dada berwarna merah muda. Pasien kemudian
dirujuk ke RSDK.

3. Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat merokok (+) rokok filter ±1 bungkus per hari selama 30 tahun
Riwayat keganasan disangkal
Riwayat tuberculosis paru disangkal
Riwayat asma disangkal
Riwayat alergi disangkal
Riwayat trauma disangkal
Riwayat hipertensi disangkal
Riwayat diabetes melitus disangkal

4. Riwayat Penyakit Keluarga


Tidak ada keluarga yang sakit seperti ini
Riwayat keluarga menderita keganasan disangkal
Riwayat keluarga menderita tuberculosis disangkal

5. Riwayat Sosial Ekonomi


Pasien bekerja sebagai wiraswasta. Istri sebagai ibu rumah tangga. Pasien
memiliki 3 anak yang sudah mandiri. Biaya pengobatan dengan
menggunakan BPJS non PBI.
Kesan: sosial ekonomi cukup

3.3 PEMERIKSAAN FISIK


KU : Tampak sakit berat
Kesadaran : Compos Mentis, GCS E4 M6 V5
Tanda Vital : Tekanan darah : 130 / 80 mmHg
Nadi : 88x per menit
Respiratory rate : 24x per menit
Suhu : 36,7oC
Kepala : Simetris, tak tampak lesi di kepala
Mata : Conjunctiva palpebra anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil isokor
diameter 3mm

43
Hidung : napas cuping hidung (-), discharge (-)
Telinga: discharge (-)
Bibir : sianosis (-)
Leher : deviasi trakea (+) ke kanan, distensi vena (-)

Thoraks:
Paru :
I : asimetris saat statis, hemithoraks sinistra tertinggal saat dinamis
Pa : stem fremitus pulmo sinistra melemah
Pe : redup pada pulmo sinistra, sonor pada lapangan pulmo dekstra
Au : suara dasar : vesikuler (+/+↓)
suara tambahan : ronkhi -/-, wheezing -/-
Jantung :
I : iktus kordis tidak tampak
Pa : iktus kordis teraba di spatium intercostalis V 2 cm medial linea
medioclavicula sinistra, tidak kuat angkat, tidak melebar
Pe : Batas kiri : SIC V 2 cm medial LMCS
Batas atas : SIC II linea parasternalis sinistra
Batas kanan : SIC IV linea parasternalis dextra
Kesan : konfigurasi jantung dalam batas normal
Aus : BJI-II normal, bising (-), thrill (-), gallop (-)

Abdomen :
I : datar, venektasi (-)
Aus : bising usus (+) Normal
Pe : timpani, pekak sisi (+) normal, pekak alih (-)
Pa : supel, nyeri tekan (-), defans muskular (-), hepar dan lien tak teraba

Ekstremitas : Superior Inferior


Capillary refill <2” <2”
Akral dingin -/- -/-
Oedema -/- -/-

44
Genital : Laki-laki, tak ada kelainan

3.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG


3.4.1 Pemeriksaan Laboratorium
Hematologi (tanggal 7 Januari 2016)
Hemoglobin 9.00 g/dL 13.00-16.00 L
Hematokrit 27.5 % 40-54 L
Eritrosit 3.60 10^6/uL 4.4-5.9 L
MCH 25.0 pg 27.00-32.00 L
MCV 76.5 fL 76-96
MCHC 32.7 g/dL 29.00-36.00
Leukosit 15.0 10^3/uL 3.8-10.6 H
Trombosit 605 10^3/uL 150-400 H
RDW 23.8 % 11.60-14.80 H
MPV 7.03 fL 4.00-11.00

Kimia Klinik (tanggal 7 Januari 2016)


Glukosa sewaktu 124 mg/dL 80-160
Asam laktat 2.4 mmol/L 0.4-2.0 H
SGOT 32 U/L 15-34
SGPT 27 U/L 15-60
Albumin 2.0 g/dL 3.4-5.0 L
Ureum 32 mg/dL 15-39
Creatinin 1.1 mg/dL 0.60-1.30
Magnesium 0.91 mmol/L 0.74-0.99
Kalsium 2.16 mmol/L 2.12-2.52
Natrium 129 mmol/L 136-145 L
Kalium 4.6 mmol/L 3.5-5.1
Chlorida 97 mmol/L 98-107 L

Mikrobiologi cairan pleura (tanggal 28 Desember 2015)


Pewarnaan BTA: negatif
Pewarnaan gram: tidak ditemukan kuman
Pewarnaan jamur: negatif

45
3.4.2 Pemeriksaan Patologi Anatomi
Tanggal 21 Desember 2015
KLINIS: Sediaan pungsi efusi pleura sinistra, laki-laki 61 tahun
MAKROSKOPIK: Cairan dalam spuit, kurang lebih 23 cc disertai jendalan
darah warna merah agak keruh
MIKROSKOPIK: Hapusan terdiri atas sebaran massa amorf, sebaran sel-sel
radang limfosit, histiosit dan dominasi leukosit PMN,
diantaranya tampak sebaran sel-sel lisis, degeneratif dengan
latar belakang sebaran eritrosit. Tak tampak sel ganas pada
sediaan ini.
KESIMPULAN: Radang non spesifik
Tanggal l8 Januari 2016
KLINIS: Diterima operasi os femur sinistra, laki-laki 61 tahun dengan diagnosis
fraktur patologis femur sinistra 1/3 tengah tertutup non komplikata
MAKROSKOPIK: Potongan jaringan kurang lebih 9 cc disertai bekuan darah
10% kenyal, sebagian keras warna putih
MIKROSKOPIK: Potongan jaringan femur terdiri atas jaringan tulang lameler
cystic dalam stroma jaringan ikat yang sembab hiperemis
mengandung kelompok-kelompok sel epitel ganas dengan
inti bulat oval, pleiomorfik, hiperkromatik, kromatin kasar,
nukleoli prominen, membentuk struktur kelenjar
KESIMPULAN: Metastasis malignant epithelial tumor condong pada
adenocarcinoma yang dapat berasal dari paru atau tempat
lain

46
3.4.3 Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan X-Foto Thoraks AP Semierect (Asimetris) (17 Desember
2015)

Gambar.14 Posisi pasien AP Semierect

KLINIS : Efusi pleura kiri


Cor : batas kanan jantung baik, batas kiri tertutup perselubungan
homogen
Pulmo : corakan vaskuler tampak meningkat
Tampak bercak pada paracardial kanan dan lapangan paru atas kiri
Hemidiafragma kanan setinggi costa 10-11 posterior
Sinus kostofrenikus kanan suram kiri tertutup perselubungan homogen

KESAN:
 Cor sulit dinilai
 Infiltrat pada paracardial kanan dan lapangan atas paru kiri
 Efusi pleura kanan dan kiri

47
Pemeriksaan X-Foto Thoraks AP Supine (Asimetris) (7 Januari 2016)

Gambar.15 Posisi pasien AP Supine

KLINIS : Efusi pleura kiri


Tampak terpasang chest tube dari arah lateral hemithoraks kiri dengan ujung
distal setinggi costa 11 posterior kiri
Cor : batas kanan jantung baik, batas kiri jantung
tertutup perselubungan homogen
Pulmo : corakan vaskular paru kanan tampak meningkat
Tampak bercak pada lapangan bawah paru kanan
Tampak perselubungan homogen pada hampir seluruh hemithoraks kiri
Hemidiafragma kanan tertutup kesuraman
Sinus costofrenikus kanan suram, kiri tertutup perselubungan homogen

KESAN:
 Batas kanan jantung baik, batas kiri jantung tertutup perselubungan
homogen
 Infiltrat pada lapangan bawah paru kanan

48
 Efusi pleura kiri, kemungkinan adanya massa belum dapat disingkarkan
 Suspek efusi pleura kanan

Pemeriksaan X-Foto Thoraks AP Erect (18 Januari 2016) (dibandingkan


dengan foto lama tanggal 7 Januari 2016)

Gambar.16 Posisi pasien AP Erect

KLINIS : Efusi pleura sinistra post pemasangan WSD


Masih tampak terpasang chest tube dari arah caudal dengan ujung pada
hemithoraks kiri superposisi costa 10 posterior, posisi dan kedudukan relatif
sama
Tampak deviasi trakea ke kanan
Tampak skoliosis vertebra thorakalis dengan konveksitas ke kanan

Cor : batas kanan jantung tampak baik


Batas kiri jantung tertutup perselubungan
Pulmo : corakan vaskular lapangan paru kanan tampak meningkat disertai
blurring
Masih tampak bercak pada lapangan tengah bawah paru kanan,
dibandingkan sebelumnya relatif bertambah
Masih tampak perselubungan homogen pada seluruh hemithoraks kiri,
dibanding sebelumnya relatif sama
Tampak perselubungan homogen pada laterobasal hemithoraks kanan
Hemidiafragma kanan setinggi costa 10 posterior
Sinus costofrenikus kanan kiri tertutup perselubungan homogen

49
KESAN:
 Chest tube terpasang dari arah caudal dengan ujung pada hemithoraks kiri
superposisi costa 10 posterior
 Batas kanan jantung tampak baik, batas kiri tertutup perselubungan
 Gambaran edema pulmonum, dibanding sebelumnya tak tampak perbaikan
 Efusi pleura kiri masif tampak sama, kemungkinan massa belum dapat
disingkirkan
 Efusi pleura kanan

50
Pemeriksaan X-Foto Thoraks AP Erect-Lateral (Asimetris) (27 Januari
2016) (dibandingkan dengan foto tanggal 18 Januari 2016)

Gambar.17 Posisi pasien AP Erect-Lateral

KLINIS : Efusi pleura kiri ec tumor paru kiri


Masih tampak terpasang chest tube dari arah caudal dengan ujung distal pada
hemithoraks kiri setinggi corpus vertebra thoracalis 11

Cor : batas kanan jantung tertutup bercak


Batas kiri jantung tertutup opasitas homogen

51
Retrocardiac space tertutup opasitas dan retrosternal space tak menyempit
Pulmo : Corakan vaskular pada lapangan paru kanan yang tervisualisasi
tampak meningkat
Tampak bercak pada lapangan tengah bawah paru kanan
Tampak opasitas homogen pada seluruh hemithoraks kiri, disertai pergeseran
jantung ke kiri dan penyempitan sela iga hemithoraks kiri
Tampak opasitas pada laterobasal hemithoraks kanan
Hemidiafragma kanan tertutup opasitas
Sinus costofrenikus kanan kiri tertutup opasitas
Tak tampak lesi litik, sklerotik maupun destruksi pada os costae, scapulae dan
clavicula kanan kiri yang tervisualisasi

KESAN:
 Cor sulit dievaluasi
 Infiltrat pada lapangan tengah bawah paru kanan
 Efusi pleura dupleks (kanan prominent), kemungkinan adanya massa paru
kiri dan atelektasis paru kiri belum dapat disingkirkan
 Tak tampak gambaran metastasis pada tulang yang tervisualisai

52
Pemeriksaan MSCT Thoraks dengan Kontras (4 Januari 2016)

53
Gambar.18 MSCT Thoraks dengan Kontras
KLINIS : Efusi pleura kiri, suspek massa paru

54
Tampak terpasang chest tube pada hemithoraks kiri dengan ujung cranial pada
supradiafragma kiri
Pada sebagian besar paru kiri tampak lesi isodens (CT number 37-46 HU) yang
mengisi alveoler (filled air space) dengan gambaran air bronkogram dan CT
angiogram sign. Masih tampak aerasi pada segmen 1,2,9 paru kiri. Pasca injeksi
kontras tampak enhancement heterogen (CT number post kontras 66-74 HU)
Tampak limfadenopati pada level subaortic (level 5) ukuran ± 2,24 x 1 cm dan
pada level paraesofageal (level 8) ukuran ± 2,7 x 1 cm
Tampak multipel limfadenopati pada axilla kanan kiri (terbesar pada axilla kiri
1,5 x 0,8 cm)
Tampak lesi isodens (CT number 2-20 HU) bentuk lobulated, batas tegas tepi
ireguler pada dinding thoraks aspek posterolateral kiri setinggi costa 9,10 (ukuran
± AP 2,86 x LL 3,92 x CC 6,76). Pasca injeksi kontras tampak rim enhancement
Tampak infiltrat pada segmen 2 paru kanan dan atelektasis segmen 9,10 paru
kanan
Oesophagus tak melebar, dinding tak tampak menebal
Cor tak tampak membesar
Aorta tak tampak melebar
Bronkhus utama kanan kiri tak menyempit
Tampak lesi litik pada corpus vertebra thorakal 7, lumbal 2 dan destruksi os kosta
1 kiri
Efusi perikard
Efusi pleura dupleks
Pada potongan abdomen yang tervisualisasi tak tampak nodul pada hepar dan lien

KESAN:
 Cenderung massa paru pada sebagian besar lapangan paru kiri yang mengisi
alveoler (filled air space) dengan gambaran air bronkogram dan CT
angiogram sign dengan masih tampak aerasi pada segmen 1,2,9 paru kiri
 Infiltrat pada segmen 2 paru kanan dan atelektasis segmen 9, 10 paru kanan
 Efusi pleura dupleks
 Efusi perikard

55
 Limfadenopati pada level subaortic (level 5) ukuran ± 2,24 x 1 cm dan pada
level paraesofageal (level 8) ukuran ± 2,7 x 1 cm serta limfadenopati axilla
kanan kiri (terbesar pada axilla kiri 1,5 x 0,8 cm)
 Lesi litik pada corpus vertebra thorakal 7, lumbal 2 dan desktruksi os costa 1
→ cenderung metastasis
 Massa semisolid dengan rim enhancement bentuk lobulated, batas tegas tepi
ireguler pada dinding thoraks aspek posterolateral kiri setinggi costa 9, 10
(ukuran ± AP 2,86 x LL 3,92 x CC 6,76) → cenderung abses

3.5 DIAGNOSIS
 Adenocarcinoma pulmo sinistra stadium IV T4N3M1 (metastasis tulang)
 Abses pulmo sinistra
 Atelektasis pulmo dextra
 Efusi pleura dupleks

3.6 INITIAL PLAN


Diagnosis : USG abdomen, bone scan, CT scan kepala
Terapi : O2 6L/menit dengan masker non-rebreathing
Pro kemoterapi
Monitoring : KU, tanda vital, tanda-tanda metastasis, produksi WSD,
skala nyeri, respon kemoterapi
Edukasi : - Menjelaskan kepada pasien dan keluarga mengenai
kondisi pasien
- Menjelaskan kepada pasien dan keluarga mengenai
terapi yang akan dilakukan beserta tujuan, prosedur,
dan kemungkinan timbulnya risiko dengan dilakukannya
tindakan tersebut.
- Menjelaskan kepada pasien dan keluarga mengenai
prognosis dari kondisi pasien saat ini

56
BAB IV
PEMBAHASAN

Kasus ini melaporkan pasien laki-laki 61 tahun dengan kanker paru. Hasil
anamnesis pasien didapatkan bahwa ±2 bulan sebelum masuk rumah sakit pasien
mengeluh sesak napas, sesak dirasakan hilang timbul, sesak dirasakan terutama saat
beraktivitas dan sehabis batuk, sesak berkurang bila pasien tidur dengan posisi miring
ke sisi kiri. 1 bulan sebelum masuk rumah sakit, keluhan sesak napas semakin
memberat. Batuk (+) berdahak merah muda, penurunan BB (+). Saat di RS Pemalang,
pasien didiagnosis efusi pleura kemudian dilakukan pemasangan WSD. Selain
mengeluh sesak, pasien juga mengeluh nyeri dan bengkak di paha kiri serta sulit
digerakkan akibat jatuh terpeleset 1,5 bulan sebelum masuk rumah sakit. Pada
anamnesis didapatkan pasien memiliki kebiasaan merokok sejak muda, ± 1 bungkus
per hari.
Pemeriksaan fisik pasien menunjukkan adanya deviasi trakea ke kanan,
menandakan adanya dorongan dari pulmo sinistra atau adanya tarikan dari pulmo
dextra. Pemeriksaan paru pada inspeksi didapatkan hemithoraks asimetris saat statis
dan hemithoraks sinistra tertinggal saat dinamis, palpasi didapatkan stem fremitus
pulmo sinistra melemah dibandingkan dextra, perkusi didapatkan redup pada
lapangan pulmo sinistra, dan auskultasi didapatkan suara dasar vesikuler pulmo kiri
menurun.
Hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik yang ditemukan mengarahkan adanya
efusi pleura sinistra. Hal ini sesuai dengan literatur yang menyebutkan bahwa pasien
kanker paru yang datang dengan efusi pleura biasanya datang dengan dispneu, dan
didapatkan redup pada perkusi serta suara dasar yang melemah pada auskultasi. Pada
pasien ini ditemukan pula gejala metastasis berupa fraktur patologis dan sindrom
paraneoplastik berupa penurunan BB. Kebiasaan merokok merupakan faktor etiologi
yang sangat berhubungan dengan kejadian kanker paru.
Untuk mengetahui seberapa banyak efusi pleura dan mencari tahu
penyebabnya dilakukan pemeriksaan penunjang X-foto thoraks. Berdasarkan hasil
pemeriksaan X-foto thoraks dengan posisi semierect pada tanggal 17 Desember 2015,
didapatkan kesan efusi pleura kanan dan kiri yang ditunjukkan dari sinus
kostofrenikus kanan suram kiri tertutup perselubungan homogen. Pemeriksaan X-foto
thoraks pada tanggal 7 Januari 2016, 18 Januari 2016 dan 27 Januari 2016 masih

57
menunjukkan adanya efusi pleura dupleks. Pada semua X-foto thoraks, kemungkinan
massa belum dapat disingkirkan karena tertutup perselubungan. Untuk mengatasi
efusi pleura, telah dipasang WSD saat pasien di Pemalang. Pada tanggal 21 Desember
2015, dilakukan pemeriksaan patologi anatomi dari sediaan pungsi efusi pleura
dengan sampel makroskopik cairan warna merah agak keruh. Hal ini sesuai dengan
literatur yang menyebutkan bahwa keganasan harus dicurigai bila cairan bersifat
serohemoragik.
Pada tanggal 4 Januari 2016, dilakukan pemeriksaan MSCT thoraks dengan
kontras karena dicurigai adanya massa paru. Tampak lesi isodens yang mengisi
alveolar pada sebagian besar paru kiri dengan gambaran air bronkogram dan CT
angiogram sign. Tampak adanya limfadenopati pada level subaortic, paraesofageal
dan multipel limfadenopati pada axilla dextra dan sinistra. Ditemukan pula lesi
isodens bentuk lobulated dengan batas tegas tepi ireguler cenderung abses pada pulmo
sinistra. Pada paru kanan ditemukan infiltrat dan atelektasis. Gambaran MSCT
thoraks mendukung adanya efusi pleura dupleks dan efusi perikard. Ditemukan
gambaran metastasis pada corpus vertebra thorakal 7, lumbal 2 dan os costa 1. Hal ini
sesuai dengan literatur bahwa CT scan thoraks dapat digunakan untuk menentukan
ukuran tumor, keterlibatan KGB dan metastasis intrathoraks.
Pemeriksaan patologi anatomi dilakukan tanggal 18 Januari 2016 dengan
sampel yang berasal dari jaringan tulang saat dilakukan operasi ORIF pada femur
sinistra. Hasil yang didapatkan adalah adenocarcinoma yang kemungkinan berasal
dari paru. Adenocarcinoma merupakan jenis keganasan paru terbanyak yang
ditemukan, yaitu sekitar 38,5%.
Dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang disimpulkan
bahwa pasien menderita adenocarcinoma pulmo sinistra stadium IV T4N3M1
(metastasis tulang) dengan abses pulmo sinistra, atelektasis pulmo dextra dan efusi
pleura dupleks. Penatalaksaan selanjutnya adalah menentukan adanya metastasis di
tempat lain dengan melakukan USG abdomen, bone scan dan CT scan kepala. Pasien
diberikan oksigenasi 6L/ menit melalui masker non rebreathing dan direncanakan
untuk menjalani kemoterapi. Perlu dilakukan pemantauan keadaan umum pasien,
tanda vital, tanda-tanda metastasis, produksi WSD, skala nyeri dan respon terhadap
kemoterapi yang diberikan.

58
BAB V
KESIMPULAN

Kanker paru merupakan tumor ganas yang sering menjadi penyebab kematian
terbanyak, terutama di negara maju, sedangkan di negara berkembang insidennya
terus meningkat. Jenis adenocarcinoma merupakan jenis kasus yang paling banyak
ditemukan.
Gejala klinis yang timbul pada pasien dengan kanker paru antara lain adalah
batuk kronis, mengi, sesak, nyeri dada, sindrom vena cava superior, sindrom Horner.
Gejala lanjut antara lain limfadenopati, gejala akibat perluasan tumor ke jaringan
sekitar dan gejala akibat metastase jauh.
Makalah ini melaporkan seorang laki-laki 61 tahun dengan adenocarcinoma
pulmo sinistra stadium IV T4N3M1 (metastasis tulang). Diagnosis ini ditegakkan dari
anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Penatalaksanaan pada
pasien ini adalah akan dilakukan kemoterapi.
Radiologi memiliki peran penting dalam penegakkan diagnosis pasien kanker
paru. X-foto thoraks dapat menunjukkan adanya tumor, invasi ke dinding dada, efusi
pleura, efusi perikard dan metastasis intrathorakal. Sedangkan CT scan thoraks dapat
mendeteksi tumor dengan lebih baik, mendeteksi adanya penekanan terhadap
bronkus, atelektasis, efusi pleura yang tidak masif dan invasi ke mediastinum dan
dinding dada meski tanpa gejala. CT scan thoraks juga dapat menilai keterlibatan
KGB dan metastasis intrathoraks.

59
DAFTAR PUSTAKA

1. Dela Cruz CS, Tanoue LT, Matthay RA. Lung Cancer: Epidemiology,
Etiology, and Prevention. NCBI Journal. 2011
2. http://www.nhs.uk/Conditions/Cancer-of-the-lung/Pages/Causes.aspx [sited
on February 1st, 2016]
3. Lee WK, Lau EF, Chin K, Sedlaczek O, Steinke K. Modern diagnostic and
therapeutic interventional radiology in lung cancer. NCBI Journal. 2013
4. Kernstine K, H RKLKK. Lung Cancer: A Multidisciplinary Approach to
Diagnosis and Management. Demos Medical Publishing; 2010. 477 p.
5. UyBico SJ, Wu CC, Suh RD, Le NH, Brown K, Krishnam MS. Lung Cancer
Staging Essentials: The New TNM Staging System and Potential Imaging
Pitfalls. RadioGraphics. 2010 Agustus;30(5):1163–81.
6. *Azwar, bahar. 2009. Suara Dokter.com. Kanker Paru. 12 Juni 2009
7. Baron DN. Kapita Selekta Patologi Klinik, EGC, Jakarta, 1995: 227
8. Stover DE. Women, smoking and lung cancer. Chest 1998; 113:1-2.
9. Scottish Intercollegiate Guidelines network. Management of patients with lung
cancer. A national clinical guidelines. SIGN, Eidenburg, 2005.
10. Jusuf A, Harryanto A, Syahruddin E, Endardjo S, Mudjiantoro S, Sutandio N.
Kanker paru jenis karsinoma bukan sel kecil . Pedoman nasional untuk
diagnosis dan penatalaksanaan di Indonesia 2005. PDPI dan POI, Jakarta,
2005.
11. Price S.A, Wilson L.M., 1995. Patofisiologi. Buku 2. Edisi 4. EGC Jakarta.
Hal. 1049 – 1051
12. National Collaborating Center for Acute Care. Lung cancer: The diagnosis and
treatment of lung cancer. Clinical Effectiveness Unit, London, 2005.
13. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Kanker Paru, Pedoman Diagnosis dan
Penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2003
14. Persatuan Ahli Penyakit Dalam. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 2.
Jakarta : Balai Penerbit FK UI 1996 ; VII : 915-918
15. Lam PT, Leung MW, Tse CY. Identifying prognostic factors for survival in
advanced cancer patients: A prospective study. Hong Kong: Med J ; 2007; 13:
453-9

60
16. Minna JD. Neoplasma of the lung. In Fauci AS, Braunwald E, Kasper DL,
Hauser SL, et al. (editors) H_a_r_r_i_s_o_n_’s_ _principles of internal
medicine. 17th ed. New York. McGraw Hill. 2009:506
17. Division of Thoracic Oncology. Focus on Lung Cancer. 2006.
18. Patz EF, Black WC, Goodman PC. CT Screening for Lung Cancer: Not Ready
for Routine Practice. Radiology. 2001 Desember;221(3):587–91.
19. Rasad S. Radiologi Diagnostik. Edisi-2. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia;2013.h. 148-151.
20. Black WC, Gareen IF, Soneji SS, Sicks JD, Keeler EB, Aberle DR, et al. Cost-
effectiveness of CT screening in the National Lung Screening Trial. N Engl J
Med. 2014;371(19):1793–802.
21. Suyono, Slamet, (2001), Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II, Edisi 3,
Balai Penerbit FKUI,Jakarta
22. Makoto et al., Gefitinib or Chemotherapy for Non–Small-Cell Lung Cancer
with Mutated EGFR. N Engl J Med 2010;362:2380-8.
23. Practice Guidelines in Oncology Non-small Cell Lung Cancer. Version
1.2002. National Comprehensive Cancer Network (NCCN). 2002.
24. Ronan Joseph Kelly, Elad Sharon, Raffit Hassa. Chemotherapy and targeted
therapies for unresectable malignant mesothelioma. Lung Cancer, Volume 73,
Issue 3, September 2011, Pages 256-263
25. Aditiawarman. Hubungan ketahanan hidup 1 tahun penderita kanker paru
yang dirawat di RS Dr. Kariadi Semarang dengan faktor-faktor yang
berhubungan. Karya akhir PPDS I. FK UNDIP, 2003.[online]2010[cited 2011
Sept 8 ]; available from: URL:http://www.eprints.undip.ac.id
26. Rachmatullah P. Diagnosis tumor paru. Dalam: Gasem MH, Awizar S. Editor.
Recent updated and challenges in internal medicine: Pertemuan Ilmiah
Tahunan PAPDI Semarang. Semarang: BP Undip, 2005. h. 285-304
27. Mettler FA. Essentials of radiology. 2nd ed e-book. Philadelphia: Elsevier;
2005. Chapter 3.
28. Sharma CP, Behera D, Aggarwal AN, Gupta D, Jindal SK. Radiographic
pattern in lung cancer. The Indian Journal of Chest Diasease & Aliied Science.
2002; 44; 25-30.
29. Anonim. Diunduh dari www.chestradiology.net/tumors.cgi . Diakses pada 22
Mei 2014.

61
30. Lange S. Radiology of chest disease. Newyork: George Thieme Verlag
Stuttgart. 1990. p 122-40.
31. Hollings N, Shaw P. Diagnostic imaging of lung cancer. Eur Respir J.
2002;19:722-42.
32. Carrol JC, Delany BD. Coin Lesion in Carrol: Chest X-Ray Made Easy, 1st ed.
London: Churcill Livingstone. 1998. P.50-1
33. Khan AN, Al-Jahdali HH, Irion KL, Arabi M, Koteyar SS. Solitary pulmonary
nodule: A diagnostic algorithm in the light of current imaging technique.
Avicenna J Med. 2011 Oct-Dec; 1(2): 39–51.
34. Zijlstra I, Delden Ov, Prokop CS, Smithuis. Lung Cancer new TNM.
Department of Radiology of the Academical Medical Centre. Cited from:
http://www.radiologyassistant.nl/en/p42459cff38f02/lung-cancer-new.
Accessed: May 22nd, 2014.

62

Anda mungkin juga menyukai