Disusun oleh :
Kelompok 7
2019
KATA PENGANTAR
Namun tidak lepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa
masih terdapat kekurangan baik dari segi penyusunan bahasa dan aspek lainnya.
Oleh karena itu, dengan lapang dada kami membuka selebar-lebarnya pintu bagi
para pembaca yang ingin memberi saran maupun kritik demi memperbaiki
makalah ini.
Kami sangat mengharapkan semoga dari makalah ini dapat diambil manfaatnya
dan menginspirasi.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR......................................................................................ii
1.3 Tujuan..................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN..................................................................................3
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................23
SOAL LATIHAN.............................................................................................24
iii
BAB 1
PENDAHULUAN
Isu tentang pangan merupakan isu yang paling vital. Pangan merupakan
kebutuhan dasar manusia, oleh karena itu pangan harus tersedia dalam jumlah
yang cukup dan mutu yang layak sehingga dapat memenuhi kebutuhan pangan
seluruh masyarakat. Pada dasarnya kebutuhan pangan setiap penduduk selaku
warga negara dijamin oleh negara. Indonesia termasuk salah satu negara yang
menjamin penyediaan pangan untuk memenuhi kebutuhan pangan negara.
1
Dalam UUD 1945 pasal 34 dijelaskan bahwa negara bertanggung jawab dalam
memenuhi kebutuhan dasar setiap warga negara, termasuk pangan.
1.3 Tujuan
Untuk mengetahui isu- isu eonomi pangan dan gizi mulai dari isu
strategis ketahanan pangan, kecukupan konsumsi pangan dan gizi, konsumsi
pangan beragam dan bergizi seimbang, beban ganda status gizi masyarakat.
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Isu Strategis Keamanan Pangan
1. Pemantapan ketersediaan pangan berbasis kemandirian
Kapasitas produksi domestik
Meliputi laju peningkatan produksi pangan cenderung melandai dengan
rata-rata pertumbuhan kurang satu persen sedangkan pertambahan
penduduk sebesar 1,2% setiap tahun; belum berkembangnya kapasitas
produksi pangan daerah dengan teknlogi sesifik lokasi karena hambatan
inrastruktur pertanian; petani umumnya skala kecil (kurang dari 0,5 hektar)
yang berjumlah 13,7 juta KK menyebabkan aksesibilitasnya terbatas
terhadap sumber permodalan, teknologi, sarana produksi dan pasar; banyak
dijumpai kasus terhambatnya distribusi sarana produks khususnya pupuk
bersubsidi; lambatnya penerapan teknologi akibat kurang insentif ekonomi
dan masalah sosial petani
Kelestarian sumberdaya lahan dan air
Saat ini tingkat alih fungsí lahan pertanian ke non pertanian
(perumahan, perkantoran dll) di Indonesia diperkirakan 106.000 ha/5 th .
Kondisi sumber air di Indonesia cukup memperihatinkan, daerah tangkapan
air yakni daerah aliran sungai (DAS) kondisi lahannya sangat kritis akibat
pembukaaan hutan yang tidak terkendali. Defisit air di Jawa sudah terjadi
sejak tahun 1995 dan terus bertambah hingga tahun 2000 telah mencapai
52,8 milyar m3 per tahun. Sejak 10 tahun terakhir terjadi banjir dengan
erosi hebat dan ancaman tanah longsor pada musim hujan bergantian
dengan kekeringan hebat pada musim kemarau. Bila laju degradasi terus
berjalan maka tahun 2015 diperkirakan defisit air di Jawa akan mencapai
14,1 miliar m³ per tahun.
Cadangan pangan
3
Adanya kondisi iklim yang tidak menentu sehingga sering terjadi
pergeseran penanaman, masa pemanenan yang tidak merata sepanjang
tahun, serta sering timbulnya bencana yang tidak terduga (banjir, longsor,
kekeringan, gempa) memerlukan sistem pencadangan pangan yang baik.
Saat ini belum optimalnya :(1) sistem cadangan pangan daerah untuk
mengantisipasi kondisi darurat bencana alam minimal 3 (tiga) bulan , (2)
cadangan pangan hidup (pekarangan, lahan desa, lahan tidur, tanaman
bawah tegakan perkebunan), (3) kelembagaan lumbung pangan masyarakat
dan lembaga cadangan pangan komunitas lainnya, (4) sistem cadangan
pangan melalui Lembaga Usaha Ekonomi Pedesaan ataupun lembaga usaha
lainnya
4
3. Peningkaan Kuantitas dan kualitas konsumsi pangan menuju gizi
seimbang berbasis pada pangan lokal
Konsumsi beras masih cukup tinggi yaitu sebesar 105,2 kg/kap/thn
(Susenas 2005), Walaupun Kualitas konsumsi terus meningkat dan pada
tahun 2005 mencapai 79,1 dan 2007 mencapai 83.1, namun konsumsi
pangan sumber protein, sumber lemak dan vitamin/mineral masih jauh dari
harapan. Konsumsi pangan dengan bahan baku terigu mengalami
peningkatan yang sangat tajam yakni sebesar sebesar 19,2 persen untuk
makanan mie dan makan lain berbahan terigu 7.9 persen pada periode
1999-2004. Pada saat ini konsumsi pangan hewani penduduk Indonesia
baru mencapai 6,6 kg/kapita/tahun. Tingkat konsumsi ini lebih rendah
dibanding Malaysia dan Filipina yang masing-masing mencapai 48
kg/kap/tahun dan 18 kg/kapita/tahun
Faktor penyebab belum berkembangannya adalah : (1) belum
berkembangnya teknologi tepat guna dan terjangkau mengenai pengolahan
pangan berbasis tepung umbi-umbian lokal dan pengembangan aneka
pangan lokal lainnya, (2) belum berkembangnya bisnis pangan untuk
peningkatan nilai tambah ekonomi melalui penguatan kerjasama
pemerintah-masyarakat-dan swasta, (3) belum optimalnya usaha perubahan
perlaku diversifikasi konsumsi pangan dan gizi sejak usia dini melalui jalur
pendidikan formal dan non formal, (4) rendahnya citra pangan lokal, (5)
belum optomalnya Pengembangan program perbaikan gizi yang cost
effective, diantaranya melalui peningkatan dan penguatan program
fortifikasi pangan dan program suplementasi zat gizi mikro khususnya zat
besi dan vitamin A
4. Peningkatan status gizi masyarakat
Jumlah anak balita dengan status gizi buruk diperkirakan sebesar 8.81
persen (sekitar 5 juta jiwa) dan gizi kurang sebesar 19,0 persen dan
beberapa masalah gizi lainnya seperti anemia gizi besi (AGB), gangguan
akibat kekurangan iodium (GAKI) dan kurang vtamin A (KVA) masih
terjadi (2005). Masalah kurang energi kronis (KEK) adalah 16,7 persen
pada 2003. Pada saat yang bersamaan pada kelompok usia produktif juga
5
terdapat masalah kegemukan (IMT>25) dan obesitas (IMT>27).
Peningkatan staus gizi harus dilakukan dengan dalam rangka mengurangi
jumlah penderita gizi kurang, termasuk kurang gizi mikro yang diprioritas
pada kelompok penentu masa depan anak, yaitu, ibu hamil dan calon ibu
hamil/remaja putri, ibu nifas dan menyusui, bayi sampai usia dua tahun
tanpa mengabaikan kelompok usia lainnya. Hal ini dapat ditempuh
melalui : (1) komunikasi, informasi dan edukasi tentang gizi dan
kesehatan , (2) penguatan kelembagaan pedesaan seperti Posyandu, PKK,
dan Dasa Wisma; (3) peningkatan efektivitas fungsi koordinasi lembaga-
lembaga pemerintah dan swasta di pusat dan daerah, dibidang pangan dan
gizi
5. Peningkatan mutu dan keamanan pangan
Saat ini masih cukup banyak digunakan bahan tambahan pangan
(penyedap, pewarna pemanis, pengawet, pengental, pemucat dan anti
gumpal) yang beracun atau berbahaya bagi kesehatan.
Masih kurangnya pengetahuan dan kepedulian masyarakat konsumen
maupun produsen (khususnya industri kecil dan menengah) terhadap
keamanan pangan, yang ditandai merebaknya kasus keracunan pangan baik
produk pangan segar maupun olahan.
Belum ada sangsi yang tegas terhadap pelanggaran peraturan keamanan
pangan. Oleh karena itu usaha-usaha untuk pencegahan dan pengendalian
keamanan pangan harus dilakukan
6
Pembangunan ketahanan pangan menuju kemandirian pangan
diarahkan untuk menopang kekuatan ekonomi domestik sehingga mampu
menyediakan pangan yang cukup secara berkelanjutan bagi seluruh
penduduk terutama dari produksi dalam negeri.
Dalam upaya pemantapan ketahanan pangan masyarakat, pemerintah
melalui Badan Ketahanan Pangan, Departemen Pertanian sejak tahun 2002
mengembangkan tujuh model pemberdayaan di kabupaten/kota di seluruh
propinsi. Adapun model pemberdayaan ketahanan pangan tersebut adalah:
1) Lumbung pangan, 2) Sistem tunda jual, 3) Pangan lokal, 4)
Pemanfaatan pekarangan, 5) Daerah rawan pangan, 6) Participatory
integrated development in rainfed areas (PIDRA) dan 7) Special program
for food security.
Selain upaya diatas, pemerintah juga terus memulihkan perekonomian
masyarakat melalui berbagai kebijakan makro dan mikro yang
pelaksanaannya dilakukan oleh berbagai departemen.
2.2.1 Konsumsi Energi dan Protein
Tingkat kecukupan konsumsi energi dan protein dapat digunakan sebagai
indikator untuk melihat kondisi gizi masyarakat dan juga keberhasilan
pemerintah dalam pembangunan pangan, pertanian, kesehatan, dan sosial
ekonomi secara terintegrasi.
Hasil Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII (WKNPG) tahun 2004,
rata-rata tingkat kecukupan konsumsi energi dan protein penduduk Indonesia
masing-masing sebesar 2000 kkal/kapita/hari dan 52,0 gram/ kapita/hari.
Berdasarkan acuan tersebut, konsumsi energi secara agregat mendekati
tingkat kecukupan yang dianjurkan (99,8 %), sedangkan untuk protein sudah
7
melebihi dari yang dianjurkan sejak tahun 2002. Perkembangan tingkat
kecukupan konsumsi energi dan protein masyarakat dapat dilihat pada
Gambar 1 dan 2.
8
karbohidrat) daripada faktor gizi, preferensi dan prestise. Pada masyarakat
kota selain faktor pendapatan, tingkat pendidikan dan kesadaran akan hidup
sehat juga lebih baik.
9
2.2.2 Konsumsi Pangan
Dalam bahasan konsumsi pangan dibedakan menurut fungsinya seperti
pangan sumber karbohidrat, pangan sumber protein dan sumber lemak serta
vitamin dan mineral. Keragaan data konsumsi pangan ini sangat penting
terutama bagi pemerintah untuk dapat melakukan antisipasi dalam
penyediaannya terutama melalui pasokan dari produksi domestik. Komitmen
pemerintah dalam upaya perwujudkan ketahanan pangan, dilakukan dengan
meningkatkan kemandirian pangan dalam pemenuhan kebutuhan pangan.
10
2.3 Konsumsi Pangan Beragam dan Bergizi Seimbang
11
Berbagai kajian di bidang gizi dan kesehatan menunjukkan
bahwa untuk dapat hidup sehat dan produktif, manusia memerlukan
sekitar 45 jenis zat gizi yang harus diperoleh dari makanan yang
dikonsumsi, dan tidak ada satu jenis panganpun yang mampu memenuhi
seluruh kebutuhan gizi bagi manusia. Untuk memenuhi kebutuhan gizi
tersebut, setiap orang perlu mengkonsumsi pangan yang beragam dan
bergizi seimbang, serta aman.
Penganekaragaman konsumsi pangan dan gizi dipengaruhi oleh
banyak faktor, antara lain : faktor yang bersifat internal (individual) seperti
pendapatan, preferensi, keyakinan (budaya dan religi), serta pengetahuan
gizi, maupun faktor eksternal seperti faktor agro-ekologi, produksi,
ketersediaan dan distribusi,anekaragam pangan,serta promosi/iklan.
(Nugrahaeni, M 2016).
Kualitas keanekaagaman konsumsi pangan dapat ditunjukan dengan PPH
(Pola pangan Harapan).
PERKEMBA
NGAN KONSUMSI ENERGI DAN SKOR PPH TAHUN 2013-2017
( PERKOTAAN DAN PERDESAAN)
12
PERKEMBANGAN KONSUMSI ENERGI PENDUDUK INDONESIA 2013-
2017
13
Pengertian gizi seimbang : susuan pangan sehari-hari yang
mengandung zat gizi dalam jenis dan jumlah dengan memperhatikan
prinsip keanekaragamn pangan, aktivitas fisik, perilaku hidup bersi dan
memantau berat badan secra teratur dalam Rngka mempertahankan berat
badan normal untuk mencegah masalah gizi. (Benny A 2014).
14
Pada dampak dari gangguan gizi terdapat dampak jangka pendek dan
jangka panjang. Dimulai sejak gizi dalam kandungan maupun sejak
dilahirkan dan terkena infeksi, dimana keduanya memiliki dampak
terhadap gen. Gen akan memberi dampak gangguan gizi pada jangka
pendek pada perkembangan otak, pertumbuhan otot/tulang dan komposisi
tubuh pada tinggi dan berat badan, serta sistem metabolik
karbohidrat,prtein, lemak, hormon , reseptor dan gen. Jika terus berlanjut
masa jangka pendek maka akan berlanjut pada dampak jangka panjang
yang berdampak pada kapasitas kognitif , edukasi dan budaya, imunitas,
lokomotif, kapasitas bekerja, bahan yang menjadi pendukung untuk
kinerja otak, simpanan energi , insulin resisten. Akibat dari jangka panjang
yaitu kegagalan di masa sekolah, kurang edukasi dan rendah pendapatan.
Selain itu menyebabkan infeksi, stunting, obesitas, CHD, tinggi BP, struk
dan kanker. (Benny A 2014)
POLA GIZI SEIMBANG
Susunan pangan sehari-hari yang mengandung zat gizi dalam jenis
dan jumlah yang sesuai dengan kebutuhan tubuh, dengan memperhatikan
prinsip keanekaragaman pangan, aktivitas fisik, perilaku hidup bersih dan
mempertahankan berat badan normal untuk mencegah masalah gizi
(Benny A 2018).
15
Pilar 1 : mengonsumsi aneka ragam pangan
Pilar 2 membiasakan perilaku hidup berrsih
Pilar 3 melakukan aktivitas fisik
Pilar 4 : memantau berat badan teratur untuk mempertahankan berat badan
normal.
16
2.4 Beban Ganda Status Gizi Masyarakat
Beban Ganda Malnutrisi atau DBM (double burden of malnutrition)
adalah suatu konsep yang pertama kali disajikan sekitar satu dekade yang
lalu yang artinya koeksistensi kekurangan gizi dan kelebihan gizi
makronutrien maupun mikronutrien di sepanjang kehidupan pada populasi,
masyarakat, keluarga dan bahkan individu yang sama. Yang
mengkhawatirkan adalah dimensi DBM di sepanjang kehidupan, atau
keterkaitan antara gizi buruk pada ibu hamil dan janin dengan
meningkatnya kerentanan terhadap kelebihan gizi dan pola makan yang
terkait penyakit tidak menular di kemudian hari.
DBM adalah permasalahan global yang mempengaruhi negara-negara
kaya maupun miskin: 25% populasi dunia mengalami kelebihan berat
badan, 17% anakanak pra-sekolah kekurangan berat badan dan 28,5%
mengalami stunting (pendek), 40% wanita usia subur menderita anemia,
dan sepertiga populasi global masih menderita kekurangan yodium.
Sebagian besar negara berpenghasilan rendah hingga menengah akan
terpengaruh oleh DBM, dengan jumlah populasi kelebihan berat badan
meningkat lebih cepat daripada penurunan jumlah populasi yang
kekurangan berat badan. Obesitas meningkat dua kali lipat secara global
dalam tiga dekade terakhir, tetapi pada negara-negara berpenghasilan
rendah hingga menengah, peningkatannya terjadi tiga kali lipat hanya
dalam dua dekade. (Word Bank, 2013)
Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar 2013, secara nasional
prevalensi kependekan pada balita di Indonesia adalah 37,2% yang terdiri
dari 18,0 % sangat pendek dan 19,2 % pendek. Sedangkan hasil Riskesdas
2018, secara nasional prevalensi kependekan pada balita di Indonesia
17
adalah 30,8 % yang terdiri dari 11,5 % sangat pendek dan 19,3 % pendek.
Artinya, prevalensi kependekan pada balita di Indonesia tahun 2013 dan
tahun 2018 mengalami penurunan. Begitu juga prevalensi gizi kurus pada
tahun 2013 12,1% dan pada tahun 2018 turun menjadi 10,2%
18
kurang gizi jangka pendek dimana berat badan tidak sesuai dengan tinggi
badannya (BB/TB). Sedangkan stunting merupakan masalah kekurangan
gizi kronis atau jangka panjang yang disebabkan oleh asupan gizi yang
tidak adekuat sesuai dengan kebutuhannya dalam waktu yang lama.
Stunting yang terjadi saat masih berada di dalam kandungan baru akan
nampak saat anak berusia dua tahun.
19
penyakit dari penyakit menular menjadi penyakit tidak menular.
Naiknya kekayaan nasional disertai naiknya ketersediaan makanan
membuat konsumsi lemak per kapita naik dua kali lipat. Makanan olahan
juga dikonsumsi dengan tingkat yang lebih tinggi, khususnya di wilayah
perkotaan.
Banyak kota tidak ramah bagi pejalan kaki sehingga tidak mendukung
aktivitas fisik, selain itu tempat-tempat yang menyediakan makanan sehat
terbatas. Mereka yang bekerja dan sekolah tidak punya banyak pilihan
selain makanan siap saji di luar rumah.
Budaya dan tradisi mempengaruhi gizi ibu hamil dan anak-anak, serta
norma sosial membuat perempuan menikah saat masih muda. Faktor-
faktor ini berkontribusi terhadap naiknya kasus kelahiran dengan berat
badan kurang.
Dampak beban ganda malnutrisi tidak hanya dirasakan oleh individu.
Dari segi ekonomi, kerugian akibat stunting dan malnutrisi diperkirakan
setara dengan 2-3% PDB Indonesia. Banyaknya kasus penyakit tidak menular
di Indonesia berakibat pada meningkatnya pengeluaran pemerintah,
khususnya untuk Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Penyakit tidak
menular, seperti stroke, diabetes melitus, dan gagal ginjal, kini menjadi
penyebab 60% kematian di Indonesia dan pembiayaan JKN untuk kasus
penyakit tidak menular ini merupakan salah satu yang terbesar.
20
melakukan intervensi pada aspek kesehatan saja, tetapi juga harus
memperhatikan aspek keterjangkauan terhadap pangan, baik dari sisi
pendapatan maupun harga pangan itu sendiri. Intervensi terhadap peningkatan
pendapatan dan stabilisasi harga pangan pokok diperlukan agar tidak
memberi insentif bagi rumah tangga untuk mensubstitusi pangannya dengan
pangan lain yang memiliki kandungan energi lebih banyak tetapi sedikit
kandungan nutrisi lainnya.
21
BAB III
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
Word Bank. 2013. Menghadapi Beban Ganda Malnutrisi. Diakses 18 April 2019,
22
dari
http://documents.worldbank.org/curated/en/278471468258284433/pdf/NonAs
ciiFileName0.pdf
SOAL LATIHAN
1. kondisi terpenuhinya pangan bagi negara sampai dengan perseorangan
yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun
mutunya, aman, beragam, bergizi, merata dan terjangkau serta tidak
bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat untuk
dapat hidup sehat, aktif, dan produktif secara berkelanjutan merupakan
Undang-Undang Pangan Ketahanan pangan Nomor?
a. 18 Tahun 2012
b. 20 Tahun 2012
c. 18 Tahun 2010
d. 18 Tahun 2011
e. 18 Tahun 2009
2. Masalah yang terjadi pada Peningkatan kemudahan dan kemampuan
mengakses pangan dalam kelancaran distribusi dan akses pangan meliputi,
kecuali
a. infrastruktur distribusi, sarana dan prasarana pasca panen
23
b. pemasaran dan distribusi antar dan keluar daerah dan isolasi
daerah,
c. sistem informasi pasar
d. ekspor
e. keterbatasan Lembaga pemasaran daerah
3. berikut merupakan yang meliputi Isu Strategis Keamanan Pangan ,
kecuali?
a. Pemantapan ketersediaan pangan berbasis kemandirian
b. Peningkatan kemudahan dan kemampuan mengakses pangan
c. Peningkaan Kuantitas dan kualitas konsumsi pangan menuju gizi
seimbang berbasis pada pangan lokal
d. Penurunan ekspor pangan
e. Peningkatan mutu dan keamanan pangan
4. Dalam Peningkatan mutu dan keamanan pangan dalam penggunaan bahan
tambahan pangan jika disalah gunakan akan beracun atau berbahaya bagi
kesehatan.berikut yang termasuk bahan tambahan pangan
a. Penyedap
b. pewarna pemanis
c. pengawet
d. pengental,
e. rehidrasi
5. Dalam bahasan konsumsi pangan dibedakan menurut fungsinya
a. pangan sumber karbohidrat, pangan sumber protein dan
sumber lemak serta vitamin dan mineral
b. pangan sumber karbohidrat, pangan sumber protein dan sumber
lemak
c. pangan sumber energi, karbohidrat, pangan sumber protein dan
sumber lemak serta vitamin dan mineral
d. pangan sumber karbohidrat, pangan sumber protein dan sumber
lemak serta mineral
e. pangan sumber karbohidrat, pangan sumber protein dan sumber
lemak serta vitamin
6. Dalam upaya pemantapan ketahanan pangan masyarakat, pemerintah
melalui Badan Ketahanan Pangan, Departemen Pertanian sejak tahun 2002
mengembangkan tujuh model pemberdayaan di kabupaten/kota di seluruh
propinsi. Adapun model pemberdayaan ketahanan pangan tersebut adalah:
kecuali
a. Lumbung pangan,
b. Sistem tunda jual,
c. Pangan lokal,
d. pangan luar
e. Daerah rawan pangan.
24
7. Penganekaragaman konsumsi pangan dan gizi dipengaruhi oleh
banyak faktor, pada faktor internal antara lain :
a. pendapatan,
b. agro-ekologi,
c. produksi,
d. ketersediaan
e. distribusi,
8. Penganekaragaman konsumsi pangan dan gizi dipengaruhi oleh
banyak faktor eksterna, antara lain
a. pendapatan,
b. preferensi,
c. keyakinan (budaya dan religi)
d. faktor agro-ekologi,
e. pengetahuan gizi
9. pola gizi seimbang merupakan
a. Susunan pangan sehari-hari yang mengandung zat gizi dalam
jenis dan jumlah yang sesuai dengan kebutuhan tubuh, dengan
memperhatikan prinsip keanekaragaman pangan, aktivitas
fisik, perilaku hidup bersih dan mempertahankan berat badan
normal untuk mencegah masalah gizi
b. Susunan pangan sehari-hari yang mengandung zat gizi dalam jenis
dan jumlah yang sesuai dengan kebutuhan tubuh,
c. Susunan pangan sehari-hari yang mengandung zat gizi dalam jenis
dan jumlah yang sesuai dengan kebutuhan tubuh, dengan
memperhatikan aktivitas fisik, perilaku hidup bersih dan
mempertahankan berat badan normal untuk mencegah masalah gizi
d. Susunan pangan sehari-hari yang mengandung zat gizi dalam jenis
dan jumlah yang sesuai dengan kebutuhan tubuh, dengan
memperhatikan prinsip keanekaragaman pangan, aktivitas fisik,
dan perilaku hidup bersih
e. Susunan pangan yang mengandung zat gizi dalam jenis dan jumlah
yang lebih dari kebutuhan tubuh, dengan memperhatikan prinsip
keanekaragaman pangan, aktivitas fisik, perilaku hidup bersih dan
mempertahankan berat badan normal untuk mencegah masalah gizi
10. Dampak panjang beban ganda malnutrisi, Ada banyak penyebab beban
ganda malnutrisi. Sebuah studi Bank Dun ia menyoroti empat faktor utama
di Indonesia yaitu, kecuali
a. Menurunnna usia harapan hidup
b. turunnya kekayaan nasional disertai naiknya ketersediaan makanan
c. Banyak kota tidak ramah bagi pejalan kaki sehingga tidak
mendukung aktivitas fisik,
25
d. Budaya dan tradisi mempengaruhi gizi ibu hamil dan anak-anak,
dengan berat badan kurang.
e. Meningkatnya ekspor pangan
26