Disusun Oleh :
KELAS H
BAB 2
ISI .....................................................................................................…………....... 2
2.1 Analisis Aktivitas Investasi………………………….………........ 2
2.2 Penyajian Kembali (Restatement) Analitis dari LIFO ke
FIFO...............…………………………….............………............. 8
2.3 Penetapan Biaya Persediaan untuk Perusahaan Manufaktur dan
Dampak Peningkatan Produksi………………………………….... 9
2.4 Pengenalan Aset Jangka Panjang………………………………... 10
2.5 Menilai Aset Tetap dan Sumber Daya Alam……………………. 12
BAB 3
PENUTUP
Kesimpulan .............................................................................................................. 21
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................. 22
iv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Aktivitas investasi merupakan aktivitas yang dihadapkan pada berbagai macam resiko
dan ketidak pastian yang seringkali sulit diprediksikan oleh para investor. Sebelum seorang
investor memutuskan akan menginvestasikan dananya di pasar modal, ada kegiatan penting
yang perlu untuk dilakukan, yaitu penilaian dengan cermat terhadap emiten. Investor
mempunyai tujuan utama dalam menanamkan dananya kedalam perusahaan yaitu untuk
mencari pendapatan atau tingkat kembalian investasi (return) baik berupa pendapatan dividen
(dividend yield) maupun pendapatan dari selisih harga jual saham terhadap harga belinya
(capital gain).
Variabel-variabel yang berpengaruh terhadap kebijakan dividen terdiri dari
profitabilitas,likuiditas, investasi dan pembiayaan. Sementara berdasarkan laporan keuangan
variabel-variabel tersebut dapat diidentifikasi sebagai berikut: (1) profitabilitas (diukur
dengan laba bersih setelah pajak), (2) likuiditas (diukur dari cash ratio dan current ratio), (3)
investasi (diukur dari jumlah dana yang ditanamkan pada aktiva tetap operasi), dan (4)
pembiayaan (terutama dana yang diperoleh dari utang jangka panjang plus utang jangka
pendek) yang diukur dengan rasio leverage. Sedangkan dividen (terutama cash dividend)
merupakan tujuan yang diinginkan oleh investor dalam rangka memperoleh pendapatan dari
hasil investasinya. Perusahaan yang menunjukkan kendala pembayaran (kekurangan
likuiditas) mengarahkan manajemen untuk membatasi pertumbuhan dividen., sehingga perlu
dilakukan penelitian hubungan antara ROI dengan dividen serta hubungan antara cash ratio
dan current ratio dengan dividen.
B. Rumusan Masalah
1. Apa saja yang termasuk aktivitas investasi?
2. Bagaimana analisis persediaan serta dampaknya terhadap neraca dan arus kas?
3. Bagaimana analisis aset tetap dan sumber daya alam?
C. Tujuan Makalah
1. Untuk mengetahui aktivitas investasi
2. untuk mengetahui analisis persediaan serta dampaknya terhadap neraca dan arus kas.
3. Untuk mengetahui analisis aset tetap dan sumber daya alam.
1
BAB II
PEMBAHASAN
2
dalam waktu singkat. Jumlah aset likuid yang dilaporkan perusahaan pada neraca sangat
beragam. Umumnya perusahaan dalam industry yang dinamis membutuhkan likuiditas yang
lebih tinggi untuk memanfaatkan kesempatan atau untuk bereaksi terhadap perubahan yang
cepat pada lingkungan yang kompetitif.
Selain memeriksa jumlah aset likuid untuk perusahaan, analisis juga harus
mempertimbangkan hal berikut :
Sejauh mana setara kas diinvestasikan pada efek ekuitas, perusahaan dapat mengalami
risiko penurunan likuiditas jika nilai pasar atas investasi tersebut mengalami penurunan.
Kas dan setara kas kadang-kadang perlu disimpan sebagai kompensasi saldo untuk
mendukung pengaturan pinjaman yang telah ada atau sebagai jaminan atas utang.
2. Piutang
Piutang merupakan jumlah yang harus dibayarkan perusahaan yang timbul akibat
penjualan produk atau jasa, atau dari uang muka kepada perusahaan lain. Piutang usaha
mengacu pada jumlah yang harus dibayarkan kepada perusahaan yang timbul akibat
penjualan produk atau jasa. Wesel tagih mengacu pada janji tertulis atas utang yang harus
dibayarkan. Piutang diklasifikasikan ke dalam asset lancar jika diharapkan akan direalisasi
atau ditagih dalam waktu satu tahun atau satu siklus operasi, tergantung dari mana yang lebih
panjang.
a. Penilaian Piutang
Analisis piutang sangat penting karena dampaknya terhadap posisi asset dan arus laba
perusahaan yang saling berkaitan. Realitanya banyak perusahaan yang tidak mampu menagih
semua piutangnya. Kerugian piutang dapat menjadi sangat berarti dan mengurangi asset
lancar serta laba bersih sekarang dan masa depan. Resiko analisis ini adalah pengalaman
masa lalu kurang bisa memprediksi kerugian masa depan, atau mungkin kegagalan dalam
memperhitungkan kondisi saat ini.
b. Analisis Piutang
Kita harus waspada terhadap insentif manajemen dan auditor dalam melaporkan tingkat
laba dan asset yang lebih tinggi. Dengan memperhatika hal tersebut, terdapat dua pertanyaan
penting dalam analisis piutang.
Resiko penagihan atau kolektabilitas. Manajemen mungkin lebih memprioritaskan
pengalaman masa lalu tidak ada alasan lain kecuali karena kondisi ekonomi dan industri yang
sulit untuk diprediksi. Analisis harus mengingat bahwa meskipun pendekatan dengan rumus
untuk menghitung penyisishan piutang tak tertagih sangat mudah dan praktis, penghitungan
ini mencerminkan penilaian mekanik yang menimbulkan kesalahan. Informasi yang berguna
harus diperoleh dari sumber atau perusahaan lain. alat analisis untuk memeriksa kolektabilitas
mencangkup:
Membandingkan piutang pesaing sebagai persentase penjualan dengan piutang
perusahaan yang sedang dianalisis.
Memerikasa pemusatan pelangggan - resiko meningkat jika piutang terpusat pada satu
atau sedikit pelanggan.
3
Menghitung dan memeriksa trend rata-rata periode penagihan piutang yang
dibandingkan dengan jangka waktu kredit umum untuk industri tersebut.
menentukan bagian piutang yang merupakan perpanjangan piutang atau wesel tagih
sebelumnya.
Analisis posisis keuangan terkini dan kemampuan perusahaan memenuhi utang lancar
yang tercermnin dalam pengukuran seperti rasio lancar juga harus mengakui pentingnya
siklus operasi untuk mengklasifikasi piutang lancar. Siklus operasi dapat menghasilkan
piutang cicilan nyang belum dapat tertagih selama beberapa tahun dapat dilaporkan sebagai
asset lancar. Analisis asset lancer dan kaitanya dengan kewajiban lancer harus diakui dan
disesuaikan dengan risiko waktu ini.
Keaslian piutang. Pemahaman mengenai praktik industri dan sumber pelengkap
informasi digunakan sebagai jaminan tambahan. Salah satu faktor yang memengaruhi
keaslian piutang adalah hak pengembalian barang dagangan. Pelanggan pada industri
tertentu mengembalikan hak untuk mengembalikan barang. Analisis harus
mempertimbangkan hak pengembalian tersebut. Hak pengembalian yang bebas dapat
menurunkan kualitas piutang.
Sekuritisasi piutang. Masalah analisis penting lainnya timbul ketika perusahaan menjual
semua atau sebagian piutanganya pada pihak ketiga yang biasanya mendanai penjualan
tersebut dengan menjual obligasi ke pasar modal. Praktik tersebut disebut sekuritisasi.
Piutang dapat dijual dengan ataupun tanpa recourse kepada pembeli jaminan kolektabilitas.
Sekuritisasi piutang sering kali dicapai dengan membentuk entitas bertujuan khusus seperti
perwalian pembelian piutang dari perusahaan dan mendanai pembelian ini melalui penjualan
obligasi ke pasar.
Piutang usaha disajikan sebesar jumlah neto setelah dikurangi dengan penyisihan piutang
tidak tertagih, yang diestimasi berdasarkan penelaahan atas kolektibilitas saldo piutang.
Piutang dihapuskan pada saat piutang tersebut dipastikan tidak akan tertagih.
3. Beban Dibayar di Muka
Beban dibayar dimuka merupakan pembayaran dimuka untuk barang atau jasa yang
belum diterima. Beban dibayar dimuka dikelompokkan ke dalam asset lancar karena
mencerminkan jasa yang diberikan jika tidak akan memerlukan penggunaan asset lancar.
B. Persediaan
GAAP memeberikan tiga pilihan bagi perusahaan untuk menentukan biaya mana yang akan
dikaitkan dengan penjualan:
First- in, firs-out (FIFO). Metode ini mengansumsikan bahwa yang dibeli pertama
merupakan yang pertama dijual.
Last-in, first-out (LIFO), metode ini mengansumsikan bahwa yang dibeli terakhir
merupakan yang pertama dijual.
Average cost (Biaya persediaan rata-rata), metode ini mengasumsikan bahwa unit yang
dijual tanpa memperhatikan urutan pembeliannya dan menghitung COGS, serta
persediaan akhir sebagai rata-rata tertimbang sederhana
COGS dihitung sebagai rata-rata tertimbang dari total beban pokok barang tersedia untuk
dijual dibagi dengan jumlah unit yang tersedia untuk dijual.
3. Analisis Persediaan
Beban
Metode Penjualan Laba kotor
Pokok Penjualan
FIFO $24.000 $15.000 $9.000
LIFO $24.000 $18.000 $6.000
Average Cost $24.000 $16.800 $7.200
6
Misalnya, John Deere melaporkan data berikut pada pelaporan tahunan:
(juta dolar) 2004 2003
Bahan mentah dan suplai $589 $496
Barang setengah jadi 408 388
Mesin jadi dan bagian mesin 2.004 1.432
Total nilai FIFO 3.001 2.316
Dikurangi penyesuaian pada nilai FIFO 1.002 950
Persediaan $1.999 $1.366
Persediaan berdasarkan LIFO dilaporkan pada neraca sebesar 1.999 juta. Jika perusahaan
menggunkan FIFO maka persediaan akan dilaporkan sebesar $3.001 juta. Selisih $1.002 juta
adalah cadangan LIFO. Jumlah ini merupakan pengurangan pada persediaan dan laba
sebelum pajak sejak perusahaan mengadopsi LIFO. Dengan mengasumsikan tarif pajak
sebesar 35%. Deere telah menghemat hampir sebesar $350 juta ($1.002 x 35%) dengan
menggunkan biaya persediaan LIFO. Namun sepanjang tahun 2004, metode biaya persediaan
LIFO sebenarny menurunkan laba sebelum pajak sebesar $52 juta dan menurunkan pajak
sebesar $18 juta ($52 juta x tarif pajak 35%). Maka penurunan bersih dalam laba sebesar $30
juta dalam tahunan tersebut.
d. Permasalahan Lain dalam Penilaian Persediaan
Likuidasi LIFO. Perusahaan diharuskan untuk mengelola masing-masing tingkat
biaya sebagai kelompok persediaan yang terpisah (misalnya, unit bergharga $20.000 dan
$36.000 pada contoh sebelumya). Ketika terjadi penurunan jumlah persediaan, yang dapat
terjadi dengan semakin rampingnya perusahaan atau penghematan, perusahaan akan
menggunakan lapisan biaya yang lebih awal untuk dikaitkan dengan harga jual saat ini.
Untuk metode penetapan biaya persediaan FIFO, hal ini tidak menimbulkan permasalahan
yang penting karena persediaan akhir dilaporkan sebesar biaya yang paling baru diperoleh
dan lapisan biaya paling awal tidak terlalu berbeda dengan biaya saat ini. Namun untuk biaya
persediaan LIFO, persediaan akhir dilaporkan pada biaya pembelian yang terdahulu yang
dapat lebih rendah atau lebih tinggi secara signifikan dari biaya saat ini. Pada periode
kenaikan harga, pengurangan jumlah persediaan ini, yang disebut dengan likuidasi LIFO,
menyebabkan kenaikan laba bruto yang serupa dengan dampak penetapan biaya persediaan
FIFO. Namun dalam periode penurunan harga, pengurangan jumlah persediaan dapat
menyebabkan penurunan laba bruto yang dilaporkan karena persediaan yang lebih tinggi
biayanya dikaitkan dengan penjualan terkini.
Perusahaan mengindikasikan bahwa pengurangan kuantitas persediaan menyebabkan
penjualan barang yang dicatat dengan biaya masa lalu yang berbeda dengan biaya terkini.
Sebagai hasil pengurangan persediaan ini, laba bersih periode kini meningkat sebesar $47
juta dan laba bersih tahun lalu meningkat sebesar $141 juta, dan dua tahun lalu menurun
sebesar $120 juta sebagai akibat pengurangan kuantitas persediaan,
2.2 Penyajian Kembali (Restatement) Analitis dari LIFO ke FIFO. Jika laporan keuangan
yang tersedia menggunakan LIFO, dan jika LIFO merupakan metode yang lebih dipilih
dalam analisis, laporan laba rugi tidak memerlukan penyesuaian besar karena beban pokok
7
penjualannya mendekati biaya kini. Namun metode LIFO yang menyebabkan persediaan
pada neraca tidak mencerminkan harga pada saat ini, seringkali dinyatakan terlalu rendah.
Hal ini dapat mengurangi kegunaan berbagai pengukuran seperti “rasio lancar” (current
rasio) atau rasio “perputaran persediaan” (inventory turnover). Sebelumnya telah
diperlihatkan bahwa LIFO menyebabkan persediaan dinyatakan terlalu rendah saat harga
meningkat. Konsekuensinya, LIFO menyebabkan kemampuan perusahaan untuk membayar
utang (yang diukur dengan, sebagai contoh, rasio lancar) terlalu rendah, perputaran
persediaan terlalu tinggi. Untuk mengatasinya kita dapat menggunakan teknik analisis untuk
menyesuaikan LIFO agar mendekati situasi proforma dengan mengasumsikan FIFO.
Penyesuaian neraca ini dimungkinksn jika perusahaan mengungkapkan selisih lebih biaya
kini atas persediaan yang dihitung dengan LIFO, atau cadangan LIFO. Berikut ini tiga
penyesuaian yang diperlukan, diantaranya:
(1) Persediaan = Persediaan yang dilaporkan berdasarkan LIFO + Cadangan LIFO.
(2) Pertambahan kewajiban pajak tangguhan sebesar: (Cadangan LIFO x (1-Tarif pajak))
(3) Saldo laba = saldo laba yang dilaporkan + (cadangan LIFO x (1-tarif pajak))
Ilustrasi tiga penyesuaian diatas untuk menyajikan kembali persedian berdasarkan LIFO
menjadi FIFO dengan menggunkan laporan keuangan Campbell Soup.
Ilustrasi…
Catatan atas laporan keuangan Campbell Soup No.14 menyatakan “penyesuaian persediaan
berdasarkan LIFO” (cadangan LIFO) adalah sebesar $89,6 juta pada tahun 11 dan $84,6 juta
pada tahun 10. Untuk menyajikan kembali persediaan tahun 11 dari LIFO menjadi FIFO, kita
akan menggunakan jurnal analitis berikut (jurnal analitis merupakan sarana penyesuaian
untuk tujuan analisis akuntansi):
Persediaan……………………………………………………… 89,6
Kewajiban Pajak Tangguhan………………………....... 30,5
Saldo laba………………………………………………. 59,1
Penyajian Kembali (Restatement) Analitis dari FIFO ke LIFO. Penyesuaian dari FIFO
menjadi LIFO, sayangnya, penyesuaian dari FIFO ke LIFO mencakup asumsi penting,
sehingga kemungkinan akan rentan terhadap kesalahan. Perlu diingat bahwa laba FIFO
memasukkan keuntungan akibat pemilikan pada persediaan awal. Hal ini akan sangat berguna
untuk mempertimbangkan keuntungan ini sebagai persediaan awal (beginning inventory
FIFO – BIFIFO) dikalikan dengan tingkat inflasi untuk lini persediaan tertentu yang dimiliki
perusahaan. Misalkan tingkat inflasi sama dengan r. Selanjutnya, laba FIFO kini dimasukkan
keuntungan akibat pemilikan sama dengan BI x r. Hal ini berarti bahwa beban pokok
penjualan (FIFO) dinyatakan terlalu rendah sebesar BIFIFO X r. Oleh karena itu, untuk
menghutung beban pokok penjualan LIFO, hanya menambahkan BI FIFO x r dengan COGS
FIFO seperti berikut:
Perhatikan bahwa faktor inflasi, r , bukan merupakan tingkat inflasi umum seperti indeks
harga konsumen (IHK) atau indeks harga produsen (IHP). Indeks ini merupakan indeks
8
inflasi yang terkait dengan lini persediaan tertentu yang dimiliki perusahaan. Jika perusahaan
memiliki beberapa lini produk, indeks produknya harus diestimasi secara terpisah.
Perhatikan bahwa faktor inflasi, r, bukanlah tingkat inflasi pada umumnya seperti Consumer
Price Index atau Index Hrga Produsen, dan yang dimaksud adalah indeks inflasi sehubungan
dengan lini persediaan tertentu yang dimiliki perusahaan.
Bagaimana cara mengestimasi r ? terdapat beberapa kemungkinan. Pertama , analis dapat
menggunakan angka yang dikeluarkan oleh Departemen Perdagangan untuk industry khusus
perusahaan. Kedua, jika perusahaan menjalankan usaha berdasarkan komoditas, angka indeks
komoditas dapat digunakan dengan asumsi bahwa komponen biaya persediaan lain berubah
secara proporsional terhadap beban bakunya. Ketiga, analis dapat menggunakan tingkat
inflasi perusahaan pesaing. Jika terdapat perusahaan dengan lini produk serupa
menggunakan biaya persediaan LIFO dibagi dengan persediaan perusahaan pesaing
berdasarkan FIFO pada akhir periode lalu sebagai berikut:
r = Perubahan cadangan LIFO / Persediaan FIFO dari akhir periode sebelumnya
9
2.4 Pengenalan Aset Jangka Panjang
Sejauh ini, telah dijelaskan analisis asset lancar. Sisa bab ini akan terpusat pada asset jangka
panjang. Asset jangka panjang merupakan sumber daya yang digunakan untuk
mengahsilkan penghasilan operasi (atau mengurangi biaya operas) untuk lebih dari satu
periode. Bentuk asset jangka panjang yang umum adalah aste tetap berwujud seperti
bangunan, pabrik, dan peralatan. Aset jangka panjang juga mencakup asset tak berwujud
seperti paten, merk dagang, copyright, dan goodwill. Bagian ini membahas masalah
konseptual terkait dengan asset jangka panjang. Kemudian akan diikuti pembahasan terpisah
mengenai akuntansi dan masalah analisis terkait dengan asset tetap (asset berwujud sumber
daya alam), asset tak berwujud dan asset yang tidak tercatat.
1. Akuntansi Aset Jangka Panjang
Bagian ini menjelaskan konsep asset jangka panjang dan proses kapitalisasi, alokasi dan
penurunan nilai.
a. Kapitalisasi, Alokasi, dan Penurunan Nilai
Proses akuntansi aset jangka panjang mencakup tiga aktivitas yang berbeda, kapitalisasi,
alokasi dan penurunan nilai. Kapitalisasi (capitalization) merupakan proses penangguhan
biaya yang terjadi pada periode berjalan, tetapi manfaatnya diharapkan berlanjut sampai satu
periode atau lebih di masa depan. Kapitalisasi juga menghasilkan akun
aset. Alokasi (allocation) merupakan proses pembebanan biaya tangguhan (asset) secara
periodik dalam satu atau lebih masa manfaat yang diharapkan di masa depan. Proses alokasi
ini disebut penyusutan untuk aset berwujud, amortisasi untuk aset tak berwujud, dan deplesi
untuk sumber daya alam. Penurunan nilai (impairment) merupakan proses penurunan nilai
buku aset ketika arus kas yang diharapkan tidak lagi cukup untuk menutupi sisa biaya yang
dilaporkan dalam laporan keuangan. Bagian ini membahas masing-masing aktivitas akuntansi
tersebut.
Kapitalisasi. Asset jangka panjang dihasilkan melalui proses kapitalisasi. Kapitalisasi berarti
menempatkan asset pada laporan posisi keuangandibandingkan secara langsung
membebankan biayayanya pada laporan laba rugi, untuk aset keras (hard asset) seperti
tanah, pabrik dan peralatan, proses ini cukup sederhana; aset dicatat sebesar harga
pembeliannya. Sedangkan untuk aset lunak (soft asset) seperti penelitian dan pengembangan
(R&D), iklan dan upah kapitalisasi akan lebih banyak masalah. Meskipun semua biaya ini
dianggap akan menghasilkan manfaat di masa depan, karena memenuhi untuk dicatat sebagai
aset, baik jumlah manfaat masa depan maupun masa manfaat, tidak dapat diukur secara
andal. Akibuatnya biaya untuk aset lunak yang dikembangkan secara internal langsung
dibebankan dan tidak dicatat pada laporan posisi keuangan.
Salah satu area yang sangat bermasalah untuk profesi akuntansi dalah kapitalisasi biaya
pengembangan perangkat lunak. GAAP membedakannya kedalam dua jenis biaya: biaya
pengembanagn perangkat lunak untuk pemakaian internal dan biaya pengembangan
perangkat lunak untuk dijual atau disewakan. Biaya perangkat lunak computer yang
10
dikembangkan untuk pemakaian internal harus dikapitalisasi dan diamortisasi sepanjang
masa manfaat yang diharapkan. Faktor penting dalam menentukan masa manfaat perangkat
lunak adalah perkiraan keusangan yang diharapkan. Perangkat lunak yang dikembangkan
untuk dijual atau disewakan pada pihak lain akan di kapitalisasi dan diamortisasi hanya jika
perangkat lunak tersebut telah mencapai “fasibilitas teknologi” (technological
fasibility). Sebelum tahap pengembangan tersebut, perangkat lunak dianggap litbang dan
karenanya dibebankan langsung.
Alokasi, alokasi merupakan pembebanan biaya aset secara periodik sepanjang periode
manfaat yang diharapkan. Alokasi biaya disebut penyusutan (depreciation) jika terkait
dengan aset tetap, amortisasi (amortization) juka digunakan untuk aset tak berwujud, dan
deplesi (deplection) jika dikaitkan dengan sumber daya alam. Ketiga istilah tersebut mengacu
pada alokasi. Harus diingat bahwa alokasi biaya merupakan proses untuk mengaitkan biaya
aset dengan manfaatnya dan bukan merupakan proses evaluasi. Nilai tercatat aset (nilai
kapitalisasi dikurangi alokasi biaya kumulatif) tidak perlu mencerminkan nilai wajar.
Terdapat tiga faktor yang mencerminkan nilai alkosi biaya: periode manfaat (kadang
disebut masa manfaat), nilai sisa, dan metode alokasi, ketiga faktor ini akan dibahas dengan
singkat. Namun, tiap faktor membutuhkan estimasi-estimasi yang memungkinkan dikresi
manajemen. Analisis harus mempertimbangkan dampak estimasi ini terhadap laporan
keuangan, terutama jika estimasi berubah.
Penurunan nilai (impairment). Jika arus kas yang diharapkan (tidak didiskontokan) lebih
kecil dibandingkan nilai tercatat aset (biaya dikurangi akumulasi penyusutan), aset perlu
diturunkan nilainya dan dinyataka sebesar nilai pasar wajar (jumlah diskonto taksiran arus
kas). Dampaknya adalah untuk mengurangi nilai tercatat aset pada neraca dan mengurangi
profitabilitassebesar jumlah yang sama. Nilai wajar aset, lalu menjadi biaya baru dan
disusutkan sepanjang masa manfaat yang tersisa. Nilai aset tidak boleh dipulihkan/ dinaikkan
meskipun taksiran arus kas kemudian membaik. Dari perspektif analisis kita, terdapat dua
distorsi terkait dengan penurunan niali aset:
1. Bias konservatif mendistorsi valuasi aset jangka panjang karena nilai aset dapat diturunkan
namun tidak dapat dinaikkan.
2. Dampak peralihan yang besar dari pengakuan penurunan nilai aset yang mendistorsi laba
neto.
Perhatikan bahwa nilai aset masih merupakan proses alokasi, bukan perpindahan kea rah
penilaian. Atau penurunan nilai aset diakui saat ekspektasi manajer mengenai manfaat aset
masa depan lebih kecil dari nilai tercatat. Hal ini menghasilkan penghapusan langsung
dengan tujuan untuk dapat mengaitkan lebih baik alokasi biaya masa depan dengan
manfaat masa depan.
2. Kapitalisasi versus Pembebanan:
Dampak Terhadap Laporan Keuangan Dan Rasio
Kapitalisasi merupakan bagian penting dari akuntans. Kapitalisasi mempengaruhi baik
laporan keungan maupun rasionya. Kapitalisasi juga membuat laba menjadi lebih unggul
dibandingkan arus kas sebagai pengukuran kinerja keuangan. Bagian ini membahas dampak
11
kapitalisasi (dan alokasinya) dibandingkan dengan pembebanan langsung terhadap
pengukuran laba dan penghitungan rasio.
3. Dampak Kapitalisasi terhadap Laba
Kapitalisasai memiliki dua dampak terhadap laba. Pertama, kapitalisasai menunda
pengakuan beban dalam laporan laba rugi. Hal ini berarti kapitalisasi menghasilkan laba yang
lebih tinggi pada periode akuisisi, tetapi menghasilkan laba yang lebih rendah untuk periode
berikutnya jika dibandingkan dengan pembebanan biaya. Kedua, kapitalisasi menyebabkan
serangkaian laba yang lebih merata. Mengapa pembebanan langsung menyebabkan
serangkaian laba yang mudah berubah? Jawabannya adalah volatilitas timbul karena
pengeluaran modal yang sering kali “terlalu banyak” terjadi sekali waktu, bukannya terus
menerus, senebtara oebdaoatab daru oebgekyarab ubu duoerikeg secara terys seoabhabg
wajty. Sebakujbta, oebgakijasuab vuata aset selama periode manfaat menyebabkan angka
laba akrual yang lebih stabil dan mengukur kinerja perusahaan lebih berarti.
4. Dampak Kapitalisasi terhadap Imbal Hasil Investasi
Kapitalisasi menurunkan volatilitas pengukuran laba dan rasio imbal hasil investasi.
Kapitalisasi mempengaruhi pembilang (lama) dan penyebut (dasar investasi) dari rasio imbal
hasil atas investasi. Sebaiknya, pembebanan biaya aset menyebabkan dasar investasi yang
lebih rendah dan meningkatkan volatilitas laba. Naiknya volatilitas pada pembilang (laba)
diperbesar dengan semakin kecilnya penyebut (dasar investasi), menyebabkan rasio imbal
hasil lebih mudah berubah dan kurang berguna. Pembebanan juga menimbulkan bias dalam
pengukuran laba, karena laba dinyatakan terlalu rendah pada tahun akuisisi dan dinyatakan
terlalu tinggi pada tahun-tahun berikutnya.
5. Dampak Kapitalisasi terhadap Rasio Solvabilitas
Pada pembebanan biaya aset secara langsung, rasio solvabilitas, seperti rasio utang
terhadap ekuitas (debt to equity) mencerminkan kondisi perusahaan yang lebih buruk dari
kondisi yang sebenarnya. Hal ini terjadi karena pembebanan biaya langsung menyebabkan
ekuitas dinyatakan terlalu rendah untuk perusahaan yang memiliki aset produktif.
6. Dampak Kapitalisasi terhadap Arus Kas Operasi
Ketika biaya aset dibebankan langsung, biaya tersebut dilaporkan sebagai arus kas keluar
operasi. Sebaliknya, ketika biaya aset dikapitalisasi, biaya ini dilaporkan sebagai arus kas
keluar aktivitas investasi investasi. Hal ini berarti pembebanan langsung biaya aset akan
menyatakan arus kas keluar operasi yang terlalu tinggi dan arus kas keluar investasi terlalu
rendah pada tahun akuisisi dibandingkan dengan kapitalisasi biaya.
D. Aset Tetap Dan Sumber Daya Alam
Properti, pabrik, dan peralatan (atau aset tetap) menurpakan aset berwujud tidak lancar
yang digunakan dalam berbagai proses manufaktur, penjualan, atau jasa untuk menghasilkan
pendapatan dan arus kas selama lebih dari satu periode. Oleh karena itu, aset ini memiliki
periode manfaat yang diharapkan (masa manfaat) yang meliputi lebih dari satu periode. Aset
ini diperoleh untuk digunakan dalam aktivitas ooperasi dan bukan untuk dijual pada aktivitas
usaha biasa. Nilai atau potensi akan berkurang karena digunakan, dan aset biasanya
merupakan aset operasi yang terbesar. Properti terkait dengan biaya real
estat; Pabrik mengacu pada bangunan dan struktur operasi; dan peralatan mengacu pada
12
mesin yag digunakan dalam operasi. Properti, pabrik, dan peralatan disebut juga aseet
produktif, aset modal, dan aset tetap.
2.5 Menilai Aset Tetap dan Sumber Daya Alam
Bagian ini mendekskripsikan penilaian aset tetap dan sumber daya alam.
a. Menilai Properti, Pabrik, dan Peralatan
Prinsip biaya historis digunakan saat menilai properti, pabrik, dan peralatan. Penilaian
biaya historis menunjukkan bahwa perusahaan awalnya mencatat aset sebesar harga belinya.
Biaya ini mencakup beban apapun yang diperlukan agar aset tresebut berada dalam lokasi
dan kondisi siap digunakan atau siap memberikan jasa seperti biaya angkut, instalasi, pajak,
dan biaya pemasangan. Seluruh biaya akuisisi dan persiapan dikapitalisasi historis terutama
sehubungan dengan objektivitasnya (objectivity). Penilaian aset tetap dengan biaya historis,
jika diterapkan secara konsisten, biasanya tidak menghasilkan distorsi yang serius.
b. Menilai Sumber Daya Alam
Sumber daya alam (natural resource) yang juga disebut aset yang dihabiskan,
merupakan hak untuk mengambil atau mengonsumsi sumber daya alam. Contohnya meliputi
hak untuk menambang, menebang kayu, mengambil gas alam, dan minyak. Perusahaan
melaporkan sumber daya alam sebesar biaya historis ditambah dengan biaya pencarian,
eksplorasi, dan pengembangan. Juga sering kali terdapat biaya yang cukup tinggi untuk
menemukan sumber daya yang dikapitalisasi dala neraca, dan biaya ini langsung dibebankan
saat sumber daya tersebut dipindahkan, dikonsumsi, atau dijual. Perusahaan biasanya
mengalokasi biaya sumber daya alam pada jumlah estimasi unit cadangan yang tersedia.
Proses alokasi ini disebut deplesi.
c. Penyusutan
Prinsip dasar penentuan laba adalah biaya penghasilan yang memperoleh manfaat dari
penggunaan aset jangka panjang harus menanggung beban proporsional dari biaya aset
tersebut. Pesnyusutan merupakan alokasi biaya bangunan dan peralatan (tanah tidak
disusutkan) sepanjang masa manfaatnya.
1. Tingkat penyusutan
Tingkat penyusutan bergantung pada dua faktor:
a) Masa manfaat. Masa manfaat (useful life) aset sangat beragam. Aset yang tekait masa
asumsi aset dibuat berdasarkan kondisi ekonomi, pemahaman teknik, pengalaman dan
informasi menegnai fisik dan sifat produktif suatu aset. Kerusakan fisik merupakan
faktor penting yang membatasi masa manfaat, dan hampir seluruh aset mengalaminya.
Frekuensi dan kualitas pemeliharaan mempengaruhi kerusakan fisik. Pemeliharaan
dapat memperpanjang masa manfaat namun tidak dapat membuat masa manfaat
menajdi tidak bermanfaat.
b) Metode alokasi. Ketika masa manfaat ditetapkan, beban penyusutan periodik dihitung
berdasarkan metode alokasi (allocation). Keagaman penyusutan secara signifikan
disebabkan oelh metode yang dipilih, diantaranya yaitu:
1) Garis lurus (straight line). Metode ini mengalokasikan biaya aset pada masa manfaat
berdasarkan masa manfaat berdasarkan beban periodik yang sama. Alasan penyusutan
garis lurus adalah asumsi bahwa kerusakan fisik terjadi seragam sepanjang waktu.
13
Asumsi ini biasanya terbukti untuk struktur tetap sepertibangunan dibandingkan untuk
mesin dimana penggunaannya merupakan faktor yang lebih penting.
2) Dipercepat (asselerated). Metode penyusutan ini mengalokasikan biaya aset sepanjang
masa manfaat dengan pola yang semakin menurun. Penggunaan metode ini didukung
oleh penerimaan oleh Internal Revenue Code. Daya tarik metode ini untuk
mpenggunaan pajak adalah percepatan alokasi biaya dan penangguhan laba kena pajak.
Semakin cepat aset dihapusan untuk tujuan pajak, semakin besar penangguhan pajak
untuk masa depan dan semakin banyak dana yang langsung tersedia untuk operasi. Dua
metode penyusutan dipercepat yang paling umum adalah saldo menurun dan jumlah
angka tahun.
3) Khusus (special). Metode ini ditentukan oleh ndustri tertentu seperti baja dan mesin
berat. Persamaan metode ini adalah dikaitkannya beban penyusutan pada aktivitasa atau
intensitas penggunaan aset.
d. Deplesi
Deplesi (depletion) merupakan alokasi biaya sumberdaya alam berdasarkan tingkat
pengolahan atau produksi. Perbedaan penyusutan dan deplesi adalah bahwa penyusutan
biasanya merupakan alokasi biaya aset produktif sepanjang waktu, sedangkan deplesi
merupakan alokasi biaya berdasarkan unit yang dieksploitasi dari sumber daya alam, seperti
batu bara, minyak, mineral, dan kayu. Deplesi tergantung dari produksi yang menghasilakn
lebih banyak produksi berarti mengeluarkan biaya deplesi yang lebih pula.
e. Penurunan nilai
Aset tetap dan sumber daya alam biasanya disusutkan selama masa manfaatnya.
Penyusutan berdasarkan prinsip alokasi, yaitu aset berumur panajang yang dialokasikan
kepada periode yang bermacam-macam ketika digunakan. Tujuan penyusutan adalah
penentuan laba, yaitu metode mengaitkan biaya aset berumur panajng dengan pendapatan
yang dihasilkan dngan penggunaan aset tersebut. Nilai yang terbawa dari aset yang
diasumsikan (yaitu biaya aset dikurangi akumulasi penyusutan), tidak dirancang untuk
merefleksikan nilai sekarang dari aset.
f. Menganalisis Aset Tetap dan Sumber Daya Alam
Penilaian aset tetap dan sumber daya alam menekankan objektivitas biaya historis.
Sayangnya, biaya historis tidak relevan untuk menetapkan nilai penggantian atau dalam
menentukan kebutuhan aset operasi di masa mendatang. Biaya historis juga tidak dapat
dibandingkan dengan laporan perusahaan yang berbeda dan tidak berguna untuk mengukur
biaya peluang atas pelepasan atau dalam penilaian alternatif penggunaan dana. Kenaikan nilai
aset tetap menjadi nilai pasar merupakan tindakan yang tidak diterima dalam akuntansi.
Namun, konservatisme mengizinkan penurunan nilai jika penurunan nilai terjadi secara
permanen. Penurunan nilai menghilangkan periode masa depan dari beban yang terkait
dengan aktivitas operasi.
14
g. Menganalisis Penyusutan dan Deplesi
Kebanyakan perusahaan menggunakan aset profuktif jangka panjang dalam aktivitas
operasinya, dan dalam hal ini, penyusutan biasanya menjadi beban utama. Para manajer
mengambil keputusan yang melibatkan dasar penyusutan, masa manfaat, dan metode alokasi.
Keputusan yang melibatkan dasar penyusutan yang sangat berbeda. Analisis harus mencakup
informasi mengenai faktor-faktor ini agar dapat secara efektif menilai laba dan untuk
menganalisis perbandingan laba perusahaan. Salah satu fokus analisis adalah pada setiap
revisi masa manfaat aset. Meskipun revisi tersebut dapat menghasilkan alokasi biaya yang
lebih andal, analisis harus memerhatikan setiap pendekatan revisi yang dilakukan, karena
revisi tersebut kadang-kadang digunakan untuk memindahkan atau meratakan laba antar
periode.
Tantangan lain untuk analisis timbul dari perbedaan dalam metode alokasi yang digunakan
untuk pelaporan keuangan dan tujuan pajak. Ada tiga kemungkinan yang umum adalah
sebagai berikut:
1. penggunaan garis lurus untuk pelaporan keuangan dan tujuan pajak
2. penggunaan garis lurus untuk pelaporan keuangan dan metode dipercepat untuk pajak
3. penggunaan metode dipercepat untuk pelaporan keuangan dan pajak
h. Menganalisis Penurunan Nilai
Ada tiga masalah analisis yang timbul karena penurunan nilai yaitu
1. Mengevaluasi kesesuaian jumlah penurunan nilai
Disini terdapat beberapa hal yang harus dipertimbangkan analis. Pertama,
mengidentifikasi kelompok aset yang nilainya diturunkan atau dihapuskan. Selanjutnya
mengukur persentase aset yang dihapuskan. Kemudian mengevaluasi apakah jumlah
yang dihapuskan sudah sesuai untuk kelompok aset tersebut.
2 .Mengevaluasi kesesuaian waktu penurunan nilai
Hal ini perlu diperhatikan apakah perusahaan melakukan penghapusan tepat waktu atau
menunda penghapusan. Sekali lagi, dengan perusahaan lain dalam industri yang sama
dapat membantu dalam analisis ini.
3.Menganalisis dampak penurunan nilai pada laba.
15
Saat kapitalisasi biaya aset tak berwujud yang dapat atau tidak dapat diidentifikasikan, biaya
ini selanjutnya harus diamortisasi sepanjang periode manfaat aset seni. Jangka waktu masa
manfaat tergantung dari jenis aset tak berwujud; kondisi permintaan; situasi kompetitif; dan
hukum, kontrak, aturan, atau bisnis lainnya.
4. Menganalisa Aset Tak Berwujud
Analisis sering kali memperlakukan aset tak berwujud dengan kecurigaan ketika
menganalisis laporan keuangan. Banyak analisis menghubungkan aset tak berwujud dengan
risiko. Kita mendorong agar kewaspadaan dan pemahaman saat mengevaluasi aset tak
berwujud. Aset tak berwujud sering kali merupakan salah satu aset yang lebih bernilai yang
dimiliki perusahaan, dan sangat rentan untuk menyebabkan kesalahan penilaian.
5. Aset Tak Berwujud dan Kontijensi yang Tidak Tercatat
Salah satu aset penting dalam kategori ini adalah goodwill yang diciptakan secara internal.
Pengeluaran untuk menciptakan goodwill dibebankan saat terjadiya. Salah satu aset tak
tercatat lainnya terkait dengan elemen jasa atau ide. Sebagai contoh adalah program televisi
yang dicatat sebesar biaya yang tersembunyi (atau tak tercatat) untuk menghasilkan
penghasilan lisensi yang bernilai jutaan dan obat-obatan yang butuh beberapa tahun untuk
dikembangkan tetapi biayanya dihapuskan beberapa tahun sebelumnya.
16
keuangan sebesar nilai yang dinaikkan. Kedua, pembalikan tersebut akan menghasilkan
keuntungan yang akan dimasukkan dalam laba neto periode bersangkutan sehingga
dimasukkan dalam saldo laba. Terakhir, penyusutan periode mendatang akan ditentukan
sebagai proporsi nilai aset yang dinaikkan, sehingga nilainya akan lebih besar dari pada
seblum dibalikkan.
b. Model Revaluasi
IFRS (IAS 16) mengizinkan perusahaan untuk menaikkan nilai tercatat aset jangka
panjang, bahkan ketika nilainya di atas biaya historis yang disusutkan. Untuk hal ini,
perusahaan harus menggunakan model revaluasi untuk seluruh kelompok aset yang
termasuk dalam aset tertentu. Dalam model revaluasi, perusahaan harus mengestimasi
nilai wajar semua aset dalam kelompok digunakan pada periodik dasar dan secara
berkelanjutan menaikkan atau menurunkan nilai aset agar mencerminkan nilai wajar
kini.
model revaluasi menunjukkan bahwa aset akan selalu dilaporkan sebesar nilai wajar
pada laporan posisi keuangan. Revaluasi periodik ini akan terjadi melalui pembentukan
surplus revaluasi. Surplus revaluasi merupakan jumlah dimana nilai atercatat aset pada
laporan posisi keuangan melebihi biaya historisnya.
Penyusutan akan diakui pada aset menggunakan model revaluasi. Namun, hanya beban
penyusutan terkait dengan biaya historis dari aset yang akan dimasukkan dalam laba neto
periode tersebut.
Namun, model revaluasi tidak akan berlaku jika nilai wajar aset mengalami penurunan di
bawah biaya historis yang disusutkan. Setelah hal ini terjadi, aturan penurunan nilai
umum akan ditetapkan, termasuk pembalikan penurunan nilai sebelumnya, jika ada.
c. Pengungkapan Revaluasi
Pergerakan pada revaluasi asset dilaporkan pada note information/catatan atas laporan
keuangan.
d. Implikasi Analisis
Revaluasi aset ke atas atau kebawah dapat memiliki dampak signifikan pada laporan
keuangan. Analisis perlu mengetahui bahwa penilaian aset saat memeriksa perusahaan
yang menggunakan IFRS. Berikut ini masalah yang harus dipertimbangkan saat
menganalisis revaluasi aset.
Jika dilakukan untuk alasan yang sah, revaluasi aset sebenarnya dapat
memperbaiki angka laporan posisi keuangan
Angka laba umumnya terpengaruh negatif oleh besarnya jumlah sementara yang
muncul melalui revaluasi aset, baik ke atas dan kebawah. Analisis harus
mengetahui hal ini dan menghapusnya dari laba yang dilaporkan, terutama saat
menentukan profitabilitas operasi pada periode bersangkutan atau
memperkirakan laba di masa depan.
Revaluasi sering kali dilakukan berdasarkan kebijaksanaan manajemen. Banyak
perusahaan yang tidak melakukan revaluasi asetnya. Oleh karena itu, penting
untuk menghapus dampak revaluasi aset, saat membuat perbandingan antar
perusahaan. Untuk tujuan ini, hal yang terbaik adalah membalikkan dampak dari
17
semua revaluasi untuk setiap perusahaan dalam kelompok perbandingan. Jika
tidak memungkinkan, maka setidaknya dampak revaluasi aset ke atas harus
dibalik karena kebanyakan perusahaan, bahkan dalam IFRS, memilih untuk
melaporkan secara konservatif.
Perbandingan antara waktu dapat dipengaruhi oleh revaluasi aset. Misalnya,
revaluasi aset dapat memiliki dampak perataan laba dan rasio TAM. Realitas
yang mendasari tanpa revaluasi lebih mudah untuk berubah.
Terakhir, analisis harus menguji semua revaluasi ke atas dengan sikap skeptis.
Misalnya, motif TAM untuk melakukan revaluasi aset tampak mencurigakan. Faktanya,
tidak mungkin bahwa TAM memutuskan untuk menggunakan IFRS pada 2008 dengan
tujuan utamanya untuk menaikkan nilai asetnya. Fakta bahwa hampir semua revaluasi ke
atas pada 2008 tersebut dibalik dalam satu tahun yang membuat motif ini lebih
mencurigakan.
Perlu diingat bahwa nilai pasar jarang tersedia untuk aset operasi, sehingga sebagian
besar revaluasi aset ini didasarkan pada penilaian subjektif perusahaan atas arus kas
masa depan yang diharapkan.
Investasi antar perusahaan merupakan investasi oleh satu perusahaan dalam sekuritas
atau surat berharga ekuitas perusahaan lainnya. Induk perusahaan merupakan pihak yang
mengendalikan, umumnya melalui kepemilikan efek ekuitas. Akltivitas entitas legal terpisah
lainnya disebut anak perusahaan. Hubungan induk perusahaan-anak perusahaan terjadi saat
satu perusahaan memiliki seluruh atau sebagian besar efek ekuitas dengan hak suaru
perusahaan lain. Induk perusahaan juga seringkali berinvestasi dalam perusahaan afiliasi.
Induk perusahaan memiliki pengaruh atas aktivitas perusahaan afiliasi, namun tidak
mengendalikannya.
Metode bagi induk perusahaan untuk mencatat kepemilikannya dalam anak
perusahaan terbagi menjadi dua metode yaitu laporan konsolidasi dan metode akuntansi
ekuitas. Dari sudut pandang analis, kedua metode tersebut berbeda jauh dalam hal jumlah
informasi yang disajikan tentang kondisi keuangan dan hasil operasi gabungan antara induk
dan anak perusahaan.
18
Konsolidasi terdiri atas dua langkah yaitu agregasi dan eleminasi. Goodwill tidak lagi
diamortisasi melainkan diuji setiap tahun untuk penurunan nilai sekarang
2. Prinsip Konsolidasi
Terdapat dua kondisi dimana anak perusahaan seharusnya tidak dikonsolidasikan
untuk keperluan pelaporan:
a. Pengendalian tidak lengkap atau sementara
Konsolidasi tidak tepat jika pengendalian bersifat sementara, pengendalian tidak
berada di tangan pemilik mayoritas, atau jika anak perusahaan akan dihapuskan.
b. Laba tidak pasti
Jika terdapat ketidak pastian yang tinggi tentang peningkatan ekuitas anak
perusahaan telah dicatat sebagai akrual pada induk perusahaan, konsolidasi
bukanlah hal yang tepat.
3. Metode Akuntansi Ekuitas
Metode akuntansi ekuitas melaporkan investasi induk perusahaan dalam anak
perusahaan dan bagian induk perusahaan atas laba anak perusahaan sebagai akun dalam
laporan keuangan induk perusahaan. Metode ini disebut juga on-line consolidation
2.9 Implikasi Analisis Atas Investasi Antar Perusahaan
Pertimbangan implikasi yang penting atas investasi antar perusahaan yaitu:
a. Pengakuan laba perusahaan investasi
Metode konsolidasi dan metode akuntansi ekuitas keudanya mengasumsikan bahwa
setiap dollar atau mata uang lainnya yang dihasilkan oleh anak perusahaan setara
dengan setiap dollar atau mata uang lainnya yang dihasilkan oleh induk perusahaan
meskipun tidak diterima tunai.
b. Investasi modal yang tidak diakui
Di balik saldo investasi dalam on-line consolidation terdapat aset dan kewajiban
perusahaan investasi yang tidak tercatat dalam jumlah besar dapat tidak tercatat dalam
neraca investor.
c. Cadangan pajak atas laba anak perusahaan yang tidak dibagikan
Jika laba anak perusahaan yang tidak dibagikan termasuk dalam laba akuntansi
sebelum pajak induk perusahaan., maka diperlukan cadangan pajak. Cadangan ini
tergantung pada tindakan dan tujuan induk perusahaan. Praktik saat ini
mengasumsikan seluruh laba yang tidak dibagikan ditransfer ke induk perusahaan
sehingga cadangan pajak dibuat oleh induk perusahaan di tahun berjalan.
2.10 Penggabungan Usaha
Penggabungan usaha mengacu pada merger, akuisisi, reorganisasi, atau
restrukturisasi atas dua atau lebih perusahaan untuk membentuk sebuah perusahaan
lainnya. Penggabungan usaha mengubah kepemilikan dan pengendalian atas
perusahaan yang diakuisisi atau didivestasi. Hal ini terjadi bila suatu perusahaan
mengakuisisi atau mendivestasi dirinya sendiri atas sebagian besar efek ekuitas
perusahaan lain.
Beberapa alasan ekonomis penggabungan usaha yaitu:
19
a. Untuk memperoleh sumber bahan baku, fasilitas produksi, teknologi, jaringan
pemasaran, atau pangsa pasar yang tidak ternilai.
b. Untuk menjamin sumber keuangan atau akses terhadap sumber keuangan
c. Memperkuat manajemen
d. Meningakatkan efisiensi operasi
e. Mendorong diversifikasi
f. Mempercepat masuk ke pasar
g. Mencapai skala ekonomi
h. Memperoleh manfaat pajak
2.11 Akuntansi Penggabungan Usaha
FASB baru-baru ini mengeluarkan dua standar penting yang terkait dengan
akuntansi dan pelaporan penggabungan usaha dan berlaku efektif untuk periode
fiskal. Standar ini memuat beberapa perubahan besar dalam pelaporan keuangan:
a. Akuntansi dengan purchase method diharuskan untuk semua penggabungan usaha
sehingga pooling accounting dilarang untuk digunakan dimasa depan. Namun
demikian, penggabungan usaha terdahulu yang memenuhi perlakuan pooling terus
dicatat sebagai pooling dalam laporan keuangan konsolidasi.
b. Perusahaan harus mencatat nilai pasar wajar aset tak berwujud yang dibeli, yang
sebelumnya tidak diakui, sebuelum mencatat goodwill.
c. Goodwill tidak lagi diamortisasi, melainkan diuji setiap tahun untuk penurunan
nilai.
d. Standar mengharuskan pengungkapan alasan utama penggabungan usaha dan
memperluas informasi alokasi harga beli.
2.12 Masalah Penggabungan Usaha
a. Menilai pertukaran
b. Nilai pertukaran kontinjen
c. Alokasi total harga perolehan
d. Penelitian dan pengembangan dalam proses (In Process R&D)
e. Utang dalam laporan keuangan konsolidasi
f. Laba dari penawaran perdana anak perusahaan
g. Penjualan dan laba sebelum akuisisi
h. Push-down accounting
i. Keterbatasan tambahan laporan keuangan konsolidasi
j. Konsekuensi akuntansi goodwill
20
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Aset merupakan sumber daya yang dikuasai oleh suatu perusahaan dengan tujuan
menghasilkan laba. Aset dapat digolongkan ke dalam dua kelompok, yaitu aset lancar dan
aset tidak lancar. Aset lancar merupakan sumber daya atau klaim atau klaim atas sumber daya
yang dapat langsung diubah menjadi kas sepanjang siklus operasi perusahaan, golongan
utama aset lancar mencakup kas, setara kas, efek, piutang, derivatif, persediaan, dan beban
diterima di muka. Aset jangka panjang (long-lived asset), disebut juga aset tetap atau aset tak
lancar merupakan sumberdaya atau klaim atas sumber daya yang diharapkan dapat
memberikan manfaat pada perusahaan selama periode melebihi periode kini. Aset jangka
panjang utama mencakup properti, pabrik, peralatan, aset tak berwujud, investasi, dan beban-
beban yang ditangguhkan.
21
DAFTAR PUSTAKA
22
Kasus Investasi Bodong Pandawa Group
kasus investasi bodong KSP Pandawa Group menyatakan pengurus koperasi ini terbukti
melakukan kejahatan yang diatur dalam undang-undang perbankan.
Kisah bermula pada sekitar tahun 2009. Ketika itu, Dumeri alias Salman Nuryanto yang
sehari-hari menafkahi keluarga dengan berjualan bubur ayam dengan gerobak bertuliskan
Pandawa meminjam uang kepada Haji Ridwan sebesar Rp 10 juta. Dumeri menjanjikan akan
ada kelebihan pembayaran utang sebesar 10%.
Duit tersebut dipakainya untuk mengembangkan bisnis bubur ayam yang ternyata makin
lama makin berkembang.
Sejak 2010, Dumeri pun mulai meminjamkan duitnya kepada para pedagang kecil lain namun
dengan meminta bunga 20%. Dari bunga tersebut, sebanyak 10% ia berikan untuk Haji
Ridwan sebanyak 10% sisanya untuk dirinya sendiri.
Seiring perkembangan, tak hanya Haji Ridwan yang tertarik. Dumeri, H. Ridwan dan kawan-
kawan pun mendirikan perkumpulan Koperasi Pandawa Group namun belum berizin. Izin
baru diajukan pada 2011 sembari merekrut anggota dengan iming-iming imbal hasil 10% per
bulan selama satu tahun.
"Untuk menarik minat, terdakwa (Dumeri) mengangkat leader dengan pola piramida yang
terinspirasi dari bisnis Multi Level Marketing (MLM) yang pernah ia ikuti," kata ketua
majelis hakim Yulinda Trimurti Asih Muryati di Pengadilan Negeri Depok, Jawa Barat,
Senin (11/12).
Para leader ini dibagi menjadi beberapa tingkatan dengan istilah leader bintang satu hingga
leader diamond.
Alhasil, makin banyak nasabah berhasil direkrut. Hakim mencatat, ada 569.000 orang yang
berhasil direkrut dengan total dana yang berhasil dihimpun kurang lebih Rp 2 triliun.
Sedangkan Surat Perjanjian Kerja (SPK) yang telah dibuat kurang lebih 1 juta lembar.
Kekacauan mulai terjadi lantaran setoran modal nasabah baru sulit tersalurkan.
Para leader pun diberi kewenangan untuk mengelola uang nasabah baru.
Pembagian keuntungan nasabah lama pun diambil dari setoran modal awal para nasabah
baru. Di satu sisi, pengurus KSP Pandawa Group tidak melakukan pengadministrasian secara
cermat.
Oleh Nuryanto dan kroninya, duit nasabah ini dipakai untuk keperluan pribadi, membeli
rumah, tanah, kendaraan dan barang-barang bernilai ekonomis lainnya. Nantinya, barang-
barang ini akan disita untuk dimasukkan ke kas negara.
23
Majelis berpendapat demikian karena seharusnya investor mengetahui atau setidaknya
memperkirakan bahwa penghimpunan dana Koperasi Pandawa bakal melanggar hukum.
Terdakwa kasus investasi bodong, Salman Nuryanto alias Dumeri (42), pimpinan sekaligus
pendiri Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Pandawa Mandiri Group, divonis 15 tahun penjara
serta denda Rp 200 Miliar. Vonis dijatuhkan Pengadilan Negeri (PN) Depok dalam sidan
putusan
Vonis tersebut lebih berat dari tuntutan Jaksa yang menuntut Nuryanto dihukum 14 tahun
penjara dan denda Rp 100 Miliar.
"Terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan telah melakukan tindak pidana turut serta
menghimpun usaha dana masyarakat tanpa ijin usaha yang dilakukan secara berlanjut.
Menghukum terdakwa dengan pidana penjara 15 tahun dan denda Rp 200 Miliar," kata ketua
majelis hakim Yulinda Trimurti Asih.
Dalam putusannya Yulinda menilai Nuryanto telah melanggar Pasal 46 ayat (1) Undang-
Undang (UU) Nomor 10/1998 tentang Perubahan Atas UU Nomor 7/1992 tentang Perbankan,
jo Pasal 69 UU Nomor 21/2011 tentang OJK, jo pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 64 Ayat (1)
KUHP.
Kemudian, pasal 378 KUHP tentang Penipuan, jo Pasal 55 ayat (1) jo Pasal 64 ayat (1)
KUHP.
"Untuk denda Rp 200 Miliar, jika tidak dibayarkan maka akan diganti hukuman penjara
selama 6 bulan,"
semua aset KSP Pandawa Mandiri Group akan disitanegara dan dikembalikan ke nasabah.
Sidang juga berlanjut dengan pembacaan putusan atas 26 leader Pandawa lainnya.
putusan menyatakan dirinya bersalah dan divonis 15 tahun serta denda Rp 200 Miliar. Agar
terhindar dari investasi bodong Masyarakat juga harus berhati hati dengan cara : Curigai
produk investasi dengan imbal hasil yang tidak sesuai dengan keadaan pasar yang
wajar, Perhatikan bunga yang ditawarkan, wajar atau tidak, Teliti badan hukum
perusahaan. Badan mana yang mengeluarkan izin bagi perusahaan tersebut, apakah
Bank Indonesia, Kementrian Perdagangan atau Otoritas Jasa Keuangan, Teliti
kembali apakah profil perusahaan tersebut memiliki kompetensi atas produk yang
dijualnya tersebut, Cek kebenaran atau keabsahan produk investasi yang ditawarkan,
Waspadai perusahaan yang menjual produk secara sembunyi-sembunyi atau tidak
transparan, Jika ragu dengan produk yang ditawarkan, maka masyarakat bisa
menghubungi OJK ke nomor layanan konsumen di hotline 1500 655. Nanti, OJK
akan membantu mengecek keabsahan perusahaan dan produk yang dijual tersebut.
Dengan cara diatas masyarakat bisa terhindar dari investasi bodong yang sedang
marak terjadi dimana mana.
24
Pertanyaan
1. Mega 306: bagaimana mekanisme analisis aktivitas investasi antar perusahaan?
2. Jasmine 331: contoh penerapan pada slide piutang
3. Michel 301: bagaimana perusahaan menentukan 2 metode (Fifo dan Average) dan berikan
contohnya!
4. Reva 297: bagaimana cara pembagian laba jika sudah digabungkan?
5. Maitri 314: bagaimana cara untuk meminimalkan resiko investasi jika aktivanya tunggal?
6. Melani 107: dalam menilai potensi barang atau jasa yang akan dibeli, apa saja yang harus
diperhatikan selain persediaan?
7. Della 315: apa akibat bila perusahaan terlalu banyak atau terlalu sedikit berinvestasi dalam
persediaan?
8. Patricia 323: apa metode saham biasa dan saham preferen sama atau tidak untuk analsis
investasi?
25