Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang


Kehadiran manusia tidak terlepas dari asal usul kehidupan di alam semesta. Manusia
hakihatnya adalah makhluk ciptaan Allah SWT. Pada diri manusia terdapat perpaduan
antara sifat ketuhanan dan sifat kemakhlukan. Dalam pandangan Islam, sebagai
makhluk ciptaan Allah SWT manusia memiliki tugas tertentu dalam menjalankan
kehidupannya di dunia ini. Untuk menjalankan tugasnya manusia dikaruniakan akal dan
pikiran oleh Allah SWT. Akal dan pikiran tersebut yang akan menuntun manusia dalam
menjalankan perannya. Dalam hidup di dunia, manusia diberi tugas kekhalifaan, yaitu
tugas kepemimpinan, wakil Allah di muka bumi, serta pengelolaan dan pemeliharaan
alam.
Kewajiban manusia kepada khaliknya adalah bagian dari rangkaian hak dan kewajiban
manusia dalam hidupnya sebagai suatu wujud dan yang maujud. Didalam hidupnya
manusia tidak lepas dari adanya hubungan dan ketergantungan. Adanya hubungan ini
menyebabkan adanya hak dan kewajiban. Hubungan manusia dengan Allah adalah
hubungan makhluk dengan khaliknya. Dalam masalah ketergantungan, hidup manusia
selalu mempunyai ketergantungan kepada yang lain. Dan tumpuan serta ketergantungan
adalah ketergantungan kepada yang Maha Kuasa, yang Maha Perkasa, Yang Maha
Bijaksana, Yang Maha Sempurna, ialah Allah rabbul’alamin, Allah Tuhan Yang Maha
Esa.

B.    Rumusan Masalah


1.    Bagaimana Keberadaan Manusia dalam Islam?
2.    Bagaimana Hakikat Manusia dalam Islam?
3.    Bagaimana Martabat Manusia dalam Islam?
4.    Apa Tujuan Penciptaan Manusia dalam Islam?
5.    Bagimana Fungsi dan Peranan Manusia dalam Islam?
6.    Bagaimana Tanggungjawab Manusia dalam Islam?

Page | 1
C.     Tujuan
 1. Untuk Mengetahui Keberadaan Manusia dalam Islam.
2. Untuk Mengetahui Hakikat Manusia dalam Islam.
3. Untuk Mengetahui Martabat Manusia dalam Islam.
4. Untuk Mengetahui Tujuan Penciptaan Manusia dalam islam.
5. Untuk Mengetahui Fungsi dan Peranan Manusia dalam islam.
6. Untuk Mengetahui Tanggungjawab Manusia dalam Islam.

 

Page | 2
BAB II
PEMBAHASAN

1.     Keberadaan Manusia


Keberadaan manusia di muka bumi ini mempunyai misi utama, yaitu beribadah kepada
Allah SWT. Maka, setiap langkah dan gerak-geriknya harus searah dengan garis yang
telah ditentukan. Setiap desah nafasnya harus selaras dengan kebijakan-kebijakan
ilahiah, serta setiap detak jantung dan keinginan hatinya harus seirama dengan alunan-
alunan kehendak-Nya. Semakin mantap langkahnya dalam merespon seruan Islam dan
semakin teguh hatinya dalam mengimplementasikan apa yang telah menjadi tugas dan
kewajibannya, maka ia akan mampu menangkap  sinyal-sinyal yang ada di balik
ibadahnya. Karena, dalam setiap ibadah yang  telah diwajibkan oleh Islam memuat nilai
filosofis, seperti nilai filosofis yang  ada dalam ibadah shalat, yaitu sebagai ‘aun
(pertolongan) bagi manusia dalam mengarungi lautan kehidupan (al-Baqarah:153), dan
sebagai benteng kokoh untuk menghindari, menghadang, dan mengantisipasi
gelombang kekejian dan kemungkaran (al-Ankabuut: 45). Adapun nilai filosofis ibadah
puasa adalah untuk menghantarkan manusia muslim menuju gerbang ketaqwaan, dan
ibadah-ibadah lain yang bertujuan untuk melahirkan manusia-manusia muslim yang
berakhlak mulia (Al-Baqarah: 183 dan At-Taubah:103). Maka, apabila manusia mampu
menangkap sinyal-sinyal nilai filosofis dan kemudian mengaplikasikan serta
mengekspresikannya dalam bahasa lisan maupun perbuatan, ia akan sampai gerbang
ketaqwaan. Gerbang yang dijadikan satu-satunya tujuan penciptaannya.
Artinya adalah manusia sempurna, berasal dari kata al-insan yang berarti manusia dan
al-kamil yang berarti sempurna. Konsepsi filosofid ini pertama kali muncul dari gagasan
tokoh sufi Ibnu Arabi. Oleh Abdul Karim bin Ibrahim al-Jili (1365-1428), pengikutnya,
gagasan ini dikembangkan menjadi bagian dari renungan mistis yang bercorak tasawuf
filosofis. 
Al-Jili merumuskan insan kamil ini dengan merujuk pada diri Nabi Muhammad SAW
sebagai sebuah contoh manusia ideal. Jati diri Muhammad (al-haqiqah al-Muhammad)
yang demikian tidak semata-mata dipahami dalam pengertian Muhammad SAW

Page | 3
asebagai utusan Tuhan, tetapi juga sebagai nur (cahaya/roh) Ilahi yang menjadi pangkal
dan poros kehidupan di jagad raya ini. 
Nur Ilahi kemudian dikenal sebagai Nur Muhammad oleh kalangan sufi, disamping
terdapat dalam diri Muhammad juga dipancarkan Allah SWT ke dalam diri Nabi Adam
AS. Al-Jili dengan karya monumentalnya yang berjudul al-Insan al-Kamil fi Ma’rifah
al-Awakir wa al-Awa’il (Manusia Sempurna dalam Konsep Pengetahuan tentang
Misteri yang Pertama dan yang Terakhir) mengawali pembicaraannya dengan
mengidentifikasikan insan kamil dengan dua pengertian. Pertama, insan kamil dalam
pengertian konsep pengetahuan mengeneai manusia yang sempurna. Dalam pengertian
demikian, insan kamil terkail dengan pandangan mengenai sesuatu yang dianggap
mutlak, yaitu Tuhan. Yang Mutlak tersebut dianggap mempunyai sifat-sifat tertentu,
yakni yang baik dan sempurna. 
Sifat sempurna inilah yang patut ditiru oleh manusia. Seseorang yang makin
memiripkan diri pada sifat sempurna dari Yang Mutlak tersebut, maka makin
sempurnalah dirinya. Kedua, insan kamil terkait dengan jati diri yang mengidealkan
kesatuan nama serta sifat-sifat Tuhan ke dalam hakikat atau esensi dirinya. Dalam
pengertian ini, nama esensial dan sifat-sifat Ilahi tersebut pada dasarnya juga menjadi
milik manusia sempurna oleh adanya hak fundamental, yaitu sebagai suatu keniscayaan
yang inheren dalam esensi dirinya. Hal itu dinyatakan dalam ungkapan yang sering
terdengar, yaitu Tuhan berfungsi sebagai cermin bagi manusia dan manusia menjadi
cermin bagi Tuhan untuk melihat diri-Nya. 
Bagi al-Jili, manusia dapat mencapai jati diri yang sempurna melalui latihan rohani dan
mendakian mistik, bersamaan dengan turunnya Yang Mutlak ke dalam manusia melalui
berbagai tingkat. Latihan rohani ini diawali dengan manusia bermeditasi tentang nama
dan sifat-sifat Tuhan, dan mulai mengambil bagian dalam sifat-sifat Illahi serta
mendapat kekuasaan yang luar biasa. 
Pada tingkat ketiga, ia melintasi daerah nama serta sifat Tuhan, masuk ke dalam suasana
hakikat mutlak, dan kemudian menjadi “manusia Tuhan” atau insan kamil. Matanya
menjadi mata Tuhan, kata-katanya menjadi kata-kata Tuhan, dan hidupnya menjadi
hidup Tuhan (nur Muhammad). Muhammad Iqbal tidak setuju dengan teori para sufi
seperti pemikiran al-Jili ini. Menurut dia, hal ini membunuh individualitas dan

Page | 4
melemahkan jiwa. Iqbal memang memandang dan mengakui Nabi Muhammad SAW
sebagai insan kamil, tetapi tanpa penafsiran secara mistik. 
Insan kamil versi Iqbal tidak lain adalah sang mukmin, yang dalam dirinya terdapat
kekuatan, wawasan, perbuatan, dan kebijaksanaan. Sifat-sifat luhur ini dalam wujudnya
yang tertinggi tergambar dalam akhlak Nabi SAW. Insan kamil bagi Iqbal adalah sang
mukmin yang merupakan makhluk moralis, yang dianugerahi kemampuan rohani dan
agamawi. Untuk menumbuhkan kekuatan dalam dirinya, sang mukmin senantiasa
meresapi dan menghayati akhlak Ilahi. Sang mukmin menjadi tuan terhjadap nasibnya
sendiri dan secara tahap demi tahap mencapai kesempurnaan. Iqbal melihat, insan kamil
dicapai melalui beberapa proses. Pertama, ketaatan pada hukum; kedua penguasaan diri
sebagai bentuk tertinggi kesadaran diri tentang pribadi; dan ketiga kekhalifahan Ilahi. 

2.     Hakekat Manusia


•     Hakekat Manusia Menurut Al-Qur’an
Hakekat manusia adalah sebagai berikut :
a. Makhluk yang memiliki tenaga dalam yang dapat menggerakkan hidupnya untuk
memenuhi kebutuhan-kebutuhannya;
b. Individu yang memiliki sifat rasional yang bertanggung jawab atas tingkah laku
intelektual dan sosial.yang mampu mengarahkan dirinya ke tujuan yang positif mampu
mengatur dan mengontrol dirinya serta mampu menentukan nasibnya;
 c. Makhluk yang dalam proses menjadi berkembang dan terus berkembang tidak
pernah selesai (tuntas) selama hidupnya;
d.  Individu yang dalam hidupnya selalu melibatkan dirinya dalam usaha untuk
mewujudkan dirinya sendiri, membantu orang lain dan membuat dunia lebih baik untuk
ditempati;
e. Suatu keberadaan yang berpotensi yang perwujudanya merupakan ketakterdugaan
dengan potensi yang tak terbatas;
f.  Makhluk Tuhan yang berarti ia adalah makhluk yang mengandung kemungkinan baik
dan jahat;
g. Individu yang sangat dipengaruhi oleh lingkungan turutama lingkungan sosial,
bahkan ia tidak bisa berkembang sesuai dengan martabat kemanusiaannya tanpa hidup

Page | 5
di dalam lingkungan sosial.
h.  Makhluk yang berfikir. Berfikir adalah bertanya, bertanya berarti mencari jawaban,
mencari jwaban berarti mencari kebenaran.

•    Hakekat Manusia (Menurut Islam - Mohammad Sholihuddin, M.HI)


Manusia terdiri dari sekumpulan organ tubuh, zat kimia, dan unsur biologis yang
semuanya itu terdiri dari zat dan materi Secara Spiritual manusia adalah roh atau jiwa.
Secara Dualisme manusia terdiri dari dua subtansi, yaitu jasmani dann ruhani (Jasad dan
roh). Potensi dasar manusia menurut jasmani ialah kemampuan untuk bergerak dalam
ruang yang bagaimanapun, di darat, laut maupun udara. Dan jika dari Ruhani, manusia
mempunyai akal dan hati untuk berfikir (kognitif), rasa (affektif), dan perilaku
(psikomotorik). Manusia diciptakan dengan untuk mempunyai kecerdasan.

3.     Martabat Manusia


Martabat saling berkaitan dengan maqam, maksud nya adalah secara dasarnya maqam
merupakan tingkatan martabat seseorang hamba terhadap khalikNya, yang juga
merupakan sesuatu keadaan tingkatannya seseorang sufi di hadapan tuhannya pada saat
dalam perjalanan spritual dalam beribadah kepada Allah Swt. Maqam ini terdiri dari
beberapa tingkat atau tahapan seseorang dalam hasil ibadahnya yang di wujudkan
dengan pelaksanaan dzikir pada tingkatan maqam tersebut, secara umum dalam thariqat
naqsyabandi tingkatan maqam ini jumlahnya ada 7 (tujuh), yang di kenal juga dengan
nama martabat tujuh, seseorang hamba yang menempuh perjalanan dzikir ini biasanya
melalui bimbingan dari seseorang yang alim yang paham akan isi dari maqam ini setiap
tingkatnya, seseorang hamba tidak di benarkan sembarangan menggunakan tahapan
maqam ini sebelum menyelesaikan atau ada hasilnya pada riyadhah dzikir pada setiap
maqam, ia harus ada mendapat hasil dari amalan pada maqam tersebut. 
Tingkat martabat seseorang hamba di hadapan Allah Swt mesti melalui beberapa proses
sebagai berikut : 
1.    Taubat;
2.    Memelihara diri dari perbuatan yang makruh, syubhat dan apalagi yang haram;
3.    Merasa miskin diri dari segalanya;

Page | 6
4.    Meninggalkan akan kesenangan dunia yang dapat merintangi hati terhadap tuhan
yang maha esa;
5.    Meningkatkan kesabaran terhadap takdirNya;
6.    Meningkatkan ketaqwaan dan tawakkal kepadaNya;
7.    Melazimkan muraqabah (mengawasi atau instropeksi diri);
8.    Melazimkan renungan terhadap kebesaran Allah Swt;
9.    Meningkatkan hampir atau kedekatan diri terhadapNya dengan cara menetapkan
ingatan kepadaNya;
10.    Mempunyai rasa takut, dan rasa takut ini hanya kepada Allah Swt saja.

Dengan melalui latihan di atas melalui amalan dzikir pada maqamat, maka seseorang
hamba akan muncul sifat berikut : 
1. Ketenangan jiwa;
2. Harap kepada Allah Swt;
3. Selalu rindu kepadaNya dan suka meningkatkan ibadahnya;
4. Muhibbah, cinta kepada Allah Swt.

Untuk mendapatkan point di atas, seseorang hamba harus melalui beberapa tingkatan
maqam di bawah ini, tetapi melaluinya adalah amalan dzikir pada maqam yang 7
(tujuh), adapun hasilnya akan dapat di uraikan dengan beberapa maqam sifat, yaitu : 
•    Taubat;
•    Zuhud;
•    Sabar;
•    Syukur;
•    Khauf (takut);
•    Raja’ (harap);
•    Tawakkal;
•    Ridha;
•    Muhibbah. 

Page | 7
4.     Tujuan Penciptaan Manusia

Tujuan penciptaan manusia adalah untuk penyembahan Allah. Pengertian penyembahan


kepada Allah tidak boleh diartikan secara sempit, dengan hanya membayangkan aspek
ritual yang tercermin salam solat saja. Penyembahan berarti ketundukan manusia pada
hukum Allah dalam menjalankan kehidupan di muka bumi, baik ibadah ritual yang
menyangkut hubungan vertical (manusia dengan Tuhan) maupun ibadah sosial yang
menyangkut horizontal ( manusia dengan alam semesta dan manusia).
Penyembahan manusia pada Allah lebih mencerminkan kebutuhan manusia terhadap
terwujudnya sebuah kehidupan dengan tatanan yang adil dan baik. Oleh karena itu
penyembahan harus dilakukan secara sukarela, karena Allah tidak membutuhkan
sedikitpun pada manusia termasuk pada ritual-ritual penyembahannya. Dalam hal ini
Allah berfirman:
Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia, melainkan supaya mereka menyambah-Ku.
Aku tidak menghendaki rezeki sedikitpun dari mereka dan aku tidak menghendaki 
supaya mereka member aku makan. Sesungguhnya Allah, Dialah maha pemberi Rezeki
yang mempunyai kekuatan lagi sangat kokoh. (az-Zaariyaat, 51:56-58).
Dan mereka telah di perintahkan kecuali supaya mereka menyembah Allah dengan
memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus dan supaya
mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat dan degnan dekimikian itulah agama
yang lurus. (Bayinnah, 98:5)
Penyembahan yang sempurna dari seseorang manusia akan menjadikan  dirinya sebagai
khalifah Allah di muka bumi dalam mengelola kehidupan alam semesta. Keseimbangan
alam dapat terjaga dengan hukum-hukum alam yang kokoh. Keseimbangan pada
kehidupan manusia tidak sekedar akan menghancurkan bagian-bagian alam semesta
yang lain, inilah tujuan penciptaan manusia di tengah-tengah alam.

Page | 8
 5.     Fungsi Dan Peranan Manusia Dalam Islam
Berpedoman kepada QS Al-Baqarah 30-36, maka peran yang dilakukan adalah sebagai
pelaku ajaran Allah dan sekaligus pelopor dalam membudayakan ajaran Allah. Untuk
menjadi pelaku ajaran Allah, apalagi menjadi pelopor pembudayaan ajaran Allah,
seseorang dituntut memulai dari diri dan keluarganya, baru setelah itu kepada orang
lain. Peran yang hendaknya dilakukan seorang khalifah sebagaimana yang telah
ditetapkan Allah, diantaranya adalah :
1.    Belajar (surat An Naml : 15-16 dan Al Mukmin :54) ; Belajar yang dinyatakan pada
ayat pertama surat al Alaq adalah mempelajari ilmu Allah yaitu Al Qur’an;
2.      Mengajarkan ilmu (al Baqoroh : 31-39) ; Khalifah yang telah diajarkan ilmu Allah
maka wajib untuk mengajarkannya kepada manusia lain.Yang dimaksud dengan ilmu
Allah adalah Al Quran dan juga Al Bayan;
3.      Membudayakan ilmu (al Mukmin : 35 ) ; Ilmu yang telah diketahui bukan hanya
untuk disampaikan kepada orang lain melainkan dipergunakan untuk dirinya sendiri
dahulu agar membudaya. Seperti apa yang telah dicontohkan oleh Nabi SAW.
Di dalam Al Qur’an disebutkan fungsi dan peranan yang diberikan Allah kepada
manusia.
• Menjadi abdi Allah. Secara sederhana hal ini berarti hanya bersedia mengabdi kepada
Allah dan tidak mau mengabdi kepada selain Allah termasuk tidak mengabdi kepada
nafsu dan syahwat. Yang dimaksud dengan abdi adalah makhluk yang mau
melaksanakan apapun perintah Allah meski terdapat resiko besar di dalam perintah
Allah. Abdi juga tidak akan pernah membangkang terhadap Allah. Hal ini tercantum
dalam QS Az Dzariyat : 56“Dan tidak Aku ciptakan jin dan manusia melainkan supaya
mereka menyembah-Ku”
• Menjadi saksi Allah. Sebelum lahir ke dunia ini, manusia bersaksi kepada Allah
bahwa hanya Dialah Tuhannya.Yang demikian dilakukan agar mereka tidak ingkar di
hari akhir nanti. Sehingga manusia sesuai fitrahnya adalah beriman kepada Allah tapi
orang tuanya yang menjadikan manusia sebagai Nasrani atau beragama selain Islam.
Hal ini tercantum dalam QS Al A’raf : 172.

Page | 9
• “Dan (ingatlah), keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil
kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman):”Bukankah Aku ini Tuhanmu?”.
Mereka menjawab:”Betul (Engkau Tuhan Kami),kami menjadi saksi”.(Kami lakukan
yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan:”Sesungguhnya kami
(Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)”. 
• Khalifah Allah sebenarnya adalah perwakilan Allah untuk berbuat sesuai dengan misi
yang telah ditentukan Allah sebelum manusia dilahirkan yaitu untuk memakmurkan
bumi. Khalifah yang dimaksud Allah bukanlah suatu jabatan sebagai Raja atau Presiden
tetapi yang dimaksud sebagai kholifah di sini adalah seorang pemimpin Islam yang
mampu memakmurkan alam dengan syariah-syariah yang telah diajarkan Rosulullah
kepada umat manusia. Dan manusia yang beriman sejatilah yang mampu memikul
tanggung jawab ini. Karena kholifah adalah wali Allah yang mempusakai dunia ini.

6.     Tanggung jawab manusia sebagai Hamba Allah


Kewajiban manusia kepada khaliknya adalah bagian dari rangkaian hak dan kewajiban
manusia dalam hidupnya sebagai suatu wujud dan yang maujud. Didalam hidupnya
manusia tidak lepas dari adanya hubungan dan ketergantungan. Adanya hubungan ini
menyebabkan adanya hak dan kewajiban. Hubungan manusia dengan Allah adalah
hubungan makhluk dengan khaliknya. Dalam masalah ketergantungan, hidup manusia
selalu mempunyai ketergantungan kepada yang lain. Dan tumpuan serta ketergantungan
adalah ketergantungan kepada yang Maha Kuasa, yang Maha Perkasa, Yang Maha
Bijaksana, Yang Maha Sempurna, ialah Allah rabbul’alamin, Allah Tuhan Yang Maha
Esa.
Kebahagian manusia di dunia dan akhirat, tergantung kepada izin dan ridho Allah. Dan
untuk itu Allah memberikan ketentuan-ketentuan agar manusia dapat mencapainya.
Maka untuk mencapainya kebahagian dunia dan akhirat itu dengan sendirinya kita harus
mengikuti ketentuan-ketentuan dari allah SWT. Apa yang telah kita terima dari allah
SWT. Sungguh ak dapat dihitung dan tak dapat dinilai dengan materi banyaknya. Dan
kalau kita mau menghitung-hitung nikmat dari Allah, kita tidak dapat menghitungnya,
karena terlalu amat sangat banyaknya. Secara moral manusiawi manusia mempunyai

Page | 10
kewajiban Allah sebagai khaliknya, yang telah memberi kenikmatan yang tak terhitung
jumlahnya. Jadi berdasarkan hadits AL-Lu’lu uwal kewajiban manusia kepada Allah
pada garis besar besarnya ada 2 :
1) mentauhidkan-Nya yakni tidak memusyrik-Nya kepada sesuatu pun;
2) beribadat kepada-Nya.
Orang yang demikian ini mempunyai hak untuk tidak disiksa oleh Allah, bahkan akan
diberi pahala dengan pahala yang berlipat ganda, dengan sepuluh kali lipat sampai tujuh
ratus kali lipat bahkan dengan ganda yang tak terduga banyaknya oleh manusia. Dalam
al-quran kewajiban ini diformulasikan dengan :
1) iman;
2) amal saleh.
Beriman dan beramal saleh itu dalam istilah lain disebut takwa. Dalam ayat (Q.S al-
baqorah ayat 177) iman dan amal saleh, yang disebut takwa dengan perincian :
1) iman kepada Allah : kepada hari akhir, kepada malaikat-malaikat, kepada kitab-kitab,
dan kepada nabi-nabi;
2) amal saleh :
a. Kepada sesama manusia : dengan memberikan harta yang juga senang terhadap harta
itu, kepada kerabatnya kepada anak-anak yatim kepada orang-orang miskin kepada
musafir yang membutuhkan pertolongan (ibnu sabil);
b. Kepada Allah : menegakan / mendirikan shalat, menunaikan zakat;
c. Kepada diri sendiri : menempati janji apabila ia berjanji, sabar delam kesempitan,
penderitaan dan peperangan.
Kesemuanya itu adalah dalam rangka ibadah kepada allah memenuhi manusia terhadap
khalik.

Tanggung jawab manusia sebagai khalifah Allah


Sebagai makhluk Allah, manusia mendapat amanat yang harus di pertanggung
jawabkan di hadapan-Nya. Tugas hidup yang di pikul manusia di muka bumi adalah
tugas kekhalifahan, yaitu tugas kepemimpinan; wakil Allah di muka bumi untuk
mengelola dan memelihara alam.

Page | 11
Khalifah berarti wakil atau pengganti yang memegang kekuasaan. Manusia menjadi
khalifah, berarti manusia memperoleh mandate Tuhan untuk mewujudkan kemakmuran
di muka bumi.Kekuasaan yang di berikan kepada manusia bersifat kreatif, yang
memungkinkan dirinya mengolah dan mendayagunakanvapa yang ada di muka bumi
untuk kepentingan hidupnya sesuai dengan ketentuan yang di tetapkan oleh Allah. Agar
manusia bisa menjalankan kekhalifahannya dengan baik, Allah telah mengajarkan
kepadanya kebenaran dalam segala ciptaan-Nya dan melalui pemahaman serta
penguasaan terhadap hukum-hukum yang terkandung dalam ciptaan-Nya, manusia bisa
menyusun konsep-konsep serta melakukan rekayasa membentuk wujud baru dalam
alam kebudayaan.
Dua peran yang di pegang manusia di muka bumi. Sebagai khalifah dan ‘abd
merupakan perpaduan tugas dan tanggung jawab yang melahirkan dinamika hidup, 
yang sarat dengan kreatifitas dan amaliah yang selalu berpihak pada nilai-nilai
kebenaran. Oleh karena itu hidup seorang muslim akan di penuhi dengan amaliah, kerja
keras yang tiada henti, sebab bekerja bagi seorang muslim adalah membentuk satu amal
shaleh. Kedudukan manusia di muka bumi sebagai khalifah dan sebagai makhluk Allah,
bukanlah dula hal yang bertentangan melainkan suatu kesatuan yang padu dan tidak
terpisahkan. Kekhalifaan adalah ralisasi dari pengabdiannya kepada Allah yang
menciptakannya.
Dua sisi tugas dan tanggung jawab ini tertata dalam diri setiap muslim sedemikian rupa.
Apabila terjadi ketidakseimbangan, maka akan lahir sifat-sifat tertentu yang
menyebabkan derajat manusia meluncur jatuh ke tingkat yang paling rendah, seprti
firman Allah dalam Surat Ath-Thin ayat 4.
Dengan demikian, manusia sebagai khalifah Allah merupakan satu kesatuan yang
menyampurnakan nilai kemanusiaan yang memiliki kebebasan berkreasi dan sekaligus
menghadapkannya pada tuntutan kodrat yang menempatkan posisinya pada
keterbatasan.
Perwujudan kualitas keinsanian manusia tidak terlepas dari konteks sosial budaya, atau
dengan kata lain kekhalifaan manusia pada dasarnya diterapkan pada konteks indvisu
dan sosial yang berporos pada Allah, seperti firman Allah dalam Muthathohirin:112.

Page | 12

 
BAB III
PENUTUP

A.    KESIMPULAN

Keberadaan manusia di muka bumi ini mempunyai misi utama, yaitu beribadah kepada
Allah SWT . Kehadiran manusia tidak terlepas dari asal usul kehidupan di alam
semesta. Manusia hakihatnya adalah makhluk ciptaan Allah SWT. Pada diri manusia
terdapat perpaduan antara sifat ketuhanan dan sifat kemakhlukan. Dalam pandangan
Islam, sebagai makhluk ciptaan Allah SWT manusia memiliki tugas tertentu dalam
menjalankan kehidupannya di dunia ini. Untuk menjalankan tugasnya manusia
dikaruniakan akal dan pikiran oleh Allah SWT. 
Hakekat manusia dalam pandangan islam yaitu sebagai khalifah di bumi ini. Yang
mampu merubah bumi ini kearah yang lebih baik. Hal yang menjadikan manusia
sebagai khalifah adalah karena manusia memiliki kelebihan yang tidak dimiliki
makhluk lainnya, seperti akal dan perasaan. Selain itu manusia diciptakan Allah dalam
bentuk yang paling baik, ciptaan Allah yang paling sempurna.
Kewajiban manusia kepada khaliknya adalah bagian dari rangkaian hak dan kewajiban
manusia dalam hidupnya sebagai suatu wujud dan yang maujud. Didalam hidupnya
manusia tidak lepas dari adanya hubungan dan ketergantungan. Adanya hubungan ini
menyebabkan adanya hak dan kewajiban. Hubungan manusia dengan Allah adalah
hubungan makhluk dengan khaliknya. Dalam masalah ketergantungan, hidup manusia
selalu mempunyai ketergantungan kepada yang lain. Dan tumpuan serta ketergantungan
adalah ketergantungan kepada yang Maha Kuasa, yang Maha Perkasa, Yang Maha
Bijaksana, Yang Maha Sempurna, ialah Allah rabbul’alamin, Allah Tuhan Yang Maha
Esa.

Page | 13
DAFTAR PUSTAKA

https://aristasefree.wordpress.com/tag/fungsi-dan-peranan-manusia-dalam-islam/

http://carapedia.com/pengertian_definisi_manusia_menurut_para_ahli_info508.html

http://limubermanfaat.blogspot.com/2011/01/fungsi-dan-peran-manusia.html

http://monggominarak.blogspot.com/2011/12/proses-kejadian-manusia-dalam.html

http://www.scribd.com/doc/48595986/6/Tanggung-Jawab-Manusia-sebagai-Hamba-
dan-Khalifah-Allah

(Wallahu'alam)..

Page | 14

Anda mungkin juga menyukai