Anda di halaman 1dari 9

A.

Riwayat Alamiah Penyakit


Riwayat alamiah penyakit (natural history of disease) adalah deskripsi
tentang perjalanan waktu dan perkembangan penyakit pada individu,
dimulai sejak terjadinya paparan dengan agen kausal hingga terjadinya
akibat penyakit, seperti kesembuhan atau kematian, tanpa terinterupsi
oleh suatu intervensi preventif maupun terapetik. Riwayat alamiah
penyakit merupakan salah satu elemen utama epidemiologi deskriptif
(Bhopal, 2002, dikutip Wikipedia, 2010)
Pengetahuan tentang riwayat alamiah penyakit sama pentingnya dengan
kausa penyakit untuk upaya pencegahan dan pengendalian penyakit.
Dengan mengetahui perilaku dan karakteristik masing-masing penyakit
maka bisa dikembangkan intervensi yang tepat untuk mengidentifikasi
maupun mengatasi problem penyakit tersebut (Gordis, 2000; Wikipedia,
2010).
Riwayat alamiah suatu penyakit adalah perkembangan penyakit tanpa
campur tangan medis atau bentuk intervensi lainnya sehingga suatu
penyakit berlangsung secara natural.
B. Tahapan Riwayat Alamiah Perjalanan Penyakit
1. Tahap Pre-Patogenesis
Pada tahap ini individuberada dalam keadaan normal (sehat), tetapi
mereka pada dasarnya peka terhadap kemungkinan terganggu oleh
serangan agen penyakit (stage of susceptibility).
Walaupun demikian, pada tahap ini telah terjadi interaksi antara pejamu
dengan bibit penyakit. Tetapi interaksi ini masih diluar tubuh manusia,
dalam arti bibit penyakit berada di luar tubuh penjamu dimana para kuman
mengembangkan potensi infektivitas untuk siapmenyerang penjamu. Pada
keadaan ini belum ditemukan adanya tanda – tanda penyakit dan daya
tahan tubuh pejamu masih kuat dan dapat menolak penyakit. Namun
begitu penjamunya lengah ataupun bibit penyakit menjadi lebih ganas
ditambah dengan kondisi lingkungan yang kurang menguntungkan
penjamu, maka keadaan dapat segera berubah. Penyakit akan
melanjutkan perjalanannya memasuki fase berikutnya.
2. Tahap Patogenesis
Tahap ini meliputi tiga sub-tahap, yaitu Tahap Inkubasi, Tahap Dini, dan
Tahap Lanjut.
a. Tahap Inkubasi
Tahap inkubasi merupakan tenggang waktu antara masuknya bibit
penyakit ke dalam tubuh yang peka terhadap penyebab penyakit sampai
timbulnya gejala penyakit. Tiap-tiap penyakit mempunyai masa inkubasi
yang berbeda antara satu dengan yang lainnya. Jika daya tahan tubuh
tidak kuat, tentu penyakit akan berjalan terus yang mengakibatkan
terjadinya gangguan pada bentuk dan fungsi tubuh. Pada suatu
saat penyakit makin bertambah hebat, sehingga timbul gejalanya. Garis
yang membatasi antara tampak dan tidak tampaknya gejala penyakit
disebut dengan horison klinik.
Pengetahuan tentang lamanya masa inkubasi ini sangat penting untuk
informasi diagnosis.
3. Tabel Berbagai Jenis Penyakit Menular dan Masa
Inkubasinya
Jenis Penyakit Masa Inkubasi
AIDS 2 bulan – 10 tahun
Amoebiasis 2-4 minggu
Anthrax 2-7 hari
Botulism 12-36 jam
Chikungunya 3-12 hari
Kholera 1-5 hari
Dipteri 2-5 hari
Filariasis 3-12 bulan
Hepatitis A 15-50 minggu
Hepatitis B 7-26 minggu
Leptospirosis 4-18 hari
Campak 10-14 hari
Poliomyelitis 5-30 hari
Tetanus 4-21 hari

1. Tahap Dini
Tahap penyakit dini dihitung mulai dari munculnya gejala-gejala penyakit
yang kelihatannya ringan. Umumnya penderita masih dapat melakukan
pekerjaan sehari-hari dan karena itu sering tidak berobat. Selanjutnya,
bagi yang datang berobat umumnya tidak memerlukan perawatan, karena
penyakit masih dapat diatasi dengan berobat jalan.
2. Tahap penyakit dini ini sering menjadi masalah besar dalam
kesehatan masyarakat, terutama jika tingkat pendidikan
penduduk rendah, karena tubuh masih kuat mereka tidak
datang berobat, yang akan mendatangkan masalah lanjutan,
yaitu telah parahnya penyakit yang di derita, sehingga saat
datang berobat sering talah terlambat.
b. Tahap Lanjut
Merupakan tahapan dimana penyakit bertambah jelas dan mungkin
bertambah berat dengan segala kelainan patologis dan gejalanya (stage
of clinical disease). Pada tahap ini penyakit sudah menunjukkan gejala
dan kelainan klinik yang jelas sehingga diagnosis sudah relatif mudah
ditegakkan sehingga dapat diberikan pengonatan yang tepat untuk
menghindari akibat lanjut yang kurang baik.
3. Tahap Post-patogenesis
Setelah melalui proses patogenesis, penyakit akan memasuki tahap akhir
atau post-patogenesis. Perjalanan penyakit tersebut dapat berakhir dalam
lima keadaan, yaitu : 
 Sembuh sempurna, penyakit berakhir karena pejamu
sembuh secara sempurna, artinya bentuk dan fungsi tubuh
kembali kepada keadaan sebelum menderita penyakit.
Menjadi sembuh setelah menderita suatu penyakit adalah
harapan utama dan menjadi target utama epidemiologis
dalam menangani suatu penyakit. Jika penyakit tidak
sembuh sempurna, maka ada kemungkinan bibit penyakit
masih tersisa dan penyakit berpotensi untuk menular.
 Sembuh dengan cacat, penyakit yang diderita berakhir dan
penderita sembuh. Sayangnya kesembuhan tersebut tidak
sempurna, karena ditemukan cacat pada pejamu. Adapun
yang dimaksudkan dengan cacat, tidak hanya berupa cacat
fisik yang dapat dilihat oleh mata, tetapi juga cacat
mikroskopik, cacat fungsional, cacat mental dan cacat
sosial.
 Karier, pada karier, perjalanan penyakit seolah-olah terhenti,
karena gejala penyakit memang tidak tampak lagi. Padahal
dalam diri pejamu masih ditemukan bibit penyakit yang pada
suatu saat, misalnya jika daya tahan tubuh berkurang,
penyakit akan timbul kembali. Keadaan karier ini tidak
hanya membahayakan diri pejamu sendiri, tetapi juga
masyarakat sekitarnya, karena dapat menjadi sumber
penularan
4. Kronis, perjalanan penyakit tampak terhenti karena gejala
penyakit tidak berubah, dalam arti tidak bertambah berat dan
ataupun tidak bertambah ringan. Keadaan yang seperti tentu
saja tidak menggembirakan, karena pada dasarnya pejamu
tetap berada dalam keadaan sakit.
 Meninggal dunia, terhentinya perjalanan penyakit disini,
bukan karena sembuh, tetapi karena pejamu meninggal
dunia. Keadaan seperti ini bukanlah tujuan dari setiap
tindakan kedokteran dan keperawatan
A. PENCEGAHAAN PENYAKIT
Pengetahuan tentang perjalanan penyakit dan faktor-faktor yang
mempengaruhi berguna untuk menemukan strategi pencegahan penyakit
yang efektif. Pencegahan penyakit adalah tindakan yang ditujukan untuk
mencegah, menunda, mengurangi, membasmi, mengeliminasi penyakit
dan kecacatan, dengan menerapkan sebuah atau sejumlah intervensi
yang telah dibuktikan efektif.
Pencegahan primer. Pencegahan primer adalah upaya memodifikasi
faktor risiko atau mencegah berkembangnya faktor risiko, sebelum
dimulainya perubahan patologis, dilakukan pada tahap suseptibel dan
induksi penyakit, dengan tujuan mencegah atau menunda terjadinya
kasus baru penyakit (AHA Task Force, 1998).
Terma yang berkaitan dengan pencegahan primer adalah “pencegahan
primordial” dan “reduksi kerugian”. Pencegahan primordial adalah strategi
pencegahan penyakit dengan menciptakan lingkungan yang dapat
mengeliminasi faktor risiko, sehingga tidak diperlukan intervensi preventif
lainnya (Wallace, 2007). Contoh: (1) Program eliminasi global cacar
(variola), sehingga tidak diperlukan imunisasi cacar; (2) Penciptaan
lingkungan bersih sehingga tidak diperlukan pengabutan nyamuk Aedes
agypti; (3) Program eliminasi garam dari semua makanan yang jika
tercapai sangat efektif untuk mencegah hipertensi.
Reduksi kerugian (harm reduction) adalah program yang bertujuan untuk
mereduksi kerugian kesehatan pada populasi, meskipun mungkin tidak
mengubah perilaku. Sebagai contoh, pada tahun
1990an sejumlah kota di AS melakukan eksperimen berupa program
penukaran jarum (needle exchange program). Dalam program itu jarum
bekas pengguna obat intravena ditukar dengan jarum bersih yang
diberikan gratis oleh pemerintah kota. Tujuan program adalah
memperlambat penyebaran HIV, meskipun tidak menurunkan dan bahkan
bisa mendorong peningkatan penyalahgunaan obat. Argumen yang
dikemukakan untuk membenarkan strategi tersebut, kerugian yang dialami
oleh penerima lebih rendah jika menggunakan jarum bersih. Program
seperti itu menjadi kontroversial jika sebagian masyarakat memandang
dana publik telah digunakan untuk mendukung aktivitas/ perilaku yang
tidak sehat.
Pencegahan sekunder. Pencegahan sekunder merupakan upaya
pencegahan pada fase penyakit asimtomatis, tepatnya pada tahap
preklinis, terhadap timbulnya gejala-gejala penyakit secara klinis melalui
deteksi dini (early detection). Jika deteksi tidak dilakukan dini dan terapi
tidak diberikan segera maka akan terjadi gejala klinis yang merugikan.
Deteksi dini penyakit sering disebut “skrining”. Skrining adalah identifikasi
yang menduga adanya penyakit atau kecacatan yang belum diketahui
dengan menerapkan suatu tes, pemeriksaan, atau prosedur lainnya, yang
dapat dilakukan dengan cepat. Tes skrining memilah orang-orang yang
tampaknya mengalami penyakit dari orangorang yang tampaknya tidak
mengalami penyakit. Tes skrining tidak dimaksudkan sebagai diagnostik.
Orang-orang yang ditemukan positif atau mencurigakan dirujuk ke dokter
untuk penentuan diagnosis dan pemberian pengobatan yang diperlukan
(Last, 2001).
Skrining yang dilakukan pada subpopulasi berisiko tinggi dapat
mendeteksi dini penyakit dengan lebih efisien daripada populasi umum.
Tetapi skrining yang diterapkan pada populasi yang lebih luas (populasi
umum) tidak hanya tidak efisien tetapi sering kali juga tidak etis. Skrining
tidak etis dilakukan jika tidak tersedia obat yang efektif untuk mengatasi
penyakit yang bersangkutan, atau menimbulkan trauma, stigma, dan
diskriminasi bagi individu yang menjalani skrining. Sebagai contoh,
skrining HIV tidak etis dilakukan pada kelompok risiko tinggi jika tidak
tersedia obat antiviral yang efektif, murah, terjangkau oleh individu yang
ditemukan positif mengidap HIV. Selain itu skrining HIV tidak etis
dilakukan jika hasilnya mengakibatkan individu yang ditemukan positif
mengalami stigmatisasi, pengucilan, dan diskriminasi pekerjaan, asuransi
kesehatan, pendidikan, dan berbagai aspek kehidupan lainnya. Deteksi
dini pada tahap preklinis memungkinkan dilakukan pengobatan segera
(prompt treatment) yang diharapkan memberikan prognosis yang lebih
baik tentang kesudahan penyakit daripada diberikan terlambat.
Pencegahan tersier. Pencegahan tersier adalah upaya pencegahan
progresi penyakit ke arah berbagai akibat penyakit yang lebih buruk,
dengan tujuan memperbaiki kualitas hidup pasien. Pencegahan tersier
biasanya dilakukan oleh para dokter dan sejumlah profesi kesehatan
lainnya (misalnya, fisioterapis).
Pencegahan tersier dibedakan dengan pengobatan (cure), meskipun
batas perbedaan itu tidak selalu jelas. Jenis intervensi yang dilakukan
sebagai pencegahan tersier bisa saja merupakan pengobatan. Tetapi
dalam pencegahan tersier, target yang ingin dicapai lebih kepada
mengurangi atau mencegah terjadinya kerusakan jaringan dan organ,
mengurangi sekulae, disfungsi, dan keparahan akibat penyakit,
mengurangi komplikasi penyakit, mencegah serangan ulang penyakit, dan
memperpanjang hidup. Sedang target pengobatan adalah menyembuhkan
pasien dari gejala dan tanda klinis yang telah terjadi. Sebagai contoh,
menurut CDC (dikutip Library Index, 2008), perbaikan yang sedang saja
dalam pengendalian glukose darah dapat membantu mencegah retinopati,
neuropati, dan penyakit ginjal pada orang dengan diabetes. Menurunkan
tekanan darah bisa mengurangi
komplikasi kardiovaskuler (penyakit jantung dan stroke) sebesar 50%, dan
mengurangi risiko retinopati, neuropati, dan penyakit ginjal.
Menurunkan berbagai lemak (lipid) darah, yakni kolesterol darah, low-
density lipoproteins (LDL), dan trigliserida, dapat menurunkan komplikasi
kardiovaskuler sebesar 50% pada orang dengan diabetes (CDC, dikutip
Library Index, 2008).
Deteksi dini dan pengobatan segera penyakit mata diabetik dapat
mengurangi risiko kebutaan atau kehilangan penglihatan (visus) sekitar
50%. Demikian pula deteksi dini dan pengobatan segera penyakit ginjal
dapat menurunkan dengan tajam risiko kegagalan ginjal, dan
perawatan kaki dapat menurunkan risiko amputasi sebesar 85% pada
pasien dengan diabetes (CDC, dikutip Library Index, 2008).

CONTOH RIWAYAT PENYAKIT DIARE


A. Definisi Diare
Kata diare itu sendiri berasal dari bahasa Yunani (diarrola) yang berarti
mengalir terus.  Silverman dan kawan-kawan mendefinisikan diare
sebagai malabsorbsi air dan elektrolit dengan ekskresi isi usus yang
dipercepat. Sementara itu, diare secara umum adalah buang air besar
dalam bentuk cairan  lebih dari tiga kali dalam sehari, dan biasanya
berlangsung hingga dua hari atau lebih. Di negara berkembang, diare
adalah penyebab kematian paling umum pada balita, dan juga membunuh
lebih dari 2,6 juta orang setiap tahunnya.
B. faktor-faktor penyebab diare
Menurut Ngastiyah (1997), penyebab diare dapat dibagi dalam beberapa
faktor yaitu:
a. Faktor infeksi
 Infeksi enteral
Merupakan penyebab utama diare pada anak, yang meliputi: infeksi
bakteri, infeksi virus (enteovirus, polimyelitis, virus echo coxsackie). Adeno
virus, rota virus, astrovirus, dll) dan infeksi parasit : cacing (ascaris,
trichuris, oxyuris, strongxloides) protozoa (entamoeba histolytica, giardia
lamblia, trichomonas homunis) jamur (canida albicous).
 Infeksi parenteral
Adalah infeksi diluar alat pencernaan makanan seperti otitis media akut
(OMA) tonsilitis/tonsilofaringits, bronkopeneumonia, ensefalitis dan
sebagainya. Keadaan ini terutama terdapat pada bayi dan anak berumur
dibawah dua (2) tahun.
b. Faktor malabsorbsi meliputi malabsorbsi karbohidrat, lemak dan
protein.
c. Faktor makanan makanan basi, beracun, terlalu banyak lemak,
sayuran dimasak kurang matang.
d.   Faktor psikologisRasa takut, cemas
C. Masa Inkubasi Diare
Virus (salmonella, shigella, E,coli , V.cholerae, ) masuk kedalam tubuh
dengan menginfeksi usus baik pada jeyenum,ileum dan colon. Setelah
virus menginfeki usus virus menembus sel dan mengadakan lisis
kemudian virus berkembang dan memproduksi  enterotoksin.
Masa`inkubasi biasanya sekitar  2-4hari,pasien sudah buang air bessar
lebih dari 4x tetapi belum tanpa gejala-gejala lain.
D.  Gejala Diare
a. Gejala klinis yang didapat pada diare antara lain sebagai berikut:
 Buang air besar cair lebih dari  tiga kali dalam sehari.
  Volume tinja banyak, warna kuning-hijau, konsisten cair, tidak
ada darah, tidak berbau, tidak berbuih.
  Lamanya sakit ± 5 - 7 hari.
 Suhu tubuh meningkat
 Nyeri perut
Penderita dengan kasus ringan gejalanya berlangsung selama 3-5 hari,
kemudian sembuh sempurna. Diare karena Adenovirus cenderung ringan
dan sembuh sendiri. Gejalanya meliputi demam ringan, tinja cair, muntah
dan kadang-kadang ada gejala-gejala pernafasan
E. Riwayat alamiah diare dan dampaknya
Riwayat alamiah penyakit meliputi beberapa tahap antara lain :
a. Tahap prepatogenesis
Pada tahap ini disebabkan oleh mikroorganisme baik bakteri, parasit,
maupun virus diantaranya rotavirus, E.coli, dan shigella. Penyebaran
mikroorganisme ini dapat terjadi melalui jalan fecal dan oral. Pada tahap
ini belum di temukan tanda-tanda penyakit bila daya tahan tubuh penjamu
baik maka tubuh tidak terserang penyakit dan apabila daya tubuh penjamu
lemah maka sangat mudah bagi virus masuk dalam tubuh.
b. Tahap  Patogenesis
 Tahap inkubasi
Virus (salmonella, shigella, E,coli , V.cholerae, ) masuk kedalam tubuh
dengan menginfeksi usus baik pada jeyenum,ileum dan colon. Setelah
virus menginfeki usus virus menembus sel dan mengadakan lisis
kemudian virus berkembang dan memproduksi  enterotoksin.
Masa`inkubasi biasanya sekitar  2-4 atau lebih dari tiga hari,pasien sudah
buang air bessar lebih dari 4x tetapi belum tanpa gejala-gejala lain.
c. Tahap penyakit dini
Pada tahap ini terdapat beberapa dampak yang terjadi antara lain:
a) Kehilangan cairan 5% berat badan
b) Kesadaran baik (somnolen).
c) Mata agak cekung
d) Turgor kulit kurang dan kekenyalan kulit normal
e)  Lemah dan lesu
 Tahap penyakit lanjut
a) Kehilangan cairan lebih dari 5-10% berat badan.
b) Keadaan umum gelisah
c) Rasa haus meningkat
d) Selaput lendir agak kering.
 Tahap akhir
a) Kehilangan cairan lebih dari 10% berat badan.
b) Denyut nadi cepat sekali
c) Mata cekung sekali
d) Selaput lendir kurang
Pada tahap ini bila mendapat penanganan yang baik maka pasien dapat
sembuh sempurna tetapi bila tahap ini tidak mendapat penanganan yang
baik maka dapat mengancam jiwa(kematian) 
F. Cara Pengobatan Diare
Dasar pengobatan pada diare karena virus pada umumnya sama dengan
diare yang lain. Pengobatan dengan suportif yaitu memperbaiki
kehilangan cairan dan elektrolit yang dapat menimbulkan dehidrasi,
asidosis, syok dan kematian. Penatalaksanaan terdiri dari penggantian
cairan dan memperbaiki keseimbangan elektrolit secara oral atau
intravena, menurut keadaan masing-masing penderita. Selain pemberian
cairan, pemberian makanan juga harus diperhatikan. Terapi dietetik
disesuaikan dengan status gizi penderita yang didasarkan pada umur dan
berat badan. Antibiotik tidak diperlukan pada diare karena virus. Karena
diare ini bersifat self limited (dapat sembuh sendiri).
Obat-obat yang berkhasiat menghentikan diare secara cepat seperti anti
spasmodik/spasmolitik tidak dianjurkan untuk dipakai, karena akan
memperburuk keadaan. Obat ini dapat menyebabkan terkumpulnya cairan
di lumen usus, dilatasi usus, gangguan digesti dan absorpsi lainnya. Obat
ini hanya berkhasiat untuk menghentikan peristaltik usus saja tetapi justru
akibatnya sangat berbahaya. Diarenya terlihat tidak ada lagi tetapi perut
akan bertambah kembung dan dehidrasi bertambah berat.
Obat-obat absorben (pengental tinja) seperti kaolin, pectin, narit, dan
sebagainya, telah terbukti tidak bermanfaat. Obat-obat stimulans seperti
adrenalin, nikotinamide dan sebagainya, tidak akan dapat memperbaiki
syok atau dehidrasi beratnya karena penyebabnya adalah kehilangan
cairan (hipovolemic shock), sehingga pengobatan yang paling tepat yaitu
pemberian cairan secepatnya.
G. Cara pencegahan Diare
Mencuci tangan merupakan cara paling sederhana untuk menghindari
penyebaran kuman. Infeksi virus lainnya yang dapat menyebabkan diare
adalah virus-virus golongan enterovirus. Sedangkan bakteri penyebab
infeksi diare antara lain Salmonella, Shigella, dan E. coli. Shigella, yang
sering menyebar melaui orang ke orang, dapat merusak dinding saluran
pencernaan dan menyebabkan semacam luka yang berdarah. Sedikit saja
jumlah bakteri Shigella yang diperlukan agar terjadi infeksi.
Selain itu kamar mandi atau jamban yang bersih juga dapat membantu
mencegah penyebaran kuman.  Air dan makanan juga dapat
menyebarkan kuman, karena itu buah dan sayuran harus dibersihkan
dengan benar sebelum dimakan atau diolah. Alat-alat dapur juga harus
segera dibersihkan setelah selesai digunakan. Daging juga harus diolah
dengan benar akan kuman-kuman mati.

Anda mungkin juga menyukai