1. Tahap Dini
Tahap penyakit dini dihitung mulai dari munculnya gejala-gejala penyakit
yang kelihatannya ringan. Umumnya penderita masih dapat melakukan
pekerjaan sehari-hari dan karena itu sering tidak berobat. Selanjutnya,
bagi yang datang berobat umumnya tidak memerlukan perawatan, karena
penyakit masih dapat diatasi dengan berobat jalan.
2. Tahap penyakit dini ini sering menjadi masalah besar dalam
kesehatan masyarakat, terutama jika tingkat pendidikan
penduduk rendah, karena tubuh masih kuat mereka tidak
datang berobat, yang akan mendatangkan masalah lanjutan,
yaitu telah parahnya penyakit yang di derita, sehingga saat
datang berobat sering talah terlambat.
b. Tahap Lanjut
Merupakan tahapan dimana penyakit bertambah jelas dan mungkin
bertambah berat dengan segala kelainan patologis dan gejalanya (stage
of clinical disease). Pada tahap ini penyakit sudah menunjukkan gejala
dan kelainan klinik yang jelas sehingga diagnosis sudah relatif mudah
ditegakkan sehingga dapat diberikan pengonatan yang tepat untuk
menghindari akibat lanjut yang kurang baik.
3. Tahap Post-patogenesis
Setelah melalui proses patogenesis, penyakit akan memasuki tahap akhir
atau post-patogenesis. Perjalanan penyakit tersebut dapat berakhir dalam
lima keadaan, yaitu :
Sembuh sempurna, penyakit berakhir karena pejamu
sembuh secara sempurna, artinya bentuk dan fungsi tubuh
kembali kepada keadaan sebelum menderita penyakit.
Menjadi sembuh setelah menderita suatu penyakit adalah
harapan utama dan menjadi target utama epidemiologis
dalam menangani suatu penyakit. Jika penyakit tidak
sembuh sempurna, maka ada kemungkinan bibit penyakit
masih tersisa dan penyakit berpotensi untuk menular.
Sembuh dengan cacat, penyakit yang diderita berakhir dan
penderita sembuh. Sayangnya kesembuhan tersebut tidak
sempurna, karena ditemukan cacat pada pejamu. Adapun
yang dimaksudkan dengan cacat, tidak hanya berupa cacat
fisik yang dapat dilihat oleh mata, tetapi juga cacat
mikroskopik, cacat fungsional, cacat mental dan cacat
sosial.
Karier, pada karier, perjalanan penyakit seolah-olah terhenti,
karena gejala penyakit memang tidak tampak lagi. Padahal
dalam diri pejamu masih ditemukan bibit penyakit yang pada
suatu saat, misalnya jika daya tahan tubuh berkurang,
penyakit akan timbul kembali. Keadaan karier ini tidak
hanya membahayakan diri pejamu sendiri, tetapi juga
masyarakat sekitarnya, karena dapat menjadi sumber
penularan
4. Kronis, perjalanan penyakit tampak terhenti karena gejala
penyakit tidak berubah, dalam arti tidak bertambah berat dan
ataupun tidak bertambah ringan. Keadaan yang seperti tentu
saja tidak menggembirakan, karena pada dasarnya pejamu
tetap berada dalam keadaan sakit.
Meninggal dunia, terhentinya perjalanan penyakit disini,
bukan karena sembuh, tetapi karena pejamu meninggal
dunia. Keadaan seperti ini bukanlah tujuan dari setiap
tindakan kedokteran dan keperawatan
A. PENCEGAHAAN PENYAKIT
Pengetahuan tentang perjalanan penyakit dan faktor-faktor yang
mempengaruhi berguna untuk menemukan strategi pencegahan penyakit
yang efektif. Pencegahan penyakit adalah tindakan yang ditujukan untuk
mencegah, menunda, mengurangi, membasmi, mengeliminasi penyakit
dan kecacatan, dengan menerapkan sebuah atau sejumlah intervensi
yang telah dibuktikan efektif.
Pencegahan primer. Pencegahan primer adalah upaya memodifikasi
faktor risiko atau mencegah berkembangnya faktor risiko, sebelum
dimulainya perubahan patologis, dilakukan pada tahap suseptibel dan
induksi penyakit, dengan tujuan mencegah atau menunda terjadinya
kasus baru penyakit (AHA Task Force, 1998).
Terma yang berkaitan dengan pencegahan primer adalah “pencegahan
primordial” dan “reduksi kerugian”. Pencegahan primordial adalah strategi
pencegahan penyakit dengan menciptakan lingkungan yang dapat
mengeliminasi faktor risiko, sehingga tidak diperlukan intervensi preventif
lainnya (Wallace, 2007). Contoh: (1) Program eliminasi global cacar
(variola), sehingga tidak diperlukan imunisasi cacar; (2) Penciptaan
lingkungan bersih sehingga tidak diperlukan pengabutan nyamuk Aedes
agypti; (3) Program eliminasi garam dari semua makanan yang jika
tercapai sangat efektif untuk mencegah hipertensi.
Reduksi kerugian (harm reduction) adalah program yang bertujuan untuk
mereduksi kerugian kesehatan pada populasi, meskipun mungkin tidak
mengubah perilaku. Sebagai contoh, pada tahun
1990an sejumlah kota di AS melakukan eksperimen berupa program
penukaran jarum (needle exchange program). Dalam program itu jarum
bekas pengguna obat intravena ditukar dengan jarum bersih yang
diberikan gratis oleh pemerintah kota. Tujuan program adalah
memperlambat penyebaran HIV, meskipun tidak menurunkan dan bahkan
bisa mendorong peningkatan penyalahgunaan obat. Argumen yang
dikemukakan untuk membenarkan strategi tersebut, kerugian yang dialami
oleh penerima lebih rendah jika menggunakan jarum bersih. Program
seperti itu menjadi kontroversial jika sebagian masyarakat memandang
dana publik telah digunakan untuk mendukung aktivitas/ perilaku yang
tidak sehat.
Pencegahan sekunder. Pencegahan sekunder merupakan upaya
pencegahan pada fase penyakit asimtomatis, tepatnya pada tahap
preklinis, terhadap timbulnya gejala-gejala penyakit secara klinis melalui
deteksi dini (early detection). Jika deteksi tidak dilakukan dini dan terapi
tidak diberikan segera maka akan terjadi gejala klinis yang merugikan.
Deteksi dini penyakit sering disebut “skrining”. Skrining adalah identifikasi
yang menduga adanya penyakit atau kecacatan yang belum diketahui
dengan menerapkan suatu tes, pemeriksaan, atau prosedur lainnya, yang
dapat dilakukan dengan cepat. Tes skrining memilah orang-orang yang
tampaknya mengalami penyakit dari orangorang yang tampaknya tidak
mengalami penyakit. Tes skrining tidak dimaksudkan sebagai diagnostik.
Orang-orang yang ditemukan positif atau mencurigakan dirujuk ke dokter
untuk penentuan diagnosis dan pemberian pengobatan yang diperlukan
(Last, 2001).
Skrining yang dilakukan pada subpopulasi berisiko tinggi dapat
mendeteksi dini penyakit dengan lebih efisien daripada populasi umum.
Tetapi skrining yang diterapkan pada populasi yang lebih luas (populasi
umum) tidak hanya tidak efisien tetapi sering kali juga tidak etis. Skrining
tidak etis dilakukan jika tidak tersedia obat yang efektif untuk mengatasi
penyakit yang bersangkutan, atau menimbulkan trauma, stigma, dan
diskriminasi bagi individu yang menjalani skrining. Sebagai contoh,
skrining HIV tidak etis dilakukan pada kelompok risiko tinggi jika tidak
tersedia obat antiviral yang efektif, murah, terjangkau oleh individu yang
ditemukan positif mengidap HIV. Selain itu skrining HIV tidak etis
dilakukan jika hasilnya mengakibatkan individu yang ditemukan positif
mengalami stigmatisasi, pengucilan, dan diskriminasi pekerjaan, asuransi
kesehatan, pendidikan, dan berbagai aspek kehidupan lainnya. Deteksi
dini pada tahap preklinis memungkinkan dilakukan pengobatan segera
(prompt treatment) yang diharapkan memberikan prognosis yang lebih
baik tentang kesudahan penyakit daripada diberikan terlambat.
Pencegahan tersier. Pencegahan tersier adalah upaya pencegahan
progresi penyakit ke arah berbagai akibat penyakit yang lebih buruk,
dengan tujuan memperbaiki kualitas hidup pasien. Pencegahan tersier
biasanya dilakukan oleh para dokter dan sejumlah profesi kesehatan
lainnya (misalnya, fisioterapis).
Pencegahan tersier dibedakan dengan pengobatan (cure), meskipun
batas perbedaan itu tidak selalu jelas. Jenis intervensi yang dilakukan
sebagai pencegahan tersier bisa saja merupakan pengobatan. Tetapi
dalam pencegahan tersier, target yang ingin dicapai lebih kepada
mengurangi atau mencegah terjadinya kerusakan jaringan dan organ,
mengurangi sekulae, disfungsi, dan keparahan akibat penyakit,
mengurangi komplikasi penyakit, mencegah serangan ulang penyakit, dan
memperpanjang hidup. Sedang target pengobatan adalah menyembuhkan
pasien dari gejala dan tanda klinis yang telah terjadi. Sebagai contoh,
menurut CDC (dikutip Library Index, 2008), perbaikan yang sedang saja
dalam pengendalian glukose darah dapat membantu mencegah retinopati,
neuropati, dan penyakit ginjal pada orang dengan diabetes. Menurunkan
tekanan darah bisa mengurangi
komplikasi kardiovaskuler (penyakit jantung dan stroke) sebesar 50%, dan
mengurangi risiko retinopati, neuropati, dan penyakit ginjal.
Menurunkan berbagai lemak (lipid) darah, yakni kolesterol darah, low-
density lipoproteins (LDL), dan trigliserida, dapat menurunkan komplikasi
kardiovaskuler sebesar 50% pada orang dengan diabetes (CDC, dikutip
Library Index, 2008).
Deteksi dini dan pengobatan segera penyakit mata diabetik dapat
mengurangi risiko kebutaan atau kehilangan penglihatan (visus) sekitar
50%. Demikian pula deteksi dini dan pengobatan segera penyakit ginjal
dapat menurunkan dengan tajam risiko kegagalan ginjal, dan
perawatan kaki dapat menurunkan risiko amputasi sebesar 85% pada
pasien dengan diabetes (CDC, dikutip Library Index, 2008).