Anda di halaman 1dari 3

Yordan 18120001

Rangkuman Kode Etik dan Tata Kelola – Teori yang Melandasi Good Corporate
Governance
Teori yang mendasari Good Corporate Governance
Perusahaan terdiri dari serangkaian kontrak (the nexus of contract) antara berbagai
pihak seperti konsumen, pekerja, manajer, dan pemasok, pemerintah, regulator,
investor, pemilik, analisis, akuntan, auditor, dewan komisaris. Hal ini menunjukkan
adanya hubungan yang sangat komplek dalam suatu perusahaan.
Penerapan Corporate Governance membantu menyelaraskan dan menyatukan
berbagai pihak yang memiliki kepentingan berbeda terhadap perusahaan, agar
bersama-sama berkolaborasi untuk mencapai tujuan perusahaan.
1. Teori Keagenan (Agency Theory)
Teori keagenan menekankan pentingnya pemilik perusahaan (pemegang saham)
menyerahkan pengelolaan perusahaan kepada tenaga-tenaga profesional yang
lebih memahami menjalankan bisnis sehari-hari. Semakin besar perusahaan maka
akan terjadi pemisahan antara pemilik dan pengendali perusahaan.
Banyak pemegang saham yang bertindak pasif artinya tidak ikut serta dalam
kegiatan operasional perusahaan, oleh karena itu manajer diharapkan dapat
bertindak demi kepentingan pemegang saham.
Implikasi teori keagenan terhadap konsep Corporate Governance adanya pemberian
insentif dan melakukan monitoring (pengawasan). Monitoring yang dilakukan oleh
pihak independen memerlukan biaya pengawasan (monitoring cost) berupa biaya
audit, yang merupakan salah satu dari agency cost
2. Teori Penatalayanan (Stewardship Theory)
Teori penatalayanan mengasumsikan bahwa manajer adalah pelayan yang baik bagi
perusahaan. Teori ini dibangun di atas asumsi filosofis mengenai sifat manusia yakni
manusia pada hakekatnya dapat dipercaya, mampu bertindak dengan penuh
tanggung jawab, memiliki integritas dan kejujuran terhadap pihak lain.
Implikasi stewardship theory terhadap Corporate Governance yaitu salah satunya
adalah terbitnya Undang-Undang Perseroan Terbatas di Indonesia yang didalamnya
menetapkan kewajiban bagi setiap anggota direksi dan komisaris untuk dengan
itikad baik dan penuh tanggung jawab menjalankan tugas untuk kepentingan dan
usaha perseroan (pasal 97 dan 114 ayat (2) Undang-Undang Nomor 40 tahun 2007
tentang Perseroan Terbatas).
3. Teori Pemangku Kepentingan (Stakeholder Theory)
Teori ini mengartikan suatu organisasi sebagai kesepakatan multilateral antara
perusahaan dan berbagai stakeholdernya. Ada hubungan perusahaan dengan pihak
internal (pegawai, manajer, pemilik) ada juga hubungan perusahaan dengan pihak di
luar perusahaan (pelanggan, pemasok, pesaing, masyarakat).
Yordan 18120001

Stakeholder theory menjelaskan bahwa direktur dan manajer perusahaan harus


dapat memenuhi harapan semua stakeholder bukan hanya pemilik perusahaan saja.
Perusahaan yang menciptakan hubungan positif dengan seluruh stakeholder disebut
perusahaan yang dapat menciptakan keberlanjutan (sustainable) kesejahteraan
ekonomi.
Implikasi teori ini untuk kegiatan Corporate Governance adalah perusahaan
mendirikan unit yang khusus menangani komunikasi dengan stakeholder yang
dikenal dengan nama departemen komunikasi perusahaan atau public affairs
departement.
4. Political Theory
Political model menyatakan bahwa alokasi kekuasaan dalam perusahaan, previlege,
atau alokasi laba di antara pemilik, manajer dan stakeholders lainnya ditentukan
oleh pertimbangan-pertimbangan politis.
Dalam hal ini pemerintah dapat berperan penting dalam menentukan alokasi
tersebut. Alokasi kekuasaan dalam teori corporate governance juga harus dilihat dari
perspektif budaya, sehingga dapat dikatakan tidak ada satu model corporate
governance yang dapat digunakan sekaligus untuk beberapa negara, bahkan oleh
beberapa perusahaan dalam satu negara.
5. Myopic Market Model
Myopic market model menyatakan bahwa pasar sudah efisien, yaitu informasi yang
tersedia di pasar sudah lengkap dan sempurna, serta tidak ada informasi yang tidak
simetris sehingga kinerja perusahaan tercermin sepenuhnya pada harga pasar.
Pasar dapat berfungsi sebagai mekanisme kontrol yang efektif terhadap perilaku
perusahaan. Walaupun pada kenyataannya informasi di pasar cenderung terdistorsi
karena belum bekerjanya pasar secara efisien.
6. Teori Biaya Transaksi (Transaction Cost Theory)
Ada dua asumsi utama dalam teori biaya transaksi, yaitu rasionalitas idividu bersifat
terbatas (bounded rationality), dan individu memiliki sifat oportunisme.
Rasionalitas individu pada dasarnya seorang individu tidak akan pernah mampu
memiliki informasi yang lengkap tentang kejadian di masa yang akan datang.
Dengan kata lain, seseorang secara alamiah tidak akan mampu memprediksi
dengan sempurna kejadian di masa depan. Akibat keterbatasan rasionalitas,
menyebabkan individu tidak akan pernah bisa melaksanakan negosiasi dan kontrak
secara sempurna terhadap kejadian-kejadian di masa depan.
Oportunisme individu juga mempengaruhi kontrak terutama sebelum terjadi
kontrak dan sesudah terjadi kontrak. Sifat oportunisme yang muncul sebelum
kontrak disebut perilaku menghindar risiko (adverse selection) dan sifat oportunisme
yang muncul setelah kontrak disebut perilaku menyimpang secara etis (moral
hazard). Keduanya muncul karena adanya asimetri informasi.
Yordan 18120001

Implikasi teori ini untuk mengatasi keterbatasan rasionalitas dan asimetri informasi
yang dapat menimbulkan perilaku adverse selection dan moral hazard adalah
mengadakan biaya transaksi.

Anda mungkin juga menyukai