Anda di halaman 1dari 21

Makalah Belajar dan Pembelajaran Matematika

Teori Belajar Behaviorisme (Pavlov, Gatherie, Ausubel)

Disusun Oleh:

Dina Herlina (06081281823071)


Nadiah Setiyowati (06081181823007)
Ragil Indah Pratiwi (06081281823068)
Seruni Rahmatul Nasoha (06081181823019)
Tri Melinia (06081181823016)
Wahyu (06081281823021)

Dosen Pengampu:
Dra. Indaryanti, M.Pd.
Novika Sukmaningthias, M.Pd.

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2019/2020

1
KATA PENGANTAR
Puji syukur senantiasa kami hanturkan kepada Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat,dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah dengan judul “Teori Belajar Behaviorisme (Pavlov, Gatherie,
Ausubel)” ini tepat pada waktunya, untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah
Teori Belajar.Terimakasih kepada Dra.Indaryanti, M.Pd. dan Novika
Sukmaningthias, M.Pd. selaku guru pembimbing Mata Kuliah Belajar dan
Pembelajaran. Ada banyak kesulitan dalam penyelesaian tugas ini, namun berkat
bantuan dari berbagai pihak, akhirnya kesulitan itu dapat kami atasi.

Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati kami mengucapkan terima
kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam proses penyelesaian
makalah ini. Dengan makalah ini, penulis berharap semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi kita semua, dan mampu memberikan informasi tentang teori-teori
belajar yang dikemukaan tiga tokoh tersebut.

Masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini. Oleh karena


itu, kami mengharap kritik dan saran yang membangun dari pembaca agar
nantinya bisa menjadi pembelajaran yang lebih baik lagi, agar nantinya penulis
dapat membuat makalah yang lebih baik lagi.

Atas kritik dan sarannya kami mengucapkan terima kasih.

Wassalamualaikum Wr. Wb

Indralaya, 19 Februari 2020

Penyusun

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang..............................................................................................4

B. Rumusan Masalah.........................................................................................5

C. Tujuan Makalah............................................................................................5

BAB II ISI

I. Ivan Petrovich Pavlov (1849-1936).............................................................7

II. Edwin Ray Guthrie..................................................................................10

III. David Paul Ausubel.................................................................................14

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan.................................................................................................19

B. Kritik dan Saran..........................................................................................20

DAFTAR PUSTAKA

3
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Pada dunia Pendidikan pasti tidak asing lagi dengan kata “Belajar”,
Belajar merupakan sebuah proses perubahan tingkah laku Individu, dimana
siswa secara aktif mengkonstruksi pengetahuan. Belajar merupakan hal
yang sangat penting dan harus di jalani oleh setiap manusia. Dengan
Pendidikan sesorang bisa membedakan mana yang baik dan mana yang
buruk, dengan pendidikan seseorang bisa membedakan mana yang boleh
dan mana yang tidak boleh, dan dengan Pendidikan juga seseorang bisa
merumuskan tujuan hidup.

Belajar yang di lakukan oleh masing-masing Individu bisa di lakukan


dengan banyak gaya. Penggunaan gaya di maksudkan agar tujuan belajar
dapat tercapai dengan baik. Dalam hal ini teori juga bisa di kategorikan
dalam gaya belajar seseorang. Ada banyak teori yang berbicara tentang
belajar yang salah satunya adalah teori belajar Behavioristik.
Teori belajar behavioristic adalah teori yang memiliki konsep kunci
bahwa setiap perilaku manusia bisa di manipulasi dan di kreasikan. Tokoh-
tokoh aliran behavioristik  tentunya tidak hanya da satu. Tapi dalam
makalah ini kami akan menjelaskan aliran behavioristik dari Pavlov, Edwin
R Guthrie, Ausubel.

4
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari makalah kami pada kali ini yakni:
1. Apa yang dimaksud dengan Belajar menurut Teori Behaviorisme?
2. Bagaimana Biografi Tokoh-tokoh teori Behaviorisme (Pavlov,
Gauthrie, Ausubel)?
3. Bagaimana Teori-teori yang dikemukakan dari Tokoh Teori
Behaviorisme (Pavlov, Gauthrie, Ausubel)?

C. Tujuan Makalah
Adapun Tujuan dari makalah kami pada kali ini yakni:
1. Untuk mengetahui maksud dari Belajar menurut Teori Behaviorisme
2. Untuk mengetahui Biografi Tokoh-tokoh teori Behaviorisme (Pavlov,
Gauthrie, Ausubel)
3. Untuk mengetahui Teori-teori yang dikemukakan dari Tokoh Teori
Behaviorisme (Pavlov, Gauthrie, Ausubel)
4. Untuk mengelesaikan tugas mata kuliah Belajar Dan Pembelajaran

5
BAB II

ISI
Belajar menurut teori behavioristic adalah perubahan tingkah laku yang
terjadi sebagai akibat adanya interaksi antara stimulus (rangsangan) dengan
respon (tanggapan). Maksudnya, belajar adalah bentuk perubahan yang dialami
oleh peserta didik pada kemampuannya dalam hal berperilaku sebagai hasil dari
interaksi antara stimulus dan respon. Jadi, peserta didik dapat dianggap telah
belajar suatu hal, apabila peserta didik tersebut telah menunjukkan perubahan
pada tingkah lakunya.

Menurut teori behavioristic yang terpenting dalam belajar adalah masukan


(input) yang berupa stimulus dan produk keluaran (output) yang berupa respon.
Stimulus adalah segala sesuatu yang dapat merangsang terjadinya aktivitas belajar
seperti pikiran, perasaan, pertanyaan, gerakan atau tindakan atau hal lain yang
dapat diterapkan melalui penginderaan, disini yang dimaksud stimulus adalah
semua hal yang diberikan oleh pengajar (guru). Sedangkan respon merupakan
tanggapan atau reaksi yang ditunjukkan oleh peserta didik setelah menerima
stimulus dari guru yang berupa pikiran, perasaan ataupun tindakan. Yang terjadi
antara stimulus dan respon tidak dianggap penting untuk diperhatikan karena hal
tersebut tidak dapat diamati dan diukur. Yang dapat diamati dan diukur hanyalah
stimulus dan responnya. Karena itulah, apa saja yang diberikan (stimulus) guru
(pengajar) dan apa yang dihasilkan peserta didik (respon) keduanya harus dapat
diukur dan diamati. Hal lain yang juga penting dalam teori behavioristic adalah
faktor penguatan. Segala hal yang dapat memperkuat respon disebut penguatan.
Bila penguatan ditambahkan maka respon akan semakin kuat pun begitu
sebaliknya.

6
I. Ivan Petrovich Pavlov (1849-1936)

A. Biografi Ivan Pavlov

Tokoh ini memiliki nama lengkap Ivan Petrovich Pavlov, dilahirkan di


Rjasan (Rusia), (yang saat ini Negara Rusia telah menjadi negara-negara kecil)
pada tanggal 18 September 1849 dan wafat di Leningrad pada tanggal 7
Februari 1936. Pavlov anak seorang Pendeta; sebagaimana keterangan yang
kami kutip bahwa orang tua Ivan Pavlov berkeinginan supaya anaknya kelak
mengikuti jejaknya menjadi pendeta, karenaitu dalam pendidikannya, Pavlov
memang disiapkan untuk itu. Tetapi Pavlov sendiri merasa tidak cocok dengan
pekerjaan sebagai pendeta, ia memilih belajar kedokteran, dan mengambil
spesialisasi dalam bidang fisiologi. Sejak tahun 1890 ia telah menjadi ahli
filosofi yang ternama. Sedangkan sejarah Pavlov mengenai jabatan ia pernah
menjabat sebagai guru besar di Akademik Kedokteran milik Militer Rusia
hingga tahun 1925.
Dalam salah satu eksperimennya dia melihat bahwa subjek penelitiannya
(seekor anjing) akan mengeluarkan air liur sebagai respons atas munculnya
makanan. Dia kemudian mengeksplorasi fenomena ini dan kemudian
mengembangkan satu studi perilaku (behavioral study) yang dikondisikan,
yang dikenal dengan teori Classical Conditioning.

Menurut teori classical conditioning yang dikemukakan oleh pavlov,


yaitu belajar yang terjadimelalui proses menghubungkan atau mengasosiasi
stimulus dan respons. Dalam teori belajar ini stimulus yang biasa dilakukan
akan diasosiasikan dengan stimulus lain yang memiliki makna dan
menyebabkan respons yang sama.

Pavlov mengatakan bahwa seseorang dikatakan belajar jka terjadi


perubahan yang diberikan oleh stimulus yang berulang dan bersifat konsisten
dan stabil. Dengan stimulus yang berulang, respon yang dihasilkan akan
muncul secara spontan setiap kali stimulus yang sama diberikan.

7
Eksperimen Pavlov yang dikenal dengan teori Clasical Conditioning,
hingga dalam sejarahnya ia dikenal sebagai ilmuan besar Rusia yang berhasil
meraih Nobel pada tahun 1909 dalam lapangan ilmu fisiologi.

Pavlov mengemukakan empat peristiwa eksperimental dalam proses


akuisisi dan penghapusan sebagai berikut:

 Stimulus tidak terkondisi (UCS) adalah suatu peristiwa lingkungan yang


melalui kemampuan bawaan dapat menimbulkan refleks organismik.
Contoh: makanan 
 Stimulus terkondisi (CS) adalah suatu peristiwa lingkungan yang bersifat
netral dipasangkan dengan stimulus tak terkondisi (UCS). Contoh: Bunyi
bel adalah stimulus netral yang di pasangkan dengan stimulus tidak
terkondisi berupa makanan. 
 Respons tidak terkondisi (UCR) adalah refleks alami yang ditimbulkan
secara otonomatis atau dengan sendirinya. Contoh: mengeluarkan air liur 
 Respos terkondisi (CR), refleks yang dipelajari dan muncul akibat dari
penggabungan CS dan US. Contoh: keluarnya air liur akibat
penggabungan bunyi bel dengan makanan. 

B. Implikasi Teori Belajar Classical Conditioning Ivan Pavlov

Sebuah teori akan memiliki nilai lebih jika dapat bermanfaat dalam
aplikasi keseharian manusia, khususnya dalam mengembangkan perilaku
kehidupan yang lebih positif. Maka implikasi dari teori belajar ini, yaitu:
Coditioning klasik hubungannya pada guru dan sekolah dalam belajar
hendaknya seluruh elemen-elemen penunjang kegiatan belajar harus
terkondisikan, sebab dengan adanya pengkondisian tersebut belajar akan
mengarah pada perubahan positif, misalnya guru dan sekolah memberikan
beasiswa pada siswa yang berprestasi, maka bila kondisi itu berlanjut siswa
lain pun akan berubah menjadi lebih tinggi perhatian dan minatnya untuk
belajar.

8
Dewasa ini psikologi di Uni Soviet (saat ini telah menjadi negara-negara
kecil) boleh dikatakan bahwa seluruhnnya Palovian. Pendapat-pendapat Pavlov
dijadikan landasan bagi psikologi Uni Soviet, menurut Sumadi karena hal
tersebut serasi dengan filsafat serta doktrin histories materialisme, yang
berkembang di daerah tersebut.
Teori belajar ini juga sangat cocok digunakan dalam proses belajar
mengajar. Ketika guru memberi pertanyaan yang kemudian diikuti angkatan
tangan siswa, suatu pertanda siswa dapat menjawabnya. Kondisi-kondisi ini
diciptakan untuk memanggil suatu respon atau tanggapan.
Maka menurut teori conditioning belajar itu adalah suatu proses
perubahan yang terjadi karena adanya syarat-syarat (conditions) yang
kemudian menimbulkan reaksi (response). Untuk menjadikan seseorang itu
belajar haruslah kita memberikan syarat-syarat tertentu. Yang terpenting dalam
belajar menurut teori conditioning ialah adanya latihan-latihan
yang continue (terus-menerus). Yang diutamakan dalm teori ini adalah hal
belajar yeng terjadi secara otomatis.
Metode Pavlov ini sangat cocok untuk perolehan kemampuan yang
membutuhkan praktek dan pembiasaan yang mengandung unsur-unsur seperti:
kecepatan, spontanitas, kelenturan, reflek, daya tahan dan sebagainya,
contohnya: percakapan bahasa asing, mengetik, menari, menggunakan
komputer, berenang, olahraga dan sebagainya.
Penerapan teori belajar pavlov dalam pembelajaran di kelas

1. Memberikan suasana yang menyenangkan ketika saat memberikan tugas


belajar
2. Membantu siswa mengatasi situasi yang mencemaskan atau menekan
3. Membantu siswa untuk mengenal perbedaan dan persamaan terhadap
situasi-situasi sehinggamereka dapat membedakan dan menggeneralisasi

9
Pada teori Pavlov, individu tidak menyadari bahwa ia dikendalikan oleh
stimulus yang berasal dari luas dirinya, hal ini sangat membantu dan
memudahkan pendidik dalam dunia pendidikaan untuk melakukan pembelajran
terhadap peserta didiknya. Hal ini merupakan kelebiahan dari teori Pavlov.
Kelemahan dari teori conditioning ini adalah, jika kondsisi ini di
lakakukan secara terus menerus, maka ditakutkan murid akan mamilki rasa
ketergantungan atas stimulus yang berasal dari luar dirinya. Padahal
seharusnya siswa didik atau anak harus memilki stimulusdari dalam dirinya
sendiri (self motivation) dalam melakukan kegiatan belajar dan pemahaman
yang diberikan oleh guru.

II. Edwin Ray Guthrie


A. Riwayat Edwin Ray Guthrie

Guthrie lahir pada 1986 dan meninggal pada 1959. Dia adalah professor
psikologi di university of Washington dari 1914 dan pensiun pada 1956. Karya
dasarnya adalah The Psycholoy of Learning, yang dipublikasikan pada 1935
dan direvisi pada 1952. Gaya Tulisanya mudah diikuti, penuh humor, dan
banyak menggunakan banyak kisah untuk menunjukkan contoh ide-idenya.
Tidak ada istilah teknis atau persamaan matematika, dan dia sangat yakin
bahwa teorinya atau teori ilmiah apa saja harus dikemukakan dengan cara yang
dapat dipahami oleh mahasiswa baru.

B. Konsep Teoritis Utama


Satu Hukum Belajar

Sebagian besar teori belajar dapat dianggap sebagai usaha untuk


menentukan kaidah yang mengatur terjadinya asosiasi antara stimuli dan
respons. Guthrie (1952) berpendapat bahwa kaidah yang dikemukakan oleh
para teoretis seperti Thorndike dan Pavlov adalah terlalu ruwet dan tak perlu,
dan sebagai penggantinya dia mengusulkan satu hukum belajar, law of
contiguity (hukum kontiguitas), yang dinyatakan bahwa “Kombinasi stimuli

10
yang menggiringi suatu gerakan akan cenderung diikuti oleh gerakan itu jika
kejadianya berulang.
Sebagaimana Hull, Edwin Guthrie juga menggunakan variabel hubungan
stimulus dan respon untuk menjelaskan terjadinya proses belajar. Namun ia
mengemukakan bahwa stimulus tidak harus berhubungan dengan kebutuhan
atau pemuasan biologis sebagaimana yang dijelaskan oleh Clark dan Hull.
Dijelaskannya bahwa hubungan antara stimulus dan respon cenderung hanya
bersifat sementara, oleh sebab itu dalam kegiatan belajar siswa perlu sesering
mungkin diberikan stimulus agar hubungan antara stimulus dan respon bersifat
lebih tetap. Ia juga mengemukakan, agar respon yang muncul sifatnya lebih
kuat dan bahkan menetap, maka diperlukan berbagai macam stimulus yang
berhubungan dengan respon tersebut. Guthrie juga percaya bahwa hukuman
(punishment) memegang peranan penting dalam proses belajar. Hukuman yang
diberikan pada saat yang tepat akan mampu merubah kebiasaan dan perilaku
seseorang. Namun setelah Skinner mengemukakan dan mempopulerkan akan
pentingnya penguatan (reinforcemant) dalam teori belajarnya, maka hukuman
tidak lagi dipentingkan dalam belajar.

Pada publikasi terakhirnya sebelum dia meninggal, Guthrie (1959)


merevisi hukum kontiguitasnya menjadi, “Apa-apa yang dilihat akan menjadi
sinyal untuk apa-apa yang dilakukan”. Alasannya karena terdapat berbagai
macam stimuli yang dihadapi oleh organisme pada satu waktu tertentu dan
organisme tidak mungkin membentuk asosiasi dengan semua stimuli itu.
Organisme hanya akan memproses secara efektif pada sebagian kecil dari
stimuli yang dihadapinya, dan selanjutnya proporsi inilah yang akan
diasosiasikan dengan respons.

11
C. Pandangan Edwin Ray Guthrie terhadap Stimulus dan Respon

1. Lupa

Lupa adalah respon yang disebabkan karena munculnya respons


alternatif dalam satu pola stimulus. Setelah pola stimulus menghasilkan
respons alternatif, pola stimulus itu kemudian akan cenderung menghasilkan
respon baru. Menurut guthrie lupa pasti melibatkan proses belajar baru.
Sebagai contoh siswa yang diberikan tugas A yang kemudian belajar tugas B.
Satu orang lainnya belajar tugas A tetapi tidak belajar tugas B. kedua siswa ini
di uji untuk tugas A, secara muum akan ditemukan siswa pertama mengingat
tugas A lebih sedikit daripada siswa yang kedua.

2. Hukuman

Guthrie mengatakan bahwa efektivitas hukuman ditentukan oleh apa


penyebab tindakan yang dilakukan organisme yang dihukum tersebut.
Hukuman bekerja baik bukan karena rasa sakit yang dialami, tetapi hukuman
mengubah cara individu merespon stimuli tertentu. Hukuman akan efektif jika
menimbulkan respons stimuli yang sama. Contohnya ketika guru melihat
siswanya berisik di kelas, maka guru memperingatkan siswanya, apabila masih
tetap sama maka guru memberikan hukuman untuk siswanya tersebut.

3. Motivasi

Menurut Guthrie motivasi fiologis merupakan maintaining stimuli


(stimulus yang mempertahankan) yang menjagaorganisme tetap aktif sampai
tujuan akhirnya tercapai. Contohnya seorang peserta didik yang mendapatkan
nilai ulangan jelek, seorang guru tidak boleh memarahinya, menurut Guthrei
guru harusnya memberikan dorongan agar peserta didik tersebut lebih rajin
belajar.

12
4. Niat

Respons yang dikondisikan maintaining stimuli dinamakan intentious


(Niat). Respons tersebut dinamakan niat karna maintaining stimuli dari
dorongan biasanya berlangsung selama periode waktu tertentu. Contonya
seorang siswa yang sudah dengan materi yang disampaikan maka akan
langsung mengerjakan soal yang diberikan. Sedangkan siswa yang belum
paham akan langsung mengacungkan tangan untuk bertanya kepada guru
terhadap materi yang belum dimengerti.

5. Transer Training

Guthrie kurang berharap dalam hal ini, karena pada dasarnya seseorang
akan menunjukkan respons yang sesuai dengan stimuli jika pada kondisi yang
sama. Guthrie mengatakan kepada mahasiswa universitasnya, jika anda ingin
mendapat manfaat terbesar dari studi anda, anda harus berlatih dalam situasi
yang persis sama dalam kursi yang sama dimana anda akan diuji. Jika anda
belajar sesuatu di kamar, tidak ada jaminan pengetahuan yang diperoleh disitu
yang akan ditransfer ke kelas.

Saran Guthrie adalah selalu mempraktikan perilaku yang persis sama


yang akan diminta kita lakukan nanti. Selain itu, kita harus melatihnya dalam
kondisi yang sama persis dengan kondisi ketika diuji. Gagasan mengenai
pemahaman, wawasan dan pemikiran menurut Guthrie tidak ada maknanya.
Satu-satunya hukum belajar adalah hukum kontiguitas yang menyatakan bahwa
ketika dua kejadian terjadi bersamaan, keduanya akan dipelajari.

13
D. Metode Mengubah Tingkah Laku Seseorang
1. Metode Respon Bertentangan
Jika suatu reaksi terhadap stimulus tertentu telah menjadi kebiasaan,
maka cara untuk mengubahnya adalah dengan cara menghubungkan stimulus
dengan reaksi yang berlawanan dengan reaksi yang akan dihilangkan. Misalnya
seorang peserta didik yang merasa ketakutan saat disuruh mengerjakan soal di
depan kelas, untuk menghilangkan rasa ketakutan tersebut, guru menyuruh
peserta didik tersebut untuk mengerjakan soal ke depan secara terus menerus.

2. Metode Membosankan

Stimulus dan reaksi yang buruk dibiarkan saja sampai pelakunya (peserta
didik) bosan. Misalnya peserta didik yang tidak mengerjakan tugas rumah,
guru menyuruhnya untuk mengerjakan tugas rumah tersebut berlembar-lembar.

3. Metode Mengubah Lingkungan

Memisalkan hubungan antara stimulus dan reaksi yang buruk yang akan
dihilangkan, yaitu mengubah stimulus. Misalnya ada peserta didik yang sering
ngobrol ketika guru menjelaskan materi pelajaran, maka peserta didik yang
ngobrol tersebut dipindahkan tempat duduknya.

III. David Paul Ausubel


David Paul Ausubel adalah seorang tokoh ahli psikologi kognitif yang
dilahirkan di New York pada tanggal 25 Oktober 1981 ia tumbuh dan besar
serta menamatkan pendidikan dasarnya di Brooklyn New York. Kemudian
kuliah di universitas Pennsylvania, mengambil Pre. Medical course dan
psikologi. Ausubel mendalami bidang psikologi pendidikan dari bidang
kedokteran.
A. Dimensi Belajar Menurut David Paul Ausubel
David Paul Ausubel mengklasifikasikan belajar kedalam dua dimensi,
yaitu:

14
1. Dimensi tentang cara penyajian informasi atau materi kepada siswa.
Pada dimensi ini, Ausubel membedakan antara belajar menemukan
dan belajar menerima.
 Belajar Menerima
Pada belajar menerima peserta didik hanya menerima informasi
pembelajaran secara cuma-cuma dalam bentuk final, sehingga peserta didik
hanya perlu menghafalkannya saja. Contohnya pada pembelajaran
matematika dikelas, pengajar hanya memberikan sebuah rumus tanpa
diketahui asalnya terlebih dahulu, sehingga peserta didik saat ulangan harian
hanya menghafalkan rumus yang diberikan gurunya saja.
 Belajar Menemukan
Pada belajar menemukan, konsep ditemukan oleh peserta didik itu
sendiri, peserta didik harus mampu menemukan konsep atau seluruh materi
yang diajarkan, jadi peserta didik tidak menerima pelajaran begitu saja.
belajar menemukan ini, sedang gencar diterapkan dimasa sekarang, karena
pada kurikulum 2013, kita menggunakan pendekatan saintific.
2. Dimensi tentang cara peserta didik mengaitkan materi yang diberikan
dengan struktur kognitif yang telah dimiliki.
Pada dimensi ini, Ausubel membedakan antara belajar menghafal dan
belajar bermakna.
 Belajar Menghafal (Rote Learning)
Belajar menghafal terjadi apabila peserta didik menghafalkan
informasi baru tanpa menghubungkan pada konsep yang telah ada dalam
struktur kognitifnya maka peserta didik tersebut melakukan belajar
menghafal. Struktur kognitif yang dimaksud meliputi: fakta-fakta, konsep-
konsep, dan generalisasi-generalisasi yang telah dipelajari dan diingat
peserta didik. Bila peserta didik mendapatkan informasi baru dimana belum
ada struktur kognitif yang cocok dengan informasi tersebut, maka informasi
baru tersebut harus dipelajari dengan cara menghafal. Belajar menghafal ini
perlu apabila peserta didik memperoleh informasi baru dalam dunia

15
pengetahuan dimana tidak berhubungan sama sekali dengan apa yang ia
ketahui sebelumnya.
 Belajar Bermakna (Meaningfull Learning)
David Paul Ausubel adalah seorang ahli psikologi, yang terkenal
dengan teori belajar bermakna (meaningfull) dan pentingnya pengulangan
sebelum memulai pelajaran. Menurut Ausubel pembelajaran bermakna
merupakan suatu proses mengaitkan informasi baru pada struktur kognitif
yang telah dimilikinya. Sehingga menjadikan peserta didik kuat ingatannya
dan mempermudahnya dalam mencapai transfer belajar. Struktur kognitif
yang dimaksud meliputi: fakta-fakta, konsep-konsep, dan generalisasi-
generalisasi yang telah dipelajari dan diingat peserta didik. Faktor-faktor
utama yang mempengaruhi belajar bermakna antara lain: struktur kognitif
yang ada, stabilitas dan kejelasan pengetahuan dalam suatu bidang studi
tertentu dan waktu tertentu, Jadi apabila peserta didik dapat
menghubungkan atau mengaitkan informasi baru yang diterimanya dengan
struktur kognitif yang telah dimilikinya maka dapat dikatakan peserta didik
tersebut telah melakukan belajar bermakna.

B. Tipe-Tipe Belajar Menurut David Paul Ausubel


Berikut adalah tipe-tipe belajar menurut David Paul Ausubel:
1. Belajar dengan Penemuan yang Bermakna
Yaitu, peserta didik mengaitkan pengetahuan dengan yang telah
dimilikinya dengan materi pelajaran yang dipelajari. Atau sebaliknya,
peserta didik terlebih dahulu menemukan pengetahuannya dari apa yang ia
pelajari kemudian pengetahuan baru tersebut dikaitkan dengan pengetahuan
yang sudah ada. Misalnya peserta didik sedang belajar materi tentang
keliling lingkaran. Peserta didik di arahkan untuk mencari keliling lingkaran
dengan cara melilitkan koin dengan benang. Dan mengukur diameter koin
tersebut. Dari kegiatan tersebut peserta didik dapat menyimpulkan bahwa
keliling lingkaran didapatkan melalui perkalian antara π dengan
diameternya.

16
2. Belajar dengan Penemuan yang Tidak Bermakna
Yaitu, pelajaran yang dipelajari ditemukan sendiri oleh peserta didik
tanpa mengaitkan pengetahuan yang telah dimilikinya, kemudian
dihafalkan.

3. Belajar Menerima yang Bermakna


Yaitu, materi pelajaran yang telah tersusun dalam bentuk final
diberikan oleh guru kepada peserta didik, peserta didik kemudian
menghubungkan pengetahuan baru itu dikaitkan dengan struktur kognitif
yang sebelumnya telah dimilikinya. Misalnya peserta didik sedang
mempelajari materi luas permukaan bangun datar sisi lengkung. Salah
satunya tabung. Guru memberikan sebuah materi jadi bahwa luas selimut
tabung itu 2 πr . t . peserta didik lalu mencari kenapa bisa seperti itu. Oh
ternyata apabila dibuka selimut tabung itu berbentuk persegi panjang. Yang
panjangnya berupa keliling lingkaran dan lebarnya berupa tinggi tabung itu
sendiri.
4. Belajar Menerima yang Tidak Bermakna
Yaitu, materi pelajaran yang telah tersusun dalam bentuk final
diberikan oleh guru kepada peserta didik. Peserta didik kemudian menerima
materi pelajaran baru tersebut tanpa memperhatikan pengetahuan yang telah
dimiliki, jadi peserta didik tinggal menghafalkan saja materi pelajaran baru
tersebut. Pada praktik di sekolah belajar menerima yang tidak bermakna ini
banyak diterapkan. Peserta didik hanya diberikan rumus matemattika yang
sudah jadi, pun guru tidak memberikan kesempatan peserta didik untuk
membangun konsep yang dipelajari dan memasukkannya dalam struktur
kognitif.

C. Prasyarat Belajar Bermakna Menurut David Paul Ausubel


Prasyarat belajar bermakna menurut David Paul Ausubel, antara lain:
1. Kondisi dan sikap yang dimiliki peserta didik sesuai dengan strategi
belajar bermakna.

17
Apabila peserta didik melaksankan tugas dengan sikap ingin
memahami bahan pelajaran baru dan mengaplikasikannya serta
menghubungkan bahan pelajaran baru tersebut dengan bahan pelajaran yang
lama, dikatakan peserta didik tersebut belajar bahan pelaran yang baru
dengan bermakna. Namun apabila peserta didik tidak berkenan mengaitkan
bahan pelajaran baru dengan informasi yang dimiliki maka belajar itu tidak
bermakna. Dengan demikian banyak peserta didik yang tidak berusaha
mengerti matematika, cenderung mengalami kegagalan dan akhirnya
membenci matematika.
2. Tugas-tugas belajar yang diberikan kepada peserta didik harus sesuai
dengan struktur kognitif yang dimiliki peserta didik.
Untuk membuat peserta didik mengaitkan pengetahuan baru dengan
struktur kognitif yang sebelumnya, maka tugas yang diberikan pun harus
yang berhubungan dengan struktur kognitifnya. Jangan sampai pengajar
memberikan materi pelajaran yang sebelumnya tidak ada hubungannya
dengan pengetahuan-pengetahuan sebelumnya. Misalnya guru memberikan
materi pelajaran baru yang berupa persamaan sementara peserta didik
sebelumnya belum mempelajari tentang aljabar.
3. Tugas-tugas belajar yang diberikan kepada peserta didik harus sesuai
dengan tahap perkembangan intelektual yang dimiliki peserta didik.
Peserta didik yang masih dalam periode operasi konkret, bila diberi
bahan materi matematik yang abstrak tanpa contoh-contoh konkret dari
materi-materi tersebut akan mengakibatkan peserta didik tersebut tidak
mempunyai keinginan mempelajari materi tersebut secara bermakna.
Sehingga peserta didik hanya menghafal pelajaran tadi tanpa pengetahuan
yang cermat dan tepat. Misalnya peserta didik kelas 2 Sekolah Dasar
diberikan materi tentang aljabar dengan variable-variabel. Tentu tidak akan
cocok dengan tahap perkembangan intelektualnya. Pada masa ini peserta
didik masih dalam periode operasi konkret. Jadi belum cocok jika harus
diberikan operasi yang abstrak.

18
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN

Belajar menurut teori behavioristik adalah perubahan tingkah laku yang


terjadi sebagai akibat adanya interaksi antara stimulus dan respon.

Pavlov mengemukakan empat peristiwa eksperimental dalam proses


akuisisi dan pengahapusan yakni Stimulus tidak terkondisi (UCS), Stimulus
terkondisi (CS), Respons tidak terkondisi (UCR),Respos terkondisi (CR).
Penerapan teori belajar Pavlov dalam pembelajaran yakni, Memberikan suasana
yang menyenangkan ketika saat memberikan tugas belajar, Membantu siswa
mengatasi situasi yang mencemaskan atau menekan, serta Membantu siswa untuk
mengenal perbedaan dan persamaan terhadap situasi-situasi sehinggamereka dapat
membedakan dan menggeneralisasi.

Pandangan Edwin Ray Guthrie terhadap Stimulus dan Respon yakni Lupa,
Hukuman, Motivasi, Niat, dan Transfer Trainning. Serta metode Mengubah
tingkah laku menurut Guthrie ada 3 yakni metode respon bertentangan, metode
membosankan, dan metode mengubah lingkungan.

Dimensi Belajar Menurut David Paul Ausubel yakni : dimensi tentang cara
penyajian informasi atau materi kepada peserta didik (belajar menerima dan
belajar menemukan) dan dimensi tentang cara peserta didik mengaitkan materi
yang diberikan dengan struktur kognitif yang telah dimiliki (belajar menghafal
dan belajar bermakna)

19
B. SARAN

Dari uraian di atas penulis menyarankan bagi pembaca, bila ingin jadi
pengembang didunia pendidikan kesempatan masih sangat terbuka lebar karena
pendidikan akan selalu berkembang. Pembaca bisa mengemukakan teori baru atau
mengembangkan teori yang sudah ada. Mudah-mudahan dari tulisan ini dapat
menjadi penyemangat pembaca untuk melakukan penelitian dalam dunia
pendidikan khususnya pendidikan matematika.

20
DAFTAR PUSTAKA
 Mulyana, Teori Behavioristik.
https://sites.google.com/site/mulyanabanten/home/teori-belajar-
behavioristik (Diakses pada 13 Februari 2020.)
 Aneka makalah, 2012.Makalah teori belajar Classical Conditioning
Ivan Pavlov. https://www.anekamakalah.com/2012/12/teori-belajar-
classical-conditioning.html (Diakses pada 13 Februari 2020.)
 Dahlan, Ahmad. 2016. Pandangan teori belajar behaviorisme Pavlov.
https://www.eurekapendidikan.com/2016/12/pandangan-teori-belajar-
behavioristik-pavlov.html (Diakses pada 13 Februari 2020.)
 IPG Kampus Bahasa Melayu. 2010. Teori Behaviorisme Ivan Pavlov.
https://teoribehaviorismeivanpavlov.blogspot.com/. (Diakses pada 13
Februari 2020.)
 Rahmah, Nur.2013. Belajar Bermakna Ausubel. Al- Khawarizmi.
1:43-47
 Hafizah dan Indaryanti. Belajar dan Pembelajaran Matematika.
Palembang. NoerFikri Offset.
 Aryanti, dkk. 2012. Makalah Mata Kuliah Teori Belajar Teori Edwin
Ray Guthrie
 Gazali, Rahmita Yuliana. 2016. Pembelajaran Matematika yang
Bermaksud. Jurnal Pendidikan Matematika. 2(3):6-9.

21

Anda mungkin juga menyukai