Anda di halaman 1dari 11

PAPER METODIK

MEMANGUN KARAKTER BANGSA MELALUI


PENDIDIKAN FORMAL DAN PELATIHAN

Disusun Oleh :
SYIFA YUNITA (1910104059)
MARTINA (1910104061)
FITRIANA RESTU UTAMI (1910104064)
ANNISA FAJRI (1910104066)

PROGRAM STUDI KEBIDANAN PROGRAM SARJAN TERAPAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ‘AISYIYAH
YOGYAKARTA
2020
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Karakter adalah watak, sifat, akhlak atau kepribadian yang membedakan


individu satu dengan yang lainya. Karakter yang dimiliki seseorang nantinya akan
menentukan bgaimana individu tersebut menyelesaikan masalah atau menghadapi
sesuatu masalah. Karakter yang baik pasti diperlukan baik dalam pekerjaan,
sekolah atau berorganisasi. Namun setiap manusia tentu memiliki karakter buruk
dalam kadar besar maupun kecil karena manusia bukan makhluk sempurna.
Hanya saja kita perlu memikirkan bagaimana karakter yang buruk tersebut tidak
menghambat impian kita dan bisa diminimalisir. Dalam pembentukan karakter
yang baik kita perlu mempelajari pendidikan karakter. Pendidikan karakter adalah
bentuk kegiatan dari manusia yang didalamnya terdapat suatu tindakan
diperuntukan bagi generasi selanjutnya (One, 2016).

Komitmen besar pemerintahan ini terhadap pembangunan fisik patut


dipuji. Faktanya, ada begitu banyak pekerjaan rumah yang terbengkalai dalam
menata rumah fisik bangsa ini. Dalam era globalisasi dengan lalu lintas modal,
barang, dan manusia yang makin luas cakupannya dan dalam penetrasinya, betapa
limpah karunia potensi kekayaan bangsa ini yang sulit dijangkau untuk
mendapatkan akses pasar karena kendala-kendala infrastruktur fisik. Sebagai
salah satu negeri terindah di muka bumi dengan kekayaan budaya yang tak
terperi, arus wisata yang masuk ke negeri ini masih jauh di bawah negeri-negeri
jiran.

Lebih dari sekadar kepentingan ekonomi, integrasi nasional dan kemajuan


bangsa memerlukan prasyarat perluasan dan pemerataan pembangunan fisik.
Konektivitas fisik yang lebih ekstensif dan intensif akan memudahkan interaksi
sosial yang menjadi katalis bagi integrasi nasional. Pembangunan infrastruktur
fisik yang lebih luas dan merata bisa melancarkan lalu lintas perekonomian dan
mengembangkan pusat-pusat perekonomian baru, yang dapat meluaskan
pemerataan ekonomi yang mengarah pada keadilan sosial yang dapat menguatkan
perasaan persemakmuran bersama.
Tanpa panduan nilai, gerak langkah pembangunan fisik bisa tersesat salah
arah, melenceng dari tujuan nasional. Bila saat ini kehidupan negeri diliputi kabut
apatisme dan pesimisme. Riuh kegaduhan tanpa solusi, banyak gerakan jalanan
tanpa tahu ke mana arah yang benar, rasa saling percaya lenyap dalam pergaulan,
hukum disalahgunakan, kebaikan dimusuhi, kejahatan diagungkan, sebab
utamanya kita mengalami tunanilai. Nilai sudah lama ditinggalkan dalam
pembangunan.

Usaha sengaja untuk melakukan pembangunan nilai-nilai keindonesiaan


itu berkaitan erat dengan basis legitimasi dari negara. Keberadaan dan
keberlangsungan suatu negara bukan saja ditentukan kemampuannya menampung
aspirasi dan melayani kepentingan rakyatnya, melainkan juga oleh
kesanggupannya untuk bertindak sebagai pendidik (tutor) bagi rakyatnya tentang
hak dan kewajibannya sebagai warga negara, dengan mengembangkan budaya
kewargaan (citizenship).

Bahwa keanggotaan dalam suatu bangsa memerlukan apa yang disebut


'kebajikan sivilitas' (the virtue of civility), yakni rasa pertautan dan kemitraan di
antara ragam perbedaan serta kesediaan untuk berbagi substansi bersama,
melampaui kepentingan kelompok, untuk kemudian melunakkan dan
menyerahkannya secara toleran kepada tertib sipil.

Untuk itu, salah satu misi negara ialah mencerdaskan kehidupan bangsa.
Usaha negara untuk mencerdaskan kehidupan bangsa ini tidak hanya terbatas pada
ukuran-ukuran kecerdasan diri yang bersifat personal (seperti dalam ukuran IQ),
tetapi juga kecerdasan diri yang bersifat public(Maharani and Hasan, 2017) .

Kini pertanyaanya adalah mampukah bangsa ini membangun karakter


bangsa yang kuat? Kita perlu khawatir di tengah bangsa Indonesia menghadapi
zaman yang penuh dengan masalah-masalah berat, yang memiliki
banyak penyebab konflik sosial, namun para pemimpin yang muncul, seperti
terlalu kecil kapasitasnya untuk dapat merespon keadaan rumit ini.
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. langkah Membangun Karakter Bangsa

Dengan demikian upaya yang harus dilakukan untuk membangun karakter


bangsa dapat dilakukan antara lain melalui langkah- langkah (Latif, 2017)
berikut:

1. Menggali potensi pada diri.

Menggali potensi diri dengan melakukan evaluasi dan juga seleksi


dari nilai dan macam-macam norma yang terunggul untuk dikembangkan
mendorong dan meningkatkan karakteristik suatu bangsa.  Tiga nilai atau
karakterteristik strategis yang mungkin perlu dikembangkan yakni, adil,
tanggung jawab, dan sifat jujur. Bila Indonesia berhasil mengembangkan
ketiga karakter ini, akan tumbuh masyarakat saling percaya (high trust
society) dan kredibilitas Indonesia akan meningkat di mata internasional.
Menurut Pramoeda (2013) pentingnya penggunaan akan dan sikap
pemberani sebagai persyaratan terjadinya perubahan. Pramodya pun
menunjuk generasi muda sebagai seseorang yang mampu menjadi mesin
penggerak perubahan dan pembaharuan. Selain sikap yang disebutkan ini,
tentu banyak lagi sikap luhur lain yang dapat digali dalam masyarakat
Indonesia. Beragam kearifan lokal seperti tingginya penghargaan terhadap
seni dan kesukaan pada gotong-royong, dapat menjadi bagian penting untuk
mendukung perubahan dengan begitu manfaat organisasi dalam
masyarakat sangat dibutuhkan .

2. Upaya mengembangkan karakter luhur.


Hal itu hanya akan terjadi bila dalam masyarakat terjadi proses komunikasi
yang sehat di dalam anggota-anggotanya. Interaksi sehat terlaksana jika tiap
pihak menjalankan prinsip persamaan derajat, kesamaan atas keterlibatan
dan keterbukaan. Langkah membangun interaksi sehat ini memerlukan
pemahaman dan latihan yang terus menerus. Bila hal ini berhasil dilakukan
akan terbangun komunitas yang anggota-anggotanya memiliki jalinan
hubungan erat. Sikap luhur seperti kejujuran, keadilan, tanggung jawab, dan
toleran sebagaimana disebutkan sebelumnya akan tumbuh subur dalam
lingkungan masyarakat yang memiliki interaksi sehat.

3. Jalur-jalur interaksi sehat.


Jalur interaksi sehat merupakan benih tumbuhnya karakter komunitas yang
responsif. komunitas responsif yaitu menandai para komunitas yang tidak
respresif bagi warganya seperti halnya memaksakan aturan, nilai
dan macam-macam norma yang dianut dalam lingkungan komunitas itu
sehingga hak-hak individu dan hak kewajiban warga negara dalam UUD
1945 Bentuk komunitas responsif mengacu pada prinsip keseimbangan
antara kedua kecenderungan itu dengan menghindari terbentuknya
lingkungan yang bersifat represif terhadap warga dan pada saat yang sama
juga menolak individualisme yang cenderung menghancurkan kebersamaan
sehingga hal tersebut bisa menjadi penyebab lunturnya bhineka tunggal ika.
Selain dari cara diatas hal yang penting perlu diperhatikan dalam
pembangunan karekter guna meningkatkan SDM di Indonesia adalah
meningkatkan pendidikan formal dan pelatihan. Pendidikan adlah usaha
sistematik yang disengajakan, yang dibuat oleh sesuatu masyarakat yang
menyampaikan pengetahuan, nilai, sikap dan kemahiran kepada ahlinya,
usaha memperkembangkan potensi individu dan perubahan yang berlaku
dalam diri manusia. Sedangkan pelatihan merupakan suatu kegiatan dalam
maksud untuk memperbaiki dan mengembangka sikap, tingkah laku,
ketrampilan dan pengetahuan dari para pegawai sesuai dengan keinginan
suatu lembaga atau organisasi.
Konsep sistem pendidikan dan pelatihan (Diklat) adalah upaya untuk
meningkatkan, mengembangkan dan membentuk pegawai melalui upaya
pendidikan dan pelatihan baik berupa diklat berjenjang, diklat kursus, diklat
fungsional, dan diklat operasional yang banyak diterapkan oleh suatu
organisasi dalam rangka meningkatkan kemampuan kerja karyawan dalam
menghadapi aktivitasnya, yang diupayakan dapat meningkatkan pelayanan
masyarakat.
Menurut Syamsuddin yang dikutip oleh Pujirahayu (2008:18) diklat
adalah suatu proses dari pelaksanaan pendidikan dan pelatihan yang
dilaksanakan terus menerus bagi suatu organisasi agar karyawan yang
mengikuti diklat mampu mengembangkan karir dan aktivitas kerjanya
didalam mengembangkan, memperbaiki prilaku kerja karyawan,
mempersiapkan karyawan untuk menduduki jabatan yang lebih rumit dan
sulit, serta mempersiapkan tenaga untuk mengembangkan aktivitas kerjanya.
Dari beberapa pendapat diatas, maka dapat disimulkan bahwa
pendidikan dan latihan (diklat) merupakan proses sistematis untuk
meningkatkan, mengembangkan, dan membentuk pegawai dimana pegawai
memperlajari pengetahuan (knowledge), keterampilan (skill), kemampuan
(ability), atau perilaku terhadap tujuan pribadi dan organisasi sehingga
tercipta sumber daya manusia yang berkualitas.
Penggunaan istilah pendidikan dan pelatihan dalam suatu institusi
atau organisasi biasanya disatukan menjadi diklat (pendidikan dan
pelatihan). Unit yang menangani pendidikan san pelatihan pegawai lazim
disebut PUSDIKLAT (Pusat Pendidikan dan Pelatihan).
Pendidikan dan pelatihan meliputi dua tujuan sekaligus, yaitu tujuan
pendidikan dan tujuan pelatihan yang merupakan kesatuan yang tidak dapat
dipisahkan. Tujuan diadakannya pusat bdan/ lembaga/ unit pendidikan dan
pelatihan tersebut umunya untuk dapat memecahkan masalah-masalah
perilaku dalam organisasi yang meliputi masalah pengetahuan, ketramplan
dan motivasi atau sikap, seta untuk meningkatkan kompetensi para
pesertanya terkait dengan tugas-tugas dan pekerjaan yang akan
dipertanggungjawabkan kepada mereka.
Seseorang yang mengalami skill problems, tidak bisa berperilaku
sebagaimana yang diharapkan, mungkin karena ia memang belum tahu
seingga perlu dididik. Seseorang yang mengalami
motivation   problems mungkin bukan karena ia tidak mau melakukan
sebagaimana yang diharapkan, melainkan karena ia tidak tahu mengapa
harus melakukannya sehingga ia perlu diberitahu. Seseorang yang
mengalami knowledge problem bisa saja bukan karena ia tidak tahu tetapi
karena ia tidak mau tahu sehingga perlu dimotivasi. Dengan demikian, para
pegawai, karyawan atau anggota-anggota organisasi akan mampu
melaksanakan tugas tugas dan pekerjaan yang dipertanggungjawabkan
kepada mereka sebagaimana yang diharapkan, dengan mengikuti program
pendidikan dan pelatihan. Jika baik pendidikan maupun pelatihan,
sebenarnya sama-sama mengupayakan dicapainya suatu kompetensi tertentu
dari para pesertanya.
Menurut pasal 9 Undang-Undang Ketenagakerjaan tahun 2003,
pendidikan dan pelatihan kerja diselenggarakan dan diarahkan untuk
membekali, meningkatkan dan mengembangkan kompetensi kerja guna
meningkatkan kemampuan, produktivitas dan kesejahteraan.
Tujuan-tujuan pendidikan dan pelatihan dapat dikelompokkan
mejadi lima bidang, yaitu:
1. Memperbaiki kinerja
2. Memutakhirkan keahlian-keahlian para pegawai/ karyawan sejalan
dengan kemajuan tekhnologi.
3. Mengurangi waktu pembelajaran bagi pegawai/ karyawan baru agar
kompeten dalam pekerjaan.
4. Membantu memecahkan masalah operasional.
5. Mempersiapkan pegawai/ karyawan untuk mendapatkan promosi
jabatan.
B. Manfaat Pendidikan dan Pelatihan

Manfaat pendidikan dan pelatihan pata dikelompokan menjadi (Lestari, 2014):

1. Manfaat bagi organisasi


a. Peningkatan produktivitas kerja organisasi sebagai keseluruhan antara
lain karena tidak terjadinya pemborosan tetapi kecermatan melaksanakan
tugas. Kerjasama yang baik antara berbagai satuan kerja yang
melaksanakan kegiatan berbeda dan spesialistik, meningkatkan tekad
mencapai sasaran yang telah ditetapkan serta lancarnya koordinasi
sehingga organisasi bergerak sebagai satuan yang bulat dan utuh.
b. Terwujudnya hubungan yang serasi antara atasan dan bawahan. Saling
menghargai dan adanya kesempatan bagi bawahan untuk berfikir dan
bertindak secara inovatif.
c. Terjadinya proses pengambilan keputusan yang lebih cepat dan kegiatan
tepat, selain itu para pegawai yang bertanggung jawab
menyelengagarakan kegiatan-kegiatan operasional dan tidak sekedar
diperintah oleh manajer.
d. Meningkatkan semangat kerja seluruh pegawai dalam organisasi dengan
komitmen organisasi yang lebih tinggi.
e. Mendorong sikap keterbukaan manajemen, penerapan gaya manajerial
(pengurusan) yang partisipatif.
f. Memperlancar jalannya komunikasi efektif yang memperlancar proses
perumusan kebijakan organisasi dan operasional.
g. Penyelesaian konflik secara fungsional yang dampaknya ialah rasa
persatuan dan suasan kekeluargaan dikalangan para anggota organisasi.
C. Jenis-Jenis Pendidikan dan Pelatihan

Adapun jenis-jenis pendidikan dan pelatihan antara lain:

1. Diklat kepemimpinan
Diklat kepemimpinan yang selanjutnya disebut DIKLATPIM dilaksanakan
untuk mencapai persyaratan kompetensi kepemimpinan aparatur pemerintah
yang sesuai dengan jenjang jabatan struktural. Diklat kepemimpinan adalah
diklat dengan sasaran utama untuk meningkatkan karir guna memangku
suatu jabatan fungsi atau pangkat tertentu secara bertahap dan untuk
memperkaya atau meningkatkan keterampilan manajemen kepemimpinan
serta kemampuan menciptakan metode-metode kerja baru. Diklat
kepemimpinan dititikberatkan pada penajaman keahlian spesifik baik dalam
bidang pekerjaan maupun bidang manajerial. Antara lain meliputi Diklat
Pengelola Cabang, Kursus pimpinan Madya, dan Kursus pimpinan Utama
2. Diklat Fungsional
Diklat fungsional adalah diklat yang ditujukan untuk menunjang
mengembangkan keahlian atau keterampilan kerja dan dititikberatkan pada
perubahan pola kerja, cara kerja dan penggunaan metode kerja mutakhir.
Diklat fungsional dilaksanakan untuk mencapai persyaratan kompetensi
yang sesuai dengan jenis dan jenjang jabatan fungsional masing-masing
jenis dan jenjang diklat fungsional untuk masing-masing jabatan fungsional
ditetapkan oleh instansi pembina jabatan fungsional yang bersangkutan.
3. Diklat Teknis
Diklat teknis dilaksanakan untuk mencapai persyaratan kompetensi teknis
yang diperlukan untuk pelaksanaan tugas pegawai atau karyawan. Diklat
teknis dapat dilaksanakan secara berjenjang. Jenis dan jenjang diklat teknis
untuk masing-masing jabatan ditetapkan oleh instansi teknis yang
bersangkutan.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan Saran
Untuk membangun karakter bangsa yang kuat membutuhkan sumber
daya manusia yang berkualitas dengan cara menggali potensi diri,
pembangunan karakter luhur, dan jalur interaksi sehat dengan didukung
Pendidikan formal dan pelatihan.
Sehingga diharapkan untuk menghadapi era digital ini masyarakat
mampu meningkatkan kualitas diri dan lebih memperhatikan pendidikan
karakter sebagai pondasi Pendidikan formal lainya. Sesuai dengan Hadits
Rasulullah SAW yakni mengutamakan adab sebelum ilmu.
DAFTAR PUSTAKA

Latif, Y. (2017) ‘Membangun Karakter Bangsa’, Media Indonesia.

Lestari, N. R. (2014) Konsep Pendidikan dan Pelatihan, Ilmu Pendidikan.


Maharani, R. W. and Hasan, S. (2017) Membangun Karakter Bangsa, Ilmu
Kesehatan Masyarakat. 3. Kediri.
One, R. (2016) Membangun Karakter Bangsa di Era Globalisasi, GuruPPKN.
Pujirahayu, Rostanti. 2008. Analisis Pengembangan Sumber Daya Manusia dalam
Upaya Peningkatan Pelayanan Masyarakat pada Aparatur Sekretariat Daerah.
Tesis. PP U MI Makassar.

Anda mungkin juga menyukai