Anda di halaman 1dari 6

Nabi Adam AS: Manusia Pertama, Nenek Moyang Manusia Sejagat

Ia kakek moyang manusia sejagat, gara-gara mengikuti tipu daya Iblis, ia diusir dari Surga,
bersama Hawa Istrinya, ia diturunkan ke Bumi

Sebelum menciptakan Adam, Allah menciptakan langit, bumi dan seisinya seperti gunung,
laut, tumbuhan, haiwan, binatang, matahari sebagai sumber panas, bulan sebagai penerang
malam, serta bintang-bintang sebagai penghias alam.
Langit dan bumi diciptakan oleh Allah dalam waktu enam masa. Sedangkan satu masa di
sisi Allah sama dengan satu millenium atau seribu tahun menurut perhitungan manusia.

Ketika Allah berkehendak, tanah kering dan lumpur busuk yang sudah dibentuk dengan
sebaik-baiknya dan ditiup dengan Roh itu, terciptalah menjadi sesosok makhluk manusia
yang memang ditakdirkan sebagai khalifah di muka bumi. Dialah Nabi Adam AS, manusia
pertama berkelamin laki-laki. Firman Allah, “Aku akan menciptakan manusia untuk menjadi
khalifah di bumi.”

Sebelumnya Allah telah menciptakan dua makhluk lain, yaitu Malaikat yang dibuat dari Nur
atau Cahaya. Malaikat diciptakan sebagai makhluk yang tunduk patuh senantiasa berbakti
kepada Allah, sama sekali tidak pernah durhaka kepada-Nya.

Malaikat tidak mempunyai nafsu, tidak makan dan minum, tidak tidur, tidak pernah
melakukan perbuatan dosa, tidak berjenis kelamin laki-laki atau perempuan, dan
mempunyai alam tersendiri, yaitu alam gaib yang tidak dapat dilihat oleh manusia.

Sedangkan jin dan iblis diciptakan dari Api yang sangat panas. Ia mempunyai jenis kelamin,
laki-laki dan perempuan. Jin ada yang patuh ada yang ingkar kepada perintah Allah. Jin
yang ingkar dan membangkang kepada perintah Allah itu disebut Iblis dan setan.

Iblis dan keturunannya adalah makhluk yang sangat durhaka dan jahat. Tidak ada
kebaikannya sama sekali. Pekerjaan Iblis dan Setan adalah menggoda manusia agar
tersesat dan jatuh dalam lembah dosa.

Kepada kedua makhluk terdahulu itu, Allah memerintahkan agar mereka tunduk kepada
Adam dengan bersujud kepadanya. Malaikat mematuhi perintah itu, tetapi Iblis menolak.

“Aku tidak akan sujud kepada manusia yang Engkau buat dari tanah kering dan lumpur itu,”
kata Iblis kepada Allah.

“Kau terkutuk, dan keluarlah dari surga-Ku,” perintah Allah. Lebih jauh Allah menegaskan,
kutukan itu akan berlangsung sampai pada hari kiamat. Sampai disini Iblis mengajukan
permohanan kompensasi. “Wahai Allah, karena Engkau telah memutuskan aku sesat, akan
kujadikan kejahatan di muka bumi tampaknya indah bagi manusia, dan akan kusesatkan
mereka semua, kecuali hamba-Mu yang sungguh-sungguh taat.”

Sebagai makhluk manusia pertama, Adam telah menikmati semua fasilitas yang disediakan
oleh Allah, kecuali pohon khuldi. Ia harus menjauhinya. Tetapi ternyata ia merasa kesepian,
karena hidup sendiri tanpa kawan bermain, mitra bercanda, dan teman bergaul. Maka Allah
pun menciptakan makhluk lain yang terbuat dari tulang rusuk Adam sendiri, yang kemudian
diberi nama Hawa yang berkelamin perempuan.

Rasa sepi dan sedih mebuatnya letih, sehingga ia tertidur pulas di bawah pohon yag teduh.
Allah Maha Tahu, Ia mengetahui apa yang tergerak dalam hati Adam, yaitu ingin
mempunyai teman. Maka sewaktu Adam tidur, Allah menciptakan manusia lagi yang diambil
dari tulang rusuk Adam sendiri. Manusia itu lain jenisnya dengan Adam, ia adalah seorang
wanita, yang diberi nama Hawa.

Ketika Adam bangun dari tidurnya, ia sangat terkejut. Ia melihat seorang duduk
disampingnya. Wanita itu indah, cantik dan mengagumkan.

“Siapakah engkau? Mengapa berada di sini?” tanya Adam. Dengan tersenyum manis Hawa
menjawab, “Aku adalah Hawa yang diciptakan untuk menjadi teman hidupmu.”

Betapa gembiranya hati Adam mendengar jawaban itu. Ia memuji dan bersyukur kepada
Allah yang telah mengabulkan keinginannya sehingga ia tidak merasa kesepian lagi. Begitu
Adam bertemu dengan Hawa, maka tumbuh di hatinya rasa ingin memuaskan nafsu
biologis. Ketika itulah malaikat berkata:

“Jangan dulu, hai Adam, sampai engkau mambayar mahar (mas kawin) kepada Hawa.”
Adam pun bertanya, “Apakah maharnya?” Malaikat menjawab, “Maharnya adalah engkau
harus membaca shalawat untuk Nabi Muhammad SAW.”

Setelah Adam memenuhi mahar yang dimaksud, dan Malaikat Jibril membacakan khutbah
nikah. Lalu Allah menikahkan Adam dan Hawa, disaksikan oleh Malaikat Israfil, Malaikat
Mikail, dan beberapa Malaikat Muqarrabin.

Lengkaplah sepasang manusia penghuni surga. Keduanya lantas dikawinkan oleh Allah. “Hai
Adam, tinggallah engkau dan istrimu di dalam surga, dan nikmati segala yang ada, kecuali
pohon ini. (Jika melanggar larangan itu) Nanti kamu akan jadi orang durjana,” firman Allah.
Maka Adam dan Hawa pun hidup, berpasangan, bercengkrama dan berbahagia di surga
yang sangat indah.
Ketika Adam dan Hawa Terpedaya Iblis

Mendengar bahwa Adam dan Hawa tidak diperkenankan dan dilarang memakan buah
Khuldi, Iblis merasa mendapat kesempatan untuk menggoda dan melaksanakan niat
jahatnya, yaitu menyesatkan Adam, di mana pada akhirnya tipu dayanya berhasil.

Dengan berpura-pura sakit dan bersedih hati, Iblis mendatangi pasangan Adam dan Hawa.
Si Iblis itu mengatakan:

“Saya bersedih hati karena memikirkan kalian berdua, saya tahu dan mendengar bahwa
kalian berdua tidak akan lama lagi tinggal bersenang-senang di Surga, apalagi setelah Allah
melarang kalian memakan buah pohon ini. Itu merupakan tanda bahwa apa yang saya
khawatirkan akan benar-benar terjadi. Oleh karena itu, cepatlah makan buah pohon Khuldi
ini supaya kalian berdua tetap bisa hidup dan tidak diusir dari surga ini.”

Tentu saja Adam yang sudah diwanti-wanti oleh Allah, menolak ajakan dan rayuan Iblis itu.
Namun dengan berbagai cara, Iblis akhirnya berhasil menipu dan menaklukkan hati Adam,
hingga ia tidak hanya bersedia mendapatkan buah khuldi, melainkan juga ikut
memakannya. Bahkan Hawa pun kemudian juga ikut-ikutan menikmatinya. Larangan Allah
pun mereka langgar. Menyadari perbuatan itu, Adam dan Hawa menyesal bukan main dan
mohon ampun kepada Allah.

Allah pun berfirman:

“Bukankah telah aku larang kamu mendekati pohon itu? Bukankah sudah aku peringatkan
bahwa Iblis adalah musuh yang nyata bagimu? Turunlah kamu ke bumi, di sana kamu hidup
dan di sana pula kamu akan mati.”

Akibat melanggar larangan Allah itulah, maka terlepaslah pakaian yang bagus-bagus itu dan
terpaksa mereka berdua menutupi auratnya dengan daun-daun kayu.

Adam dan Hawa diturunkan ke bumi. Mereka diturunkan di tempat yang berbeda, dengan
jarak yang sangat berjauhan. Konon, Adam diturunkan di Tanah Hindia, sedang Hawa di
Tanah Arab. Mereka pun saling mencari. Sulit dibayangkan bagaimana situasi waktu itu.
Namun yang jelas mereka tidak segera dapat saling bertemu.

Di bumi mereka harus menghadapi tantangan berat untuk mempertahankan kehidupan.


Wajah bumi yang belum terjamah tangan manusia keadaannya sangat menyeramkan.
Gunung-gunung menjulang tinggi, jurang-jurang terjal menganga lebar, pohon-pohon
raksasa tumbuh berserakan, binatang-binatang buas baik yang besar maupun yang kecil
berkeliaran dimana-mana.

Untuk melindungi tubuhnya dari hawa dingin dan panas serta sengatan serangga, mereka
memakai kulit binatang sebagai pakaiannya.

Selama bertahun-tahun keduanya saling mencari dan berkelana dari satu tempat ke tempat
lainnya. Perjalanan yang ditempuh sangat sukar dan penuh bahaya. Derita dan sengsara
benar-benar mereka rasakan. Pada akhirnya mereka bertemu di Padang Arafah setelah
saling mencari selama 40 tahun.

Pertemuan kakek dan nenek manusia itu diyakini terjadi di sebuah bukit yang disebut Jabal
Rahmah, di tengah sebuah padang yang luas yang kini dikenal sebagai Padang Arafah, di
kawasan Mekah. Artinya padang tempat kenal-mengenal antara Adam dan Hawa yang
sudah lama tidak bertemu. Di musim haji Padang Arafah digunakan sebagai tempat wukuf
para jema’ah haji. Tanpa wukuf di Arafah, ibadah haji tidak akan diterima Allah.

Betapa terharunya Adam melihat keadaan istrinya yang telah kepayahan, sengsara
menapak jalan yang sulit dan kejam. Mereka berpelukan, menangis penuh haru.

Kini mulailah babak baru bagi kehidupan cikal-bakal anak manusia. Adam dan Hawa tinggal
di sebuah gua yang besar dan lebar. Gua itu terletak di dataran tinggi, sehingga tak
gampang diserang binatang buas.

Dengan bekal pengetahuan yang telah diajarkan Allah semasa di surga, Adam mulai
mengelola alam di sekitarnya. Ia menjinakkan binatang liar untuk diternakkan, mengolah
lahan pertanian dan perkebunan buah-buahan. Tantangan alam yang sangat keras telah
menggerakkan akal pikiran Adam untuk dapat mempertahankan kehidupan dengan keadaan
yang lebih baik.

Kisah Perkawinan di Zaman Nabi Adam

Allah menciptakan Adam dari sari tanah liat, sementara Hawa diciptakan dari tulang rusuk
Adam. Namun anak keturunan mereka di belakang hari diciptakan dari sperma dan ovum
manusia yang saling bercinta.

Firman Allah:

“Sesungguhnya aku telah menciptakan manusia dari sari pati yang berasal dari tanah,
kamudian aku jadikan saripati itu air mani di tempat yang kukuh, kemudian aku jadikan air
mani itu segumpal darah, segumpal daging, yang kemudian membungkus tulang belulang,
dan aku jadikan dia makhluk yang berbentuk lain.”

Anak-anak keturunan Adam dan Hawa dilahirkan berpasang-pasangan alias kembar dua,
lelaki-perempuan. Namun pasangan itu, tidak boleh saling menikah. Pernikahan hanya
diperbolehkan dengan pasangan kembar lainnya. Di antara anak-anak itu ada dua pasangan
kembar yang membuat ulah, yaitu pasangan Qabil-Iqlimah dan Habil-Labuda.

Menurut aturan hukum perkawinan yang berlaku kala itu, Qabil boleh mengawini Labuda,
dan Habil harus kawin dengan Iqlima. Adapun perkawinan Qabil dengan Iqlima dan Habil
dengan Labuda, tidak perbolehkan, karena mereka sama-sama lahir (saudara) kembar,
dan perkawinan itu harus disilang, antara yang lahir kembar terdahulu dengan yang lahir
kembar sesudahnya, asal jangan dengan yang sama-sama lahir atau kembarannya. Namun
karena di mata Qabil, wajah Labuda tidak secantik Iqlima, ia menolak aturan itu.
Qabil pun bertekad tetap ingin mengawini Iqlima. Tentu saja hal ini tidak diperbolehkan oleh
Adam. Karena Qabil tetap bersikeras pada keinginannya, maka Adam kemudian meminta
pertolongan kepada Allah, yang kemudian memerintahkan berkorban kepada Qabil dan
Habil. Maka keduanya mengadakan kurban, barangsiapa yang kurbannya diterima Allah,
maka dialah yang boleh mengawini Iqlima.

Dengan disaksikan seluruh anggota keluarga Adam, Qabil dan Habil mempersembahkan
korban di atas bukit. Qabil mempersembahkan hasil pertaniannya. Ia sengaja memilih hasil
gandum dari jenis yang jelek. Sedang Habil mempersembahkan seekor kambing terbaik dan
yang paling ia sayangi.

Dengan berdebar-debar mereka menyaksikan dari jauh. Tak lama kemudian nampak api
besar menyambar kambing persembahan Habil, sedangkan gandum persembahan Qabil
tetap utuh, yang berarti kurbannya tidak diterima. Peristiwa ini tercatat dalam Al-Qur’an
Surat Al-Maidah ayat 27-30:

“Ceritakanlah hai Muhammad kepada mereka dengan sebenarnya, tentang riwayat dua
orang anak Nabi Adam (yang bernama Habil dan Qabil), yaitu ketika keduanya berkurban
kepada Allah. Maka Allah hanya menerima korban salah seorang di antara keduanya (yaitu
Habil), Allah tidak menerima kurban dari yang lainnya (yaitu Qabil) – sebab itulah Qabil
marah kepada Habil – seraya berkata, ‘Demi Allah, saya akan membunuh kamu’.”

Jawab Habil:

“Sesungguhnya Allah menerima korban dari orang-orang yang takut. Demi Allah jika
engkau memukul saya dengan tanganmu karena hendak membunuh saya, maka saya tidak
akan membalas pukulanmu itu, karena saya takut kepada Allah yang memelihara semesta
alam ini. Saya berharap supaya engkau kembali dengan membawa dosa karena membunuh
saya beserta dosamu sendiri, maka engkau akan termasuk golongan orang-orang yang
masuk neraka. Demikianlah balasan orang-orang yang aniaya.”

Setelah Qabil membunuh Habil, Qabil merasa kebingungan, bagaimana cara merawat mayat
saudaranya itu. Pada saat kebingungan itulah, Allah memperlihatkan kepada Qabil, dua
ekor burung gagak berkelahi dan seekor diantaranya mati terbunuh, maka burung yang
hidup itu menggali tanah, lalu bangkai kawannya itu dikuburkan ke dalam lubang yang
kemudian ditimbuninya.

“Kemudian Allah mengirim seekor burung gagak, yang melubangi tanah dengan paruh dan
kakinya, supaya diperlihatkan kepada Qabil itu, bagaimana semestinya ia menguburkan
mayat saudaranya. Ketika ia melihat perbuatan burung itu, maka katanya, “Amat celaka
nasib saya, tidak bisakah saya berbuat sebagaimana yang dikerjakan burung gagak ini?
Dengan jalan demikian, dapatlah saya menguburkan mayat saudaraku ini.”

Maka ia termasuk golongan orang-orang yang menyesali dari sendiri. Dengan demikian
Habil adalah manusia pertama yang meninggal dunia di muka bumi ini.

Adapun Nabi Adam sendiri konon, wafat dalam usia 1000 tahun, dan diyakini dimakamkan
di Hindustan. Namun riwayat lain menyebutkan, Nabi Adam dimakamkan di Mekah,
bersebelahan dengan makam Hawa, yang wafat setahun kemudian setelah Nabi Adam
wafat.

Sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari menyebutkan:

“Sesungguhnya Allah menciptakan Adam pada hari Jum’at, diturunkan ke bumi pada hari
Jum’at, bertobat kepada Allah atas dosanya karena memakan buah pohon Khuldi pada hari
Jum’at, dan meninggal juga pada hari Jum’at.”

Anda mungkin juga menyukai