Anda di halaman 1dari 23

ANALISIS WILAYAH PERUBAHAN LAHAN HUTAN

MANGROVE ANTARA TAHUN 1996-2016 DI KABUPATEN


BANYUASIN, PROVINSI SUMATERA SELATAN,
INDONESIA

Disusun oleh:

Nama : Anita Eka Jayanti


NIM : 23117069
Kelas : Sistem Informasi Geografis (A)

Program Studi Teknik Geomatika

Jurusan Teknologi Infrastruktur dan Kewilayahan

Institut Teknologi Sumatera

2019
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI.............................................................................................................i

DAFTAR PETA.....................................................................................................iii

ABSTRAK...............................................................................................................1

BAB I PENDAHULUAN........................................................................................2

1.1 Latar Belakang...............................................................................................2

1.2 Rumusan Masalah..........................................................................................3

1.3 Tujuan.............................................................................................................3

1.4 Batasan...........................................................................................................3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................4

2.1 Lahan dan Perubahan Lahan..........................................................................4

2.2 Hutan Mangrove.............................................................................................4

BAB III METODOLOGI.........................................................................................6

3.1 Data yang Digunakan.....................................................................................6

3.2 Metode Penelitian...........................................................................................6

3.2.1 Alur Pikir.................................................................................................6

3.2.2 Kajian Literatur........................................................................................7

3.2.3 Wilyah Penelitian.....................................................................................7

3.2.4 Variabel Penelitian...................................................................................7

3.2.5 Pengolahan Data dan Peta.......................................................................7

3.2.6 Metode Analisis.......................................................................................8

3.2.7 Analisis Data............................................................................................8

BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN..................................9

|Institut Teknologi Sumatera


4.1 Kondisi Fisik..................................................................................................9

4.2 Kondisi Administratif...................................................................................10

4.3 Kondisi Demografi.......................................................................................10

4.4 Kondisi Perekonomian.................................................................................10

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN.................................................................11

BAB VI KESIMPULAN.......................................................................................13

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................14

LAMPIRAN...........................................................................................................15

|Institut Teknologi Sumatera


DAFTAR PETA

Peta 1. Peta Persebaran Hutan Mangrove Tahun 1996 Kabupaten Banyuasin, Provinsi
Sumatera Selatan.............................................................................15
Peta 2. Peta Persebaran Hutan Mangrove Tahun 2007 Kabupaten Banyuasin, Provinsi
Sumatera Selatan.............................................................................15
Peta 3. Peta Persebaran Hutan Mangrove Tahun 2010 Kabupaten Banyu Asin, Provinsi
Sumatera Selatan.............................................................................16
Peta 4. Peta Persebaran Hutan Mangrove Tahun 2015 Kabupaten Banyuasin, Provinsi
Sumatera Selatan.............................................................................16
Peta 5. Peta Persebaran Hutan Mangrove Tahun 2016 Kabupaten Banyuasin, Provinsi
Sumatera Selatan.............................................................................17

|Institut Teknologi Sumatera


Analisis Wilayah Perubahan Lahan Hutan Mangrove Antara Tahun 1996-
2016 Di Kabupaten Banyuasin, Provinsi Sumatera Selatan, Indonesia

Anita Eka Jayanti

Program Studi Teknik Geomatika, Institut Teknologi Sumatera

ABSTRAK
Ekosistem hutan mangrove merupakan salah satu ekosistem paling
produktif dan unik yang berfungsi melindungi daerah pesisir dari berbagai
gangguan, serta menyediakan habitat bagi berbagai spesies hewan. Hutan
mangrove tidak saja berfungsi untuk menjaga keseimbangan ekosistemnya, tapi
juga memiliki fungsi sosial, ekonomi dan budaya bagi masyarakat pesisir yang
mendiaminya. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui perubahan luas hutan
mangrove dari tahun 1996-2016. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini,
yaitu data SHP hutan mangrove, sehingga dengan menggunakan metode overlay
pada software ArcGIS dapat diketahui luas area pada tahun tersebut. Dan dapat
dibandingkan perubahan luasan lahan hutan mangrove.
Kata kunci : Kabupaten Banyuasin, Provinsi Sumatera Selatan; Hutan Mangrove;
Perubahan Lahan; Sistem Informasi Geografis

ABSTRACT

The mangrove forest ecosystem is one of the most productive and unique
ecosystems that serves to protect coastal areas from various disturbances, as well
as providing habitat for a variety of animal species. Mangrove forests not only
function to maintain the balance of their ecosystems, but also have social,
economic and cultural functions for the coastal communities that inhabit them.
This research was conducted to determine changes in mangrove forest area from
1996-2016. The variable used in this study, namely the SHP data of mangrove
forests, so that by using the overlay method in ArcGIS software, it can be known
the area of the year. And can be compared changes in the area of mangrove
forest land.
Keywords : Region of Banyuasin, South Sumatera Province; Mangrove Forest;
Land Change; Geographic Information System

1|Institut Teknologi Sumatera


BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hutan mangrove memiliki peranan yang sangat penting baik dari sisi
ekologi maupun sosial ekonomi masyarakat pesisir. Seiring dengan meningkatnya
pembangunan ditambah dengan meningkatnya kebutuhan hidup di wilayah pesisir
akan menyebabkan terjadinya tekanan terhadap sumber daya alam di wilayah
pesisir. Fungsi fisik dari hutan mangrove diantaranya sebagai pengendali naiknya
batas antara permukaan air tanah dengan permukaan air laut ke arah daratan,
sebagai kawasan penyangga, memacu perluasan lahan, dan melindungi garis
pantai agar terhindar dari erosi atau abrasi.

Sumatera Selatan memiliki luas hutan mangrove terbesar ketiga di


Indonesia setelah Irian Jaya dan Kalimantan Timur dengan luas 363.430 ha pada
tahun 1993. Berdasarkan hasil inventarisasi dan identifikasi hutan mangrove yang
dilaksanakan oleh Balai Pengelolaan DAS Musi tahun 2006, luas potensial hutan
mangrove di provinsi Sumatera Selatan adalah sekitar 1.693.110,10 hektar.
Kondisi hutan mangrove tersebut dalam kategori rusak berat dan sedang adalah
seluas sekitar 1.484.724,42 hektar atau 87,69 %, sedangkan yang masih baik
seluas 208.387,68 hektar atau 12,31%.

Salah satu kabupaten yang memiliki kawasan hutan mangrove yang besar
dengan kecepatan degradasi cukup tinggi di Sumatera Selatan adalah Kabupaten
Banyuasin. Kawasan mangrove di Kabupaten Banyuasin telah berkurang
sebanyak 20.546,5 ha selama periode 1992 s/d 2003. Hasil interpretasi data satelit
juga diketahui bahwa 94,4% (107.950,74 ha) kawasan mangrove di Kecamatan
Pulau Rimau Kabupaten Banyuasin dikategorikan rusak berat dan hanya 3,27%
(3.756,78 ha) masih terkategori alami. Sementara itu, Taman Nasional Sembilang
(TNS) Kabupaten Banyuasin merupakan kawasan mangrove terluas di Indonesia
Bagian Barat dengan habitat terbesar berupa ekosistem hutan mangrove. Namun,
hutan mangrove di kawasan ini mengalami tekanan dan degradasi dari tahun ke

2|Institut Teknologi Sumatera


tahun, dimana salah satu penyebabnya adalah pembuatan tambak khususnya di
Semenanjung Banyuasin.

Berdasarkan hasil identifikasi gangguan di kawasan Hutan Lindung Air


Telang Kabupaten Banyuasin tahun 2010 diperoleh informasi bahwa telah terjadi
alih fungsi kawasan hutan menjadi lahan perkebunan, tambak, pertanian dan
pemukiman. Alih fungsi hutan di kawasan ini luasnya sekitar 4.272,63 ha, terdiri
dari ±3.811,71 ha untuk perkebunan, ±377,81 ha untuk tambak, ±26,11 ha untuk
pertanian dan ±57,00 ha untuk pemukiman. Dalam penelitian ini akan dilakukan
analisis perubahan luasan hutan mangrove menggunakan data tahun 1996, 2007,
2010, dan 2016, kemudian dibandingkan luasan area berdasarkan data tahun
tersebut.

1.2 Rumusan Masalah

Dari latar belakang tersebut, didapat rumusan masalah dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut:

 Bagaimana perubahan lahan hutan mangrove antara tahun 1996-2016 di


Kabupaten Banyuasin, Provinsi Sumatera Selatan?

1.3 Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk:

 Mengkaji perubahan lahan hutan mangrove antara tahun 1996-2016 di


Kabupaten Banyuasin, Provinsi Sumatera Selatan.

1.4 Batasan

Geomer untuk analisis penelitian kali ini adalah Kabupaten Banyuasin


yang berada di timur Provinsi Sumatera Selatan dan berbatasan dengan Provinsi
Jambi di sebelah utara.

3|Institut Teknologi Sumatera


4|Institut Teknologi Sumatera
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Lahan dan Perubahan Lahan

Lahan adalah istilah tanah dalam ukuran luas (berdimensi dua), yaitu Ha,
m2, tumbak, bahu atau lainnya [ CITATION San95 \l 1033 ]. Pengertian lahan yang
sepadan dengan land adalah tanah terbuka, tanah garapan, maupun tanah yang
belum diolah yang dihubungkan dengan arti atau fungsi sosio-ekonominya bagi
masyarakat [ CITATION ATR90 \l 1033 ] . Sedangkan perubahan lahan adalah
perubahan fungsi sebagian atau seluruh kawasan lahan dari fungsinya semula
(seperti yang direncanakan) menjadi fungsi lain yang menjadi dampak negatif
(masalah) terhadap lingkungan dan potensi lahan itu sendiri [ CITATION Wib18 \l
1033 ]. Dalam definisi lainnya, perubahan lahan juga dapat diartikan sebagai
perubahan untuk penggunaan lain disebabkan oleh faktor-faktor yang secara garis
besar meliputi keperluan untuk memenuhi kebutuhan penduduk yang makin
bertambah jumlahnya dan meningkatnya tuntutan akan mutu kehidupan yang
lebih baik [ CITATION Fit17 \l 1033 ].

2.2 Hutan Mangrove

Kata mangrove berasal dari kata mangue (bahasa Portugis) yang berarti
tumbuhan, dengan grove (bahasa Inggris) yang berarti belukar [ CITATION
Mac68 \l 1033 ]. Sementara itu dalam literatur lain disebutkan bahwa istilah
mangrove berasal dari kata mangi-mangi (bahasa Melayu Kuno). Hutan mangrove
adalah suatu kelompok jenis tumbuhan berkayu yang tumbuh disepanjang garis
pantai tropis dan subtropis yang terlindung dan memiliki semacam bentuk lahan
pantai dengan tipe tanah anaerob [ CITATION Sne78 \l 1033 ].

Istilah mangrove sering kali dianggap sama dengan bakau. Padahal di


beberapa literatur kedua istilah tersebut merujuk pada hal yang berbeda. Bakau
merupakan istilah bahasa Indonesia dan juga Malaysia yang mengacu pada
sekelompok tanaman yang berasal dari genus Rhizophora. Contohnya Rhizophora

5|Institut Teknologi Sumatera


apiculata, Rhizophora mucronata, Rhizophora stylosa, dan lain-lain. Sedangkan
mangrove mengacu pada semua jenis tanaman yang tumbuh di sekitar garis pantai
dan bisa hidup di lingkungan yang bersalinitas tinggi. Termasuk di dalamnya
berabagai jenis pohon bakau. Jadi di sini cukup jelas perbedaannya, bakau
termasuk ke dalam salah satu jenis mangrove. Fungsi hutan mangrove sendiri,
yaitu menahan aberasi, membentuk lahan baru, mencegah intrusi air laut,
menyediakan makanan dan material, serta sumber keanekaragaman hayati.

Di Indonesia mangrove tumbuh di atas tanah lumpur aluvial di daerah


pantai atau muara sungai yang dipengaruhi pasang surut air laut. Jenis-jenis
mangrove yang tumbuh di Indonesia antara lain Aicennia, Sonneratia,
Rhizophora, Bruguiera, Ceriops, Lumnitzera, Excoecaria, Xylocarpus, Aegiceras,
Scyphyphora dan Nypa [ CITATION Soe87 \l 1033 ]. Meski wilayah sebaran hutan
mangrove cukup luas, hanya mangrove tropis yang memiliki densitas spesies
tinggi. Lebih dari sepertiga luasan mangrove tropis ada di Asia Tenggara. Dari
jumlah itu yang masuk wilayah Indonesia mencapai lebih dari 80%. Sehingga
Indonesia menjadi negara dengan hutan mangrove terluas.

Berdasarkan hasil inventarisasi dan identifikasi hutan mangrove yang


dilaksanakan oleh Balai Pengelolaan DAS Musi tahun 2006, luas potensial hutan
mangrove di provinsi Sumatera Selatan adalah sekitar 1.693.110,10 hektar.
Kondisi hutan mangrove tersebut dalam kategori rusak berat dan sedang adalah
seluas sekitar 1.484.724,42 hektar atau 87,69 %, sedangkan yang masih baik
seluas 208.387,68 hektar atau 12,31%. Kawasan mangrove di Kabupaten
Banyuasin telah berkurang sebanyak 20.546,5 ha selama periode 1992 s/d 2003.

6|Institut Teknologi Sumatera


BAB III METODOLOGI

3.1 Data yang Digunakan

Data yang digunakan dalam penelitian ini, antara lain:

1. Peta administrasi Kabupaten Banyuasin, Provinsi Sumatera Selatan skala


1:50.000 dari BIG;
2. Data SHP persebaran hutan mangrove di seluruh dunia dari Global Forest
Watch.

3.2 Metode Penelitian

3.2.1 Alur Pikir

Sumatera Selatan memiliki luas hutan


mangrove terbesar ketiga di Indonesia

Tetapi, Kawasan mangrove di Kabupaten Latar


Banyuasin telah berkurang Belakang

Mengetahui perubahan
lahan hutan mangrove

Pengumpulan data

Pengolahan data Proses

Overlay

Perubahan Luas Lahan


Hutan Mangrove di Hasil
Kabupaten Banyuasin

7|Institut Teknologi Sumatera


3.2.2 Kajian Literatur
Untuk mengetahui perubahan luasan lahan hutan mangrove di
kabupaten Banyuasin adalah dengan melakukan identifikasi variabel.
Variabel tersebut didapat dengan memotong wilayah yang akan
diidentifikasikan luasan perubahan lahannya dan di overlay, sehingga akan
menghasilkan peta persebaran hutan mangrove di Kabupaten Banyuasin,
Provinsi Sumatera Selatan.

3.2.3 Wilyah Penelitian


Wilayah penelitian yang dijadikan tempat untuk mengetahui
perubahan lahan hutan mangrove di Provinsi Sumatera Selatan adalah di
Kabupaten Banyuasin.

3.2.4 Variabel Penelitian


Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah persebaran hutan
mangrove dan luas lahan.

3.2.5 Pengolahan Data dan Peta


Semua data yang diperoleh akan disusun dan diolah dengan
menggunakan perangkat lunak berbasis Sistem Informasi Geografis, yaitu
ArcGIS 10.3, dimana data tersebut akan menjadi visualisasi peta yang
mengandung database spasial.

a. Pembuatan Peta Tematik


1. Peta administrasi Kabupaten Banyuasin, Provinsi Sumatera Selatan
yang bersumber dari BIG, digunakan untuk menampilkan batas
administrasi dan sungai.

8|Institut Teknologi Sumatera


2. Peta persebaran hutan mangrove dari Global Forest Watch, dibuat
dengan melakukan clip pada wilayah yang akan diidentifikasikan
perubahan luas lahannya

3.2.6 Metode Analisis


Analisis perubahan lahan dapat dilakukan dengan cara
membandingkan luasan area hutan mangrove dari data persebaran hutan
mangrove tahun 1996, 2007, 2010, dan 2016.

3.2.7 Analisis Data


Analisis data yang digunakan pada penelitian ini adalah analisis
overlay (tumpang tindih). Overlay dilakukan pada peta persebaran hutan
mangrove mulai tahun 1996, 2007, 2010, dan 2016. Hasil dari analisis
overlay adalah wilayah-wilayah yang saling tumpang tindih. Wilayah-
wilayah yang telah di overlay tersebut kemudian dibuatkan kolom atribut
baru mengenai luasan area. Sehingga dapat dibandingkan luasan area yang
didapatkan untuk diketahui seberapa besar perubahan lahan yang terjadi.

9|Institut Teknologi Sumatera


BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

4.1 Kondisi Fisik

Letak Geografis Kabupaten Banyuasin terletak pada posisi antara 1,30°-


4,0° Lintang Selatan dan 104° 00’ – 105° 35’ Bujur Timur yang terbentang mulai
dan bagian tengah Propinsi Sumatera Selatan sampai dengan bagian Timur
dengan luas wilayah seluruhnya 11.832,99 Km2 atau 1.183.299 Ha.

Secara geografis Kabupaten Banyuasin berbatasan dengan:

 Sebelah Utara : Propinsi Jambi, Kabupaten Musi Banyuasin, den Selat


Bangka.
 Sebelah Selatan : Kabupaten Muara Enim, Kabupaten Ogan Komering
Ilir,dan Kota Palembang.
 Sebelah Barat : Kabupaten Musi Banyuasin.
 Sebelah Timur : Selat Bangka dan Kabupaten Ogan Komering Ulu.

Kabupaten Banyuasin memiliki topografi 80% wilayah datar berupa lahan


rawa pasang surut dan rawa lebak, sedangkan yang 20% lagi berombak sampai
bergelombang berupa lahan kering dengan sebaran ketinggian 0-40 meter diatas
permukaan laut.

Lahan rawa pasang surut terletak di sepanjang Pantai Timur sampai ke


pedalaman meliputi wilayah Kecamatan Muara Padang, Makarti Jaya, Muara
Telang, Banyuasin II, Pulau Rimau, Air Saleh, Muara Sugihan, sebagian
Kecamatan Talang Kelapa, Betung dan Tungkal Ilir.

Lahan rawa lebak terdapat di Kecamatan Rantau Bayur, sebagian


Kecamatan Rambutan, sebagian kecil Kecamatan Banyuasin I. sedangkan lahan
kering dengan topografi agak bergelombang terdapat di sebagian besar Kecamatan
Betung, Banyuasin III, Talang Kelapa dan sebagian kecil kecamatan Rambutan.

10 | I n s t i t u t T e k n o l o g i S u m a t e r a
4.2 Kondisi Administratif

Kabupaten Banyuasin memiliki wilayah seluas 11.832,99 Km2 dan terbagi


menjadi 19 kecamatan. Kecamatan terluas yaitu Kecamatan Banyuasin II dengan
wilayah seluas 3.632,4 Km2 atau sekitar 30,70% dari luas wilayah Kabupaten
Banyuasin. Kecamatan dengan luas terkecil adalah Sumber Marga Telang dengan
wilayah seluas 174,89 Km2 atau sekitar 1,48% dari luas wilayah Kabupaten
Banyuasin.

4.3 Kondisi Demografi

Penduduk Kabupaten Banyuasin tahun 2017 berjumlah 833.625 jiwa,


meningkat dari jumlah penduduk tahun 2016 sebesar 822.575 jiwa. Jumlah
penduduk terbanyak berada di kecamatan Talang Kelapa sebesar 136.910 jiwa,
sedangkan kecamatan Suak Tapeh merupakan kecamatan dengan jumlah
penduduk terkecil sebesar 18.277 jiwa. Rasio jenis kelamin kabupaten Banyuasin
pada tahun 2017 sebesar 104,05%. Hal ini berarti bahwa dari setiap 100 penduduk
perempuan terdapat 104 penduduk laki-laki.

4.4 Kondisi Perekonomian

Letak Geografis Kabupaten Banyuasin yang demikian yang menempatkan


Kabupaten Banyuasin pada posisi potensial dan strategis dalam hal perdagangan
dan industri, maupun pertumbuhan sektor-sektor pertumbuhan baru. Kondisi ini
dan posisi Kabupaten Banyuasin dengan ibukota Pangkalan Balai yang tenletak di
Jalur Lintas Timur.

Selain itu Kabupaten Banyuasin merupakan daerah penyelenggara


pertumbuhan Kota Palembang terutama untuk sektor industri. Disisi lain bila
dikaitkan dengan rencana kawasan industri dan pelabuhan Tanjung Api-api
Kabupaten Banyuasin sangat besar peranannya bagi kabupaten di sekitarnya
sebagai pusat industri hilir, jasa distribusi produk sumber daya alam baik

11 | I n s t i t u t T e k n o l o g i S u m a t e r a
pertanian, kehutanan, perikanan dan kelautan, dan pertambangan sehingga akan
melahirkan kembali kemasyuran Bandar Sriwijaya milik Kabupaten Banyuasin.

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

Menentukan luas perubahan lahan hutan mangrove dapat dilakukan


beberapa metode dalam pengolahan data, misalnya menggunakan data citra
penginderaan jauh atau menggunakan data yang sudah diolah dalam bentuk SHP.
Dalam penelitian ini, menentukan luas perubahan lahan hutan mangrove
menggunakan data SHP persebaran mangrove di seluruh dunia. Kemudian di
overlay dengan batas administrasi menggunakan software ArcMap 10.3 sehingga
dapat dimunculkan atribut baru, yaitu berupa luasan area atau polygon. Hal ini
harus dilakukan pada data SHP masing-masing tahun. Sehingga dari sinilah dapat
dilakukan perbandingan perubahan lahan hutan mangrove dalam kurun waktu 20
tahun antara 1996-2016.

Dalam rentang waktu 20 tahun antara 1996-2016, data yang digunakan


untuk menentukan perubahan lahan hutan mangrove, yaitu data tahun 1996, 2007,
2010, 2015, dan 2016. Penggunaan data berdasarkan tahun-tahun tersebut
dikarenakan tersedianya data SHP hutan mangrove pada wilayah tersebut.
Berdasarkan hasil peta yang telah dilakukan overlay, pada tahun 1996 hutan
mangrove di Kabupaten Banyuasin memiliki luas sekitar 137210,359 ha. Pada
tahun 2007 hutan mangrove di Kabupaten Banyuasin memiliki luas sekitar
136384,7052 ha. Pada tahun 2010 hutan mangrove di Kabupaten Banyuasin
memiliki luas sekitar 137086,1296 ha. Pada tahun 2015 hutan mangrove memiliki
luas sekitar 136092,4235 ha. Sedangkan pada tahun 2016 hutan mangrove
memiliki luas sekitar 133822,3258 ha. Jadi, dalam rentang waktu 20 tahun antara
1996-2016 telah terjadi penurunan luas lahan hutan mangrove di Kabupaten
Banyuasin, Provinsi Sumatera Selatan sekitar 3388,0332 ha.

Faktor yang mempengaruhi hal tersebut bisa dikarenakan faktor


pertumbuhan penduduk di Kabupaten Banyuasin. Berdasarkan BPS tahun 2005,
jumlah penduduk Kabupaten Banyuasin termasuk Kabupaten/Kota dengan

12 | I n s t i t u t T e k n o l o g i S u m a t e r a
penduduk terbanyak ke tujuh di Propinsi Sumatera Selatan. Berdasarkan estimasi
jumlah penduduk akhir tahun 2005 Kabupaten Banyuasin mencapai 475.793
jiwa. Sedangkan BPS tahun 2016, Penduduk Kabupaten Banyuasin tahun 2016
berjumlah 811.501 jiwa, sedangkan jumlah penduduk tahun 2014 adalah 799.998
jiwa.

13 | I n s t i t u t T e k n o l o g i S u m a t e r a
BAB VI KESIMPULAN

Setelah menggunakan metode analisis overlay dengan konsep SIG,


didapatkan informasi bahwa dalam rentang waktu 20 tahun antara 1996-2016
telah terjadi penurunan luas lahan hutan mangrove di Kabupaten Banyuasin,
Provinsi Sumatera Selatan sekitar 3388,0332 ha. Terdapat banyak faktor yang
dapat menyebabkan perubahan lahan hutan mangrove, misalnya pertumbuhan
penduduk di Kabupaten Banyuasin.

14 | I n s t i t u t T e k n o l o g i S u m a t e r a
DAFTAR PUSTAKA

ATR, K. (1990). Undang-Undang No. 24 Tahun 1990 Tentang Tata Ruang.


Jakarta.

Fitrianingsih, E. (2017). Tinjauan Terhadap Alih Fungsi Tanah Pertanian ke Non


Pertanian (Permukiman) di Kecamatan Tomoni Kabupaten Luwu Timur.
Skripsi Fakultas Hukum, 15-16.

Macnae, W. (1968). A General Account of the Fauna and Flora of Mangrove


Swamps and Forests in the Indo-West-Pacific Region. London Academic
Press, 73-270.

Sandy, I. M. (1995). Tanah, Muka Bumi. FMIPA Universitas Indonesia:


Indograph Bakti.

Snedaker, S. (1978). Mangroves: Their Value and Perpetuation. Nature and


Resources.

Soerianegara. (1987). Masalah Penentuan Batas Lebar Jalur Hijau Hutan


Mangrove. Jakarta: Prosiding Seminar III Ekosistem Mangrove.

Wibisono, P. (2018). Tinjauan Umum Tentang Lahan. UMM.

15 | I n s t i t u t T e k n o l o g i S u m a t e r a
LAMPIRAN

Peta 1. Peta Persebaran Hutan Mangrove Tahun 1996 Kabupaten Banyuasin, Provinsi
Sumatera Selatan

16 | I n s t i t u t T e k n o l o g i S u m a t e r a
Peta 2. Peta Persebaran Hutan Mangrove Tahun 2007 Kabupaten Banyuasin, Provinsi
Sumatera Selatan

Peta 3. Peta Persebaran Hutan Mangrove Tahun 2010 Kabupaten Banyu Asin, Provinsi
Sumatera Selatan

17 | I n s t i t u t T e k n o l o g i S u m a t e r a
Peta 4. Peta Persebaran Hutan Mangrove Tahun 2015 Kabupaten Banyuasin, Provinsi
Sumatera Selatan

Peta 5. Peta Persebaran Hutan Mangrove Tahun 2016 Kabupaten Banyuasin, Provinsi
Sumatera Selatan

18 | I n s t i t u t T e k n o l o g i S u m a t e r a
19 | I n s t i t u t T e k n o l o g i S u m a t e r a

Anda mungkin juga menyukai