Anda di halaman 1dari 3

Unsur - Unsur Sistem Hukum Nasional Dalam UUDNRI 1945 .

1. Struktur Hukum (Legal Structure)

Pembenahan terhadap struktur hukum lebih difokuskan pada penguatan


kelembagaan dengan meningkatkan profesionalisme hakim dan staf peradilan serta
kualitas sistem peradilan yang terbuka dan transparan; menyederhanakan sistem
peradilan, meningkatkan transparansi agar peradilan dapat diakses oleh masyarakat
dan memastikan bahwa hukum diterapkan dengan adil dan memihak pada kebenaran;
memperkuat kearifan lokal dan hukum adat untuk memperkaya sistem hukum dan
peraturan melalui pemberdayaan yurisprudensi sebagai bagian dari upaya pembaruan
materi hukum nasional. Dalam kaitannya dengan pembenahan struktur hukum ini,
langkah-langkah yang diterapkan adalah:

a. Menumbuhkan kembali kepercayaan masyarakat pada sistem hukum dan kepastian


hukum.

Kurangnya independensi lembaga penegak hukum yang terjadi selama kurun


waktu silam membawa dampak besar dalam sistem hukum. Intervensi berbagai
kekuasaan lain terhadap kekuasaan yudikatif telah mengakibatkan terjadinya
partialitas dalam berbagai putusan, walaupun hal seperti ini menyalahi prinsip-prinsip
impartialitas dalam sistem peradilan telah mengakibatkan degradasi kepercayaan
masyarakat kepada sistem hukum maupun hilangnya kepastian hukum.

b. Penyelenggaraan proses hukum secara transparan dan dapat


dipertanggungjawabkan (akuntabilitas).

Akuntabilitas lembaga hukum tidak dilakukan dengan jelas, baik kepada siapa atau
lembaga mana lembaga tersebut harus bertanggung jawab maupun tata cara
bagaimana yang harus dilakukan untuk memberikan pertanggungjawabannya,
sehingga memberikan kesan proses hukum tidak transparan. Hal ini juga berkaitan
dengan “budaya” para penegak hukum dan masyarakatnya, sebagai contoh kurangnya
informasi mengenai alur atau proses beracara di pengadilan sehingga hal tersebut
sering dipakai oleh oknum yang memanfaatkan hal tersebut untuk menguntungkan
dirinya sendiri. Kurangnya bahkan sulitnya akses masyarakat dalam melakukan
pengawasan terhadap penyelenggaraan peradilan membuka kesempatan terjadinya
penyimpangan kolektif di dalam proses peradilan sebagaimana dikenal dengan istilah
mafia peradilan yang sampai saat ini tiada kunjung dapat teratasi, oleh kerena itu
sangat diperlukan penetapan langkah-langkah prioritas dalam pembenahan lembaga
peradilan.

c. Pembenahan dan peningkatan sumber daya manusia di bidang hukum.

Secara umum, kualitas sumber daya manusia di bidang hukum, dari mulai para
peneliti hukum, perancang peraturan perundang-undangan sampai tingkat pelaksana
dan penegak hukum masih perlu peningkatan, termasuk dalam hal memahami dan
berperilaku responsif gender. Rendahnya kualitas sumber daya manusia di bidang
hukum juga tidak terlepas dari belum mantapnya sistem pendidikan hukum yang ada.
Selain itu telah menjadi rahasia umum bahwa proses seleksi maupun kebijakan
pengembangan sumber daya manusia di bidang hukum yang diterapkan banyak
menyimpang yang akhirnya tidak menghasilkan SDM yang berkualitas. Hal ini pula
yang memberikan berpengaruh besar terhadap memudarnya supremasi hukum serta
semakin menambah ketidakpercayaan masyarakat terhadap sistem hukum yang ada.

2. Budaya Hukum (Legal Culture)

Unsur yang ketiga dalam arah kebijakan politik hukum nasional adalah
meningkatkan budaya hukum antara lain melalui pendidikan dan sosialisasi berbagai
peraturan perundang-undangan. Hal ini bertujuan untuk menumbuhkan kembali
budaya hukum yang sepertinya “semakin hari semakin memudar” (terdegradasi).
Apatisme dan menurunnya tingkat appresiasi masyarakat pada hukum dewasa ini
sudah sangat mengkhawatirkan, maraknya kasus main hakim sendiri, pembakaran
para pelaku kriminal, pelaksanaan sweeping oleh sebagian anggota masyarakat
bahkan di depan aparat penegak hukum merupakan gambaran nyata semakin
menipisnya budaya hukum masyarakat. Sehingga konsep dan makna hukum sebagai
instrumen untuk melindungi kepentingan individu dan sosial hampir sudah
kehilangan bentuknya yang berdampak pada terjadinya ketidakpastian hukum ”yang
tercipta” melalui proses pembenaran perilaku salah dan menyimpang bahkan hukum
sepetinya hanya merupakan instrumen pembenar bagi ”perilaku salah”, seperti
sweeping yang dilakukan oleh kelompok masa, oknum aparat yang membacking
orang atau kelompok tertentu, dan lain sebagainya.

Tingkat kesadaran masyarakat terhadap hak, kewajibannya, dan hukum sangat


berkaitan dengan (antara lain) tingkat pendidikan dan proses sosialisasi terhadap
hukum itu sendiri. Di lain pihak kualitas, profesionalisme, dan kesadaran aparat
penegak hukum juga merupakan hal mutlak yang harus dibenahi. Walaupun tingkat
pendidikan sebagian masyarakat masih kurang memadai, namun dengan kemampuan
dan profesionalisme dalam melakukan pendekatan dan penyuluhan hukum oleh para
praktisi dan aparatur ke dalam masyarakat, sehingga pesan yang disampaikan kepada
masyarakat dapat diterima secara baik dan dapat diterapkan apabila masyarakat
menghadapi berbagai persoalan yang terkait dengan hak dan kewajibannya serta
bagaimana menyelesaikan suatu permasalahan sesuai dengan jalur hukum yang benar
dan tidak menyimpang.

3. Substansi Hukum (Legal Substance)

Pembenahan substansi hukum merupakan upaya menata kembali materi hukum


melalui peninjauan dan penataan kembali peraturan perundang-undangan untuk
mewujudkan tertib perundang-undangan dengan memperhatikan asas umum dan
hirarki perundang-undangan dan menghormati serta memperkuat kearifan lokal dan
hukum adat untuk memperkaya sistem hukum dan peraturan melalui pemberdayaan
yurisprudensi sebagai bagian dari upaya pembaruan materi hukum nasional. Hal ini
yang akan dibahas selanjutnya karena materi ini merupakan bagian dari politik
perundang-undangan

Anda mungkin juga menyukai