Anda di halaman 1dari 23

Akhmad Purbo Sudiro, SH.

,MH
FH UNDIP
Cara Pembentukan
 Masih tergantung pd kebiasaan masing2
negara sesuai dengan ketentuan konstitusi
masing2
 Tidak ada keseragaman ttg tata cara
(prosedur) pembentukan PI
Persyaratan
1. Harus dilakukan oleh wakil yg berkuasa
penuh untuk dapat berunding, menerima
dan mengesahkan suatu PI atas nama
negara yg diwakilinya dan dalam hal apa
diperlukan adanya full powers
2. Hrs mll tahap perundingan dan perlu
ditentukan ttg caara penerimaan dan
pengesahan naskah perjanjian
Persyaratan (lanjutan)
3. Hrs dinyatakan scr tegas ttg cara suatu negara
dapat menyatakan persetujuan (consent)nya
untuk mengikatkan diri pd suatu perjanjian,
yaitu dng penandatanganan (signature),
pertukaran instrumen ratifikasi, pernyataan
ikut serta (accession), dll
4.Harus ditentukan perihal waktu antara
penandatanganan dan mulai berlakunya
perjanjian
Siapa yg dimaksud dengan Negara
 Piagam PBB dan Konvensi Jenewa mengenai
HK Laut : “ State for the purpose of
International Law” (tanpa menutup
kemungkinan suatu negara bagian turut serta
dalam pembentukan suatu PI yg bersifat
umum, sejauh Hnnya memperbolehkan)
 Dalam hal ini termasuk “dependent State”
(sejauh kapasitasnya untuk turut serta diakui
oleh HI)
 Dapatkah suatu negara menyatakan keberatan atas
persetujuan yg telah diberikan oleh wakil yg berkuasa
penuh dng alasan bhw persetujuan tsb bertentangan
dng ketentuan2 hukum nasionalnya sendiri?
 Lihat Pasal 46 Konvensi (menolak tindakan dari suatu
neg untuk menggunakan peraturan2 hk nasionalnya
sbg alasan untuk menolak persetujuan yg telah
diberikan oleh wakilnya itu, kec bila persetujuan
(consent) itu melanggar suatu peraturan hk nasional
yg sangat fundamental
 Untuk menentukan peraturan HK nasional yg mana
yg bersifat fundamental, diserahkan pd penilaian
negara2 ybs
Dasar Hukum
 Pasal 11 UUD 1945 : Pembuatan PI merupakan
kewenangan Presiden sbg Kepala Negara
 UU NO. 24 Tahun 2000 tentang PI, meskipun
tdk sepenuhnya memuat seluruh kaidah yang
hidup di dunia internasional berdasarkan
Konvensi Wina 1969 (sifatnya saling
melengkapi)
 Pembuatan PI termasuk pengikatan diri thd PI
dilakukan oleh pemerintah RI (tdk
membedakan antara Kepala Pemerintahan
dengan Kepala Negara)
Kewenangan membuat PI
 Dalam lingkup NKRI : Pemerintah RI (Pemerintah
saja yg memiliki kewenangan mewakili negara
dalam rangka menjalin komitmen dengan subjek
HI lainnya)….lihat Pasal 4 ayat (1)
 Kewajiban bagi para pihak pada perjanjian untuk
melaksanakan perjanjian dengan itikad baik
(lihat juga Pasal 26 Konvensi Wina 1969)
 Pasal 4 ayat (2) UU NO. 24 thn 2000 : prinsip
kesetaraan, persamaan kedudukan bagi para
pihak dalam perjanjian, saling menguntungkan,
berpedoman kpd kepentingan nasional dan
memperhatikan keberlakuan HN dan HI
Tahapan Pembuatan PI
Dasar Hukum : Pasal 6 UU No. 24 Thn 2000
1. Penjajagan
2. Perundingan
3. Perumusan Naskah Perjanjian
4. Penerimaan
5. Penandatanganan
Lembaga Pemrakarsa
Pasal 5 UU No. 24 Thn 2000 : Lembaga
Pemrakarsa haruslah Lembaga Negara dan
Lembaga Pemerintah , baik departemen
maupun non-departemen , di tk pusat dan
daerah yg memiliki rencana untuk membuat PI
Amandemen UUD 1945 : lembaga pemrakarsa
tdk lagi ,merujuk pd satu lembaga namun dapat
lebih dr satu lembaga
Lembaga Pemrakarsa (lanjutan)
 Prakarsa/inisiatif membuat PI bukan berasal dr
institusi pemerintah dlm arti umum, tetpi berasal dr
unit2 atau lembaga2 yg mjd bagian pemerintahan
 Lembaga Pemerintah : tdk hanya lembaga pd tk
pusat , tetapi jg daerah ( sblm dikonsultasikan dan
dikoordinasikan dengan Menlu, hrs lebih dulu
memenuhi prosedur internal di daerah )
 Prakarsa membuat PI perlu mendapat
pertimbangan dan pendapat DPRD terkait
 Untuk kerjasama internasional oleh Pemda hrs
terlebih dulu mendapatkan persetujuan DPRD tsb
Persoalan
 Pasal 4 UU No. 24/2000 : Pemerintah RI membuat PI
dengan satu neg atau lebih, OI , atau subjek HI lain
 Apakah lembaga non-eksekutif dpt bertindak atas
nama neg untuk mjd pihak dalam PI? (neg tdk lg mjd
lembaga tunggal pembuat PI?)
 Praktik : sifat PI yg dibuat “administrative
Agreements” ( kerjasama administrasi,
pengembangan kapasitas, pertukaran informasi) yg
mjd tupoksi dr kesekjenan lembaga ybs
 Menggunakan kaidah pembuatan PI mnrt UU no.
24/2000 (kewenangan msh berada kewenangan Pem
RI)
Penentuan Lembaga Pemrakarsa
 Jk materi suatu perjanjian mrpkn kewenangan dr
suatu kementerian, mk kementerian tsb yg mjd
lembaga pemrakarsa
 Jk materi bersifat lintas kementerian mk dipilih
kementerian yg plg tinggi bobot keterlibatan
fungsinya dlm pelaksanaan perjanjian
 Jk materi perjanjian bukan milik kementerian atau
lembaga non –kementerian , mk Kementerian
Luar Negeri akan bertindak sbg lembaga
pemrakarsa
KOORDINASI
 Maksud : menyamakan persepsi dlm menghadapi pihak
asing agar selaras dng politik LN dan kepentingan
nasional
 Untuk mengkoordinasikan inisiatif2 tsb, UU menetapkan
Menlu sbg pelaksana hubungan politik LN untuk
berfungsi sbg lembaga konsultasi dalam pembuatan PI
yg diprakarsai oleh lembaga2 pemerintah
 Untuk PI yg dibuat oleh Daerah : hrs terlebih dulu
memenuhi prosedur internal (lihat UU ttg Pemda)
 Lihat Pasal 5 ayat (1) UU No. 24 Tahun 2000 tentang PI
PERSOALAN : BGMN SEBENARNYA KEDUDUKAN
MENLU?
FUNGSI KEMLU dlm MEKANISME KONSULTASI DAN
KOORDINASI
1. POLITIS : perjanj tdk bertentangan dng
Politik LN dan kebijakan LN Pemerintah
Pusat pd umumnya
2. KEAMANAN : Perjanjian tdk berpotensi
mengancam stabilitas dan keamanan DN
3. YURIDIS : perjanjian tsb dpt
dipertanggungjawabkan scr yuridis, baik
mnrt HN maupun HI
4. TEKNIS : perjanjian tdk bertentangan dng
kebijakan teknis dr pemerintah
Kedudukan Menlu berkaitan dng PI
 Menlu bersama2 dng Kepala Negara dan Kepala
Pemerintah memiliki status khusus dan ditandai
dengan imunitas yg bersifat melekat pd jabatan
tsb (ratio personae)
 Pasal 7 (2) Konvensi Wina 1969 : kedudukan
khusus Menlu untuk mengikatkan negaranya pd
PI diakui oleh HI
 Menlu adalh pejabat yg tdk memerlukan “Full
Power” (surat kuasa) dlm membuat PI
 Menlu tdk semata2 sbg bag dr pem, namun jg sbg
Menteri yg melaks kewenangan Presiden sbg
Kepala Negara !!!
SURAT KUASA (FULL POWERS)
 Lembaga Full Powers mrpkn pemberian kuasa
oleh negara ( Presiden sbg Kepala Negara) dan
bukan oleh Pemerintah RI
 Dlm hukum Pi tdk dikenal adanya praktik bhw
negara dpt mendelegasikan kpd subjek HI lain
untuk bertindak atas nama negara tsb dlm suatu
PI yg materinya mjd wewenang neg tsb
 Contoh: Persoalan “TREATY MAKING POWERS”
oleh ASEAN
FULL POWERS mnrt KONVENSI WINA 1969
 Mencakup perbuatan untuk berunding dan otentifikasi
naskah yg tdk dicakup dlm UU (krn UU membedakan
Surat Kuasa dengan “CREDENTIALS” yg diartikan sbg
untuk menghadiri, merundingkan dan/atau menerima
hasil akhir suatu pertemuan internasional)
 Konvensi tdk mengenal instrumen “CREDENTIALS”
krn sdh tercakup dlm SURAT KUASA
 Konvensi tdk mensyaratkan Kepala Perwakilan
(Dubes) untuk mendapatkan Surat Kuasa krn Dubes
sdh memiliki Surat Kuasa yg bersumber dr Surat
Credentials yg diserahkan kpd Kepala Negara
Akreditasinya (shg dianggap sah mewakili neg-nya)
FULL POWERS mnrt UU NO. 24 thn 2000
 UU membedakan Surat Kuasa dan Credentials
 UU tdk menempatkan Kepala Perwakilan (Dubes)
sbg pejabat yg tdk membutuhkan Surat Kuasa
untuk menerima naskah PI yg dibuat oleh
Indonesia dng negara/OI akreditasinya
 UU tdk mensyaratkan adanya Surat Kuasa jk PI
tsb menyangkut kerjasama teknis sbg
pelaksanaan dr perjanjian yg sdh berlaku dan
materinya berada dlm lingkup kewenangan suatu
lembaga negara atau lembaga pemerintah, baik
departemen maupun non-departemen.
Kewenangan ASEAN
1. Hubungan antara seluruh anggota ASEAN dng
pihak ketiga dimana status negara anggota adalah
sbg subjek HI yg berdiri sendiri
a. PI yg dibuat dlm kerangka ini adalah perjanjian
multilateral antar negara2 anggota yg
personalitasnya berdiri sendiri dng neg pihak
ketiga
b. Consent to be bound tdk mungkin didelegasikan
kpd Sekjen ASEAN
Contoh : (7 Maret 1980) the Cooperation Agreement
between the Member Countries of ASEAN and the
EEC
Kewenangan ASEAN (lanjutan)
2.Hubungan antara ASEAN sbg subjek HI (ASEAN
SECRETARIAT) yg terlepas dr negara anggotanya dng
pihak ketiga
a. Kedudukan negara anggota ASEAN sbg komponen organ
ASEAN
b. ASEAN sbg satu organisasi yg terpisah dr personalitas negara2
anggotanya dpt membuat PI atas namanya sendiri dan scr
prinsip tdk mengikat neg2 anggota
c. Jika materi perjanjian bersentuhan dng kewenangan negara
anggota, mk neg anggota dilibatkan sbg pihak pd perjanjian
(MIXED AGREEMENTS)
Argumentasi : di satu pihak tdpt kewenangan neg anggota yg sdh
didelegasikan kpd organisasi, di sisi lain pihak organisasi tdk memenuhi
syarat untuk mengemban seluruh hak dan kewajiban yg timbul dr perjanjian
tsb
Penyimpangan
 Terdapat perjanjian dng pihak ketiga yg mengikat
seluruh negara ASEAN tetapi ditandatangani oleh
Sekjen/Pejabat salah satu anggota untuk dan atas
nama negara2 anggota (pelanggaran thd Prinsip PI)
Contoh :
 ASEAN-China MoU on Cultural Cooperation
(ditandatangani oleh Sekjen ASEAN)
 MoU between the Governments of the Member
Countries of the ASEAN and the Government of
Australia on the ASEAN-Australia Economic
Cooperation Programme (AAECP) (ditandatangani oleh
Surin Pitsuwan, Deputy Minister of Foreign Affairs,
Acting Minister of Foreign Affairsnof Thailand)
Pelanggaran Prinsip PI
1. Pacta Tertiis nec nosent nec prosunt ( mengakibatkan
persyaratan “consent to be bount by a treatyoleh
Indonesia sesuai ketentuan Pasal 11 Konvensi Wina 1969
blm terpenuhi)
2. Prinsip “Full power for expressing the consent of the state
to be bound by a treaty ( maka berarti Sekjen ASEAN hrs
memperoleh full power dr Indonesia) …bertentangan dng
UU NO. 24/2000
3. Prinsip Kedaulatan dan Yurisdiksi Negara ( neg2 anggota
tdk dlm kapasitas hk untuk meratifikasi PI yg tdk
ditandatangani oleh Pem RI dan sbg neg pihak tdk
memiliki kewenangan scr lsg untuk melakukan tindakan
hkm yg berkaitan dng perjanjian tsb)

Anda mungkin juga menyukai