Anda di halaman 1dari 3

Nama : Krisna Hidayatullah Ibnu Hartoyo

NIM : 11010115140255
Kelas : Hukum Perjanjian Internasional (B)

PROSES PENGESAHAN PERJANJIAN INTERNASIONAL


MENJADI UNDANG-UNDANG DI INDONESIA

Proses Ratifikasi Hukum Internasional Menurut UU no 5 Tahun 2000

Menurut pasal 5 UU No. 24 tahun 2000 , pembuatan perjanjian harus didahului dengan
konsultasi dan koordinasi dengan menteri luar negeri dan posisi pemerintah harus dituangkan
dalam suatu pedoman delegasi.

Pembuatan pedoman delegasi diangap perlu agar terciptanya keseragaman posisi delegasi
republik indonesia dan delegasi dan koordinasi antar departemen lembaga pemerintahan
dalam pembuatan perjanjian internasional. Perundingan suatu perjanjian nasional dilakukan
oleh delegasi RI yang dipimpin oleh menteri atau pejabat lain sesuai dengan materi perjanjian
dan lingkup kewenangan masing masing.

Tahapan dalam pembuatan perjanjian adalah penjajakan , perundingan , perumusan naskah ,


penerimaan dan penandatanganan. Penandatangan suatu perjanjian internasional merupakan
persetujuan atas naskah yang yang dihasilkan dna merupakan pernyataan untuk mengikatkan
diri secara definitif.

Pembuatan perjanjian dapat dilakukan dengan surat kuasa penu. Surat kuasa penuh diperlukan
bagi seseorang yang mewakili pemerintahan untuk menerima atau menandatangani surat
naskah, sedangkan presiden dan menteri tidak memerlukan dokumen tersebut.Surat kuasa
dikeluarkan oleh menteri luar negeri sesuai dengan praktik internasional yang telag
dikukuhkan dalam Konvensi Wina tahun 1996. Di samping itu ada pula dokumen lain , yaitu
surat kepercayaan yang dikeluarkan oleh menteri luar negeri untuk menghadiri ,
merundingkan , atau menerima hasil akhir suatu pertemuan internasional. Surat kuasa tidak
diperlukan jika penandatanganan suatu perjanjian internasional hanya bersifat kerjasama
teknis sebagai pelaksanaan perjanjian yang sudah berlaku.

Proses Ratifikasi Hukum Internasional Menurut UU no 24 Tahun 2000 Tentang


Perjanjian Internasional

Hubungan luar negeri dan kerjasama internasional yang dilakukan oleh pemerintah
Republik Indonesia dengan negara lain ,organisasi internasional , dan subyek-subyek hukum
internasional lain, secara umum diwujudkan dalam bentuk perjanjian internasional. Hal ini
sesuai dengan isi Pembukaan UUD 1945 . Disamping itu, perjanjian internasional merupakan
pelaksanaan pasal 11 uud 1945 dan perubahannya (1999).
Indonesia sebagai Negara merdeka dan berdaulat , melaksanakan hubungan luar negeri
serta kerjasama internasional berdasarkan pada asas kesamaan derajat, saling menghormati dan
saling tidak mencampuri urusan dalam negeri masing- masing , sejalan dengan amanat
Pancasila dan UUD 1945. Pedoman yang digunakan untuk membuat dan mengesahkan
perjanjian internasional di Indonesia sebelum tahun 2000 terdapat dalam Surat Presiden No .
2826/HK/1960 tanggal 22 Agustus 1960 , yang mengatur mengenai pengesahan melalui
undang- undang atau Keputusan Presiden. Sebelum UU No. 21 Tahun 2000 berlaku masih
terdapat kesimpang siuran dan belum terdapat keseragaman dan pedoman yang jelas mengenai
tata cara pembuatan dan pengesahan perjanjian internasional. Hal ini disebabkan oleh karena
tidak adanya peraturan perundang- undangan sebagai pelaksana ketentuan Pasal 11 UUD 1945
, yang ada hanya Surat Presiden No . 2826/HK/1960 Kepada ketua Dewan Perwakilan Rakyat
mengenai penafsiran terhadap Pasal 11 UUD 1945 khususnya tentang masalah substansi
perjanjian internasional , dan perjanjian internasional yang membutuhkan persetujuan dan
pengesahan oleh Dewan Perwakilan ,dan perjanjian internasional yang cukup disampaikan
untuk diketahui saja oleh DPR.
Proses Ratifikasi Perjanjian Internasional Menurut Pasal 11 UUD 1945

Pasal 11 UUD 1945 menyatakan bahwa presiden dengan persetujuan dewan perwakilan
rakyat menyatakan perang , membuat perdamaian , dan perjanjian dengan negara lain

Untuk menjamin kelacaran dalam pelaksanaan kerjasam antara pemerintah dan DPR seperti
dalam pasal 11 UUD 1945 , harus diperhatikan hal hal berikut :

A) presiden dengan persetujuan dewan perwakilan rakyat menyatakan perang membuat


perdamaian dan perjanjian dengan negara lain

B) presiden dalam membuat perjanjian internasional lainya yang dapat menimbulkan akibat
lus dan mendasar bagi kehidupan rakyat yang terkait dengan beban keuangan negara ,
dan/atau mengharuskan perubahan atau pembentukan undang undang harus dengan
persetujuan DPR

C) ketentuan lebih lanjut tentang perjanjian internasional diatur dengan undang undang

Berdasarkan hal tersebut , hanya perjanjian perjanjian yang penting ( treaty ) yang
disampaikan kepada DPR , sedangkan perjanjian lain ( aggrement) akan disampaikan kepada
DPR hanya untuk diketahui. pasal 11 UUD 1945 tidak menentukan bentuk yuridis dari
persetujuan DPR oleh karena itu , tidak ada keharusan bagi DPR untuk memberikan
persetujuanya dalam bentuk Undang Undang.

Sesuai dengan pertimbangan tersebut , pemerintah daapt berpendapat bahwa perjanjian yang
harus disampaikan kepada DPR mendapat persetujuan sebelum disahkan oleh presiden ialah
perjanjian perjanjian yang lazimnya berbentuk treaty dan mengandaung materi sebagai
berikut :

1. Persoalan politik atau persoalan yang dapat mempengaruhi haluan politik negara ,
seperti perjanjian persehabatan , perjanjian perubaan wilayah , atau penetapan tapal
batas
2. Ikatan ikatan yang sedemikian rupa sifatnya dapat mempengaruhi haluan politik negara
, perjanjin kerjasama ekonomi , atau pinjaman uang.
3. Persoalan yang menurut UUD atau menurut sistem perundang undangan haru diatur
dengan undang undang seperti persoalan kewarganegaraan dan persoalan kehakiman.

Anda mungkin juga menyukai