Anda di halaman 1dari 2

1.

Pada umunya treaty contract dimaksudkan perjanjian seperti suatu kontrak atau perjanjian
hukum perdata yang hanya mengakibatkan hak dan kewajiban antara para pihak yang
mengadakan perjanjian itu. Sedangkan law making treaties adalah perjanjian yang meletakan
kaidah atau ketentuan hukum bagi masyarakat internasional sebagai keseluruhan. Perbedaan
antara treaty contract dan law making treaties jelas nampak apabila dilihat dari pihak yang
tidak turut serta dalam perundingan yang melahirkan perjanjian tersebut. Pihak ketiga
umumnya tidak dapat turut serta dalam treaty contract. Sedangkan pada law making treaties
selalu terbuka bagi pihak lain yang semula tidak ikut serta dalam perjanjian, kerena yang di
atur dalam perjanjian itu merupakan masalah umum yang mengenai semua anggota
masyarakat internasional.

Berdasarkan pengertian diatas dan membaca penuh artikel tentang perjanjian tersebut
menurut saya perjanjian tersebut tergolong kedalam perjanjian internasional yang treaty
contract. Hal ini dikarenakan perjanjian tersebut berisikan hak dan kewajiban antara
pemerintah Indonesia dan pemerintah Mozambik dalam hal perjanjian dagang Bilateral. Yang
mana hal ini tidak mengakibatkan hukum bagi masyarakat internasional.

2. Seorang menteri dapat menandatangani suatu perjanjian internasional hal ini berlandaskan


hukum sebagai berikut :

Dalam UUD Negara RI Tahun 1945 : Pasal 11 ayat (1) : Presiden dengan persetujuan Dewan
Perwakilan Rakyat menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan negara
lain.

Pasal 11 ayat (2) : Presiden dalam membuat perjanjian internasional lainnya yang
menimbulkan akibat yang luas dan mendasar bagi kehidupan rakyat yang terkait dengan
beban keuangan negara, dan/atau mengharuskan perubahan atau pembentukan undang-
undang harus dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.

Pasal (3) ayat (3) : Ketentuan lebih lanjut tentang perjanjian internasional diatur dengan
undang-undang. (UUD Perubahan IV 10 Agustus 2002).

Mengingat perjanjian antar negara biasanya memerlukan full power dari Presiden kepada
menteri negara, dalam undang-undang Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian
Internasional ada format ketentuan full power untuk kementerian/lembaga :

Pasal 1 ayat (3) : Surat Kuasa (Full Powers) adalah surat yang dikeluarkan oleh Presiden atau
Menteri yang memberkan kuasa kepada satu atau beberapa orang yang mewakili Pemerntah
Republik Indonesia untuk menandatangani atau menerima naskah perjanjian, menyatakan
persetujuan negara untuk mengikatkan diri pada perjanjian, dan/atau penyelesaikan hal-hal
yang diperlukan dalam pembuatan perjanjian internasional

Pasal 7 ayat (1) : Seseorang yang mewakili Pemerintah Republik Indonesia, dengan tujuan
menerima atau menandatangani naskah suatu perjanjian atau mengikatkan diri pada
perjanjian internasional, memerlukan Surat Kuasa;
Pasal 7 ayat (2) Pejabat yang tidak memerlukan Surat Kuasa sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 1 Angka 3 adalah:

a. Presiden; dan

b. Menteri.

Pasal 7 ayat (3) : Satu atau beberapa orang yang menghadiri, merundingkan, dan/atau
menerima hasil akhir suatu perjanjian internasional, memerlukan Surat Kepercayaan.

Pasal 7 ayat (4) : Surat Kuasa dapat diberkan secara terpisah atau disatukan dengan Surat
Kepercayaan, sepanjang dimungkinkan, menurut ketentuan dalam suatu perjanjian
internasional atau pertemuan internasional.

Anda mungkin juga menyukai