Anda di halaman 1dari 5

Nama:Moh. Farhat B.

Manaba

Nim: D 101 21 405

Praktik Pembuatan Perjanjian Internasional di Indonesia

A. Tahapan Pembuatan Perjanjian Internasional di Indonesia

Tahapan pembuatan perjanjian internasional, praktiknya di Indonesia yakni


sesuai ketentuan Pasal 6 ayat (1) UU Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian
Internasional, yaitu:

1. Tahap Penjajakan
Penjajakan merupakan tahap awal yang dilakukan oleh kedua pihak yang
berunding mengenal kemungkinan dibuatnya suatu perjanjian internasional;

Kementerian Pertanian (Pusat Kerjasama Luar Negeri, Sekretariat Jenderal)


dapat sebagai inisiator untuk mengusulkan pembuatan perjanjian internasional ke
Negara mitra atau sebaliknya sebagai yang menerima usulan pembuatan perjanjian
internasional. Baik sebagai pihak yang mengusulkan atau menerima usulan saling
menjajaki pembuatan perjanjian internasional sesuai dengan potensi yang dimiliki
masing-masing pihak;

2. Tahap Perundingan
Perundingan merupakan tahap kedua untuk membahas substansi dan
masalah-masalah teknis yang akan disepakati dalam perjanjian internasional;

3. Tahap Perumusan Naskah


Perumusan naskah merupakan tahap merumuskan rancangan suatu
perjanjian internasional;
Sekretariat Jenderal (Pusat Kerjasama Luar Negeri) mengkoordinasikan
penyusunan konsep perjanjian internasional berdasarkan masukan dari unit eselon
I. Apabila naskah perjanjian internasional tersebut melibatkan Kementerian lain
atau lembaga pemerintah lainnya, maka dapat dilakukan koordinasi inter
kementerian melalui surat menyurat atau mengadakan rapat inter kementerian;
Setelah naskah perjanjian internasional dirumuskan dalam
bentuk draft/counter draft, kemudian dikonsultasikan dan dikoordinasikan dengan
Kementerian Luar Negeri melalui Direktorat Jenderal Hukum dan Perjanjian
Internasional (HPI) dan/atau unit regional atau multilateral di Kementerian Luar
Negeri untuk diminta tanggapan/masukan dan/atau disampaikan
ke counterpart melalui KBRI di Negara counterpart. Pada tahapan ini pihak
Indonesia dan pihak counterpart menyusun draft dan counter draft perjanjian
internasional;

4. Tahap Penerimaan
Penerimaan merupakan tahap menerima naskah perjanjian yang telah
dirumuskan dan disepakati oleh para pihak. Dalam perundingan bilateral,
kesepakatan atas naskah awal hasil perundingan dapat disebut “Penerimaan” yang
biasanya dilakukan dengan membubuhkan paraf pada naskah perjanjian
internasional oleh ketua delegasi masing-masing. Dalam perundingan multilateral,
proses penerimaan (acceptance/ approval) biasanya merupakan tindakan
pengesahan suatu negara pihak atas perubahan perjanjian internasional;
Hasil akhir dari penyusunan draft dan counter draft ini adalah suatu draft
finalperjanjian internasional yang jika diperlukan, diparaf oleh para pihak sebelum
ditandatangani;

5. Tahap Penandatanganan
Penandatanganan merupakan tahap akhir dalam perundingan bilateral untuk
melegalisasi suatu naskah perjanjian internasional yang telah disepakati oleh kedua
pihak. Untuk perjanjian multilateral, penandatanganan perjanjian internasional
bukan merupakan pengikatan diri sebagai Negara pihak. Keterikatan terhadap
perjanjian internasional dapat dilakukan melalui pengesahan ratification/ accession/
acceptance/ approval.
Penandatanganan suatu perjanjian internasional yang menyangkut kerja
sama teknis sebagai pelaksanaan dari perjanjian yang sudah berlaku dan materinya
berada dalam lingkup kewenangan suatu lembaga negara atau lembaga pemerintah,
baik Departemen maupun non Departemen dilakukan tanpa memerlukan surat
kuasa (pasal 7 ayat 5);Seseorang yang mewakili Pemerintah Indonesia dengan
tujuan menerima atau menandatangani naskah suatu perjanjian atau mengikatkan
diri pada perjanjian internasional memerlukan Full Powers (pasal 7 ayat 1).
Pada perundingan multilateral, dalam “Rules of Procedures” mensyaratkan
adanya Surat Kepercayaan / Credentials (pasal 7 ayat 1) bagi delegasi yang
menghadiri perundingan tersebut, maka instansi pemrakarsa mengajukan
permintaan kepada Kementerian Luar Negeri untuk menerbitkan Surat
Kepercayaan dengan melampirkan nama, jabatan, dan kedudukan pejabat dalam
susunan pejabat tersebut. Hal ini mutlak diperlukan untuk menunjukkan bahwa
pejabat tersebut merupakan wakil yang ditunjuk secara sah oleh Pemerintah
Republik Indonesia;
Sekretariat Jenderal (Pusat Kerjasama Luar Negeri) berkoordinasi dengan
Kementerian Luar Negeri dalam penyiapan (Full Powers) untuk penandatangan
perjanjian internasional. Bila secara substansi (draft final PI) dan prosedural (Full
Powers) telah selesai, maka perjanjian internasional tersebut dapat ditandatangani
oleh kedua belah pihak;
Perjanjian internasional berlaku setelah dilakukan penandatanganan, atau
perjanjian internasional tersebut berlaku setelah pertukaran Nota Diplomatik (Pasal
15 ayat 1);

B. Praktik Ratifikasi di Indonesia

Dari sudut pandang Indonesia pengesahan perjanjian internasional diatur di


dalam Undang-Undang No. 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional.
Undang-undang tersebut mengatur tata cara pengesahan suatu perjanjian
internasional sesuai dengan jenis perjanjiannya. Di Indonesia, pengesahan
perjanjian internasional menjadi hukum positif Indonesia menggunakan sistem
campuran, yakni oleh badan eksekutif dan legislatif dalam bentuk undang-undang
atau keputusan presiden sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 9 ayat (2)
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2000.
Pengesahan/ratifikasi perjanjian internasional dalam bentuk undang-
undang diatur oleh Direktorat Perjanjian Politik, Keamanan dan Kewilayahan
Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia. Sedangkan yang menangani
pengesahan/ratifikasi dalam bentuk keputusan presiden adalah Direktorat
Perjanjian Ekonomi dan Sosial Budaya Kementerian Luar Negeri Republik
Indonesia.
Pengesahan perjanjian internasional dilakukan dengan undang-undang
apabila berkenaan dengan :
a. Masalah politik, perdamaian, pertahanan dan keamanan negara;
b. Perubahan wilayah atau penetapan batas wilayah negara Republik
Indonesia;
c. Kedaulatan atau hak berdaulat negara;
d. Hak asasi manusia dan lingkungan hidup;
e. Pembentukan kaidah hukum baru;
f. Pinjaman dan/atau hibah luar negeri.

Selanjutnya Pasal 11 ayat 1 Undang-Undang Perjanjian Internasional


mengatur pengesahan perjanjian internasional yang materinya tidak termasuk
materi sebagaimana diatur di dalam Pasal 10, dilakukan dengan keputusan
presiden. Terkait bentuk pengesahan ini maka setidaknya ada tiga peraturan yang
menjadi dasar yaitu : UU No. 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional, UU
No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, dan
Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2005 tentang Tata Cara Mempersiapkan
Rancangan Undang-Undang, Rancangan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-
Undang, Rancangan Peraturan Pemerintah dan Rancangan Peraturan Presiden.

C. Penyimpanan Naskah Perjanjian

Perjanjian Internasional yang telah ditandatangani oleh Pemerintah


Republik Indonesia berdasarkan Pasal 17 UU Perjanjian Internasional harus
disimpan di TREATY ROOM pada Direktorat Perjanjian Ekososbud Kementerian
Luar Negeri. Salinan Naskah Resmi perjanjian akan didaftarkan pada Sekjen PBB
sesuai dengan Pasal 102 Piagam PBB.

Contoh:
1. Perjanjian antara Indonesia-Australia mengenai garis batas wilayah antara
Indonesia dengan Papua New guinea yang ditandatangani di Jakarta, 12
Februari 1973 dalam bentuk agreement. Namun, karena pentingnya materi
yang diatur dalam agreement tersebut, maka pengesahannya memerlukan
persetujuan DPR dan dituangklan ke dalam bentuk UU, yaitu UU No.6
Tahun 1973;
2. The United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS)
(Konvensi Hukum Laut Tahun 1982) yang diratifikasi melalui Undang-
Undang No. 17 Tahun 1985, tetap memerlukan Undang-Undang No. 6
Tahun 1996 tentang Perairan;
3. Convention on Psychotropic Substances 1971 (Konvensi Psikotropika
Tahun 1971) yang disahkan (diratifikasi) melalui Undang-Undang No. 8
Tahun 1996, masih memerlukan Undang-Undang No. 5 Tahun 1997 tentang
Psikotropika.

Anda mungkin juga menyukai