Manaba
1. Tahap Penjajakan
Penjajakan merupakan tahap awal yang dilakukan oleh kedua pihak yang
berunding mengenal kemungkinan dibuatnya suatu perjanjian internasional;
2. Tahap Perundingan
Perundingan merupakan tahap kedua untuk membahas substansi dan
masalah-masalah teknis yang akan disepakati dalam perjanjian internasional;
4. Tahap Penerimaan
Penerimaan merupakan tahap menerima naskah perjanjian yang telah
dirumuskan dan disepakati oleh para pihak. Dalam perundingan bilateral,
kesepakatan atas naskah awal hasil perundingan dapat disebut “Penerimaan” yang
biasanya dilakukan dengan membubuhkan paraf pada naskah perjanjian
internasional oleh ketua delegasi masing-masing. Dalam perundingan multilateral,
proses penerimaan (acceptance/ approval) biasanya merupakan tindakan
pengesahan suatu negara pihak atas perubahan perjanjian internasional;
Hasil akhir dari penyusunan draft dan counter draft ini adalah suatu draft
finalperjanjian internasional yang jika diperlukan, diparaf oleh para pihak sebelum
ditandatangani;
5. Tahap Penandatanganan
Penandatanganan merupakan tahap akhir dalam perundingan bilateral untuk
melegalisasi suatu naskah perjanjian internasional yang telah disepakati oleh kedua
pihak. Untuk perjanjian multilateral, penandatanganan perjanjian internasional
bukan merupakan pengikatan diri sebagai Negara pihak. Keterikatan terhadap
perjanjian internasional dapat dilakukan melalui pengesahan ratification/ accession/
acceptance/ approval.
Penandatanganan suatu perjanjian internasional yang menyangkut kerja
sama teknis sebagai pelaksanaan dari perjanjian yang sudah berlaku dan materinya
berada dalam lingkup kewenangan suatu lembaga negara atau lembaga pemerintah,
baik Departemen maupun non Departemen dilakukan tanpa memerlukan surat
kuasa (pasal 7 ayat 5);Seseorang yang mewakili Pemerintah Indonesia dengan
tujuan menerima atau menandatangani naskah suatu perjanjian atau mengikatkan
diri pada perjanjian internasional memerlukan Full Powers (pasal 7 ayat 1).
Pada perundingan multilateral, dalam “Rules of Procedures” mensyaratkan
adanya Surat Kepercayaan / Credentials (pasal 7 ayat 1) bagi delegasi yang
menghadiri perundingan tersebut, maka instansi pemrakarsa mengajukan
permintaan kepada Kementerian Luar Negeri untuk menerbitkan Surat
Kepercayaan dengan melampirkan nama, jabatan, dan kedudukan pejabat dalam
susunan pejabat tersebut. Hal ini mutlak diperlukan untuk menunjukkan bahwa
pejabat tersebut merupakan wakil yang ditunjuk secara sah oleh Pemerintah
Republik Indonesia;
Sekretariat Jenderal (Pusat Kerjasama Luar Negeri) berkoordinasi dengan
Kementerian Luar Negeri dalam penyiapan (Full Powers) untuk penandatangan
perjanjian internasional. Bila secara substansi (draft final PI) dan prosedural (Full
Powers) telah selesai, maka perjanjian internasional tersebut dapat ditandatangani
oleh kedua belah pihak;
Perjanjian internasional berlaku setelah dilakukan penandatanganan, atau
perjanjian internasional tersebut berlaku setelah pertukaran Nota Diplomatik (Pasal
15 ayat 1);
Contoh:
1. Perjanjian antara Indonesia-Australia mengenai garis batas wilayah antara
Indonesia dengan Papua New guinea yang ditandatangani di Jakarta, 12
Februari 1973 dalam bentuk agreement. Namun, karena pentingnya materi
yang diatur dalam agreement tersebut, maka pengesahannya memerlukan
persetujuan DPR dan dituangklan ke dalam bentuk UU, yaitu UU No.6
Tahun 1973;
2. The United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS)
(Konvensi Hukum Laut Tahun 1982) yang diratifikasi melalui Undang-
Undang No. 17 Tahun 1985, tetap memerlukan Undang-Undang No. 6
Tahun 1996 tentang Perairan;
3. Convention on Psychotropic Substances 1971 (Konvensi Psikotropika
Tahun 1971) yang disahkan (diratifikasi) melalui Undang-Undang No. 8
Tahun 1996, masih memerlukan Undang-Undang No. 5 Tahun 1997 tentang
Psikotropika.