Pendahuluan
Ratifikasi atau pengesahan yang dimaksudkan dalam tulisan ini adalah
Ratifikasi Perjanjian Internasional oleh badan-badan yang berwenang me-
nurut ketiga Undang-Undang Dasar Indonesia: UUD 1949 (Konstitusi
R.I.S .), UUD 1950 dan UUD 1945. Masalah praktek ratifikasi menurut UUD
Indonesia bukanlah masalah baru yang belum diperbincangkan. Sudah ada
tulisan-tulisan ilmiah l maupun kar)'a-karya tulisan para mahasiswa Fakultas
Hukum yang telah membahas persoalan tersebut, sebagai salah satu persyarat-
an untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum . Namun demikian, menurut
hemal penulis, masih ada tempat untuk memperbincangkan masalah ini,
dengan memperbandingkan masalah praktek ratifikasi perjanjian internasio-
nal dari tiga Undang-Undang Dasar yang pernah berlaku da~ yang inasih
tetap berlaku. Perbincangan mengenai masalah tersebut, sepanjang penge-
tahuan penulis belum ada yang membahas.
Ratifikasi perjanjian Internasional diwujudkan melalui dua tahapan,
yaitu tahapan Hukum Nasional dan tahapan Hukum Internasional. Dalam
sistim pemerintahan yang demokratis, pengesahan perjanjian Internasional
oleh pemerintah, baru dapat dilaksanakan setelah mendapat persetujuan dari
parlemen . Setelah perjanjian Internasional mendapat pengesahan, kemudiitn
dimuat dalam dokumen ratifikasi. Tahapan Hukum Internasional dari per-
janjian bilateral adalah pertilkaran dokumen ratifikasi antara negara peserta
1. A . Hamid S. Auamimi S.H ., Pengesahan/ Ratifikasi perjanjian Internasional "diatur" oleh Konvensi Ke-
tatanegaraan, Majalah Hukum dan Pembangunan No.4 tahun ke XII Juli, 1982, Edy Suryono, Pralilek
Ratifikasi Perjanjian Internasional di Indonesia, Remaja Kerja C.V. , Bandung, 1984.
Juni 1990
218 Hukum dan Pembangunan
Pasal 174 :
Pemerincah memegang pengurusan hubungan luar negeri.
2. I.iha! Philip C. Jessup, Tri.ln~natlonal Law, New Ha\"cn, Yak Unh~r <; it} Pr ..'''~, !Q~6. Hal. ':: - .~. \l)re"
\kDougal and Harold lasswell. The Indcmirication and Appraisal of Dher,c ~y~tems of Public Order.
:'\.1yers McDougal and A~sociates Studies in World I)ublk- Order. Ne\\"Ha\t,:n. Yale Unh'er~ily rre~~. 1960,
Hal. 3-41.
Kebijaksanaan 219
Pasal 175 :
(1) Presiden mengadakan dan mensahkan segala perjanjian (traktat) dan per-
setujuan lain. Kecuali ditentukan lain dengan Undang-Undang Federal,
perjanjian arau persetujuan lain tidak disahkan melainkan jika sudah
disetujui dengan Undang-Undang;
(2) Masuk dalam dan memutuskan perjanjian dan persetujuan lain-lainnya
dilakukan oleh Presiden dengan Undang-Undang Federal.
Pasal 176 :
Berdasarkan perjanjian dan persetujuan yang disebut dalam pasal 175,
Pemerintah memasukkan Republik Indonesia ke dalam organisasi-organisasi
an/ar negara.
Juni 1990
220 Hukum dan Pembangunan
Pasal 120 :
(1) Presiden mengadakan dan mengesahkan perjanjian (traktat) dari per-
setujuan lain dengan negara-negara lain. Keeuali ditentukan lain dengan
Undang-Undang, perjanjian atau persetujuan lain tidak disahkan
meJainkan sesudah disetujui dengan Undang-Undang;
(2) Masuk dalam dan memuruskan perjanjian dan persetujuan lain, dilakukan
oleh Presiden hanya dengan kuasa Undang-Undang.
Pasal 121 :
Berdasarkan perjanjian dan perserujuan yang tersebut dalam pasal 120,
pemerintah memasukan Repub/ik Indonesia ke dalam organisasi-orgallisasi
ancar negara.
4. " ror. DR. J.H.A. t\lgl!mann . H ct. Slilill h:d ll van Indone\k. '1.\' , { 'itgen:rii \\' \ ',111 II t)~·\·e· · S ·
(i ra \c n ~ hage. B:l.I1dung.. 1955. hal. 59.
5. 93 -G.P.!U .N.-P.A ,. 2~ ~p1~mber 1950, dimual dalam United Natio~, Trl aty Scril!:<> \ '01. 71. ]Q50 , hal
I ~4-ISS.
Kebijaksanaan 221
lun; 1990
222 Hukum dan Pembangunan
Kurang lebih saw tahun setelah UUD 1945 berlaku kembali melalui
Dehit Presiden tertanggal5 Juli 1959, dirasakan perlu oleh Pemerintah untuk
memberikan penjelasan mengenai pengertian pasal 11 UUD 1945 pada Dewan
Perwakilan Rakyat. Karena i;i dari pasal 11 UUD 1945 adalah terlampau
singkat untuk dapat dijadikan kaidah operasional. Untuk keperluan penjelas-
an tersebut, Presiden Republik Indonesia mengirim surat pada Dewan Per-
wakilan Rakyat tertanggal22 Agustus 1960, No. 2826/Hk/60, perihal: Pem-
buatan Perjanjian-perjanjian dengan Negara lain.
lsi surat itu adalah sebagai berikllt :
1. Dengan ini diminta dengan hormat perhatian Saudara atas soal kerja sarna
antara Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat dalam rangka pasal
11 Undang-undang Dasar didalam hal mengadakan perjanjian-perjanjian
dengan negara lain .
Juni 1990
224 Hukum dan Pembangunan
8. SinH ' tam li Tua (ioe-hom _ "Pral..ld: Ralifikasi Pt-rjanjinn Imern asional dolam masa ke-mtl:lli ke U nJang~
U nda n~ lla\ar 19-'5 " (lah un 1960-Seplember 1977 ). Diaj ukan unluk me-menuhi ~cbagia n !>yaral uj ian !.:e-
sarjanaan. Fakuhas Hukum, Universitas Indonesia, Jakarta , 1978, hal. 82- i54 .
9. Ibid.
Juni 1990
226 Hukum dan Pembangunan
dengan 1988, dan ternyata dari 140 Perjanjian Internasional hanya 7 yang
disahkan dengan undang-undang.
Kebijalmmaan Pemerintah mengenai pengesahan perjanjian Internasio-
nal dapat diketahui dari penjelasan pejabat Direktorat Hukum, Departemen
Luar Negeri sebagai berikut :
• 10. Annie Bertha Simamora, Berturnpuk drafl Perjanjian Terkatung-katung. Dimana Ictak kemacet alln ya,
Sinar Harapan. 8 Oklober 197).
11. Ibid.
Kebijaksanaan 227
Kesimpulan
12. Moht ar Mas'oed, Ekonomi dan Strukwr Politik Orde Baru, 1966-1974, (LP3ES, Jakana, 1989, hal. 205).
13. Naskah Akademis peraturan-peraturan perundang-undangan tentang pembuatan dan ratifi kasi per-
janjian International. Kerja sarna Badan Pembinaan Hukum Nasional dengan Departemen Luar Negeri,
1979· 1980. hal. 123.
14. Mochtar Kusumaatmadja, Pengamar hukum Internasional, Buku I Bagian umum. Penerbit Binacipta,
Jakarta, 1989. hal. 123.
•••
Juni 1990