Anda di halaman 1dari 46

FORMAT PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PASIEN DENGAN CEDERA KEPALA

A. Konsep Dasar Penyakit Cedera Kepala


1. Definisi
a) Cedera kepala meliputi trauma kulit kepala, tulang tengkorak, dan otak, paling sering
terjadi dan merupakan penyakit neurologik yamg serius diantara penyakit neurology
dan merupakan proporsi epidemiologi sebagai hasil kecelakaan jalan raya (Smeltzer,
2001).
b) Cedera kepala adalah cedera kepala terbuka dan tertutup yang terjadi karena,
fraktur tengkorak, kombusio gegar serebri, kontusio memar, leserasi dan perdarahan
serebral subarakhnoid, subdural, epidural, intraserebral, batang otak (Doenges,
1999).
c) Trauma kepala adalah suatu trauma yang mengenai daerah kulit kepala, tulang
tengkorak atau otak yang terjadi akibat injury baik secara langsung maupun tidak
langsung pada kepala (Suriadi & Rita Yuliani, 2001).
d) Cedera kepala adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang disertai atau
tanpa disertai perdarahan interstitial dalam substansi otak tanpa diikuti terputusnya
kontinuitas otak (Muttaqin, 2008).
e) Cedera kepala adalah trauma mekanik yang terjadi pada kepala yang terjadi baik secara
langsung atau tidak langsung yang kemudian dapat berakibat kepada gangguan fungsi
neurologis, fisik, kognitif, psikososial, bersifat temporer atau permanen (Perdosi,
2007).
f) Adapun menurut Brain Injury Assosiation of America (2009), cedera kepala
adalah suatu kerusakan pada kepala, bukan bersifat congenital ataupun degeneratif,
tetapi disebabkan oleh serangan atau benturan fisik dari luar, yang dapat mengurangi
atau mengubah kesadaran yang mana menimbulkan kerusakan kemampuan kognitif
dan fungsi fisik.
Jadi dapat disimpulkan bahwa cedera kepala adalah suatu trauma pada kepala (kulit
kepala, tulang tengkorak, jaringan otak) yang disebabkan adanya trauma pada kepala baik
secara langsung maupun tidak langsung disertai atau tanpa perdarahan yang menyebabkan
terjadinya penurunan fungsi neurologis, fisik, kognitif, psikososial, bersifat temporer atau
permanen.

2. Etiologi
Rosjidi (2007), penyebab cedera kepala antara lain:
1. Kecelakaan, jatuh, kecelakaan kendaraan bermotor atau sepeda, dan mobil.
2. Kecelakaan pada saat olah raga, anak dengan ketergantungan.
3. Cedera akibat kekerasan.
4. Benda tumpul, kerusakan terjadi hanya terbatas pada daerah dimana dapat
merobek otak.
3. Kerusakan menyebar karena kekuatan benturan, biasanya lebih beratsifatnya.
4. Benda tajam, kerusakan terjadi hanya terbatas pada daerah dimana dapat
merobek otak, misalnya tertembak peluru atau benda tajam.

3. Pohon Masalah
4. Klasifikasi Cedera Kepala
Menurut, Brunner dan Suddarth, (2001) cedera kepala ada 2 macam yaitu:
a. Cedera kepala terbuka
Luka kepala terbuka akibat cedera kepala dengan pecahnya tengkorak atau luka
penetrasi, besarnya cedera kepala pada tipe ini ditentukan oleh massa dan bentuk dari
benturan, kerusakan otak juga dapat terjadi jika tulang tengkorak menusuk dan masuk
kedalam jaringan otak dan melukai durameter saraf otak, jaringan sel otak akibat benda
tajam/tembakan, cedera kepala terbuka memungkinkan kuman pathogen memiliki abses
langsung ke otak.
b. Cedera kepala tertutup
Benturan kranial pada jaringan otak didalam tengkorak ialah goncangan yang
mendadak. Dampaknya mirip dengan sesuatu yang bergerak cepat, kemudian serentak
berhenti dan bila ada cairan akan tumpah. Cedera kepala tertutup meliputi: kombusio gagar
otak, kontusio memar, dan laserasi.
Cedera kepala dapat diklasifikasikan atas berbagai hal. Untuk kegunaan praktis, tiga
jenis klasifikasi akan sangat berguna, yaitu berdasar mekanisme, tingkat beratnya cedera
kepala serta berdasar morfologi (american college of surgeon committe on trauma, 2004,
perdossi, 2007).
1) Berdasarkan mekanisme
a. Trauma tumpul : kecepatan tinggi (tabrakan otomobil), kecepatan rendah
(terjatuh, terpukul)
b. Trauma tembus : luka tembus peluru dan cedera tembus lainnya.
2) Berdasarkan tingkat keparahan
Biasanya cedera kepala berdasarkan tingkat keparahannya didasari atas GCS. Dimana
GCS ini terdiri dari tiga komponen yaitu :
a. Reaksi membuka mata (e)

Reaksi membuka mata Nilai

Membuka mata spontan 4

Buka mata dengan rangsangan suara 3

Buka mata dengan rangsangan nyeri 2

Tidak membuka mata dengan rangsangan nyeri 1

b. Reaksi berbicara (v)


Reaksi verbal Nilai
Komunikasi verbal baik, jawaban tepat 5
Bingung, disorientasi waktu, tempat dan ruang 4
Dengan rangsangan nyeri keluar kata-kata 3

Keluar suara tetapi tak berbentuk kata-kata 2


Tidak keluar suara dengan rangsangan apapun 1

c. Reaksi gerakan lengan / tungkai


Reaksi motoric Nilai
Mengikuti perintah 6
Melokalisir rangsangan nyeri 5
Menarik tubuhnya bila ada rangsangan nyeri 4
Reaksi fleksi abnormal dengan rangsangan nyeri 3
Reaksi ekstensi abnormal dengan rangsangan nyeri 2
Tidak ada gerakan dengan rangsangan nyeri 1

Dengan Glasgow Coma Scale (GCS), cedera kepala dapat diklasifikasikan menjadi:
1. Cedera Kepala Ringan (CKR)
Bila GCS 14-15 (kelompok resiko rendah). Dapat terjadi kehilangan kesadaran atau
amnesia tetapi kurang dari 30 menit. Tidak ada kontusio tengkorak, tidak ada
fraktur cerebral, hematoma.
2. Cedera kepala sedang (cks) :
Bila GCS 9-13 (kelompok resiko sedang). Kehilangan kesadaran dan atau amnesia
lebih dari 30 menit tetapi kurang dari 24 jam. Dapat mengalami fraktur tengkorak.
3. Cedera kepala berat (ckb) :
Bila gcs 3-8 (kelompok resiko berat). Kehilangan kesadaran dan atau terjadi
amnesia lebih dari 24 jam. Juga meliputi kontusio serebral, laserasi, atau hematoma
intrakranial.
3) Berdasarkan morfologi
 Fraktur tengkorak
Menurut american accreditation health care commission, terdapat 4 jenis fraktur
yaitu:
a. Simple : retak pada tengkorak tanpa kecederaan pada kulit.
b. Linear or hairline: retak pada kranial yang berbentuk garis halus tanpa
depresi, distorsi dan ‘splintering’.
c. Depressed: retak pada kranial dengan depresi ke arah otak.
d. Compound : retak atau kehilangan kulit dan splintering pada tengkorak. Selain
retak terdapat juga hematoma subdural (duldner, 2008).
 Lesi intracranial
- Fokal diakibatkan dari kerusakan local yang meliputi konsio
serebral dan hematom serebal, serta kerusakan otak sekunder yang disebabkan
oleh perluasan masa lesi, pergeseran otak.
- Difus : konkusi ringan, konkusi klasik, cedera aksonal difus.
 Cedera otak
a. Commotio cerebri (gegar otak)
Commotio cerebri (gegar otak) adalah cidera otak ringan karena terkenanya
benda tumpul berat ke kepala dimana terjadi pingsan < 10 menit. Dapat
terjadi gangguan yang timbul dengan tiba-tiba dan cepat berupa sakit kepala,
mual, muntah, dan pusing. Pada waktu sadar kembali, pada umumnya
kejadian cidera tidak diingat (amnezia antegrad), tetapi biasanya
korban/pasien tidak diingatnya pula sebelum dan sesudah cidera (amnezia
retrograddan antegrad).
b. Contusio cerebri (memar otak)
Merupakan perdarahan kecil jaringan akibat pecahnya pembuluh darah
kapiler. Hal ini terjadi bersama-sama denganrusaknya jaringan saraf/otak di
daerah sekitarnya. Di antara yang paling sering terjadi adalah kelumpuhan n.
Facialis atau n.hypoglossus, gangguan bicara, yang tergantung pada
lokalisasi kejadian cidera kepala. Contusio pada kepala adalah bentuk paling
berat, disertai dengan gegar otak encephalon dengan timbulnya tanda-tanda
koma, sindrom gegar otak pusat encephalon dengan tanda-tanda gangguan
pernapasan, gangguan sirkulasi paru - jantung yang mulai dengan
bradikardia, kemudian takikardia, meningginya suhu badan, muka merah,
keringat profus, serta kekejangan tengkuk yang tidak dapat dikendalikan
(decebracio rigiditas).

 Perdarahan intrakranial
Menurut price (2003:1174) cedera kepala diklasifikasikan sebagai berikut:
a. Hematoma epidural
Hematoma epidural sering terjadi di daerah parietotemporal akibat robekan arterial
mengineal media. Tanda dan gejala tampak bervariasi, penderita hematoepidural
yang khas memiliki riwayat cedera kepala dengan periode tidak sadar dalam jangka
waktu pendek, diikuti periode lusid.
b. Hematoma subdural
Pada umumnya hematoma subdural berasal dari vena. Hematoma ini timbul akibat
ruptur vena yang terjadi dalam ruangan subdural. Hematoma subdural dibagi lagi
menjadi tipe akut, subakut dan kronik yang memiliki gejala dan prognosis yang
berbeda-beda.
c. Hematoma subdural akut
Hematoma subdural akut menimbulkan gejala neurologik yang penting dan serius
dalam 24-48 jam setelah cedera. Hematoma subdural akut terjadi pada pasien yang
meminum obat antikoagulan terus menerus yang tampaknya mengalami trauma
kepala minor dan sering kali berkaitan dengan cedera deselerasi akibat kecelakaan
bermotor. Defisit neurologik progresif disebabkan oleh tekanan pada jaringan otak
dan herniasi batang otak ke dalam foramen magnum yang selanjutnya menimbulkan
tekanan. Keadaan ini cepat menimbulkan henti nafas dan hilangnya kontrol atas
denyut nadi dan tekanan darah.
d. Hematoma subdural subakut
Hematoma subdural subakut menyebabkan defisit neurologik bermakna dalam
jangka waktu lebih dari 48 jam tetapi kurang dari 2 minggu setelah cedera.
Hematoma ini disebabkan oleh pendarahan vena kedalam ruang subdural. Riwayat
klinis yang khas pada penderita ini adalah adanya trauma kepala yang menyebabkan
ketidakkesadaran, selanjutnya diikuti perbaikan status neurologik yang bertahap.
e. Hematoma subdural kronik
Trauma otak yang menjadi penyebab dapat sangat sepele atau terlupakan dan sering
kali akibat cedera ringan. Tanda dan gejala dari hematoma subdural kronik biasanya
tidak spesifik, tidak terlokalisasi dan dapat disebabkan oleh banyak proses penyakit
lain.
f. Hematoma subarachnoid
Perdarahan di dalam rongga subarachnoid akibat robeknya pembuluh darah dan
permukaan otak, hampir selalu ada pad cedera kepala yang hebat. Tanda dan gejala:
nyeri kepala, penurunan kesadaran, hemiparese, dilatasi pupil ipsilateral dan kaku
kuduk.
g. Hematoma intracerebralis
Terjadi karena pukulan benda tumpul di daerah korteks dan subkorteks yang
mengakibatkan pecahnya vena yang besar atau arteri pada jaringan otak. Paling
sering terjadi dalam subkorteks. Selaput otak menjadi pecah juga karena tekanan
pada durameter bagian bawah melebar sehingga terjadilah subduralis haematoma.
4) Berdasarkan Patofisiologi
 Cedera primer
Cedera yang terjadi akibat langsung dan trauma.
a. Kulit : vulnus laserasi hemaroma subkutan, hematoma sub galeal.
b. Tulang : fraktur linear, fraktur basis krani, fraktur inpresi (tertutup dan
terbuka).
c. Otak : cedera otak primer : robekan dural, consutio ringan, kontusio
sedang, berat : fokal dan difus laserasi atau robekan.
 Cedera sekunder
Cedera otak sekunder, cedera yang disebabkan komplikasi atau cedera sekunder lain
seperti: oedema otak, hipoksia otak, kelainan metabolik, kelainan saluran napas atau
pernapasan, hipotensi atau syok.
a. Oleh benda / serpihan tulang yang menembus jaringan otak misal :
kecelakaan, dipukul dan terjatuh.
b. Trauma saat lahir misal : sewaktu lahir dibantu dengan forcep atau
vacuum.
5. Gejala Klinis
Gejala-gejala yang ditimbulkan tergantung pada besarnya dan distribusicedera otak.
1. Cedera kepala ringan menurut Sylvia A (2005)
a. Kebingungan saat kejadian dan kebinggungan terus menetap setelah cedera.
b. Pusing menetap dan sakit kepala, gangguan tidur, perasaan cemas.
c. Kesulitan berkonsentrasi, pelupa, gangguan bicara, masalah tingkah laku
Gejala-gejala ini dapat menetap selama beberapa hari, beberapa minggu atau lebih
lama setelah konkusio cedera otak akibat trauma ringan.
2. Cedera kepala sedang, Diane C (2002)
a. Kelemahan pada salah satu tubuh yang disertai dengan kebinggungan atau
bahkan koma.
b. Gangguan kesedaran, abnormalitas pupil, awitan tiba-tiba deficit neurologik,
perubahan TTV, gangguan penglihatan dan pendengaran, disfungsi sensorik,
kejang otot, sakit kepala, vertigo dan gangguan pergerakan.
3. Cedera kepala berat, Diane C (2002)
a. Amnesia tidak dapat mengingat peristiwa sesaat sebelum dan sesudah
terjadinya penurunan kesehatan.
b. Pupil tidak aktual, pemeriksaan motorik tidak aktual, adanya cedera terbuka,
fraktur tengkorak dan penurunan neurologik.
c. Nyeri, menetap atau setempat, biasanya menunjukan fraktur.
d. Fraktur pada kubah kranial menyebabkan pembengkakan pada area tersebut.

6. Pemeriksaan diagnostic/penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium
 Agd : untuk mengetahui adanya masalah ventilasi atau oksigenasi perdarahan sub
arakhnoid.
 Kimia elektrolit darah : mengetahui ketidakseimbangan yang berperan dalam
peningkatan tik atau perubahan mental.
b. Radiology
 CT-Scan (tanpa atau dengan kontras) mengidentifikasi adanya hemoragik,
menentukan ukuran ventrikuler, pergeseran jaringan otak.
 MRI : sama dengan CT-Scan
 Angiografi serebral : menunjukkan kelainan sirkulasi serebral, seperti
pergeseran jaringan otak akibat edema, pendarahan, trauma.
 EEG : untuk memperlihatkan keberadaan atau berkembangnya gelombang
patologis.
 Sinar-X : untuk mendeteksi adanya perubahan struktur tulang (fraktur),
pergeseran struktur dari garis tengah (karena perdarahan) adanya fragmen
tulang.
 Baer : mengoreksi batas fungsi corteks dan otak kecil
 Pet : mendeteksi perubahan aktivitas metabolisme otak
 Screen toxicology : untuk mendeteksi pengaruh kanan intrkrani obat sehingga
menyebabkan penurunan kesadan.
 Myelogram : dilakukan untuk menunjukan vertebrae dan adanya bendungan
dari spinal aracknoid jika dicurigai.
 Thorax X-Ray :untuk mengidentifikasi keadaan pulmo.
c. Fungsi lumbal : CSS, dapat menduga kemungkinan adanya perdarahan sub arakhnoid.
d. Abgs: mendeteksi keberadaan ventilasi atau masalah pernapasan (oksigenisasi) jika
terjadi peningkatan tekanan intrakranial, screen toxicologi: untuk mendeteksi pengaruh
kanan intrkrani obat sehingga menyebabkan penurunan kesadan.
e. Pemeriksaan fungsi pernafasan: mengukur volume maksimal dari inspirasi dan
ekspirasi yang penting diketahui bagi penderita dengan cidera kepala dan pusat
pernafasan (medulla oblongata).

7. Penatalaksanaan medis
a. Penatalaksanaa
a. Kontusio ringan atau sedang biasanya diterapi dengan observasi dan tirah baring.
b. Dilakukan pembersihan/debridement dan sel-sel yang mati (secara bedah
terutama pada cedera kepala terbuka)
c. Dilakukan ventilasi mekanis
d. Untuk cedera kepala terbuka diperlukan antibiotika
e. Dilakukan metode-metode untuk menurunkan tekanan intrakranial termasuk
pemberian diuretik dan anti inflamasi
f. Meningkatkan pencegahan terutama jatuh, dorong untuk menggunakan alat
pengaman seperti helm,sabuk pengaman
g. Lakukan pengkajian neurologik
 Fungsi serebral ( kesadaran, orientasi, memori, bicara )
 TTV ( TD, nadi)
 Pupil (isokor, anisokor)
 Fungsi motorik dan sensorik
h. Kaji adanya cedera lain, terutama cedera servikal. Jangan memindahkan anak
sampai kemungkinan cedera servikal telah disingkirkan/ditangani. Tinggikan kepala tempat
tidur sampai 30 derajat jika tidak terdapat cedera servikal.
i. Pantau adanya komplikasi
 Pantau TTV dan status neurologist dengan sering
 Periksa adanya peningkatan TIK
 Periksa adanya drainase dari hidung dan telinga.
b. Pengobatan
1. Cairan intra vena diberikan secukupnya untuk resusitasi penderita agar tetap
normovolemik. Perlu diperhatikan untuk tidak memberikan cairan berlebih.
Penggunaan cairan yang mengandung glukosa dapat menyebabkan hyperglikemia
yang berakibat buruk pada otak yang cedera. Cairan yang dianjurkan untuk
resusitasi adalah nacl 0,9 % atau RL. Kadar natrium harus dipertahankan dalam
batas normal, keadaan hyponatremia menimbulkan odema otak dan harus dicegah
dan diobati.
2. Tindakan hyperventilasi harus dilakukan secara hati-hati, hiperventilasi dapat
menurunkan PCO2 sehingga menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah otak.
Hiperventilasi yang lama dan cepat menyebabkan iskemia otak karena perfusi otak
menurun PCO2 < 25 mmHg, hiperventilasi harus dicegah. Pertahankan level PCO2
pada 25 – 30 mmHg bila TIK tinggi.
3. Manitol diberikan dengan dosis 1 gram/kgBB bolus IV. Indikasi penderita koma
yang semula reaksi cahaya pupilnya normal, kemudian terjadi dilatasi pupil dengan
atau tanpa hemiparesis. Dosis tinggi tidak boleh diberikan pada penderita hypotensi
karena akan memperberat hypovolemia.
4. Barbiturat bermanfaat untuk menurunkan TIK. Tidak boleh diberikan bila terdapat
hypotensi dan fase akut resusitasi, karena barbiturat dapat menurunkan tekanan
darah.
5. Dapat diberikan alkaloid ergot (ergonovino) sebagai profilaksis.
6. Dapat diberikan phenothiazine.
7. Amitriptilin dan propanol untuk mengendalikan kecemasan yang berlebihan.
8. Menggunakan ergonovine amitriptilin dan propanol pada 100 pasien, 19 diperoleh
perbaikan yang nyata, 24 perbaikan sedang dan sisanya hanya sedikit perbaikan
atau tidak ada perubahan. Pemberian analgesic dapat mendukung, namun harus
dibatasi penggunaan hariannya.
9. Endemelasin (15 – 250 mg/hari) dan naproxen (1000 – 1500 mg/hari) berguna
untuk menghindari ketergantungan terhadap analgesik.
10. Metilprednisolon yang diberikan secara dini dan dalam dosis yang akurat, dapat
memperbaiki keadaan neurologis akibat efek inhibisi terjadinya reaksi peroksidasi
lipid. Dengan kata lain, metilprednisolon bekerja dengan cara:
 Menyusup masuk ke lapisan lipid untuk melindungi fosfolipid dan
komponen membran lain dari kerusakan.
 Mempertahankan kestabilan dan keutuhan membran.
 Mencegah perembetan kerusakan sel-sel lain di dekatnya.
 Mencegah berlanjutnya iskemia pascatrauma.
 Memutarbalikkan proses akumulasi kalsiun intraseluler.
 Menghambat pelepasan asam arakhidonat.

8. Komplikasi
Rosjidi (2007), kemunduran pada kondisi klien diakibatkan dari perluasan hematoma
intrakranial edema serebral progresif dan herniasi otak, komplikasi dari cedera kepala
adalah;
1. Edema pulmonal
Komplikasi yang serius adalah terjadinya edema paru, etiologi mungkin berasal dari
gangguan neurologis atau akibat sindrom distress pernafasan dewasa. Edema paru terjadi
akibat refleks cushing/perlindungan yang berusaha mempertahankan tekanan perfusi dalam
keadaan konstan. Saat tekanan intrakranial meningkat tekanan darah sistematik meningkat
untuk memcoba mempertahankan aliran darah keotak, bila keadaan semakin kritis, denyut
nadi menurun bradikardi dan bahkan frekuensi respirasi berkurang, tekanan darah semakin
meningkat. Hipotensi akan memburuk keadan, harus dipertahankan tekanan perfusi paling
sedikit 70 mmHg, yang membutuhkan tekanan sistol 100-110 mmHg, pada penderita
kepala. Peningkatan vasokonstriksi tubuh secara umum menyebabkan lebih banyak darah
dialirkan ke paru, perubahan permiabilitas pembulu darah paru berperan pada proses
berpindahnya cairan ke alveolus. Kerusakan difusi oksigen akan karbondioksida dari darah
akan menimbulkan peningkatan TIK lebih lanjut.
2. Peningkatan TIK
Tekanan intrakranial dinilai berbahaya jika peningkatan hingga 15 mmHg, dan
herniasi dapat terjadi pada tekanan diatas 25 mmHg. Tekanan darah yang mengalir dalam
otak disebut sebagai tekan perfusi rerebral. Yang merupakan komplikasi serius dengan
akibat herniasi dengan gagal pernafasan dan gagal jantung serta kematian.
3. Kejang
Kejang terjadi kira-kira 10% dari klien cedera otak akut selama fase akut. Perawat
harus membuat persiapan terhadap kemungkinan kejang dengan menyediakan spatel lidah
yang diberi bantalan atau jalan nafas oral disamping tempat tidur klien, juga peralatan
penghisap. Selama kejang, perawat harus memfokuskan pada upaya mempertahankan, jalan
nafas paten dan mencegah cedera lanjut. Salah satunya tindakan medis untuk mengatasi
kejang adalah pemberian obat, diazepam merupakan obat yang paling banyak digunakan
dan diberikan secara perlahan secara intavena. Hati-hati terhadap efek pada system
pernafasan, pantau selama pemberian diazepam, frekuensi dan irama pernafasan.
4. Kebocoran cairan serebrospinalis
Adanya fraktur di daerah fossa anterior dekat sinus frontal atau dari fraktur tengkorak
basilar bagian petrosus dari tulangan temporal akan merobek meninges, sehingga CSS akan
keluar. Area drainase tidak boleh dibersihkan, diirigasi atau dihisap, cukup diberi bantalan
steril di bawah 2. hidung atau telinga. Instruksikan klien untuk tidak memanipulasi hidung
atau telinga.
5. Koma
Penderita tidak sadar dan tidak memberikan respon disebut koma. Pada situasi ini,
secara khas berlangsung hanya beberapa hari atau minggu, setelah masa ini penderita akan
terbangun, sedangkan beberapa kasus lainya memasuki vegetative state atau mati penderita
pada masa vegetative statesering membuka matanya dan mengerakkannya, menjerit atau
menjukan respon reflek. Walaupun demikian penderita masih tidak sadar dan tidak
menyadari lingkungan sekitarnya. Penderita pada masa vegetative state lebih dari satu
tahun jarang sembuh.
6. Seizure
Penderita yang mengalami cedera kepala akan mengalami sekurang-kurangnya sekali
seizure pada masa minggu pertama setelah cedera. Meskipun demikian, keadaan ini
berkembang menjadi epilepsy.
7. Infeksi
Faktur tengkorak atau luka terbuka dapat merobekan membran (meningen) sehingga
kuman dapat masuk. Infeksi meningen ini biasanya berbahaya karena keadaan ini memiliki
potensial untuk menyebar ke sistem saraf yang lain.
8. Kerusakan saraf
Cedera pada basis tengkorak dapat menyebabkan kerusakan pada nervus facialis.
Sehingga terjadi paralysis dari otot-otot facialis atau kerusakan dari saraf untuk pergerakan
bola mata yang menyebabkan terjadinya penglihatan ganda.
9. Hilangnya kemampuan kognitif
Berfikir, akal sehat, penyelesaian masalah, proses informasi dan memori merupakan
kemampuan kognitif. Banyak penderita dengan cedera kepala berat mengalami masalah
kesadaran.
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
1) Riwayat kesehatan
Waktu kejadian, penyebab trauma, posisi saat kejadian, status kesadaran saat
kejadian, pertolongan yang diberikan segera setelah kejadian.
2) Pemeriksaan fisik
a. Sistem respirasi:
Suara nafas, pola nafas (kusmaull, cheyene stokes, biot, hiperventilasi, ataksik),
nafas berbunyi, stridor, tersedak, ronki, mengi positif (kemungkinan karena
aspirasi).
b. Kardiovaskuler:
Pengaruh perdarahan organ atau pengaruh PTIK
c. Kemampuan komunikasi:
Kerusakan pada hemisfer dominan, disfagia atau afasia akibat kerusakan saraf
hipoglosus dan saraf fasialis.
d. Psikososial:
Data ini penting untuk mengetahui dukungan yang didapat pasien dari keluarga.
e. Aktivitas/istirahat
S : Lemah, lelah, kaku dan hilang keseimbangan
O : Perubahan kesadaran, letargi, hemiparese, guadriparese, goyah dalam berjalan
(ataksia), cidera pada tulang dan kehilangan tonus otot.
f. Sirkulasi
O : Tekanan darah normal atau berubah (hiper/normotensi), perubahan frekuensi
jantung nadi bradikardi, takhikardi dan aritmia.
g. Integritas Ego
S : Perubahan tingkah laku/kepribadian
O : Mudah tersinggung, delirium, agitasi, cemas, bingung, impulsive dan depresi
h. Eliminasi
O : BAB/BAK inkontinensia/disfungsi.
i. Makanan/cairan
S : Mual, muntah, perubahan selera makan
O : Muntah (mungkin proyektil), gangguan menelan (batuk, disfagia).
j. Neurosensori
S : Kehilangan kesadaran sementara, vertigo, tinitus, kehilangan pendengaran,
perubahan penglihatan, diplopia, gangguan pengecapan/pembauan.
O : Perubahan kesadara, koma. Perubahan status mental (orientasi, kewaspadaan,
atensi dan kinsentarsi) perubahan pupil (respon terhadap cahaya), kehilangan
penginderaan, pengecapan dan pembauan serta pendengaran. Postur (dekortisasi,
desebrasi), kejang. Sensitive terhadap sentuhan / gerakan.
k. Nyeri/Keyamanan
S : Sakit kepala dengan intensitas dan lokai yang berbeda.
O : Wajah menyeringa, merintih, respon menarik pada rangsang nyeri yang hebat,
gelisah
l. Keamanan
S : Trauma/injuri kecelakaan
O : Fraktur dislokasi, gangguan penglihatan, gangguan ROM, tonus otot hilang
kekuatan paralysis, demam, perubahan regulasi temperatur tubuh.
m. Penyuluhan/Pembelajaran
Riwayat penggunaan alcohol/obat-obatan terlarang
(Doenges, 1999)
2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan agens cidera biologis kontraktur (terputusnya
jaringan tulang)
b. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan persepsi/kongnitif,
terapi pembatasan kewaspadaan keamanan mis tirah baring, immobilisasi
c. Kerusakan memori berhubungan dengan hipoksia, gangguan neurologis
d. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan obstruksi jalan nafas,
ditandai dengan dispnea
e. Resiko kekurangan vole cairan berhubungan dengan perubahan kadar elektrolit
serum (muntah)
f. Risiko ketidakseimbangan suhu tubuh berhubungan dengan trauma jaringan
otak
g. Resiko perdarahan berhubungan dengan trauma, riwayat jatuh
h. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan dengan penurunan
ruang untuk perfusi serebral, sumbatan aliran darah serebral
i. Resiko infeksi
j. Risiko cedera berhubungan dengan penurunan tingkat kesadaran, gelisah,
involunter dan kejang
k. Ansietas
3. Rencana Asuhan Keperawatan

No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

1 Nyeri Akut NOC : NIC :


 Pain level  Lakukan pengkajian
Definisi :Pengalaman
 Pain control nyeri secara
sensori dan emosional yang
 Comfort level komprehensif termasuk
tidak menyenangkan yang
lokasi, karakteristik,
muncul akibat kerusakan
furasi, frekuensi, kualitas
jaringan yang aktual atau Setelah dilakukan tindakan
dan faktor presipitasi
potensial atau digambarkan keperawatan selama ... x 24
 Observasi reaksi
dalam hal kerusakan jam. Pasien tidak mengalami
nonverbal dari
sedemikian rupa nyeri, dengan :
ketidaknyamanan
(International Association
Kriteria Hasil  Bantu pasien dan
for the Study of Pain),
keluarga untuk mrncari
awitan yang tiba-tiba atau  Mampu mengontrol nyeri
dan menemukan
lambat dari intensitas ringan (tahu penyebab nyer,
dukungan
hingga berat dengan akhir mampu menggunakan
teknik nonfarmakologi  Kontrol lingkungan yang
yang dapat diantisipasi atau
untuk mengurangi nyeri, dapat mempengaruhi
diprediksi dan berlangsung <
mencari bantuan) nyeri seperti suhu
6 bulan.
 Melaporkan bahwa nyeri rungan, pencahayaan dan
Batasan Karakteristik berkurang dnegan kebisingan
menggunakan  Kurangi faktor presipitasi
 Perubahan selera makan
manajemen nyeri nyeri
 Perubahan tekanan darah
 Mampu mengenali nyeri  Kaji tipe dan sumber
 Perubahan frekuensi
(skala, intensitas, nyeri untuk menentukan
jantung
frekuensi dan tanda intervensi
 Perubahan frekuensi
nyeri)  Ajarkan tentang teknik
pernapasan
 Menyatakan rasa nyaman non farmakologi : napas
 Laporan isyarat setelah nyeri berkurang dala, relaksasi, distraksi,
 Diafroesis  Tanda vital dalam kompres hangat/dingin
 Perilaku distraksi (mis, rentang normal  Berikan informasi
berjalan modar mandir,  Tidak mengalami tentang nyeri seperti
mencari orang lain gangguan tidur penyebab nyeri, berapa
dan/atau aktivitas lain,
lama nyeri akan
aktivitas yang berulang)
berkurang dan antisipasi
 Mengekspresikan perilaku ketidaknyamanan dari
(mis, gelisah, merengek, prosedur
menangis, waspada,
 Monitor vital sign
iritabilitas, mendesah)
sebelum dan sesudah
 Masker wajah (mis, mata pemberian analgesik
kurang bercahaya, tampak
kacau, gerakan mata
berpencar atau tetap pada
satu fokus, meringis)
 Sikap melindungi are nyeri
 Fokus menyempit
(mis,gangguan persepsi
nyeri, hambatan proses
berpikir, penurunan
interaksi dengan orang dan
lingkungan)
 Indikasi nyeri yang dapat
diamati
 Perubahan posisi untuk
menghindari nyeri
 Sikap tubuh melindungi
 Dilatasi pupil
 Melaporkan nyeri secara
verbal
 Fokus pada diri sendiri
 Gangguan tidur
Faktor yang Berhubungan

 Agens cedera
(mis.,biologis, zat kimia,
fisik, psikologis)
2 Hambatan Mobilitas Fisik NOC NIC

Definisi : Keterbatasan pada  Join Movment : Active Exercise Therapy :


pergerakan fisik tubuh atau  Mobility Level Ambulantion
satu atau lebih ekstremitas  Self care : ADLs
 Monitoring vital sign
secara mandiri dan terarah  Transfer performance
sebelum dan sesudah
Setelah dilakukan tindakan
Batasan Karakteristik: latihan dan lihat respon
keperawatan selama ... x 24
pasien saat latihan
 Penurunan waktu reaksi jam. Pasien tidak mengalami
 Konsultasikan dengan
 Kesulitan membolak- hambatan mobilitas fisik,
terapi fisik tentang
balik posisi dengan
rencana ambulansi
 Melakukan aktivitas lain
Kriteria Hasil: sesuai dengan
sebagai pengganti
kebutuhan
pergerakan (mis:  Klien meningkat dalam
 Bantu klien untuk
meningkatkan perhatian aktivitas fisik
pada aktivitas orang lain,  Mengerti tujuan dari menggunakan tongkat
mengendalikan perilaku, peningkatan mobilitas saat berjalan dan cegah
focus pada  Memverbalisasikan terhadap cedera
ketunadayaan/aktivitas perasaan dalam  Ajarkan pasien atau
sebelum sakit) meningkatkan kekuatan tenaga kesehatan lain
 Dispnea setelah dan kemampuan tentang teknik
beraktivitas berpindah ambulansi
 Perubahan cara berjalan  Memperagakan  Kaji kemampuan pasien
 Gerakkan bergetar penggunaan alat dalam mobilisasi
 Keterbatasan  Bantu untuk mobilisasi  Latih pasien dalam
kemampuan melakukan (walker) pemenuhan kebutuhan
keterampilan motorik ADLs secara mandiri
halus sesuai kemampuan
 Keterbatan kemampuan  Dampingi dan bantu
melakukan keterampilan pasien saat mobilisasi
motorik kasar dan bantu penuhi
 Keterbatasan rentang kebutuhan ADLs pasien
pergerakan sendi  Berikan alat bantu jika
 Tremor akibat klien memerlukan
pergerakan  Ajarkan pasien
 Ketidakstabilan postur bagaimana merubah

 Pergerakan lambat posisi dan berikan

 Pergerakan tidak bantuan jika diperlukan

terkoordinasi

Faktor yang berhubungan

 Intoleransi aktivitas
 Perubahan metabolisme
selular
 Ansietas
 Indeks masa tubuh diatas
perentil ke 75 sesuai usia
 Gangguan koknitif
 Konstraktur
 Kepercayaan budaya
tentang aktivitas sesuai
usia
 Fisik tidak bugar
 Penurunan ketahanan
tubuh
 Penurunan kendali otot
 Penurunan massa otot
 Malnutrisi
 Gangguan
muskulosskeletal
 Gangguan
neuromuscular, Nyeri
 Agens obat
 Penurunan kekuatan otot
 Kurang pengetahuan
tentang aktivitas fisik
 Keadaan mood depresif
 Keterlambatan
perkembangan
 Ketidaknyamanan
 Disuse, kaku sendi
 Kurang dukungan
lingkungan (mis: fisik
atau social)
 Keterbatasan ketahanan
kardiovaskuler
 Kerusakan integritas
struktur tulang
 Program pembatasan
gerak
 Keengganan memulai
pergerakan
 Gaya hidup monoton
 Gangguan sensori
perceptual
3 Kerusakan Memori NOC NIC

Definisi: Ketidakmampuan  Tissue perfusion Cerebral Neurologi Monitoring


mengingat beberapa iformasi  Acute Confusion Level
 Memantau ukuran
atau keterampilan perilaku  Environment
pupil, bentuk simetri
Intrepretation syndrome
Batasan Karakteristik dan reaktivitas
impaired
 Memantau tingkat
 Lupa melakukan
kesadaran
perilaku pada waktu
Setelah dilakukan tindakan  Memantau tingkat
yang telah dijadwalkan
keperawatan selama ... x 24 orientasi
 Ketidakmampuan
jam. Pasien tidak mengalami  Memantau tren
mempelajari informasi
kerusakan memori, dengan: Glascow Coma Scale
baru
Kriteria hasil:  Memonitoring memori
 Ketidakmampuan
baru, rentang
melakukan keterampilan
 Mampu untuk perhatian, emori masa
yang telah dipelajari
melaksanakan proses lalu, suasana hati,
sebelumnya
mental yang kompleks mempengaruhi dan
 Ketidakmampuan  Orientasi kognitif: mampu perilaku
mengingat peristiwa mengidentifikasi orang,  Memonitor tanda-
 Ketidakmampuan tempat, dan waktu secara tanda vital: suhu,
mengingat informasi adekuat tekanan darah, denyut
factual  Konsentrasi: mampu nadi, pernafasan
 Ketidakmampuan focus pada stimulus  Memonitor status
mengingat perilaku tertentu pernafasan: ABG
tertentu yang pernah  Ingatan (memori): mampu tingkat, oksimetri
dilakukan untuk mendapatkan pulsa, kedalaman pola,
 Ketidakmampuan kembali secara kognitif tingkat, dan usaha
menyimpan informasi dan menyampaikan  Memantau ICP dan
baru kembali informasi yang CPP
 Ketidakmampuan disimpan sebelumnya  Memantau refleks
menetrasi keterampilan  Kondisi neurologis: kornea
baru kemampuan system saraf  Memantau refleks
 Mengeluh mengalami perifer dan system saraf batuk dan muntah
lupa pusat untuk menerima,  Memantau otot,
Faktor yang memproses dan memberi gerakan motoric,
berhubungan respon terhadap stimulus kiprah, dan
internal dan eksternal proprioception
 Anemia  Kondisi neurologis:
 Memantau kekuatan
 Penurunan curah jantung kesadaran
cengkeraman
 Ketidakseimbangan  Menyatakan mampu
 Memantau untuk
elektrolit mengingat lebih baik
gemetar
 Gangguan lingkungan
 Memantau simetri
berlebihan
wajah
 Ketidakseimbangan
 Memantau tonjolan
cairan dan elektrolit
lidah
 Hipoksia
 Memantau tanggapan
 Gangguan neurologis
pengamatan
 Memantau EOMs dan
karakteristik tatapan
 Memantau untuk
gangguan visual:
diplopia, nystagmus,
pemotongan bidang
visual, penglihatan
kabur, dan ketajaman
visual
 Catatan keluhan sakit
kepala
 Memantau
karakteristik bicara:
kelancaran, keberadaan
aphapsias, atau kata
temuan kesulitan
 Pantau respon terhdap
ragsangan:
Verbal, taktil, dan
berbahaya.
 Memantau
diskriminasi tajam/
tumpul, dan
panas/dingin.
 Memantau untuk
paresthesia : mati rasa
dan kesemutan.
 Memantau indera
penciuman.
 Memonitor pola
berkerigat.
 Memantau respon
Babinski.
 Memantau respon
cushing
 Memantau craniotomy
 Laminektomi pembalut
untuk drainase
 Pantau respon terhadap
obat.
 Konsultasikan dengan
rekan kerja untuk
mengkonfirmasi data.
 Mengidentifikasi pola-
pola yang muncul
dalam data.
 Meningkatkan
frekuensi pemantauan
neurologis
 Hindari kegiatan yang
meningkatan tekanan
intracranial.
 Ruang kegiatan
keperawatan yang
diperlukan yang
meningkatkan tekanan
intracranial.
 Beritahu dokter dari
perubahan dalam
kondisi pasien.
 Melakukan protocol
darurat, sesuai
kebutuhan.
4 Ketidak efektifan bersihan NOC Airway suction
Jalan Nafas
 Respiratory Status :  Pastikan kebutuhan oral/
Definisi: Ketidakmampuan Ventilation tracheal suctioning
untuk membersihkan sekresi  Respiratory Status :  Auskultasi suara nafas
atau obstruksi dari saluran Airway Patency sebelum dan sesudah
pernapasan untuk suctioning
mempertahankan kebersihan  Informasikan pada klien
Setelah dilakukan tindakan
jalan napas. dan keluarga tentang
keperawatan selama ... x 24
suctioning
Batasan Karakteristik : jam. Pasien tidak mengalami
 Minta klien nafas dalam
ketidak efektifan bersihan
 Tidak ada batuk sebelum suction
jalan nafas, dengan :
 Suara napas tambahan dilakukan
 Perubahan frekuensi  Berikan O2 dengan
napas menggunakan nasal
Kriteria Hasil :
 Perubahan irama napas untuk memfasilitasi
 Mendemonstrasikan
 Sianosis suction nasotrakeal
batuk efektif dan suara
 Kesulitan berbicara atau  Gunakan alat yang steril
napas yang bersih, tidak
mengeluarkan suara setiap melakukan
ada sianosis dan dyspneu
 Penurunan bunyi napas tindakan
(mampu mengeluarkan
 Dispneu  Anjurkan pasien untuk
sputum, mampu bernapas
 Sputum dalam jumlah istirahat dan napas dalam
dengan mudah, tidak ada
yang berlebihan setelah kateter
pursed lips)
 Batuk yang tidak efektif dikeluarkan dari
 Menunjukkan jalan napas
 Orthopneu yang paten (klien tidak nasotrakeal
 Gelisah merasa tercekik, irama  Monitor status oksigen
 Mata terbuka lebar napas, frekuensi pasien
Faktor yang Berhubungan pernapasan dalam  Ajarkan keluarga
rentang normal, tidak ada bagaimana cara
Lingkungan :
suara napas abnormal) melakukan suction
 Perokok pasif  Mampu mengidentifikasi  Hentikan suction dan
 Menghisap asap dan mencegah faktor berikan oksigen apabila
 Merokok yang dapat menghambat pasien menunjukkan
Obstruksi jalan napas : jalan nafas bradikardi, peningkatan
 Spasme jalan napas saturasi O2, dll.
 Mokus dalam jumlah
berlebihan
Airway Management
 Eksudat dalam jalan
alveoli  Buka jalan napas,
 Materi asing dalam jalan gunakan teknik chin lift
napas atau jaw thrust bila perlu
 Adanya jalan napas  Posisikan pasien untuk
buatan memaksimalkan
 Sekresi bertahan/sisa ventilasi
sekresi  Identifikasi pasien
 Sekresi dalam bronchi perlunya pemasangan
Fisiologis : alat jalan napas buatan
 Jalan napas alergik  Lakukan fisioterapi dada
 Asma jika perlu
 Penyakit paru obstruktif  Keluarkan secret dengan
kronik batuk atau suction
 Hiperplasi dinding  Auskultasi suara napas,
bronkial catat adanya suara
 Infeksi tambahan
 Disfungsi neuromuskular  Berikan bronkodilator
bila perlu
 Atur intake untuk cairan
mengoptimalkan
keseimbangan
 Monitor respirasi dan
status O2
5 Risiko Kekurangan NOC NIC
Volume Cairan
 Fluid balance Fluid management
Definisi : Berisiko  Hydration
 Timban popok/pembalut
mengalami dehidrasi  Nutritional Status : Food
jika diperlukan
vascular, selular, dan and Fluid Intake
 Pertahankan catatan
intraselular.
intake dan output yang
Faktor Risiko : Setelah dilakukan tindakan akurat
keperawatan selama ... x 24  Monitor status hidrasi
 Kehilangan volume
jam. Pasien tidak mengalami (kelembaban mukosa,
cairan aktif
resiko kekurangan volume nadi adekuat, tekanan
 Kurang pengetahuan
cairan, dengan : darah ortostatik), jika
 Penyimpangan yang
diperlukan
mempengaruhi absorbs Kriteria Hasil :
 Monitor vital sign
cairan
 Mempertahankan urine  Monitor masukan
 Penyimpangan yang output sesuai dengan cairan/makanan dan
mempengaruhi akses usia dan BB, BJ urine hitung intake kalori
cairan normal, HT normal harian
 Penyimpangan yang  Tekanan darah, nadi,
 Kolaborasikan cairan IV
mempengaruhi asupan suhu tubuh dalam batas
 Monitor asupan nutrisi
cairan normal
 Berikan cairan IV pada
 Kehilangan berlebihan  Tidak ada tanda-tanda
suhu ruangan
melalui rute normal dehidrasi, elastisitas  Dorong masukan oral
 Usia lanjut turgor kulit baik.  Berikan pengganti
 Berat badan ekstrem  Membrane mukosa nesogastrik sesuai output
 Factor yang lembab, tidak ada rasa  Dorong keluarga untuk

mempengaruhi haus yang berlebihan. membantu pasien makan


kebutuhan cairan  Tawarkan snack
 Kegagalan fungsi  Kolaborasi dengan
regulator dokter
 Kehilangan cairan  Atur kemungkinan
melalui rute abnormal transfuse
 Agens fermasutikal  Persiapan untuk
transfuse
Hypovolemia Management

 Monitor status cairan


termasuk intake dan
output cairan
 Pelihara IV line
 Monitor tingkat Hb dan
hematocrit
 Monitor tanda vital
 Monitor respon pasien
terhadap penambahan
cairan
 Monitor berat badan
 Dorong pasien untuk
menambah intake oral
 Pemberian cairan IV
monitor adanya tanda
dan gejala kelebihan
volume cairan
 Monitor adanya tanda
gagal ginjal
6 Risiko Ketidak NOC NIC
Seimbangan Suhu Tubuh
Setelah dilakukan tindakan  Kaji tanda dan gejala
Definisi : berisiko terhadap keperawatan selama ... x 24 awal hipotermia (seperti
kegagalan untuk memelihara jam. Pasien tidak mengalami menggigil, pucat, bagian
suhu tubuh dalam batas risiko ketidakseimbangan dasar kuku sianosis,
normal suhu tubuh, dengan : pengisan ulang kapiler
lambat, piloereksi,
Factor resiko: Kriteria Hasil
disritmia) dan
 Perubahan laju a. Menunjukan hipertermia (seperti tidak
metabolism termoregulasi : berkeringat, kelemahan,
 Dehidrasi 1) Peningkatan suhu mual, dan muntah, sakit
 Terpajan suhu tubuh kepala, delirium)
lingkungan yang dingin, 2) Penurunan suhu  Untuk orang dewasa,
sejuk, hangat atau panas tubuh lakukan pemeriksaan
 Usia yan ekstrem 3) Hipertermia suhu oral
 Berat badan yang 4) Hipotermia  Pantau dan laporkan
ekstrem b. Tidak memperlihatkan tanda atau gejala
berkeringat, menggigil hipotermia serta
 Kesakitan atau trauma
dan merinding hipertermia
yang memengaruhi pusat
c. Mempertahankan tanda-  Laporkan kepada dokter
pengatur suhu
tanda vital dalam batas jika hidrasi adekuat tidak
 Ketidakmampuan untuk
normal dapat dipertahankan
berkeringat
d. Melaporkan suhu yang  Berikan obat antipiretik,
 Inaktivitas
nyaman jika perlu
 Pakaian yang tidak
e. Menguraikan tindakan  Sesuaikan
sesuai dengan suhu suhu
adaptif untuk
lingkungan lingkungan dengan
meminimaka fluktuasi
 Berat badan bayi yang suhu tubuh kebutuhan pasien
rendah f. Melaporkan tanda dan
 Aktivitas berlebihan gejala awal dari
hipotermia dan
hipertermia
7 Risiko Perdarahan NOC NIC

Definisi : Berisiko  Blood lose severenty Bleeding Precautions


mengalami penurunan  Blood koagulation
 Monitor ketat tanda tanda
volume darah yang dapat Setelah dilakukan tindakan
perdarahan
mengganggu kesehatan. keperawatan selama ... x 24
 Catat nilai HB dan HT
jam. Pasien tidak mengalami
Faktor Risiko : sebelum dan sesudah
resiko perdarahan, dengan :
terjadinya perdarahan
 Aneurisme
Kriteria Hasil  Monitor nilai lab
 Sirkumsisi
(koagulasi) yang meliputi
 Defisiensi pengetahuan  Tidak ada hematuria dan
PT, PTT, trombosit
 Koagulopati hematemesis
 Monitor TTV ortostatik
intravaskuler diseminata  Kehilangan darah yang
terlihat  Pertahankan bed rest
 Riwayat jatuh
 Tekanan darah dalam selama perdarahan aktif
 Gangguan
batas normal sistol dan  Kolaborasi dalam
gastrointestinal (mis:
diastole pemberian produk darah
penyakit ulkus lambung,
 Tidak ada perdarahan (platelet atau fresh frozen
polip, varises)
pervagina plasma)
 Gangguan fungsi hati
 Tidak ada distensi  Lindungi pasien dari
(mis: trombositopenia)
abdominal trauma yang dapat
 Komplikasi pascapartum
 Hemoglobin dan menyebabkan perdarahan
(mis: atoni uterus, retensi
hematokrit dalam batas  Hindari mengukur suhu
plasenta)
normal lewat rectal
 Komplikasi terkait
 Plasma, PT, PTT dalam  Hindari pemberian
kehamilan (mis: plasenta
batas normal aspirin dan anticoagulant
previa, kehamilan mola,  Anjurkan pasien untuk
solusio plasenta) meningkatkan intake
 Trauma makanan yang banyak
 Efek samping terkait mengandung vitamin K
terapi (mis: pembedahan,  Hindari terjadinya
pemberian obat, konstipasi dengan
pemberian produk darah menganjurkan untuk
defisiensi trombosit, mempertahankan intake
kemoterapi) cairan yang adekuat dan
pembalut feses
Bleeding Reduction

 Indentifikasi penyebab
perdarahan
 Monitor trend tekanan
darah dan parameter
hemodinamik (CVP,
pulmonary
capillary/artery wedge
preassure
 Monitor status cairan
yang meliputi intake dan
output
 Monitor penentu
pengiriman oksigen ke
jaringan (PaO2, SaO2
dan level Hb dan cardiac
output)
 Pertahankan patensi IV
line bleeding reduction:
wound/luka
 Lakukan manual
preassure (tekanan) pada
area perdarahan
 Gunakan ice pack pada
area perdarahan
 Lakukan pressure
dressing (perban yang
menekan) pada area
luka
 Tinggikan ekstremitas
yang perdarahan
 Monitor ukuran dan
karakteristik hematoma
 Monitor nadi distal dari
area yang lukaatau
perdarahan
 Instrusikan pasien untuk
menekan area luka pada
saat bersin atau batuk
 Instruksikan pasien
untuk membatasi
aktivitas
Bleeding reduction:
gastrointestinal

 Observasi adanya darah


dalm sekresi cairan
tubuh: emesis, feses,
urine,residu lambung
dan drainase luka
 Monitor complete
bloodcount dan leukosit
 Kolaborasi dalam
pemberian terapi:
lactulose atau
vasopressin
 Lakukan pemasangan
NGT untuk memonitor
sekresi dan perdarahan
lambung
 Lakukan bilas lambung
dengan NaCl dingin
 Dokumentasikan warna,
jumlah dan karakteristik
feses
 Hindari pH lambung
yang ekstrem dengan
kolaborasi pemberian
antacids histamine
blocking agent
 Kurangi faktor stress
 Pertahankan jalan nafas
 Hindari penggunaan
anticoagulant
 Monior status nutrisi
pasien
 Berikan cairan intra
vena
 Hindari penggunaan
aspirin dan ibuprofen
8 Risiko ketidak efektifan NOC NIC
perfusi jaringan otak
 Circulation status Peripheral Sensation
Definisi : Beresiko  Tissue Prefusion : management (manajemen
mengalami penurunan cerebral sensasi perifer)
sirkulasi jaringan otak yang
 Monitor adanya daerah
dapat menggangu kesehatan
Kriteria Hasil tertentu yang hanya
Batasan Karakteristik: peka terhadap
 Mendemonstrasikan
panas/dingin/tajam/tum
 Massa tromboplastin status sirkulasi yang
pul
parsial abnormal ditandai dengan
 Monitor adanya
 Massa protrombim  Tekanan systole dan
paretese
abnormal diastole dalam rentang
 Instruksikan keluarga
 Sukmen ventrikel kiri yang diharapkan
untuk mengobservasi
akinetik  Tidak ada
kulit jika ada isi atau
 Ateroklerosis aerotik ortostatikhipertensi
laserasi
 Diseksi arteri  Tidak ada tanda
 Gunakan sarun tangan
peningkatan tekanan
 Fibrilasi atrium
untuk proteksi
intracranial (tidak lebih
 Tumor otak
dari 15 mmHg)  Batasi gerakan pada
 Stenosis carotid
 Mendemonstrasikan kepala, leher dan
 Aneurisme serebri punggung
kemampuan kognitif
 Koagulopati (mis:  Monitor kemampuan
yang ditandai dengan
anemia sel sabit) BAB
 Berkomunikasi dengan
 Kardiomiopati dilatasi
jelas dan sesuai dengan  Kolaborasi pemberian
 Koagulasi intravaskuler analgetik
kemampuan
diseminata
 Menunjukkan perhatian,  Monitor adanya
 Embolisme konsentrasi dan orientasi tromboplebitis
 Trauma kepala  Memproses informasi  Diskusikan mengenai
 Hierkolesterolemia  Membuat keputusan penyebab perubahan
 Hipertensi dengan benar sensasi

 Endokarditis infeksi  Menunjukkan fungsi

 Katup prostetik mekanis sensori motoricranial


yang utuh : tingkat
 Stenosis mitral
kesadaran membalik,
 Neoplasma otak
tidak ada gerakan
 Baru terjadi infak
gerakan involunter
miokardium
 Sidrom sick sinus
 Penyalahgunaan zat
 Terapi trobolitik
 Efek samping terkait
terapi (bypass
kardiopulmunal, obat)
9 Risiko infeksi NOC NIC
Kontrol Infeksi
Definis : Mengalami Setelah dilakukan tindakan
 Bersihkan lingkungan
peningkatan resiko terserang keperawatan selama ... x 24
setelah dipakai px lain
organisme patogenik jam. Pasien tidak mengalami
 Pertahankan teknik
Faktor-faktor resiko: resiko infeksi, dengan :
isolasi
 Penyakit kronis : DM
Kreteria Hasil  Batasi pengunjung bila
dan Obesitas
 Klien bebas dari tanda dan perlu
 Pengetahuan yang tidak
gejala infeksi  Instruksikan pada
cukup untuk
 Mendeskripsikan proses pengunjung untuk
menghindari
penularan penyakit , mencuci tangan saat
pemanjangan patogen
faktor yang memengaruhi berkunjung dan setelah
 Pertahanan tubuh primer
penularan serta berkunjun meninggalkan
yang tidak adekuat :
penatalaksanaannya px
gangguan peritalsis,
 Menunjukkn kemampuan  Gunakan sabun
kerusakan integritas kulit
(pemasangan kateter IV, untuk mencegahtimbunya antimikroba untuk cuci
prosedur invasif) , infeksi tangan
perubahan sekresi pH,  Jumlah leukosit dalam  Cuci tangan setiap
penurunan kerja siliaris, batas normal sebelum dan sesudah
pecah ketuban dini,  Menunjukkan perilaku tindakan kolaboratif
pecah ketuban lama, hidup sehat  Gunakan baju,sarung
merokok, stasis ciran tangan sebagai alat
tubuh, trauma jaringan pelindung
( mis, trauma destruksi  Pertahankan lingkungan
jaringan) aseptik selama
 Ketidak adekuatan pemasangan alat
pertahanan sekunder :  Ganti letak IV perifer
penurunan Hb, dan line central dan
imunosupresan (mis. dressing sesuai dg
Imunitas didapat tidak petunjuk
aekuat, agen  Gunakan kateter
farmaseutikal termasuk intermiten utk
imunosupresan,steroid, menurunkan infeksi
antibodi monoklonal, kandung kemih
imunomudulator,suoresi  Tingkatkan intake
respon inflamasi) nutrisi
 Vaksinasi tidak adekuat  Berikan terapi antibiotik
 Pemajangan terhadap bila perlu infection
patogen lingkungan protection (proteksi
meningkat : wabah terhadap infeksi)
 Prosedur invasif  Monitor tanda dan
Malnutrisi gejala infeksi sistemik
dan lokal
 Monitor hitung
granulosit, WBC
 Monitor kerentanan
terhadap infeksi
 Pertahankan teknik
aseptik pd px yg
beresiko
 Pertahankan teknik
isolasi k/p
 Berikan perawatan kulit
pada area epidema
 Inspeksi kulit dan
membran mukosa
terhadap kemerahan,
panas dan drainase
 Inspeksi kondisi
luka/insisi bedah
 Dorong masukan nutrisi
yg cukup
 Dorong masukan cairan
 Dorong istirahat
 Instruksikan px utk
minum antibiotik sesuai
resep
 Ajarkan px dan keluarga
tanda dan gejala infeksi
 Ajarkan cara
menghindari infeksi
 Laporkan kecurigaan
infeksi
 Laporkan kultur positif
10 Risiko cedera NOC NIC

Definisi : Beresiko  Risk Control Environment


mengalami cedera sebagai Management (Manajemen
akibat kondisi lingkungan Lingkungan)
Setelah dilakukan tindakan
yang berinteraksi dengan
keperawatan selama ... x 24  Sediakan lingkungan
sumber adaptif an sumber
jam. Pasien tidak mengalami yang aman untuk
defensive individu
resiko cedera, dengan : pasien
Factor resiko :  Identifikasi kebutuhan
keamanaan pasie,
Eksternal:
Kriteria Hasil sesuai dengan kndisi
 Biologis (misalnya : fisik dan fungsi
 Klien terbebas dari
tingkat imunisasi kognitif pasien dan
cedera
komunitas, riwayat penyakit
 Klien mampu
mikroorganisme) terdahulu pasien
menjelaskan
 Zat kimia (misalnya :  Hindari lingkungan
cara/metode untk
racun, polutan, obat, yang berbahaya
mencegah injuri/cedera
agens farmasi, alkohol, (misalnya
 Klien mampu
nikotin, pengawet, memindahkan
menjelaskan factor
kosmetik, pewarna) perabotan)
resiko dari lingkungan
 Manusia (misalnya :  Pasang side rall tempat
atau perilaku personal
agens nosocomial, pola tidur
 Mampu memodifikai
ketegangan, atau faktor  Sediakan tempat tidur
gaya hidup untuk
kognitif, afektif, dan yang nyaman dan
mencegah injuri
psikomotor) bersih
 Menggunakan fasilitas
 Cara pemindahan transpor  Tempatkan saklar
kesehatan yang ada
 Nutrisi (misalnya : desain,  Mampu mengenali lampu di tempat yang
struktur, dan pengaturan perubahan status mudah dijangkau
komunitas, bangunan, kesehatan pasien
dan/atau peralatan)  Batasi pengunjung
Internal:  Anjurkan keluarga
 Profil darah yang untuk menemani pasien
abnormal  Kontrol lingkungan
 Disfungsi biokimia dari kebisingan
 Usia perkembangan  Pindahkan barang-
(fisiologis, psikososial) barang yang dapat
 Disfungsi efektor membahayakan
 Disfungsi imun/auto imun  Berikan penjelasan
 Disfungs integrative pada pasien dan
 Malnutrisi keluarga atau

 Fisik (misalnya : pengunjung adanya

integritas kulit tidak utuh, perubahan status

gangguan mobilitas) kesehatan dan

 Psikologis penyebab penyakit

 Disfungsi sensori
 Hipoksia jaringan

11 Ansietas NOC NIC

Definisi : Perasaan tidak NOC Anxiety Reduction


nyaman atau kekawatiran (penurunan kecemasan)
 Anxiety self-control
yang samar disertai respon
 Anxiety level  Gunakan pendekatan
autonom ( sumber sering
 Coping yang menenangkan
kali tidak spesifik atau tidak
 Nyatakan dengan jelas
diketahui oleh individu ) ;
harapan terhadap
perasaan takut yang Kriteria Hasil :
pelaku pasien
disebabkan oleh antisipasi
 Klien mampu  Jelaskan semua
terhadap bahaya. Hal ini
mengidentifikasi dan prosedur dan apa yang
merupakan isyarat
kewaspadaan yang mengungkapkan gejala dirasakan selama
memperingatkan individu cemas prosedur
akan akan adanya bahaya  Mengidentifikasi,  Pahami prespektif
dan kemampuan individu mengungkapkan dan pasien terhadap situasi
untuk bertindak menghadapi menunjukkan tehnik stress
ancaman untuk mengontrol cemas  Temani pasien untuk
 Vital sign dalam batas memberikan keamanan
Batasan Karakteristik
normal dan mengurangi takut
Perilaku:  Postur tubuh, ekspresi  Dorong keluarga untuk
wajah, bahasa tubuh dan menemani anak
 Penurunan produktivitas
tingkat aktivitas  Lakukan back/ neck
 Gerakan yang ireleven
menunjukkan rub
 Gelisah
berkurangnya kecemasan  Dengarkan dengan
 Melihat sepintas
penuh perhatian
 Insomnia
 Identifikasi tingkat
 Kontak mata yang
kecemasan
buruk
 Bantu pasien mengenal
 Mengekspresikan
situasi yang
kekawatiran karena
menimbulkan
perubahan dalam
kecemasan
peristiwa hidup
 Dorong pasien untuk
 Agitasi
mengungkapkan
 Mengintai
perasaan, ketakutan,
 Tampak Waspada
persepsi
Affektif :
 Instruksikan pasien

 Gelisah, Distres menggunakan teknik

 Kesedihan yang relaksasi

mendalam  Berikan obat untuk

 Ketakutan mengurangi
 Perasaan tidak adekua kecemasan
 Berfokus pada diri
sendiri
 Peningkatan
kewaspadan
 Iritabilitas
 Gugup senang
berlebihan
 Rasa nyeri yang
meningkatkan ketidak
berdayaan
 Peningkatan rasa
ketidak berdayaan yang
persiste
 Bingung, menyesal
 Ragu/ tidak percaya diri
 Khawatir
Fisiologis

 Wajah tegang, tremor


tangan
 Peningkatan keringa
 Peningkatan ketegangan
 Gemetar, tremor
 Suara bergetar
Simpatik

 Anoreksia
 Eksitasi kardiovaskular
 Diare, mulut kering
 Wajah merah
 Jantung berdebar-debar
 Peningkatan tekanan
darah
 Peningkatan denyut
nadi
 Peningkatan reflek
 Peningkataan frekwensi
pernapasan, pupil
meleba
 Kesulitan bernapas
 Vasokontriksi
superfisial
 Lemah, Kedutan pada
otot
Parasimpatik

 Nyeri abdomen
 Penurunan tekanan
darah
 Penurunan denyut nadi
 Diare, Mual, Vertigo
 Letih, Gangguan tidur
 Kesemutan pada
extremitas
 Sering berkemih
 Anyang-anyangan
 Dorongan segera
berkemih
Kognitif :

 Menyadari gejala
fisiologis
 Bloking fikiran, Konfus
 Penurunan lapang
perseps
 Kesulitan
berkonsentrasi
 Penurunan kemampuan
belajar
 Penurunan kemampuan
untuk memecahkan
masala
 Ketakutan terhadap
konsekwensi yang tidak
spesifik
 Lupa, Gangguan
perhatian
 Khawati, Melamun
 Cenderung
menyalahkan orang lain

Faktor Yang Berhubungan :

 Perubahan dalam
( status ekonomi,
lingkungan, status
kesehatan, pola
interaksi, fungsi peran,
status peran)
 Pemajanan toksin
 Terkait keluarga
 Herediter
 Infeksi/kontaminan
interpersonal
 Penurunan penyakit
interpersonal
 Krisis maturasi, Krisis
situasional
 Stres, Ancaman
kematian
 Penyalahgunaan zat
 Ancaman pada (status
ekonomi, lingkungan,
status kesehatan, pola
interaksi, fungsi peran,
status peran)
 Konflik tidak disadari
mengenai tujuan
penting hidup
 Konflik tidak disadari
mengenai tujuan
penting hidup
 Konflik tidak disadari
mngenai nilai yang
esensial/penting
 Kebutuhan yang tidak
dipenuhi
DAFTAR PUSTAKA
Arif Muttaqin, 2008, Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem
Persarafan, Jakarta : Salema Medika
Batticaca Fransisca B, 2008, Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem
Persarafan, Jakarta : Salemba Medika
Pierce A. Grace & Neil R. Borley, 2006, Ilmu Bedah, Jakarta : Erlangga
Lecture Notes, 2005, Neurologi, Lionel Ginsberg : Erlangga

Anda mungkin juga menyukai