OLEH:
NI LUH LISTYA DEWI
NIM. P07120320058
PRODI NERS KELAS B
2. Penyebab/Faktor Predisposisi
Menurut Wahid (2013) fraktur femur dapat di sebabkan beberapa hal antara
lain yaitu:
a. Kekerasan langsung
Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya kekerasan.
Fraktur demikian sering bersifat fraktur terbuka dengan garis patahan melintang
atau miring.
b. Kekerasan tidak langsung
Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang yang jauh dari tempat
terjadinya kekerasan. Biasanya bagian patah adalah bagian yang paling lemah
dalm jalur hantaran vektor kekerasan.
c. Kekerasan akibat tarikan otot
Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi. Kekuatan dapat berupa
pemuntiran, penekukan, penekukan dan penekanan, kombinasi dari ketiganya,
serta penarikan.
Menurut Ningsih (2009) fraktur di sebabkan oleh pukulan langsung, gaya
meremuk, gerakan puntir mendadak dan bahkan kontraksi otot ekstrem. Umumnya
fraktur di sebabkan oleh trauma di mana terdapat tekanan yang berlebih pada tulang.
Sedangkan menurut Digiulio, dkk (2014) tekanan berlebih atau trauma langsung
pada suatu tulang yang menyebabkan suatu retakan, hal ini mengakibatkan
kerusakan pada otot sekeliling dan jaringan sehingga mendorong ke arah
perdarahan, edema dan kerusakan jaringan lokal maka menyebabkan terjadinya
fraktur atau patah tulang.
Penyebab fraktur menurut Jitowiyono dan Kristiyanasari (2010) dapat
dibedakan menjadi:
a. Cedera traumatic
Cedera traumatik pada tulang dapat disebabkan oleh:
1) Cedera langsung adalah pukulan langsung terhadap tulang sehingga tulang
patah secara spontan.
2) Cedera tidak langsung adalah pukulan langsung berada jauh dari lokasi
benturan, misalnya jatuh dengan tangan berjulur sehingga menyebabkan
fraktur klavikula.
3) Fraktur yang disebabkan kontraksi keras yang mendadak
b. Fraktur patologik
Kerusakan tulang akibat proses penyakit dengan trauma minor mengakibatkan
fraktur, seperti:
1) Tumor tulang (jinak atau ganas) adalah pertumbuhan jaringan baru yang
tidak terkendali atau progresif.
2) Infeksi seperti ostemielitis dapat terjadi sebagai akibat infeksi akut atau
dapat timbul salah satu proses yang progresif, lambat dan sakit nyeri.
3) Rakhitis, suatu penyakit tulang yang disebabkan oleh defisiensi vitamin D
4) Stress tulang seperti pada penyakit polio dan orang yang bertugas di
kemiliteran.
3. Pohon Masalah
Tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat di serap tulang
Maka terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan rusaknya atau terputusnya
kontuinitas tulang
Kehilangan integritas tulang Fraktur terbuka ujung tulang Tindakan operasi ORIF
Laserasi kulit Perubahan fragmen tulang kerusakan
pada jaringan dan pembuluh darah menembus otot dan kulit
Luka terbuka
Ketidak stabilan posisi fraktur, Putusnya vena arteri (pasang pen plat,
apabila organ fraktur di gerakkan Spasme otot Perdarahan lokal luka kawat)
Luka pasca
operasi
Resiko Perdarahan
4. Klasifikasi
Menurut Wiarto (2017) fraktur dapat dibagi kedalam tiga jenis antara lain:
a. Fraktur tertutup
Fraktur terutup adalah jenis fraktur yang tidak disertai dengan luka pada bagian
luar permukaan kulit sehingga bagian tulang yang patah tidak berhubungan
dengan bagian luar.
b. Fraktur terbuka
Fraktur terbuka adalah suatu jenis kondisi patah tulang dengan adanya luka
pada daerah yang patah sehingga bagian tulang berhubungan dengan udara
luar, biasanya juga disertai adanya pendarahan yang banyak. Tulang yang patah
juga ikut menonjol keluar dari permukaan kulit, namun tidak semua
fraktur terbuka membuat tulang menonjol keluar. Fraktur terbuka memerlukan
pertolongan lebih cepat karena terjadinya infeksi dan faktor penyulit lainnya.
c. Fraktur kompleksitas
Fraktur jenis ini terjadi pada dua keadaan yaitu pada bagian ekstermitas terjadi
patah tulang sedangkan pada sendinya terjadi dislokasi.
Menurut Wiarto (2017) jenis fraktur berdasarkan radiologisnya antara lain:
a. Fraktur transversal
Fraktur transversal adalah frktur yang garis patahnya tegak lurus terhadap
sumbu panjang tulang. Fraktur ini, segmen-segmen tulang yang patah
direposisi atau direkduksi kembali ke tempat semula, maka segmen-segmen ini
akan stabil dan biasanya dikontrol dengan bidai gips.
b. Fraktur kuminutif
Fraktur kuminutif adalah terputusnya keutuhan jaringan yang terdiri dari dua
fragmen tulang.
c. Fraktur oblik
Fraktur oblik adalah fraktur yang garis patahnya membuat sudut terhadap
tulang.
d. Fraktur segmental
Fraktur segmental adalah dua fraktur berdekatan pada satu tulang yang
menyebabkan terpisahnya segmen sentral dari suplai darahnya, fraktur jenis ini
biasanya sulit ditangani.
e. Fraktur impaksi
Fraktur impaksi atau fraktur kompresi terjadi ketika dua tulang menumbuk
tulang yang berada diantara vertebra.
f. Fraktur spiral
Fraktur spiral timbul akibat torsi ekstermitas. Fraktur ini menimbulkan sedikit
kerusakan jaringan lunak dan cenderung cepat sembuh dengan imobilisasi.
6. Pemeriksaan Diagnostik/Penunjang
a. Radiologi diperlukan untuk mengetahui adanya fraktur melihat sejauh mana
pergerakan fraktur baru atau tidak, keadaan patologis lain pada tulang adanya
benda asing serta menentukan tatalaksana yang diberikan. Namun perlu dicatat
bahwa rontgen tidak boleh menunda tatalaksana pada fraktur femur.
b. Laboratorium pada fraktur femur tes labolatorium yang diperlu dikeahui yaitu
HB Hermatrokit rendah akibat pendarahan, Laju Endap Darah (LED) menigkat
bila kerusakan jaringan lunak sangat luas.
c. Hitung Darah Lengkap: ht mungkin meningkat (hemokesentrasi) atau menurun
(pendarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada trauma multiple).
d. Scan tulang atau ct scan digunakan untuk memperlihatan fraktur, dan juga dapat
digunakan untuk mengedintifikasi jaringan lunak.
e. Arterogtram dicurigai bila ada kerusakan vaskuler.
7. Penatalaksanaan Medis
Menurut Helmi (2012) penatalaksanaan umum pada pengelolaan fraktur
mengikuti prinsip pengobatan kedokteran pada umumnya yaitu yang pertama dan
utama adalah jangan cederai pasien (primum non nocere). Cedera iatrogen
tambahan pada pasien terjadi akibat tindakan yang salah atau tindakan yang
berlebihan. Hal yang kedua, pengobatan didasari atas diagnosis yang tepat dan
prognosisnya. Ketiga, bekerja sama dengan hukum alam dan keempat memilih
pengobatan dengan memperhatikan setiap pasien secara individu. Tujuan
penatalaksanaan ini dilakukan berdasarkan empat tujuan utama yaitu:
a. Menghilangkan rasa nyeri
Nyeri yang timbul pada fraktur bukan karena fraktur sendiri, namun karena
terluka jaringan di sekitar tulang yang patah tersebut. Untuk mengurangi nyeri
tersebut, dapat diberikan obat penghilang rasa nyeri dan teknik immobilisasi
(tidak menggerakkan daerah yang fraktur). Teknik immobilisasi dapat dicapai
dengan cara pemasangan bidai dan gips.
1) Pembidaian dengan menempatkan benda keras didaerah sekeliling tulang.
2) Pemasangan gips merupakan bahan kuat yang dibungkus disekitar tulang
yang patah.
b. Menghasilkan dan mempertahankan posisi yang ideal dari fraktur.
Bidai dan gips tidak dapat mempertahankan posisi dalam waktu yang lama.
Untuk itu diperlukan lagi teknik yang lebih mantap seperti pemasangan traksi
kontinu, fiksasi eksternal atau fiksasi internal tergantung jenis frakturnya
sendiri.
1) Penarikan (traksi)
Menggunakan beban untuk menahan sebuah anggota gerak pada
tempatnya.
2) Fiksasi internal dan eksternal
Dilakukan pembedahan untuk menempatkan piringan atau batang logam
pada pecah- pecahan tulang.
3) Agar terjadi penyatuan tulang kembali
Biasanya tulang yang patah akan mulai menyatu dalam 4 minggu dan akan
menyatu dengan sempurna dalam waktu 6 bulan. Namun terkadang
terdapat gangguan dalam penyatuan tulang sehingga dibutuhkan graft
tulang.
4) Mengembalikan fungsi seperti semula
Immobilisasi yang lama dapat mengakibatkan mengecilnya otot dan
kakunya sendi. Oleh karena itu, diperlukan upaya mobilisasi secepat
mungkin. Untuk frakturnya sendiri, prinsipnya adalah mengembalikan
posisi semula (reposisi) dan mempertahankan posisi itu selama masa
penyembuhan fraktur (immobilisasi).
Penatalaksanaan ortopedi dapat dilakukan sesuai kondisi klinik dan
kemampuan yang ada untuk penanganan fraktur. Beberapa intervensi yang dapat
dilakukan adalah sebagai berikut:
a. Proteksi tanpa reposisi dan immobilisasi
Digunakan pada penanganan fraktur dengan dislokasi fragmen patahan yang
minimal tau dengan dislokasi yang tidak akan menyebabkan kecacatan
dikemudian hari. Contohnya adalah fraktur kosta, fraktur klavikula pada anak
dan fraktur vertebra dengan kompresi minimal.
b. Immobilisasi dengan fiksasi
Dapat pula dilakukan immobilisasi tanpa reposisi, tetapi tetap memerlukan
immobilisasi agar tidak terjadi dislokasi fragmen. Contoh cara ini adalah
pengelolaan fraktur tungkai bawah tanpa dislokasi yang penting.
c. Reposisi dengan cara manipulasi diikuti dengan immobilisasi
Tindakan ini dilakukan pada fraktur dengan dislokasi fragmen yang berarti
seperti pada fraktur radius distal.
d. Reposisi dengan traksi
Dilakukan secara terus menerus selama masa tertentu, misalnya beberapa
minggu, kemudian diikuti dengan immobilisais. Tindakan ini dilakukan pada
fraktur yang bila direposisi secara manipulasi akan terdislokasi kembali dengan
gips. Cara ini dilakukan ada fraktur dengan otot yang kuat yaitu fraktur femur.
Berikut ini macam- macam traksi:
1) Traksi lurus atau langsung
Pada traksi ini memberikan gaya tarikan dalam satu garis lurus dengan
bagian tubuh berbaring ditempat tidur
2) Traksi suspensi seimbang
Traksi ini memberikan dukungan pada ekstremitas yang sakit diatas tempat
tidursehingga memungkinkan mobilisasi pasien sampai batastertentu tanpa
terputusnya garis tarikan.
3) Traksi kulit
Traksi kulit ini membutuhkan pembedahan karena beban menarik kulit,
spon karet atau bahan kanvas yang diletakkan pada kulit, beratnya bahan
yang dipasang sangat terbatas, tidak boleh melebihi toleransi kulit yaitu
tidak lebih dari 2 sampai 3 kg beban tarikan yang dipasang pada kulit. Traksi
pelvi pada umumnya 4,5 sampai dengan 9 kg tergantung dari berat badan.
4) Traksi skelet
Dipasang langsung pada tulang, metode ini untuk menangani fraktur tibia,
humerus dan tulang leher. Traksi skelet ini biasanya menggunakan 7 sampai
12 kg untuk mencapai efek terapi. Rumus traksi skelet 1/10 x BB.
5) Traksi manual
Traksi yang dipasang untuk sementara saat pemasangan gips.
Macam-macam Traksi
Pengkajian nyeri:
a) Provoking incident : Apakah ada peristiwa yang menjadi faktor
presipitasi nyeri
b) Quality of pain : Seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau
digambarkan klien. Apakah seperti terbakar, berdenyut, atau
menusuk
c) Region : Radiation, relief : Apakah rasa sakit bisa reda, apakah
rasa sakit menjalar atau menyebar, dan dimana rasa sakit terjadi.
d) Severity (scale) of pain : Seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan
klien, bisa berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan
seberapa jauh rasa sakit memepengaruhi kemampuan fungsinya.
e) Time : Berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah
buruk pada malam hari atau siang hari
4) Disability/evaluasi neurologis
Dievalusai keadaan neurologisnya secara cepat, yaitu tingkat kesadaran
ukuran dan reaksi pupil. Penurunan kesadaran dapat disebabkan
penurunan oksigen atau penurunan perfusi ke otak atau perlukaan pada
otak. Perubahan kesadaran menuntutu dilakukannya pemeriksaan
terhadap keadaan ventilasi, perfusi dan oksigenasi.
5) Exporsur/control lingkungan
Di Rs klien harus dibuka keseluruhan pakainnya, untuk evaluasi klien.
Setelah pakaian dibuka, penting agar klien tidak kedinginan, harus
diberikan selimut hangat dan diberikan cairan intravena yang sudah
dihangatkan.
b. Pengkajian Sekunder
1) Kaji riwayat trauma, mengetahui riwayat trauma, karena penampilan
luka kadang tidak sesuai dedngan parahnya cidera, jika ada saksi
seseorang dapat menceritakan kejadiannya sementara petugas
melakukan pemeriksaan klien.
2) Kaji seluruh tubuh dengan pemeriksaan fisik dari kepa;a sampai kaku
secara sistematis, inspeksi adanya laserasi bengkak dan deformitas.
3) Kaji kemungkinan adanya fraktur multiple:
a) Trauma pada tungkai akibat jatuh dari ketinggian sering disertai
dengan trauma pada lumbal
b) Trauma pada lutut saat pasien jatuh dengan posisi duduk dapat
disertai dengan trauma panggul
c) Trauma lengan sering menyebabkan trauma pada siku sehingga
lengan dan siku harus dievakuasi bersamaan.
d) Trauma proksimal fibula dan lutut sering menyebabkan trauma pada
tungkai bawah.
4) Kaji adanya nyeri pada area fraktur dan dislokasi
5) Kaji adanya krepitasi pada area fraktur
6) Kaji adanya perdarahan dan syok terutama pada fraktur pelvis dan
femur.
7) Kaji adanya sindrom kompartemen, fraktur terbuka, tertutup dapat
menyebabkan perdarahan atau hematoma pada daerah yang tertutup
sehingga menyebabkan penekanan saraf.
8) Kaji TTV secara continue.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik.
b. Risiko perfusi perifer tidak efektif dibuktikan dengan trauma.
c. Risiko disfungsi neuromurkuler perifer dibuktikan dengan fraktur.
d. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan musculoskeletal.
3. Rencana Keperawatan
Standar Diagnosa
Standar Luaran Keperawatan Standar Intervensi Keperawatan
No. Keperawatan Indonesia
Indonesia (SLKI) Indonesia (SIKI)
(SDKI)
Intervensi Pendukung
1. Terapi relaksasi (I.09326)
Observasi
Identifikasi penurunan
tingkat energy,
ketidakmampuan
berkonsentrasi, atau gejala
lain yang menganggu
kemampuan kognitif
Identifikasi teknik relaksasi
yang pernah efektif
digunakan
Identifikasi kesediaan,
kemampuan, dan
penggunaan teknik
sebelumnya
Periksa ketegangan otot,
frekuensi nadi, tekanan
darah, dan suhu sebelum dan
sesudah latihan
Monitor respons terhadap
terapi relaksasi
Terapeutik
Edukasi
Jelaskan tujuan, manfaat,
batasan, dan jenis, relaksasi
yang tersedia (mis. music,
meditasi, napas dalam,
relaksasi otot progresif)
Jelaskan secara rinciintervensi
relaksasi yang dipilih
Anjurkan mengambil psosisi
nyaman
Anjurkan rileks danmerasakan
sensasi relaksasi
Anjurkan sering mengulang
atau melatih teknik yang
dipilih’
Demonstrasikan dan latih
teknik relaksasi (mis. napas
dalam, pereganganm atau
imajinasi terbimbing )
Terapeutik
Edukasi
Intervensi Pendukung
Manajemen Sensasi Perifer
Observasi
Identifikasi penyebab perubahan
sensasi
Identifikasi penggunaan alat
pengikat, analgesic, sepatu dan
pakaian
Periksa perbedaan sensasi tajam
atau tumpul
Periksa perbedaan sensasi panas
atau dingin
Periksa kemampuan
mengidentifikasi lokasi dan
tekstur benda
Monitor terjadinya parestesia, jika
perlu
Monitor perubahan kulit
Monitor adanya tromboflebitis
dan tromboemboli vena
Terapeutik
Hindari pemakaian benda-benda
yang berlebihan suhunya (terlalu
panas atau dingin)
Edukasi
Anjurkan penggunaan analgesic
untuk menguji suhu air
Anjurkan penggunaan sarung
tangan termal saat memasak
Anjurkan memakai sepatu
lembut dan bertumit rendah
Kolaborasi
Kolaborasi pemberiaan
analgesic, jika perlu
Kolaborasi pemberian
kortikosteroid, jika perlu
2. Perawatan Neurovaskuler
(I.06204)
Observasi
Monitor perubahan warna
kulit abnormal (mis. pucat,
kebiruan, keunguan,
kehitaman)
Monitor suhu ekstremitas
(mis. panas, hangat, dingin)
Monitor keterbatasan gerak
ekstremitas (mis. aktif tanpa
nyeri, aktif disertai nyeri,
pasif tanpa nyeri, pasif
disertai nyeri)
Monitor perubahan sensasi
ekstemitas (mis. penuh,
parsial)
Monitor adanya
pembengkakan
Monitor perubahan pulsasi
ekstremitas (mis. kuat,
lemah, tidak teraba)
Monitor capillary refill time
Monitor adanya nyeri
Monitor tanda-tanda vital
Monitor adanya tanda-tanda
sindrom kompartemen
Terapeutik
Elevasikan ekstremitas (tidak
melebihi level jantung)
Pertahankan kesesejajaran
(align ment) anatomis
ekstremitas
Edukasi
Jelaskan pentingnya
melakukan pemantauan
neurovaskuler
Anjurkan menggerakkan
ekstremitas secara rutin
3. Risiko Disfungsi Setelah dilakukan tindakan Intervensi Utama
Neurovaskuler Perifer keperawatan ….x… jam diharapkan Manajemen sensasi perifer
(D. 0067) status Neurovaskuler Perifer Observasi:
Berisiko mengalami gangguan meningkat dengan kriteria hasil: □ Identifikasi penyebab perubahan
sirkulasi, sensasi dan □ Sirkulasi arteri meningkat sensasi
pergerakan pada ekstremitas. (5) □ Identifikasi penggunaan alat
□ Sirkulasi vena meningkat pengikat, prosthesis, sepatu, dan
Faktor risiko (5) pakaian
□ Hiperglikemia □ Pergerakan sendi □ Periksa perbedaan sensasi tajam
meningkat (5) atau tumpul
□ Obstruksi vaskuler □ Pergerakan ekstremitas □ Periksa perbedaan sensasi panas
□ Fraktur meningkat (5) atau dingin
□ Nyeri menurun (5) □ Periksa kemampuan
□ Imobilisasi □ Perdarahan menurun (5) mengidentifikasi lokasi dan tekstur
□ Nadi membaik (5) benda
□ Penekanan mekanis
□ Suhu tubuh membaik (5) □ Monitor terjadinya parestesia, jika
(mis. tornket, gips, □ Warna kulit membaik (5) perlu
□ Tekanan darah membaik □ Monitor perubahan kulit
balutan, restraint)
(5) □ Monitor adanya tromboflebitis dan
□ Pembedahan □ Luka tekan membaik (5) tromboemboli vena
Terapeutik:
ortopedi Status Sirkulasi membaik □ Hindari pemakaian benda-benda
□ Trauma □ Kekuatan nadi meningkat yang berlebihan suhunya (terlalu
(5) panas atau dingin)
□ Luka bakar □ Akral dingin menurun (5) Edukasi
Kondisi Klinis Terkait □ Tekanan nadi membaik
(5)
□ Diabetes melitus
□ Anjurkan penggunaan
□ Obstruksi vaskuler thermometer untuk menguji suhu
□ Fraktur air
□ Anjurkan penggunaan sarung
□ Pembedahan tangan ternal saat memasak
ortopedi □ Anjurkan memakai sepatu lembut
dan bertumit rendah
□ Trauma Kolaborasi
□ Luka bakar □ Kolaborasi pemberian analgesic,
jika perlu
□ Kolaborasi pemberian
kortikosteroid, jika perlu.
Intervensi Pendukung
Perawatan Traksi (L. 05182)
Tindakan
Observasi
□ Monitor kemampuan
perawatan diri saat terpasang
traksi
□ Monitor alat fiksasi eksternal
□ Monitor tempat insersi pen
□ Monitor tanda-tanda
kerusakan integritas kulit
□ Monitor sirkulasi,
pergerakan, dan sensasi pada
ekstremitas yang cedera
□ Monitor adanya komplikasi
imobilisasi
Terapeutik
□ Posisikan tubuh pada
kesejajaran yang tepat
□ Pertahankan posisi baring
yang tepat di tempat tidur
□ Pastikan beban traksi
terpasang tepat
□ Pastikan tali dan katrol bebas
menggantung
□ Pastikan tarikan dan tali
beban tetap berada di
sepanjang sumbu tulang
fraktur
□ Amankan beban traksi saat
menggerakkan pasien
□ Lakukan perawatam area
insersi pin
□ Lakukan perawatan pada
area-area gesekan
Edukasi
□ Anjurkan perawatan alat
penopang, sesuai kebutuhan
□ Anjurkan perawatan alat
fiksasi eksternal, sesuai
kebutuhan
□ Anjurkan pentingnya nutrisi
yang memadai untuk
penyembuhan tulang
4. Gangguan Mobilitas Fisik Setelah dilakukan tindakan Intervensi Utama
(D.0054) keperawatan selama .... X ...... jam 1.Dukungan Ambulasi (I.06171)
Definisi menit diharapkan mobilitas fisik Observasi
Keterbatasan dalam gerakan meningkat dengan kriteria hasil: Identifikasi adanya nyeri atau
fisik dari satu atau lebih Pergerakan ekstemitas (5) keluhan fisik lainnya
ekstremitas secara mandiri Kekuatan otot (5) Identifikasi toleransi fisik
Penyebab Rentang gerak (ROM) (5) melakukan ambulasi
Kerusakan integritas Nyeri (5) Monitor frekuensi jantung dan
struktur tulang Kecemasan (5) tekanan darah sebelum memulai
Perubahan metabolisme Kaku sendi (5) ambulasi
Ketidakbugaran fisik Gerakan tidak terkoordinasi Monitor kondisi umum selama
Penuruna kendali otot (5) melakukan ambulasi
Penurunan kekuatan otot Gerakan terbatas (5) Terapeutik
Keterlambatan Kelemahan fisik (5) Fasilitasi aktivitas ambulasi
perkembangan dengan alat bantu (mis. tongkat,
Kekuatan sendi kruk)
Kontraktur Fasilitasi melakukan mobilisasi
Malnutrisi fisik, jika perlu
Gangguan muskuloskeletal Libatkan keluarga untuk
Gangguan neuromuskular membantu pasien dalam
Indeks massa tubuh di atas meningkatkan ambulasi
persentil ke-75 sesuai usia Edukasi
Efek agen farmakologis Jelaskan tujuan dan prosedur
Program pembatasan gerak ambulasi
Nyeri Anjurkan melakukan ambulasi dini
Kurang terpapar informasi Ajarkan ambulasi sederhana yang
tentang aktivitas fisik harus dilakukan (mis. berjalan
dari tempat tidur ke kursi roda,
Kecemasan
berjalan dari tempat tidur ke
Gangguan kognitif
kamar mandi, berjalan sesuai
Keengganan melakukan toleransi)
pergerakan
Gangguan sensori persepsi 2.Dukungan Mobilisasi (I.05173)
Observasi
Gejala dan Tanda Mayor Identifikasi adanya nyeri atau
Subjektif keluhan fisik lainnya
Mengeluh sulit Identifikasi toleransi fisik
menggerakkan ekstremitas melakukan pergerakan
Objektif
Monitor frekuensi jantung dan
Kekuatan otot menurun tekanan darah sebelum memulai
Rentang gerak (ROM) mobilisasi
menurun Monitor kondisi umum selama
melakukan mobilisasi
Gejala dan Tanda Minor Terapeutik
Subjektif
Nyeri saat bergerak
Enggan melakukan Fasilitasi aktivitas mobilisasi
pergerakan dengan alat bantu (mis. pagar
Merasa cemas saat tempat tidur)
bergerak Fasilitasi melakukan mobilisasi
Objektif dini
Sendi kaku Libatkan keluarga untuk
Gerakan tidak membantu pasien dalam
terkoordinasi meningkatkan pergerakan
Gerakan terbatas Edukasi
Fisik lemah Jelaskan tujuan dan prosedur
mobilisasi
Kondisi Klinis Terkait Anjurkan melakukan mobilisasi
Stroke dini
Cedera medulla spinalis Ajarkan mobilisasi sederhana yang
Trauma harus dilakukan (mis. duduk di
Fraktur tempat tidur, duduk di sisi tempat
Osteoarthritis tidur, pindah dari tempat tidur ke
Ostemalasia kursi)
Keganasan
2. Pencegahan Jatuh (I.14540)
Observasi
3. Implementasi
Pelaksanaan asuhan keperawatan merupakan realisasi dari pada
rencana tindakan yang telah ditetapkan.
4. Evaluasi
a. Evaluasi Formatif (Mereflesikan observasi perawat dan analisi terhadap
pasien terhadap respon langsung pada ntervensi keperawatan)
b. Evaluasi Sumatif (Mereflesikan rekapitulasi dan synopsis observasi dan
analisis mengenai status kesehatan pasien terhadap waktu)
DAFTAR PUSTAKA