Anda di halaman 1dari 34

LAPORAN PENDAHULUAN DAN KONSEP DASAR ASUHAN

KEPERAWATAN GAWAT DARURAT PADA PASIEN DENGAN


FRAKTUR

OLEH:
NI LUH LISTYA DEWI

NIM. P07120320058
PRODI NERS KELAS B

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR
PROGRAM STUDI PROFESI NERS
JURUSAN KEPERAWATAN
2020
A. Konsep Dasar Penyakit
1. Definisi
Frakur merupakan istilah dari hilangnya kontinuitas tulang, tulang rawan,
baik yang bersifat total maupun sebagian, biasanya disebabkan oleh trauma atau
tenaga fisik (Helmi, 2012). Fraktur adalah hilangnya kontinuitas tulang, tulang
rawan sendi, tulang rawan epifisis, baik yang bersifat total maupun yang parsial
(Rasjad, 2015). Menurut Jaelani dan Ramadhian (2016), fraktur atau patah tulang
adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang atau tulang rawan yang umumnya di
sebabkan oleh rudapaksa.
Fraktur femur adalah suatu patahan pada kontinuitas struktur tulang pada
yang di tandai adanya deformitas yang jelas yaitu pemendekan tulang mengalami
masalah fraktur dan hambatan mobilitas yang nyata (Muttaqin, 2008 dalam Gusty
Pirma Reni & Armayanti, 2014). Menurut Helmi Noor Z (2012), fraktur femur
tertutup atau patah tulang paha tertutup adalah hilangnya kontinuotas tulang paha
tanpa di sertai kerusakan jaringan kulit yang dapat di sebabkan oleh trauma
langsung atau kondisi tertentu, seperti degenerasi tulang (osteoporosis) dan tumor
atau keganasan tulang paha yang menyebabkan fraktur patologis.

2. Penyebab/Faktor Predisposisi
Menurut Wahid (2013) fraktur femur dapat di sebabkan beberapa hal antara
lain yaitu:
a. Kekerasan langsung
Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya kekerasan.
Fraktur demikian sering bersifat fraktur terbuka dengan garis patahan melintang
atau miring.
b. Kekerasan tidak langsung
Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang yang jauh dari tempat
terjadinya kekerasan. Biasanya bagian patah adalah bagian yang paling lemah
dalm jalur hantaran vektor kekerasan.
c. Kekerasan akibat tarikan otot
Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi. Kekuatan dapat berupa
pemuntiran, penekukan, penekukan dan penekanan, kombinasi dari ketiganya,
serta penarikan.
Menurut Ningsih (2009) fraktur di sebabkan oleh pukulan langsung, gaya
meremuk, gerakan puntir mendadak dan bahkan kontraksi otot ekstrem. Umumnya
fraktur di sebabkan oleh trauma di mana terdapat tekanan yang berlebih pada tulang.
Sedangkan menurut Digiulio, dkk (2014) tekanan berlebih atau trauma langsung
pada suatu tulang yang menyebabkan suatu retakan, hal ini mengakibatkan
kerusakan pada otot sekeliling dan jaringan sehingga mendorong ke arah
perdarahan, edema dan kerusakan jaringan lokal maka menyebabkan terjadinya
fraktur atau patah tulang.
Penyebab fraktur menurut Jitowiyono dan Kristiyanasari (2010) dapat
dibedakan menjadi:
a. Cedera traumatic
Cedera traumatik pada tulang dapat disebabkan oleh:
1) Cedera langsung adalah pukulan langsung terhadap tulang sehingga tulang
patah secara spontan.
2) Cedera tidak langsung adalah pukulan langsung berada jauh dari lokasi
benturan, misalnya jatuh dengan tangan berjulur sehingga menyebabkan
fraktur klavikula.
3) Fraktur yang disebabkan kontraksi keras yang mendadak
b. Fraktur patologik
Kerusakan tulang akibat proses penyakit dengan trauma minor mengakibatkan
fraktur, seperti:
1) Tumor tulang (jinak atau ganas) adalah pertumbuhan jaringan baru yang
tidak terkendali atau progresif.
2) Infeksi seperti ostemielitis dapat terjadi sebagai akibat infeksi akut atau
dapat timbul salah satu proses yang progresif, lambat dan sakit nyeri.
3) Rakhitis, suatu penyakit tulang yang disebabkan oleh defisiensi vitamin D
4) Stress tulang seperti pada penyakit polio dan orang yang bertugas di
kemiliteran.
3. Pohon Masalah

Trauma langsung trauma tidak langsung Kondisi patologis

Tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat di serap tulang

Maka terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan rusaknya atau terputusnya
kontuinitas tulang

FRAKTUR Terjadi pada Risiko Luka Tekan


bagian tulang
Risiko Perdarahan yang menonjol
Pre Operatif

Kehilangan integritas tulang Fraktur terbuka ujung tulang Tindakan operasi ORIF
Laserasi kulit Perubahan fragmen tulang kerusakan
pada jaringan dan pembuluh darah menembus otot dan kulit
Luka terbuka
Ketidak stabilan posisi fraktur, Putusnya vena arteri (pasang pen plat,
apabila organ fraktur di gerakkan Spasme otot Perdarahan lokal luka kawat)

Perdarahan Hematoma pada daerah


Fragmen tulang yang patah Peningkatan tekanan Gangguan integritas kulit
kapiler fraktur Kurang informasi
menusuk organ sekitar
Kehilangan volume
cairan Pelepasan histamin Aliran darah kedaerah distal Kuman mudah masuk
Nyeri akut berkurang atau terhambat Defisit
pengetahuan
Protein plasma
Risiko Syok hipovolemik Warna jaringan pucat, nadi Resiko infeksi
Sindroma kompartemen hilang
lemah, sianosis, kesemutan
keterbatasan aktivitas
Penekanan pembuluh
edema Stressor meningkat
darah
Kerusakan neuromuskuler
Gangguan mobilitas fisik
Akibat hospitalisasi
Penurunan perfusi
Nyeri Gangguan mobilitas
jaringan Penekanan gerak
Kualitas tidur terganggu fisik
pada serabut
Ansietas
saraf
Risiko Perfusi Perifer Tidak
Efektif Risiko Disfungsi
Gangguan pola tidur Neuromuskuler Perifer
Nyeri akut
Intra Operasi Post Operasi

Proses Insisi bedah


pembedahan

Luka pasca
operasi
Resiko Perdarahan

Perawatan Pasien Pemasangan pen pembengkakan


tidak steril mengeluh nyeri

imobilisasi Gangguan aliran


Resiko Infeksi Nyeri darah
Akut
Gangguan Berisiko
Mobilitas Fisik Resiko Perfusi mengalami
Kualitas tidur Perifer Tidak gangguan
terganggu Efektif sirkulasi dan
sensasi pada
ektremitas
Gangguan Pola
Tidur
Resiko Disfungsi
Neuromuskular
Perifer
Patofisiologi
Fraktur biasanya disebabkan karena cedera/trauma/ruda paksa dimana
penyebab utamanya adalah trauma langsung yang mengenai tulang seperti
kecelakaan mobil, olah raga, jatuh/latihan berat. Selain itu fraktur juga bisa akibat
stress fatique (kecelakaan akibat tekanan berulang) dan proses penyakit patologis.
Perubahan fragmen tulang yang menyebabkan kerusakan pada jaringan dan
pembuluh darah mengakibatkan pendarahan yang biasanya terjadi disekitar
tempat patah dan kedalam jaringan lunak disekitar tulang tersebut, maka dapat
terjadi penurunan volume darah dan jika COP menurun maka terjadilah
perubahan perfusi jaringan. Selain itu perubahan perfusi perifer dapat terjadi
akibat dari edema di sekitar tempat patahan sehingga pembuluh darah di sekitar
mengalami penekanan dan berdampak pada penurunan perfusi jaringan ke
perifer. Akibat terjadinya hematoma maka pembuluh darah vena akan mengalami
pelebaran sehingga terjadi penumpukan cairan dan kehilangan leukosit yang
berakibat terjadinya perpindahan, menimbulkan inflamasi atau peradangan yang
menyebabkan pembengkakan di daerah fraktur yang menyebabkan terhambatnya
dan berkurangnya aliran darah kedaerah distal yang berisiko mengalami disfungsi
neuromuskuler perifer yang ditandai dengan warna jaringan pucat, nadi lemah,
sianosis, kesemutan di daerah distal. Nyeri pada fraktur juga dapat diakibatkan
oleh fraktur terbuka atau tertutup yang mengenai serabut saraf sehingga
menimbulkan gangguan rasa nyaman nyeri. Selain itu dapat mengenai tulang dan
dapat terjadi neurovaskuler yang menimbulkan nyeri gerak sehingga mobilitas
fisik terganggu. Kerusakan pembuluh darah kecil atau besar pada waktu terjadi
fraktur mengakibatkan terjadinya perdarahan hebat yang menyebabkan tekanan
darah menjadi turun, begitu pula dengan suplay darah ke otak sehingga kesadaran
pun menurun yang berakibat syok hipovelemi. Ketika terjadi fraktur terbuka yang
mengenai jaringan lunak sehingga terdapat luka dan kuman akan mudah masuk
sehingga kemungkinan dapat terjadi infeksi dengan terkontaminasi dengan udara
luar dan lama kelamaan akan berakibat delayed union dan mal union sedangkan
yang tidak terinfeksi mengakibatkan non union. Selain itu, akibat dari kerusakan
jaringan lunak akan menyebabkan terjadinya kerusakan integritas kulit.
Sewaktu tulang patah, perdarahan biasanya terjadi di sekitar tempat patah
dan kedalam jaringan lunak sekitar tulang tersebut. Jaringan lunak juga biasanya
mengalami kerusakan. Reaksi peradangan biasanya timbul hebat setelah fraktur.
Sel-sel darah putih dan sel mast berakumulasi sehingga menyebabkan
peningkatan aliran darah ke tempat tersebut. Fagositosis dan pembersihan sisa-
sisa sel mati dimulai. Ditempat patahan terbentuk fibrin (hematoma fraktur) yang
berfungsi sebagai jala-jala untuk melakukan aktivitas osteoblast terangsang dan
terbentuk tulang baru imatur yang disebut callus. Bekuan fibrin direabsorbsi dan
sel-sel tulang baru mengalami remodeling untuk membentuk tulang sejati (Andra
& Yessie, 2013).
Apabila fraktur mengenai peristeum/jaringan tulang dan lkorteks maka
akan mengakibatkan deformitas, krepitasi dan pemendekan ekstrimintas.
Berdasarkan proses diatas tanda dan gejalanya yaitu nyeri/tenderness,
deformitas/perubahan bentuk, bengkak, peningkatan suhu tubuh/demam,
krepitasi, kehilangan fungsi dan apabila hal ini tidak teratasi, maka akan
menimbulkan komplikasi yaitu komplikasi umum misal: syok, sindrom remuk
dan emboli lemak. Komplikasi dini misal: cedera saraf, cedera arteri, cedera
organ vital, cedera kulit dan jaringan lunak sedangkan komplikasi lanjut misal:
delayed, mal union, nonunion, kontraktor sendi dan miosi ossifikasi. (Black dan
Hawks, 2014).

4. Klasifikasi
Menurut Wiarto (2017) fraktur dapat dibagi kedalam tiga jenis antara lain:
a. Fraktur tertutup
Fraktur terutup adalah jenis fraktur yang tidak disertai dengan luka pada bagian
luar permukaan kulit sehingga bagian tulang yang patah tidak berhubungan
dengan bagian luar.
b. Fraktur terbuka
Fraktur terbuka adalah suatu jenis kondisi patah tulang dengan adanya luka
pada daerah yang patah sehingga bagian tulang berhubungan dengan udara
luar, biasanya juga disertai adanya pendarahan yang banyak. Tulang yang patah
juga ikut menonjol keluar dari permukaan kulit, namun tidak semua
fraktur terbuka membuat tulang menonjol keluar. Fraktur terbuka memerlukan
pertolongan lebih cepat karena terjadinya infeksi dan faktor penyulit lainnya.
c. Fraktur kompleksitas
Fraktur jenis ini terjadi pada dua keadaan yaitu pada bagian ekstermitas terjadi
patah tulang sedangkan pada sendinya terjadi dislokasi.
Menurut Wiarto (2017) jenis fraktur berdasarkan radiologisnya antara lain:
a. Fraktur transversal
Fraktur transversal adalah frktur yang garis patahnya tegak lurus terhadap
sumbu panjang tulang. Fraktur ini, segmen-segmen tulang yang patah
direposisi atau direkduksi kembali ke tempat semula, maka segmen-segmen ini
akan stabil dan biasanya dikontrol dengan bidai gips.
b. Fraktur kuminutif
Fraktur kuminutif adalah terputusnya keutuhan jaringan yang terdiri dari dua
fragmen tulang.
c. Fraktur oblik
Fraktur oblik adalah fraktur yang garis patahnya membuat sudut terhadap
tulang.
d. Fraktur segmental
Fraktur segmental adalah dua fraktur berdekatan pada satu tulang yang
menyebabkan terpisahnya segmen sentral dari suplai darahnya, fraktur jenis ini
biasanya sulit ditangani.
e. Fraktur impaksi
Fraktur impaksi atau fraktur kompresi terjadi ketika dua tulang menumbuk
tulang yang berada diantara vertebra.
f. Fraktur spiral
Fraktur spiral timbul akibat torsi ekstermitas. Fraktur ini menimbulkan sedikit
kerusakan jaringan lunak dan cenderung cepat sembuh dengan imobilisasi.

Klasifikasi fraktur femur berdasarkan sebagai berikut:


a. Fraktur collum femur yaitu disebabkan oleh trauma langsung pada
penderitanya saat jatuh dengan posisi miring disertai dengan benturan benda
keras (jalanan).
Fraktur collum femur dapat diklasifikan dalam klasifikasi Garden yaitu
dibedakan menjadi empat grup berdasarkan derajat pergeseran (displacement)
dari collum femur. Pada klasifikasi Garden I yaitu fraktur subkapital inpaksi
valgus, terjadi fraktur yang inkomplit, dengan garis fraktur di sisi lateral tidak
menembus korteks sisi medial. Pada Garden II dimana fraktur bersifat komplit
namun tidak mengalami pergeseran (non displaced), sehingga garis trabekula
pada caput femur kolinear dengan garis yang berada di acetabulum dan collum
femur di sisi distal fraktur. Pada Garden III terjadi fraktur subkapital dengan
pergeseran yang tidak komplit (incompletely displaced), caput femur tidak
hilang kontak dengan collum femur. Garden IV, mengalami pergeseran
komplit (completely displaced).
b. Fraktur subtrochanter femur bagian distal yang selalu terjadi dislokasi yang
diakibatkan adanya tarikan otot-otot, dimana biasanya fraktur ini terjadi karena
trauma langsung dengan kecepatan yang sangat tinggi sehingga dapat terjadi
gaya axial & stress valgus disertai dengan gaya rotasi dimana garis patahnya
berada sekitar 5 cm pada distal.
c. Fraktur batang fremur terjadi karena trauma langsung akibat kecelakaan lalu
lintas/jatuh dari ketinggian dan mengakibatka patah pada bagian tersebut
sehingga dapat mengakibatkan pendarahan yang cukup banyak, sehingga
penderitanya mengalami syok. Fraktur batang fremur dibagi adanya luka
tertutup & luka terbuka adapun terdapat hubungan antar tulang patah dan
dibagi dalam tiga derajat sebagai berikut:
1) Derajat 1 bila luka 1 cm, terdapat kerusakan jaringan lunak sedikit tidak ada
luka/tanda remuk.
2) Derajat 2 laserasi lebih dari 1 cm, terdapat luka jaringan lunak tapi tidak
luas.
3) Derajat 3 terjadi kerusakan pada jaringa lunak yang luas meliputi struktur
kulit, otot, dan neurovaskuler serta kontaminasi derajat tinggi.
5. Gejala Klinis
Mendiagnosis fraktur harus berdasarkan manifestasi klinis klien, riwayat,
pemeriksaan fisik, dan temuan radiologis. Tanda dan gejala terjadinya fraktur antara
lain:
a. Deformitas
Pembengkaan dari perdarahan lokal dapat menyebabkan deformitas pada lokasi
fraktur. Spasme otot dapat menyebabkan pemendekan tungkai, deformitas
rotasional, atau angulasi. Dibandingkan sisi yang sehat, lokasi fraktur dapat
memiliki deformitas yang nyata.
b. Pembengkakan
Edema dapat muncul segera, sebagai akibat dari akumulasi cairan serosa pada
lokasi fraktur serta ekstravasasi darah ke jaringan sekitar.
c. Memar
Memar terjadi karena perdarahan subkutan pada lokasi fraktur.
d. Spasme otot
Spasme otot involuntar berfungsi sebagai bidai alami untuk mengurangi
gerakan lebih lanjut dari fragmen fraktur.
e. Nyeri
Jika klien secara neurologis masih baik, nyeri akan selalu mengiringi fraktur,
intensitas dan keparahan dari nyeri akan berbeda pada masing-masing klien.
Nyeri biasanya terus-menerus, meningkat jika fraktur dimobilisasi. Hal ini
terjadi karena spasme otot, fragmen fraktur yang bertindihan atau cedera pada
struktur sekitarnya.
f. Ketegangan
Ketegangan diatas lokasi fraktur disebabkan oleh cedera yang terjadi.
g. Kehilangan fungsi
Hilangnya fungsi terjadi karena nyeri yang disebabkan fraktur atau karena
hilangnya fungsi pengungkit lengan pada tungkai yang terkena. Kelumpuhan
juga dapat terjadi dari cedera saraf.
h. Gerakan abnormal dan krepitasi
Manifestasi ini terjadi karena gerakan dari bagian tengah tulang atau gesekan
antar fragmen fraktur.
i. Perubahan neurovaskular
Cedera neurovaskuler terjadi akibat kerusakan saraf perifer atau struktur
vaskular yang terkait. Klien dapat mengeluhkan rasa kebas atau kesemutan atau
tidak teraba nadi pada daerah distal dari fraktur.
j. Syok
Fragmen tulang dapat merobek pembuluh darah. Perdarahan besar atau
tersembunyi dapat menyebabkan syok.

6. Pemeriksaan Diagnostik/Penunjang
a. Radiologi diperlukan untuk mengetahui adanya fraktur melihat sejauh mana
pergerakan fraktur baru atau tidak, keadaan patologis lain pada tulang adanya
benda asing serta menentukan tatalaksana yang diberikan. Namun perlu dicatat
bahwa rontgen tidak boleh menunda tatalaksana pada fraktur femur.
b. Laboratorium pada fraktur femur tes labolatorium yang diperlu dikeahui yaitu
HB Hermatrokit rendah akibat pendarahan, Laju Endap Darah (LED) menigkat
bila kerusakan jaringan lunak sangat luas.
c. Hitung Darah Lengkap: ht mungkin meningkat (hemokesentrasi) atau menurun
(pendarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada trauma multiple).
d. Scan tulang atau ct scan digunakan untuk memperlihatan fraktur, dan juga dapat
digunakan untuk mengedintifikasi jaringan lunak.
e. Arterogtram dicurigai bila ada kerusakan vaskuler.

7. Penatalaksanaan Medis
Menurut Helmi (2012) penatalaksanaan umum pada pengelolaan fraktur
mengikuti prinsip pengobatan kedokteran pada umumnya yaitu yang pertama dan
utama adalah jangan cederai pasien (primum non nocere). Cedera iatrogen
tambahan pada pasien terjadi akibat tindakan yang salah atau tindakan yang
berlebihan. Hal yang kedua, pengobatan didasari atas diagnosis yang tepat dan
prognosisnya. Ketiga, bekerja sama dengan hukum alam dan keempat memilih
pengobatan dengan memperhatikan setiap pasien secara individu. Tujuan
penatalaksanaan ini dilakukan berdasarkan empat tujuan utama yaitu:
a. Menghilangkan rasa nyeri
Nyeri yang timbul pada fraktur bukan karena fraktur sendiri, namun karena
terluka jaringan di sekitar tulang yang patah tersebut. Untuk mengurangi nyeri
tersebut, dapat diberikan obat penghilang rasa nyeri dan teknik immobilisasi
(tidak menggerakkan daerah yang fraktur). Teknik immobilisasi dapat dicapai
dengan cara pemasangan bidai dan gips.
1) Pembidaian dengan menempatkan benda keras didaerah sekeliling tulang.
2) Pemasangan gips merupakan bahan kuat yang dibungkus disekitar tulang
yang patah.
b. Menghasilkan dan mempertahankan posisi yang ideal dari fraktur.
Bidai dan gips tidak dapat mempertahankan posisi dalam waktu yang lama.
Untuk itu diperlukan lagi teknik yang lebih mantap seperti pemasangan traksi
kontinu, fiksasi eksternal atau fiksasi internal tergantung jenis frakturnya
sendiri.
1) Penarikan (traksi)
Menggunakan beban untuk menahan sebuah anggota gerak pada
tempatnya.
2) Fiksasi internal dan eksternal
Dilakukan pembedahan untuk menempatkan piringan atau batang logam
pada pecah- pecahan tulang.
3) Agar terjadi penyatuan tulang kembali
Biasanya tulang yang patah akan mulai menyatu dalam 4 minggu dan akan
menyatu dengan sempurna dalam waktu 6 bulan. Namun terkadang
terdapat gangguan dalam penyatuan tulang sehingga dibutuhkan graft
tulang.
4) Mengembalikan fungsi seperti semula
Immobilisasi yang lama dapat mengakibatkan mengecilnya otot dan
kakunya sendi. Oleh karena itu, diperlukan upaya mobilisasi secepat
mungkin. Untuk frakturnya sendiri, prinsipnya adalah mengembalikan
posisi semula (reposisi) dan mempertahankan posisi itu selama masa
penyembuhan fraktur (immobilisasi).
Penatalaksanaan ortopedi dapat dilakukan sesuai kondisi klinik dan
kemampuan yang ada untuk penanganan fraktur. Beberapa intervensi yang dapat
dilakukan adalah sebagai berikut:
a. Proteksi tanpa reposisi dan immobilisasi
Digunakan pada penanganan fraktur dengan dislokasi fragmen patahan yang
minimal tau dengan dislokasi yang tidak akan menyebabkan kecacatan
dikemudian hari. Contohnya adalah fraktur kosta, fraktur klavikula pada anak
dan fraktur vertebra dengan kompresi minimal.
b. Immobilisasi dengan fiksasi
Dapat pula dilakukan immobilisasi tanpa reposisi, tetapi tetap memerlukan
immobilisasi agar tidak terjadi dislokasi fragmen. Contoh cara ini adalah
pengelolaan fraktur tungkai bawah tanpa dislokasi yang penting.
c. Reposisi dengan cara manipulasi diikuti dengan immobilisasi
Tindakan ini dilakukan pada fraktur dengan dislokasi fragmen yang berarti
seperti pada fraktur radius distal.
d. Reposisi dengan traksi
Dilakukan secara terus menerus selama masa tertentu, misalnya beberapa
minggu, kemudian diikuti dengan immobilisais. Tindakan ini dilakukan pada
fraktur yang bila direposisi secara manipulasi akan terdislokasi kembali dengan
gips. Cara ini dilakukan ada fraktur dengan otot yang kuat yaitu fraktur femur.
Berikut ini macam- macam traksi:
1) Traksi lurus atau langsung
Pada traksi ini memberikan gaya tarikan dalam satu garis lurus dengan
bagian tubuh berbaring ditempat tidur
2) Traksi suspensi seimbang
Traksi ini memberikan dukungan pada ekstremitas yang sakit diatas tempat
tidursehingga memungkinkan mobilisasi pasien sampai batastertentu tanpa
terputusnya garis tarikan.
3) Traksi kulit
Traksi kulit ini membutuhkan pembedahan karena beban menarik kulit,
spon karet atau bahan kanvas yang diletakkan pada kulit, beratnya bahan
yang dipasang sangat terbatas, tidak boleh melebihi toleransi kulit yaitu
tidak lebih dari 2 sampai 3 kg beban tarikan yang dipasang pada kulit. Traksi
pelvi pada umumnya 4,5 sampai dengan 9 kg tergantung dari berat badan.
4) Traksi skelet
Dipasang langsung pada tulang, metode ini untuk menangani fraktur tibia,
humerus dan tulang leher. Traksi skelet ini biasanya menggunakan 7 sampai
12 kg untuk mencapai efek terapi. Rumus traksi skelet 1/10 x BB.
5) Traksi manual
Traksi yang dipasang untuk sementara saat pemasangan gips.

Macam-macam Traksi

e. Repoisi diikuti dengan immobilisasi dengan fiksasi luar


Fiksasi fragmen patahan tulang digunakan pin baja yang ditusukkan pada
fragmen tulang, kemudian pin baja distukan secara kokoh dengan batangan
logam diluar kulit. Alat ini dinamakan fiksator ekstern (Helmi, 2012).
8. Komplikasi
Komplikasi pada fraktur femur menurut Mutaqqin (2008) di antaranya yaitu:
a. Komplikasi awal
1) Kerusakan arteri
Pecahnya arteri karena trauma dapat ditandai dengan tidak adanya
nadi,CRT (capillary refill time) menurun, sianosis pada bagian distal,
hematom melebar dan dingin pada ekstremitas yang disebabkan oleh
tindakan darurat splinting, perubahan posisi pada bagian yang sakit,
tindakan reduksi dan pembedahan.
2) Sindrome kompartemen
Kompikasi serius yang terjadi karena terjebaknya otot, tulang, saraf,
pembuluh darah dalam jaringan parut. Ini di sebabkan oleh edem atau
perdarahan yang menekan otot, sraf, pembuluh darah atau tekanan luar
seperti gips, pembebatan dan penyangga. Perubahan fisiologis sebagai
akibat dari peningkatan tekanan kompartemen yang seringkali terjadi adalah
iskemi dan edema.
3) Fat embolism syndrome (FES)
Fat embolism syndrome merupakan suatu sindrom yang mengakibatkan
komplikasi serius pada fraktur tulang panjang, terjadi karena sel-sel lemak
yang dihasilkan bone marrow kuning masuk ke aliran darah dan
menyebabkan kadar oksigen dalam darah menurun. Ditandai dengan adanya
gangguan pernafasan, takikardi, hipertensi, takipnea dan demam.
4) Infeksi
Biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka tetapi dapat terjadi juga pada
penggunaan bahan lain dalam pembedahan, seperti pin (ORIF dan OREF)
dan plat yang tepasang didalam tulang. Sehingga pada kasus fraktur resiko
infeksi yang terjadi lebih besar baik karena penggunaan alat bantu maupun
prosedur invasif.
5) Nekrosis avaskuler
Aliran darah ketulang rusak atau terganggu sehingga menyebabkan nekrosis
tulang. Biasanya diawali dengan adanya iskemia volkman.
6) Syok
Syok terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya
permeabilitas kepiler sehingga menyebabkan oksigenasi menurun.
b. Komplikasi lama
1) Delayed union, kegagalan fraktur terkonsolidasi sesuai dengan waktu yang
dibutuhkan ruang untuk menyambung. Ini terjadi karena suplai darah
ketulang menurun.
2) Non-union. Komplikasi ini terjadi karena adanya fraktur yang tidak sembuh
antara 6 sampai 8 bulan dan tidak di dapatkan konsolidasi sehingga terdapat
infeksi tetapi dapat juga terjadi bersama-sama infeksi yang disebut infected
pseudoarthosis. Sehingga fraktur dapat menyebabkan infeksi.
3) Mal- union
Keadaan ketika fraktur menyembuh pada saatnya tapi terdapat deformitas
(perubahan bentuk tulang) yang berbentuk angulasi.

B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Gawat Darurat


1. Pengkajian Keperawatan
a. Pengkajian Primer
1) Airway
Penilaian kelancaran airway pada klien yang mengalami fraktur, meliputi
pemeriksaan adanya obstruksi jalan nafas yang dapat disebabkan benda
asing, fraktur wajah, fraktur mandibula atau maksila, fraktur laring atau
trachea. Usaha untuk membebaskan jalan nafas harus melindungi
vertebra servikal karena kemungkinan patahnya tulang servikal harus
selalu diperhitungkan. Dalam hal ini dapat dilakukan chin lift, tetapi tidak
boleh mengakibatkan hiperekstensi leher. Cara melakukan chinlift
dengan menggunakan jari-jari satu tangan yang diletakan dibawah
mandibula, kemudian mendorong dagu ke anterior. Ibu jari tangan yang
sama sedikit menekan bibir bawah untuk membuka mulut dan jika
diperlukan ibu jari dapat diletakkan didalam mulut dibelakang gigi seri
untuk mengangkat dagu. Jaw trust juga merupakan tekhnik untuk
membebaskan jalan nafas. Tindakan ini dilakukan oleh dua tangan
masing-masing satu tangan dibelakang angulus mandibula dan menarik
rahang ke depan. Bila tindakan ini dilakukan memakai face-mask akan
dicapai penutupan sempurna dari mulut sehingga dapat dilakukan
ventilasi yang baik. Jika kesadaran klien menurun pembebasan jalan
nafas dapat dipasang guedel (oro-pharyngeal airway) dimasukkan
kedalam mulut dan diletakkan dibelakang lidah. Cara terbaik adalah
dengan menekan lidah dengan tongue spatol dan mendorong lidah
kebelakang, karena dapat menyumbat fariks. Pada klien sadar tidak boleh
dipakai alat ini, karena dapat menyebabkan muntah dan terjadi aspirasi.
Cara lain dapat dilakukan dengan memasukkan guedel secara terbalik
sampai menyentuh palatum molle, lalu alat diputar 180o dan diletakkan
dibelakang lidah. Naso-Pharyngeal airway juga merupakan salah satu
alat untuk membebaskan jalan nafas. Alat ini dimasukkan pada salah satu
lubang hidung yang tidak tersumbat secara perlahan dimasukkan
sehingga ujungnya terletak di fariks. Jika pada saat pemasangan
mengalami hambatan berhenti dan pindah kelubang hidung yang
satunya. Selama memeriksa dan memperbaiki jalan nafas, harus
diperhatikan bahwa tidak boleh dilakukan ekstensi, fleksi atau rotasi
leher.
2) Breathing
Jalan nafas yang baik tidak menjamin ventilasi yang baik. Pertukaran gas
yang terjadi pada saat bernafas mutlak untuk pertukaran oksigen dan
mengeluarkan karbondioksida dari tubuh. Ventilasi yang baik meliputi
fungsi yang baik dari paru, dinding dada dan diafragma. Dada klien harus
dibuka untuk melihat pernafasan yang baik. Auskultasi dilakukan untuk
memastikan masuknya udara ke dalam paru. Perkusi dilakukan untuk
menilai adanya udara atau darah dalam rongga pleura. Inspeksi dan
palpasi dapat mengetahui kelainan dinding dada yang mungkin
mengganggu ventilasi. Evaluasi kesulitan pernafasan karena edema pada
klien cedera wajah dan leher. Perlukaan yang mengakibatkan gangguan
ventilasi yang berat adalah tension pneumothoraks, flail chest dengan
kontusio paru, open pneumothoraks dan hemathotoraks massif. Jika
terjadi hal yang demikian siapkan klien untuk intubasi trakea atau
trakeostomi sesuai indikasi.
3) Circulation
Control pendarahan vena dengan menekan langsung sisi area perdarahan
bersamaan dengan tekanan jari pada arteri paling dekat dengan area
perdarahan. Kaji tanda-tanda syok yaitu penurunan tekanan darah, kulit
dingin, lembab dan nadi halus. Darah yang keluar berkaitan dengan
fraktur femur dan pelvis. Pertahankan tekanan darah dengan infuse IV,
plasma. Berikan transfuse untuk terapi komponen darah sesuai ketentuan
setelah tersedia darah. Berikan oksigen karena obstruksi jantung paru
menyebabkan penurunan suplai oksigen pada jaringan menyebabkan
kolaps sirkulsi. Pembebatan ekstremitas dan pengendalian nyeri penting
dalam mengatasi syok yang menyertai fraktur.

Pengkajian nyeri:
a) Provoking incident : Apakah ada peristiwa yang menjadi faktor
presipitasi nyeri
b) Quality of pain : Seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau
digambarkan klien. Apakah seperti terbakar, berdenyut, atau
menusuk
c) Region : Radiation, relief : Apakah rasa sakit bisa reda, apakah
rasa sakit menjalar atau menyebar, dan dimana rasa sakit terjadi.
d) Severity (scale) of pain : Seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan
klien, bisa berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan
seberapa jauh rasa sakit memepengaruhi kemampuan fungsinya.
e) Time : Berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah
buruk pada malam hari atau siang hari

4) Disability/evaluasi neurologis
Dievalusai keadaan neurologisnya secara cepat, yaitu tingkat kesadaran
ukuran dan reaksi pupil. Penurunan kesadaran dapat disebabkan
penurunan oksigen atau penurunan perfusi ke otak atau perlukaan pada
otak. Perubahan kesadaran menuntutu dilakukannya pemeriksaan
terhadap keadaan ventilasi, perfusi dan oksigenasi.
5) Exporsur/control lingkungan
Di Rs klien harus dibuka keseluruhan pakainnya, untuk evaluasi klien.
Setelah pakaian dibuka, penting agar klien tidak kedinginan, harus
diberikan selimut hangat dan diberikan cairan intravena yang sudah
dihangatkan.
b. Pengkajian Sekunder
1) Kaji riwayat trauma, mengetahui riwayat trauma, karena penampilan
luka kadang tidak sesuai dedngan parahnya cidera, jika ada saksi
seseorang dapat menceritakan kejadiannya sementara petugas
melakukan pemeriksaan klien.
2) Kaji seluruh tubuh dengan pemeriksaan fisik dari kepa;a sampai kaku
secara sistematis, inspeksi adanya laserasi bengkak dan deformitas.
3) Kaji kemungkinan adanya fraktur multiple:
a) Trauma pada tungkai akibat jatuh dari ketinggian sering disertai
dengan trauma pada lumbal
b) Trauma pada lutut saat pasien jatuh dengan posisi duduk dapat
disertai dengan trauma panggul
c) Trauma lengan sering menyebabkan trauma pada siku sehingga
lengan dan siku harus dievakuasi bersamaan.
d) Trauma proksimal fibula dan lutut sering menyebabkan trauma pada
tungkai bawah.
4) Kaji adanya nyeri pada area fraktur dan dislokasi
5) Kaji adanya krepitasi pada area fraktur
6) Kaji adanya perdarahan dan syok terutama pada fraktur pelvis dan
femur.
7) Kaji adanya sindrom kompartemen, fraktur terbuka, tertutup dapat
menyebabkan perdarahan atau hematoma pada daerah yang tertutup
sehingga menyebabkan penekanan saraf.
8) Kaji TTV secara continue.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik.
b. Risiko perfusi perifer tidak efektif dibuktikan dengan trauma.
c. Risiko disfungsi neuromurkuler perifer dibuktikan dengan fraktur.
d. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan musculoskeletal.

3. Rencana Keperawatan

Standar Diagnosa
Standar Luaran Keperawatan Standar Intervensi Keperawatan
No. Keperawatan Indonesia
Indonesia (SLKI) Indonesia (SIKI)
(SDKI)

1 Nyeri Akut Setelah dilakukan tindakan Intervensi Utama


Definisi keperawatan selama .... X jam 1. Manajemen Nyeri (I.08238)
Pengalaman sensorik atau menit diharapkan tingkat nyeri Observasi
emosional yang berkaitan menurun (L.08066) dengan  Identifikasi lokasi, karakteristik,
dengan kerusakan jaringan kriteria hasil: durasi, frekuensi, kualitas,
actual atau fungsional, dengan  Keluhan nyeri (5) intensitas nyeri
onset mendadak atau lambat  Meringis (5)  Identifikasi skala nyeri
dan berintensitas ringan hingga  Sikap protektif (5)  Identifikasi respons nyeri non
berat yang berlangsung kurang  Gelisah (5) verbal
dari 3 bulan.  Kesulitan tidur (5)  Identifikasi faktor yang
Penyebab  Menarik diri (5) memperberat nyeri dan
 Agen pencedera fisiologis  Berfokus pada diri sendiri (5) memperingan nyeri
(mis. inflamasi, iskemia,  Diaforesis (5)  Identifikasi pengetahuan dan
neoplasma)
 Perasaan depresi (tertekan) (5) keyakinan tentang nyeri
 Agen pencedera kimiawi  Identifikasi pengaruh budaya
 Perasan takut mengalami
(mis. terbakar, bahan terhadap respon nyeri
cedera berulang (5)
kimia iritan)  Identifikasi pengaruh nyeri pada
 Anoreksia (5)
 Agen pencedera fisik (mis. kualitas hidup
 Perineum terasa tertekan (5)
abses, amputasi, terbakar,  Monitor keberhasilan terapi
terpotong, mengangkat  Uterus teraba membulat (5)
 Ketegangan otot (5) komplementer yan sudah
berat, prosedur operasi, diberikan
trauma, latihan fisik  Pupil dilatasi (5)
 Monitor efek samping penggunaan
berlebihan)  Muntah (5)
analgetik
Gejala dan Tanda Mayor  Mual (5)
Terapeutik
Subjektif  Frekuensi nadi (5)
 Berikan teknik nonfarmakologis
 Mengeluh nyeri  Pola napas (5) untuk mengurangi rasa nyeri
Objektif  Tekanan darah (5) (mis. TENS, hypnosis, akupresur,
 Tampak meringis  Proses berpikir (5) terapi music, biofeedback, terapi
 Bersikap protektif (mis.  Fokus (5) pijat, aromaterapi, teknik
waspada, posisi  Fungsi kemih (5) imajinasi terbimbing, kompres
menghindari nyeri)  Perilaku (5) hangat/dingin, terapi bermain)
 Gelisah  Nafsu makan (5)  Kontrol lingkungan yang
 Frekuensi nadi meningkat  Pola tidur (5) memperberat rasa nyeri (mis.
 Sulit tidur
Gejala dan Tanda Minor Suhu ruangan, pencahayaan,
Subjektif kebisingan)
Tidak tersedia  Fasilitas istirahat dan tidur
Objektif  Pertimbangkan jenis dan sumber
 Tekanan darah meningkat nyeri dalam pemilihan strategi
 Pola nafas berubah meredakan nyeri
 Nafsu makan berubah Edukasi
 Proses berpikir terganggu  Jelaskan penyebab, periode, dan
 Menarik diri pemicu
 Berfokus pada diri sendiri  Jelaskan strategi meredakan nyeri
 Diaforesis  Anjurkan memonitor nyeri secara
mandiri
 Anjurkan menggunakan
analgetik secara tepat
 Ajarkan teknik nonfarmakologis
untuk mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian analgetik,
jika perlu

2. Pemberian Analgesik (I.08243)


Observasi
 Identifikasi karakteristik nyeri
(mis. Pencetus, pereda, kualitas,
lokasi, intensitas, frekuensi,
durasi)
 Identifikasi riwayat alergi obat
 Identifikasi kesesuaian jenis
analgesic (mis. Narkotika, non
narkotika, atau NSAID) dengan
tingkat keparahan nyeri
 Monitor tanda tanda vital sebelum
dan sesudah pemberian analgesik
 Monitor efektifitas analgesik
Terapeutik
 Diskusikan jenis analgesic yang
disukai untuk mencapai analgesia
optimal, jika perlu
 Pertimbangkan penggunaan infus
kontinu, atau bolus opioid untuk
mempertahankan kadar dalam
serum
 Tetapkan target efektifitas
analgesik untuk mengoptimalkan
respon pasien
 Dokumentasikan respons
terhadap efek analgesik dan efek
yang tidak diinginkan
Edukasi
 Jelaskan efek terapu dan efek
samping obat
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian dosis dan
jenis analgesik, sesuai indikasi

Intervensi Pendukung
1. Terapi relaksasi (I.09326)
Observasi

 Identifikasi penurunan
tingkat energy,
ketidakmampuan
berkonsentrasi, atau gejala
lain yang menganggu
kemampuan kognitif
 Identifikasi teknik relaksasi
yang pernah efektif
digunakan
 Identifikasi kesediaan,
kemampuan, dan
penggunaan teknik
sebelumnya
 Periksa ketegangan otot,
frekuensi nadi, tekanan
darah, dan suhu sebelum dan
sesudah latihan
 Monitor respons terhadap
terapi relaksasi

Terapeutik

 Ciptakan lingkungan tenang


dan tanpa gangguan dengan
pencahayaan dan suhu ruang
nyaman, jika memungkinkan
 Berikan informasi tertulis
tentang persiapan dan
prosedur teknik relaksasi
 Gunakan pakaian longgar
 Gunakan nada suara lembut
dengan irama lambat dan
berirama
 Gunakan relaksasi sebagai
strategi penunjang dengan
analgetik atau tindakan
medis lain, jika sesuai

Edukasi
 Jelaskan tujuan, manfaat,
batasan, dan jenis, relaksasi
yang tersedia (mis. music,
meditasi, napas dalam,
relaksasi otot progresif)
 Jelaskan secara rinciintervensi
relaksasi yang dipilih
 Anjurkan mengambil psosisi
nyaman
 Anjurkan rileks danmerasakan
sensasi relaksasi
 Anjurkan sering mengulang
atau melatih teknik yang
dipilih’
 Demonstrasikan dan latih
teknik relaksasi (mis. napas
dalam, pereganganm atau
imajinasi terbimbing )

3. Teknik Distraksi (I.08247)


Observasi
 Identifikasi pilihan teknik
distaksi yang diinginkan

Terapeutik

 Gunakan teknik distraksi (mis.


membaca buku, menonton
televsisi, bermain, aktivitas
terapi, membaca cerita,
bernyanyi)

Edukasi

 Jelaskan manfaat dan jenis


distraksi bagi panca indera
(mis. musik, penghitungan,
televisi, baca, video /
permainan genggam)
 Anjurkan menggunaan
teknik sesual dengan tingkat
energi, kemampuan, usia,
tingkat perkembangan
 Anjurkan membuat daftar
aktivitas yang
menyenangkan
 Anjurkan berlatih teknik
distraksi
2. Risiko Perfusi Perifer Tidak Setelah dilakukan tindakan Intervensi Utama
Efektif keperawatan selama ... x ... menit Perawatan Sirkulasi
diharapkan Perfusi Perifer Observasi
Definisi Meningkat dengan kriteria hasil :  Periksa sirkulasi perifer (mis. nadi
Berisiko mengalami  Kekuatan nadi perifer perifer, edema, pengisian kapiler,
penurunan sirkulasi darah pada meningkat (5) warna, suhu, ankle- brachial
level kapiler yang dapat  Penyembuhan luka meningkat index)
mengganggu metabolism (5)  Identifikasi faktor risiko gangguan
tubuh  Sensasi meningkat (5) sirkulasi (mis. diabetes, perokok,
 Warna kulit pucat menurun (5) orang tua, hipertensi dan kadar
Faktor Risiko  Edema perifer menurun (5) kolesterol tinggi)
 Hiperglikemia  Nyeri ekstremitas menurun (5)  Monitor panas, kemerahan, nyeri
 Gaya hidup kurang gerak  Pasastesia menurun (5) atau bengkak pada ekstremitas
 Hipertensi  Kelemahan otot menurun (5) Terapeutik
 Merokok  Kram otot menurun (5)  Hindari pemasangan infus atau
 Prosedur endovaskuler  Bruit femoralis menurun (5) pengambilan darah di area
 Trauma  Nekrosis menurun (5) keterbatasan perfusi
 Kurang terpapar informasi  Pengisian kapiler membaik (5)  Hindari pengukuran tekanan darah
tentang faktor pemberat pada ekstremitas dengan
 Akral membaik (5)
(mis. Merokok, gaya keterbatasan perfusi
 Trugor kulit membaik (5)
hidup kurang gerak,  Hindari penekanan dan
 Tekanan darah sistolik pemasangan tourniquet pada area
obesitas,imobilitas)
membaik (5) yang cedera
Kondisi Klinis Terkait  Tekanan darah 24nalgesic  Lakukan pencegahan infeksi
mebaik (5)
 Arterosklerosis  Lakukan perawatan kaki dna
 Tekanan arteri rata-rata
 Raynaud’s disease kuku
membaik (5)
 Thrombosis arteri  Lakukan hidrasi
 Indeks ankle-brachial
 Artritis rheumatoid membaik (5)
Edukasi
 Leriche’s syndrome  Anjurkan berhenti merokok
 Aneurisma  Anjurkan berolahraga rutin
 Buerger’s disease  Anjurkan mengecek air mandi
 Varises untuk menghindari kulit terbakar
 Diabetes mellitus  Anjurkan minum obat pengontrol
 Hipotensi tekanan darah secara teratur
 Kanker  Anjurkan menggunakan obat
penurn tekanan darah,
antikoagulan, dan penurun
kolesterol, jika perlu
 Anjurkan menghindari
penggunaan obat penyekat beta
 Anjurkan melakukan perawatan
kulit yang tepat (mis.
melembabkan kulitkering pada
kaki)
 Anjurkan program rehabilitasi
analgesi
 Anjurkan program diet untuk
memperbaiki sirkulasi (mis.
rendah lemak jenuh, minyak ikan
omega 3)
 Informasikan tanda dan gejala
darurat yang harus dilaporkan
(mis. rasa sakit yang tidak hilang
saat istirahat, luka tidak sembuh,
hilangnya rasa)

Intervensi Pendukung
Manajemen Sensasi Perifer
Observasi
 Identifikasi penyebab perubahan
sensasi
 Identifikasi penggunaan alat
pengikat, analgesic, sepatu dan
pakaian
 Periksa perbedaan sensasi tajam
atau tumpul
 Periksa perbedaan sensasi panas
atau dingin
 Periksa kemampuan
mengidentifikasi lokasi dan
tekstur benda
 Monitor terjadinya parestesia, jika
perlu
 Monitor perubahan kulit
 Monitor adanya tromboflebitis
dan tromboemboli vena
Terapeutik
 Hindari pemakaian benda-benda
yang berlebihan suhunya (terlalu
panas atau dingin)
Edukasi
 Anjurkan penggunaan analgesic
untuk menguji suhu air
 Anjurkan penggunaan sarung
tangan termal saat memasak
 Anjurkan memakai sepatu
lembut dan bertumit rendah
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberiaan
analgesic, jika perlu
 Kolaborasi pemberian
kortikosteroid, jika perlu

1. Pengaturan Posisi (I.01019)


Observasi
 Monitor alat traksi agar
selalu tepat
Terapeutik
 Tempatkan pada
matras/tempat tidur
terapeutik yang tepat
 Tempatkan pada posisi
terapeutik
 Sediakan matras yang
kokoh/padat Atur posisi tidur
yang disukai, jika tidak
kontraindikasi
 Atur posisi yang
meningkatkan drainage
 Posisikan pada kesejajaran
tubuh yang tepat
 Imobilisasi dan topang bagian
tubuh yang cedera dengan
tepat.
 Tinggikan bagian tubuh yang
sakit dengan tepat Tinggikan
anggota gerak 20° atau lebih
di atas level jantung
 Berikan topangan pada area
edema (mis. bantal dibawah
lengan dan skrotum)
 Posisikan untuk
mempemudah
ventilasi/perfusi (mis.
tengkurap/good lung down)
 Motivasi melakukan ROM
aktif atau pasif
 Motivasi terlibat dalam
perubahan posisi, sesuai
kebutuhan
 Hindari menempatkan pada
posisi yang dapat
meningkatkan nyeri
 Hindari menempatkan stump
amputasi pada posisi fleksi
 Hindari posisi yang
menimbulkan ketegangan
pada luka

2. Perawatan Neurovaskuler
(I.06204)
Observasi
 Monitor perubahan warna
kulit abnormal (mis. pucat,
kebiruan, keunguan,
kehitaman)
 Monitor suhu ekstremitas
(mis. panas, hangat, dingin)
 Monitor keterbatasan gerak
ekstremitas (mis. aktif tanpa
nyeri, aktif disertai nyeri,
pasif tanpa nyeri, pasif
disertai nyeri)
 Monitor perubahan sensasi
ekstemitas (mis. penuh,
parsial)
 Monitor adanya
pembengkakan
 Monitor perubahan pulsasi
ekstremitas (mis. kuat,
lemah, tidak teraba)
 Monitor capillary refill time
 Monitor adanya nyeri
 Monitor tanda-tanda vital
 Monitor adanya tanda-tanda
sindrom kompartemen
Terapeutik
 Elevasikan ekstremitas (tidak
melebihi level jantung)
 Pertahankan kesesejajaran
(align ment) anatomis
ekstremitas
Edukasi
 Jelaskan pentingnya
melakukan pemantauan
neurovaskuler
 Anjurkan menggerakkan
ekstremitas secara rutin
3. Risiko Disfungsi Setelah dilakukan tindakan Intervensi Utama
Neurovaskuler Perifer keperawatan ….x… jam diharapkan Manajemen sensasi perifer
(D. 0067) status Neurovaskuler Perifer Observasi:
Berisiko mengalami gangguan meningkat dengan kriteria hasil: □ Identifikasi penyebab perubahan
sirkulasi, sensasi dan □ Sirkulasi arteri meningkat sensasi
pergerakan pada ekstremitas. (5) □ Identifikasi penggunaan alat
□ Sirkulasi vena meningkat pengikat, prosthesis, sepatu, dan
Faktor risiko (5) pakaian
□ Hiperglikemia □ Pergerakan sendi □ Periksa perbedaan sensasi tajam
meningkat (5) atau tumpul
□ Obstruksi vaskuler □ Pergerakan ekstremitas □ Periksa perbedaan sensasi panas
□ Fraktur meningkat (5) atau dingin
□ Nyeri menurun (5) □ Periksa kemampuan
□ Imobilisasi □ Perdarahan menurun (5) mengidentifikasi lokasi dan tekstur
□ Nadi membaik (5) benda
□ Penekanan mekanis
□ Suhu tubuh membaik (5) □ Monitor terjadinya parestesia, jika
(mis. tornket, gips, □ Warna kulit membaik (5) perlu
□ Tekanan darah membaik □ Monitor perubahan kulit
balutan, restraint)
(5) □ Monitor adanya tromboflebitis dan
□ Pembedahan □ Luka tekan membaik (5) tromboemboli vena
Terapeutik:
ortopedi Status Sirkulasi membaik □ Hindari pemakaian benda-benda
□ Trauma □ Kekuatan nadi meningkat yang berlebihan suhunya (terlalu
(5) panas atau dingin)
□ Luka bakar □ Akral dingin menurun (5) Edukasi
Kondisi Klinis Terkait □ Tekanan nadi membaik
(5)
□ Diabetes melitus
□ Anjurkan penggunaan
□ Obstruksi vaskuler thermometer untuk menguji suhu
□ Fraktur air
□ Anjurkan penggunaan sarung
□ Pembedahan tangan ternal saat memasak
ortopedi □ Anjurkan memakai sepatu lembut
dan bertumit rendah
□ Trauma Kolaborasi
□ Luka bakar □ Kolaborasi pemberian analgesic,
jika perlu
□ Kolaborasi pemberian
kortikosteroid, jika perlu.

Intervensi Pendukung
Perawatan Traksi (L. 05182)
Tindakan
Observasi
□ Monitor kemampuan
perawatan diri saat terpasang
traksi
□ Monitor alat fiksasi eksternal
□ Monitor tempat insersi pen
□ Monitor tanda-tanda
kerusakan integritas kulit
□ Monitor sirkulasi,
pergerakan, dan sensasi pada
ekstremitas yang cedera
□ Monitor adanya komplikasi
imobilisasi
Terapeutik
□ Posisikan tubuh pada
kesejajaran yang tepat
□ Pertahankan posisi baring
yang tepat di tempat tidur
□ Pastikan beban traksi
terpasang tepat
□ Pastikan tali dan katrol bebas
menggantung
□ Pastikan tarikan dan tali
beban tetap berada di
sepanjang sumbu tulang
fraktur
□ Amankan beban traksi saat
menggerakkan pasien
□ Lakukan perawatam area
insersi pin
□ Lakukan perawatan pada
area-area gesekan
Edukasi
□ Anjurkan perawatan alat
penopang, sesuai kebutuhan
□ Anjurkan perawatan alat
fiksasi eksternal, sesuai
kebutuhan
□ Anjurkan pentingnya nutrisi
yang memadai untuk
penyembuhan tulang
4. Gangguan Mobilitas Fisik Setelah dilakukan tindakan Intervensi Utama
(D.0054) keperawatan selama .... X ...... jam 1.Dukungan Ambulasi (I.06171)
Definisi menit diharapkan mobilitas fisik Observasi
Keterbatasan dalam gerakan meningkat dengan kriteria hasil:  Identifikasi adanya nyeri atau
fisik dari satu atau lebih  Pergerakan ekstemitas (5) keluhan fisik lainnya
ekstremitas secara mandiri  Kekuatan otot (5)  Identifikasi toleransi fisik
Penyebab  Rentang gerak (ROM) (5) melakukan ambulasi
 Kerusakan integritas  Nyeri (5)  Monitor frekuensi jantung dan
struktur tulang  Kecemasan (5) tekanan darah sebelum memulai
 Perubahan metabolisme  Kaku sendi (5) ambulasi
 Ketidakbugaran fisik  Gerakan tidak terkoordinasi  Monitor kondisi umum selama
 Penuruna kendali otot (5) melakukan ambulasi
 Penurunan kekuatan otot  Gerakan terbatas (5) Terapeutik
 Keterlambatan  Kelemahan fisik (5)  Fasilitasi aktivitas ambulasi
perkembangan dengan alat bantu (mis. tongkat,
 Kekuatan sendi kruk)
 Kontraktur  Fasilitasi melakukan mobilisasi
 Malnutrisi fisik, jika perlu
 Gangguan muskuloskeletal  Libatkan keluarga untuk
 Gangguan neuromuskular membantu pasien dalam
 Indeks massa tubuh di atas meningkatkan ambulasi
persentil ke-75 sesuai usia Edukasi
 Efek agen farmakologis  Jelaskan tujuan dan prosedur
 Program pembatasan gerak ambulasi
 Nyeri  Anjurkan melakukan ambulasi dini
 Kurang terpapar informasi  Ajarkan ambulasi sederhana yang
tentang aktivitas fisik harus dilakukan (mis. berjalan
dari tempat tidur ke kursi roda,
 Kecemasan
berjalan dari tempat tidur ke
 Gangguan kognitif
kamar mandi, berjalan sesuai
 Keengganan melakukan toleransi)
pergerakan
 Gangguan sensori persepsi 2.Dukungan Mobilisasi (I.05173)
Observasi
Gejala dan Tanda Mayor  Identifikasi adanya nyeri atau
Subjektif keluhan fisik lainnya
 Mengeluh sulit  Identifikasi toleransi fisik
menggerakkan ekstremitas melakukan pergerakan
Objektif
 Monitor frekuensi jantung dan
 Kekuatan otot menurun tekanan darah sebelum memulai
 Rentang gerak (ROM) mobilisasi
menurun  Monitor kondisi umum selama
melakukan mobilisasi
Gejala dan Tanda Minor Terapeutik
Subjektif
 Nyeri saat bergerak
 Enggan melakukan  Fasilitasi aktivitas mobilisasi
pergerakan dengan alat bantu (mis. pagar
 Merasa cemas saat tempat tidur)
bergerak  Fasilitasi melakukan mobilisasi
Objektif dini
 Sendi kaku  Libatkan keluarga untuk
 Gerakan tidak membantu pasien dalam
terkoordinasi meningkatkan pergerakan
 Gerakan terbatas Edukasi
 Fisik lemah  Jelaskan tujuan dan prosedur
mobilisasi
Kondisi Klinis Terkait  Anjurkan melakukan mobilisasi
 Stroke dini
 Cedera medulla spinalis  Ajarkan mobilisasi sederhana yang
 Trauma harus dilakukan (mis. duduk di
 Fraktur tempat tidur, duduk di sisi tempat
 Osteoarthritis tidur, pindah dari tempat tidur ke
 Ostemalasia kursi)
 Keganasan
2. Pencegahan Jatuh (I.14540)

Observasi

 Identifikasi faktor risiko jatuh


(mis. Usia> 65 tahun,
penurunan tingkat kesadaran,
defisit kognitif, hipotensi
ortostatik, gangguan
keseimbangan, gangguan
penglihatan, neuropati)
 Identifikasi risiko jatuh setiap
shift atau sesuai dengan
kebijakan faktor lingkungan
yang meningkatkan Risiko
jatuh (mis. lantai licin,
penerangan kurang)
 Hitung risiko jatuh dengan
menggunakan skala (mis Fall
Morse Scale, Humpty
Dumpty Scale), jika perlu
 Pantau kemampuan
berpindah dari tempat tidur
ke tempat tidur ke tempat
tidur dan sebaliknya
Terapeutik
 Orientasikan ruangan pada
pasien dan keluarga
 Pastikan roda tempat tidur
dan kursi roda selalu dalam
ungkapan
 Pasang pegangan tempat tidur
 Atur tempat tidur mekanis
pada posisi terendah
 Tempatkan pasien berisiko
tinggi jatuh dekat dengan
pantauan perawat dari stasiun
perawat
 Gunakan alat bantu berjalan
(mis. kursi roda, walker)
 Dekatkan bel pemanggil
dalam jangkauan pasien
Edukasi
 Anjurkan memanggil
perawat jika membutuhkan
bantuan untuk berpindah
 Anjurkan menggunakan alas
kaki yang tidak licin
 Anjurkan berkonsentrasi
untuk menjaga
keseimbangan tubuh
 Anjurkan melebarkan jarak
kedua kaki untuk
meningkatkan keseimbangan
saat berdiri
 Ajarkan cara menggunakan
bel pemanggil untuk
memanggil perawat

3. Perawatan Sirkulasi (I.02079)


Observasi
 Periksa sirkulasi perifer (mis. nadi
perifer, edema, pengisian kapiler,
warna, suhu, ankle- brachial
index)
 Identifikasi faktor risiko gangguan
sirkulasi (mis. diabetes, perokok,
orang tua, hipertensi dan kadar
kolesterol tinggi)
 Monitor panas, kemerahan, nyeri
atau bengkak pada ekstremitas
Terapeutik
 Hindari pemasangan infus atau
pengambilan darah di area
keterbatasan perfusi
 Hindari pengukuran tekanan darah
pada ekstremitas dengan
keterbatasan perfusi
 Hindari penekanan dan
pemasangan tourniquet pada area
yang cedera
 Lakukan pencegahan infeksi
 Lakukan perawatan kaki dna
kuku
 Lakukan hidrasi
Edukasi
 Anjurkan berhenti merokok
 Anjurkan berolahraga rutin
 Anjurkan mengecek air mandi
untuk menghindari kulit terbakar
 Anjurkan minum obat pengontrol
tekanan darah secara teratur
 Anjurkan menggunakan obat
penurn tekanan darah,
antikoagulan, dan penurun
kolesterol, jika perlu
 Anjurkan menghindari
penggunaan obat penyekat beta
 Anjurkan melakukan perawatan
kulit yang tepat (mis.
melembabkan kulitkering pada
kaki)
 Anjurkan program rehabilitasi
vaskular
 Anjurkan program diet untuk
memperbaiki sirkulasi (mis.
rendah lemak jenuh, minyak ikan
omega 3)
 Informasikan tanda dan gejala
darurat yang harus dilaporkan
(mis. rasa sakit yang tidak hilang
saat istirahat, luka tidak sembuh,
hilangnya rasa)
Perawatan Traksi (L. 05182)
Tindakan
Observasi
□ Monitor kemampuan
perawatan diri saat terpasang
traksi
□ Monitor alat fiksasi eksternal
□ Monitor tempat insersi pen
□ Monitor tanda-tanda
kerusakan integritas kulit
□ Monitor sirkulasi,
pergerakan, dan sensasi pada
ekstremitas yang cedera
□ Monitor adanya komplikasi
imobilisasi
Terapeutik
□ Posisikan tubuh pada
kesejajaran yang tepat
□ Pertahankan posisi baring
yang tepat di tempat tidur
□ Pastikan beban traksi
terpasang tepat
□ Pastikan tali dan katrol bebas
menggantung
□ Pastikan tarikan dan tali
beban tetap berada di
sepanjang sumbu tulang
fraktur
□ Amankan beban traksi saat
menggerakkan pasien
□ Lakukan perawatam area
insersi pin
□ Lakukan perawatan pada
area-area gesekan
Edukasi
□ Anjurkan perawatan alat
penopang, sesuai kebutuhan
□ Anjurkan perawatan alat
fiksasi eksternal, sesuai
kebutuhan
□ Anjurkan pentingnya nutrisi
yang memadai untuk
penyembuhan tulang

3. Implementasi
Pelaksanaan asuhan keperawatan merupakan realisasi dari pada
rencana tindakan yang telah ditetapkan.
4. Evaluasi
a. Evaluasi Formatif (Mereflesikan observasi perawat dan analisi terhadap
pasien terhadap respon langsung pada ntervensi keperawatan)
b. Evaluasi Sumatif (Mereflesikan rekapitulasi dan synopsis observasi dan
analisis mengenai status kesehatan pasien terhadap waktu)
DAFTAR PUSTAKA

Andra, S. W., & Yessie, M. P. (2013). KMB 1 Keperawatan Medikal Bedah


Keperawatan Dewasa Teori dan Contoh Askep. Yogyakarta: Nuha Medika
Digiulio, M., Donna Jackson dan Jim Keogh. 2014. Keperawatan Medikal Bedah.
Yogyakarta: Rapha Publishing
Egol, K dkk. Femoral Neck Fractures; Handbook of Fractures, 3rd Ed. Lippincott
Williams & Wilkins, 2002. Hal: 319-28.
Helmi, Z.N. 2012. Buku saku kedaruratan di bidang bedah ortopedi. Jakarta
:Salemba Medika
Helmi, Z.N. 2012. Buku Ajar Ganguan Muskuloskeletal. Jakarta: Salemba Medika
Muttaqin,Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan
Sistem Imunologi. Jakarta: Salemba Medika
Rasjad, Chairuddin. 2015. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Jakarta: PT Yarsif
Watampone.
Solomon, L dkk. Fractures of the Femoral Neck; Apley’s System of Orthopaedic
and Fractures, 8th Ed. Arnold, 2001. Hal: 847-52.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia.
Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia.
Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.
Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI.
Wiarto. Giri. 2017. Nyeri Tulang dan Sendi. Yogyakarta: Gosyen Publishing
Wahid,A. 2013. Asuhan Keperawatan Dengan Gangguan Sistem Muskuloskeletal.
Jakarta : Trans Info Media

Anda mungkin juga menyukai