Anda di halaman 1dari 27

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Otak merupakan organ maha penting dalam tubuh kita, sebab dapat
dikatakan segala aktifitas tubuh dikoordinir oleh organ ini. Anggapan dewasa ini
ialah bahwa setelah kelahiran, tidak terjadi lagi penambahan jumlah sel otak.
Tidak adanya regenerasi dari jaringan otak ini merupakan sebab utama mengapa
kerusakan dari otak pada umumnya tidak dapat sembuh sempurna seperti organ-
organ lain. Berbagai keadaan/penyakit dapat menimbulkan herbagai gangguan
fungsi otak yang dapat menyerang baik bagian sensorik, motorik maupun pusat-
pusat vital dengan akibat kematian.
Bangkitan kejang merupakan satu manifestasi daripada lepas muatan listrik
yang berlebihan di sel neuron saraf pusat. Keadaan ini merupakan gejala
terganggunya fungsi otak. Gangguan ini dapat disebabkan oleh factor fisiologi,
biokimiawi, anatomis atau gabungan factor tersebut. Tiap – tiap penyakit atau
kelaian yang dapat menganggu fungsi otak, dapat menyebabkan timbulnya
bangkitan kejang. Dengan demikian dapatlah difahami bahwa bangkitan kejang
dapat disebabkan oleh banyak macam penyakit atau kelainan diantaranya adalah
trauma lahir, trauma kapitis, radang otak, perdarahn otak, gangguan perdarahan
otak, hipoksia, tumor otak dan sebagainya.
Epilepsi merupakan suatu gangguan neurologik yang relative sering terjadi.
Epilepsy merupkan suatu gangguan fungsionalkronik dan banyak jenisnya dan
ditandai oleh aktivitas serangan yang berulang. Serangan Kejang merupakan
gejala atau manieftasi utama epilepsy dapat diakibatkan kelainan fungsional.
Serangan tersebut tidak terlalu lam, tidak terkontrol serta timbul secara episodic.
Serangan ini mengganggu kelangsungan kegiatan yang sedang dikerjakan pasien
pada saat itu. Serangan ini berkaitan dengan pengeluaran implus neuron serebral
yang berlebihan dan berlangsung lokal.
Epilepsi didefinisikan sebagai suatu sindrom yang ditandai oleh gangguan
fungsi otak yang bersifat sementara dan paroksismal, yang memberi manifestasi
berupa gangguan, atau kehilangan kesadaran, gangguan motorik, sensorik,
psikologik, dan sistem otonom, serta bersifat episodik. Defisit memori adalah
masalah kognitif yang paling sering terjadi pada pederita epilepsi.
Setiap orang punya resiko satu di dalam 50 untuk mendapat epilepsi.
Pengguna narkotik dan peminum alkohol punya resiko lebih tinggi. Pengguna
narkotik mungkin mendapat seizure pertama karena menggunakan narkotik, tapi
selanjutnya mungkin akan terus mendapat seizure walaupun sudah lepas dari
narkotik.Di Inggris, satu orang diantara 131 orang mengidap epilepsi.
Epilepsi dapat menyerang anak-anak, orang dewasa, para orang tua bahkan
bayi yang baru lahir. Angka kejadian epilepsi pada pria lebih tinggi dibandingkan

1
pada wanita, yaitu 1-3% penduduk akan menderita epilepsi seumur hidup. Di
Amerika Serikat, satu di antara 100 populasi (1%) penduduk terserang epilepsi,
dan kurang lebih 2,5 juta di antaranya telah menjalani pengobatan pada lima
tahun terakhir. Menurut World Health Organization (WHO) sekira 50 juta
penduduk di seluruh dunia mengidap epilepsi (2004 Epilepsy.com)
B. Tujuan
1. Umum
Untuk mengetahui asuhan keperawatan gawat darurat pada klien dengan
gangguan sistem persyarapan epilepsia
2. Khusus
a. Agar mahasiswa mengetahuai anatomi fisiologi sistem syaraf
b. Agar mahasiswa mampu menjelaskan dan memahami pengertian dari
epilepsia
c. Agar mahasiswa mampu menjelaskan klasifikasi epilepsi
d. Agar mahasiswa mampu menjelaskan etiologi epilepsia
e. Agar mahasiswa mampu menjelaskan patofisiologi pada epilepsia
f. Agar mahasiswa mampu menjelaskan pathway epilepsia
g. Agar mahasiswa mampu menjelaskan manifestasi klinis epilepsia
h. Agar mahasiswa mampu menjelaskan pemeriksaan penunjang pada
epilepsia
i. Agar mahasiswa mampu menjelaskan efek/komplikasi epilepsia
j. Agar mahasiswa mampu menjelaskan penatalaksanaan pada epilepsia
k. Agar mahasiswa mampu melakukan tindakan pengkajian gawat darurat
pada klien dengan epilepsia
l. Agar mahasiswa mampu melakukan intervensi pada klien dengan epilepsia
m. Agar mahasiswa mampu melakukan intervensi dan implementasi pada
klien dengan epilepsia
n. Agar mahasiswa mampu melakukan tindakan evaluasi pada klien dengan
epilepsia.
C. Manfaat
Manfaat yang diharapkan oleh penulis adalah penulis lebih memahami
proses terjadinya epilepsia penyebab, klasifikasi, tanda gejala sampai Tindakan
yang tepat sesuai dengan keadaan klien dan rasional sesuaidengan fakta yang ada.
Selain itu diharapkan dengan adanya makalah ini dapat membantu sbb :
1. Bagi institusi
Diharapkan dapat menambah konsep-konsep teori keperawatan di Stikes
Yarsi Mataram demi meningkatkan mutu dan kualitas.

2. Bagi perawat dan tenaga medis

2
Makalah ini bisa sebagai acuan dalam melakukan peraktek pada rumah sakit
supaya hasilnya sesuai dengan harapan.
3. Bagi masyarakat
Dengan adanya makalah ini masyarakat dapat mengetahui penyakit epilepsia
4. Bagi mahasiswa
Dengan adanya makalah ini dapat digunakan sebagai pembanding oleh
mahasisiwa kesehatan dalam pembuatan tugas.

BAB II
PEMBAHASAN

3
A. ANATOMI FISIOLOGI SISTEM SARAF
a. Sistem Saraf
Sistem saraf adalah serangkaian organ yang kompleks dan bersambungan
serta terdiri terutama dari jaringan saraf. Dalam mekanisme sistem saraf,
lingkungan internal dan stimulus eksternal dipantau dan diatur. Kemampuan
khusus seperti iritabilitas, atau sensitivitas terhadap stimulus, dan
konduktivitas, atau kemampuan untuk mentransmisi suatu respons terhadap
stimulasi, diatur oleh sistem saraf dalam tiga cara utama :
1. Input sensorik. Sistem saraf menerima sensasi atau stimulus melalui
reseptor, yang terletakdi tubuh baik eksternal (reseptor somatic) maupun
internal (reseptor viseral).
2. Antivitas integratif. Reseptor mengubah stimulus menjadi impuls listrik
yang menjalar di sepanjang saraf sampai ke otak dan medulla spinalis, yang
kemudian akan menginterpretasi dan mengintegrasi stimulus, sehingga
respon terhadap informasi bisa terjadi.
3. Output motorik. Input dari otak dan medulla spinalis memperoleh respon
yang sesuai dari otot dan kelenjar tubuh , yang disebut sebagai efektor.
b. Organisasi Struktural Sistem Saraf
1. Sistem saraf pusat (SSP).
Terdiri dari otak dan medulla spinalis yang dilindungi tulang kranium dan
kanal vertebral.
2. Sistem saraf perifer .
Meliputi seluruh jaringan saraf lain dalam tubuh. Sistem ini terdiri dari
saraf cranial dan saraf spinal yang menghubungkan otak dan medulla
spinalis dengan reseptor dan efektor. Secara fungsional sistem saraf perifer
terbagi menjadi sistem aferen dan sistem eferen.
a) Saraf aferen (sensorik) mentransmisi informasi dari reseptor sensorik ke
SSP
b) Saraf eferen (motorik) mentransmisi informasi dari SSP ke otot dan
kelenjar.
Sistem eferen dari sistem saraf perifer memiliki dua sub divisi :
Divisi somatic (volunter) berkaitan dengan perubahan lingkungan
eksternal dan pembentukan respons motorik volunteer pada otot rangka.
Divisi otonom (involunter) mengendalikan seluruh respon
involunter pada otot polos, otot jantung dan kelenjar dengan cara
mentransmisi impuls saraf melalui dua jalur
1) Saraf simpatis berasal dari area toraks dan lumbal pada medulla
spinalis
2) Saraf parasimpatis berasal dari area otak dan sacral pada medulla
spinalis.

4
3) Sebagian besar organ internal di bawah kendali otonom memiliki
inervasi simpatis dan parasimpatis.
c. Sel-Sel Pada Sistem Saraf
1. NEURON adalah unit fungsional sistem saraf yang terdiri dari badan sel
dan perpanjangan sitoplasma.
a) Badan sel atau perikarion, suatu neuron mengendalikan metabolisme
keseluruhan neuron. Bagian ini tersusun dari komponen berikut :
Satu nucleus tunggal, nucleolus yang menanjol dan organel lain
seperti konpleks golgi dan mitochondria, tetapi nucleus ini tidak
memiliki sentriol dan tidak dapat bereplikasi. Badan nissi, terdiri dari
reticulum endoplasma kasar dan ribosom-ribosom bebas serta berperan
dalam sintesis protein.
Neurofibril yaitu neurofilamen dan neurotubulus yang dapat dilihat
melalui mikroskop cahaya jika diberi pewarnaan dengan perak.
b) Dendrit adalah perpanjangan sitoplasma yang biasanya berganda dan
pendek serta berfungsi untuk menghantar impuls ke sel tubuh.
c) Akson adalah suatu prosesus tunggal, yang lebih tipis dan lebih panjang
dari dendrite. Bagian ini menghantar impuls menjauhi badan sel ke
neuron lain, ke sel lain (sel otot atau kelenjar) atau ke badan sel neuron
yang menjadi asal akson.
2. Klasifikasi Neuron
a) Fungsi. Neuron diklasifikasi secara fungsional berdasarkan arah
transmisi impulsnya.
1) Neuron sensorik (aferen) menghantarkan impuls listrik dari reseptor
pada kulit, organ indera atau suatu organ internal ke SSP.
2) Neuron motorik menyampaikan impuls dari SSP ke efektor.
3) Interneuron (neuron yang berhubungan) ditemukan seluruhnya
dalam SSP. Neuron ini menghubungkan neuron sensorik dan motorik
atau menyampaikan informasi ke interneuron lain.
b) Struktur Neuron diklasifikasi secara structural berdasarkan jumlah
prosesusnya.
1) Neuron unipolar memiliki satu akson dan dua denderit atau lebih.
Sebagian besar neuron motorik, yang ditemukan dalam otak dan
medulla spinalis, masuk dlam golongan ini.
2) Neuron bipolar memiliki satu akson dan satu dendrite. Neuron ini
ditemukan pada organ indera, seperti amta, telinga dan hidung.
3) Neuron unipolar kelihatannya memiliki sebuah prosesus tunggal,
tetapi neuron ini sebenarnya bipolar.
3. Sel Neuroglial.

5
Biasanya disebut glia, sel neuroglial adalah sel penunjang tambahan
pada SSP yang berfungsi sebagai jaringan ikat.
a) Astrosit adalah sel berbentuk bintang yang memiliki sejumlah prosesus
panjang, sebagian besar melekat pada dinding kapilar darah melalui
pedikel atau “kaki vascular”.
b) Oligodendrosit menyerupai astrosit, tetapi badan selnya kecil dan
jumlah prosesusnya lebih sedikit dan lebih pendek.
c) Mikroglia ditemukan dekat neuron dan pembuluh darah, dan dipercaya
memiliki peran fagositik.
d) Sel ependimal membentuk membran spitelial yang melapisi rongga
serebral dan ronggal medulla spinalis.
4. kelompok Neuron
a) Nukleus adalah kumpulan badan sel neuron yang terletak di dalam SSP.
b) Ganglion adalah kumpulan badan sel neuron yang terletak di bagian luar
SSP dalam saraf perifer.
c) Saraf adalah kumpulan prosesus sel saraf (serabut) yang terletak di luar
SSP.
d) Saraf gabungan. Sebagian besar saraf perifer adalah saraf gabungan ;
saraf ini mengandung serabut arefen dan eferen yang termielinisasi dan
yang tidak termielinisasi.
e) Traktus adalah kumpulan serabut saraf dalam otak atau medulla spinalis
yang memiliki origo dan tujuan yang sama.
f) Komisura adalah pita serabut saraf yang menghubungkan sisi-sisi yang
berlawanan pada otak atau medulla spinalis.

6
B. DEFINISI
Epilepsi adalah suatu gejala atau manifestasi lepasnya muatan listrik yang
berlebihan di sel neuron saraf pusat yang dapat menimbulkan hilangnya
kesadaran, gerakan involunter, fenomena sensorik abnormal, kenaikan aktivitas
otonom dan berbagai gangguan fisik.
Bangkitan epilepsy adalah manifestasi gangguan otak dengan berbagai
gejala klinis, disebabkan oleh lepasnya muatan listrik dari neuron-neuron otak
secara berlebihan dan berkala tetapi reversible dengan berbagai etiologi
(Tjahjadi, dkk, 1996). Pengkajian kondisi/kesan umum
Epilepsi adalah kompleks gejala dari beberapa kelainan fungsi otak yang
ditandai dengan terjadinya kejang secara berulang. Dapat berkaitan dengan
kehilangan kesadaran, gerakan yang berlebihan, atau kehilangan tonus atau
gerakan otot, dan gangguan prilaku suasana hati, sensasi dan persepsi (Brunner
dan suddarth, 2000).
Kejang adalah terbebasnya sekelompok neuron secara tiba-tiba yang
mengakibatkan suatu kerusakan kesadaran, gerak, sensasi atau memori yang
besifat sementara. Istilah epilepsy biasanya merupakan suatu kelaianan yang
bersifat kronik yang timbul sebagai suatu bentuk kejang berulang (Hudak dan
Gallo, 1996).
C. KLASIFIKASI EPILEPSI
Kejang berkisar dari melotot bengong sampai gerakan konvulsif yang
berkepanjangan dengan disertai kehilangan kesadaran. Kejang diklasifikasikan
sebagai parsial, umum, dan taktergolongkan sesuai dengan area otak yang
terkena. Aura, yang merupakan sensasi pertanda atau premonitory, terjadi
sebelum kejang (mis. Melihat kilatan cahaya, mendengarkan suara-suara).
a. Kejang Parsial Sederhana
Hanya jari atau tangan yang bergetar; atau mulut bergerenyut
tekterkontrol; bicara tak dapat dimengerti; mungkin pening; dapat mengalami
penglihatan, suara, bau, atau kecap yang taklazim atau tak menyenangkan—
semua tanpa terjadi kehilangan kesadarana
b. Kejang Parsial Kompleks
Masih dalam keadaan sedikit bergerak atau gerakan secara otomatis
tetapi tidak bertujuan terhadap waktu dan tempat; dapat mengalami emosi rasa
ketakutan, marah, kegirangan, atau peka rangsang yang berlebihan; tidak
mengingat peeriode tersebut ketika sudah berlalu.
c. Kejang Umum (kejang Grand Mal)
Mengenai kedua hemisfer otak, kekuatan yang kuat dari seluruh tubuh
diikuti dengan perubahan kedutan dari relaksasi otot dan kontraksi (kontraksi
tonik klonik umum).

7
1) Kontaksi diafragma dan dada simultan menyebabkan karateristik tangis
epilektik.
2) Lidah tergigit, inkontinen urine dan fecces.
3) Gerakan konvulsif berlangsung 1 atau 2 menit.
4) Relaks dan berbaring dalam koma yang dalam, napas bising.
Kejang Umum terdiri dari :
1) Mioklonik
Pada epilepsi mioklonik terjadi kontraksi mendadak, sebentar, dapat
kuat atau lemah sebagian otot atau semua otot, seringkali atau berulang-
ulang. Bangkitan ini dapat dijumpai pada semua umur.
2) Klonik
Pada epilepsi ini tidak terjadi gerakan menyentak, repetitif, tajam,
lambat, dan tunggal multiple di lengan, tungkai atau torso. Dijumpai
terutama sekali pada anak.
3) Tonik
Pada epilepsi ini tidak ada komponen klonik, otot-otot hanya menjadi
kaku pada wajah dan bagian tubuh bagian atas, flaksi lengan dan ekstensi
tungkai. Epilepsi ini juga terjadi pada anak
4) Tonik- klonik
Epilepsi ini sering dijumpai pada umur di atas balita yang terkenal
dengan nama grand mal. Serangan dapat diawali dengan aura, yaitu tanda-
tanda yang mendahului suatu epilepsi. Pasien mendadak jatuh pingsan,
otot-otot seluruh badan kaku. Kejang kaku berlangsung kira-kira ¼ – ½
menit diikutti kejang kejang kelojot seluruh tubuh. Bangkitan ini biasanya
berhenti sendiri. Tarikan napas menjadi dalam beberapa saat lamanya. Bila
pembentukan ludah ketika kejang meningkat, mulut menjadi berbusa
karena hembusan napas. Mungkin pula pasien kencing ketika mendapat
serangan. Setelah kejang berhenti pasien tidur beberapa lamanya, dapat
pula bangun dengan kesadaran yang masih rendah, atau langsung menjadi
sadar dengan keluhan badan pegal-pegal, lelah, nyeri kepala.
5) Atonik
Pada keadaan ini otot-otot seluruh badan mendadak melemas
sehingga pasien terjatuh. Kesadaran dapat tetap baik atau menurun
sebentar. Epilepsi ini terutama sekali dijumpai pada anak.
6) Status Postiktal
Setelah kejang, pasien sering bingung dan sulit untuk bangun, mungkin
tidur selama berjam-jam. Banyak yang mengeluhkan sakit kepala dan nyeri
otot.

8
Menurut Commision of Classification and Terminonology of the international
league againa Epilepsy (ILAE) tahun 1981, klasifikasi epilepsi sebagai
berikut:
1) Sawan parsial (fokal, lokal)
a) Sawan parsial sederhana; sawan parsial dengan kesadran tetap normal
 Dengan gejala motorik
 Fokal motorik tidak menjalar:sawan terbatas pada satu bagian
tubuh saja
 Fokal motorik menjalar: sawan dimulai dari satu bagiab tubuh dan
menjalar meluas ke daerah lain. Disebut juga dengan epilepsi
Jackson
 Versif: sawan disertai gerakan memutar kepala, mata, tubuh
 Postural: sawan disertai gerakan lengan atau tungkai kaku dalam
sikap tertentu
 Disertai gangguan fonasi: sawan disertai arus bicara yang terhenti
atau pasien mengeluarkan bunyi – bunyi tertentu
 Dengan gejala somatosensoris atau sensoris parsial; sawan disertai
halusinasi sederhana yang mengenai kelima pancaindra dan
bangkitan yang disertai vertigo
 Somatosensoris: timbul rasa kesemutan atau rasa seperti ditusuk –
tusuk jarum
 Visual: terlihat cahaya
 Audiotoris: terdengar sesuatu
 Olfaktoris: terhidu sesuatu
 Gustatoris: terkecap sesuatu
 Disertai vertigo
 Dengan gejala atau tanda gangguan saraf otonom ( sensasi
epigastrium, pucat, berkeringat, membera, piloereksi, dilatasi pupil)
 Dengan gejal psikis( gangguan fungsi luhur)
 Disfasia: gangguan bicara misalnya mengulang sesuatu suku kata
atau bagian kalimat
 Dimnesia: gangguan proses ingatan misalnya merasa seperti
sudah mengalami, mendengar, melihat, atau sebaliknya tidak
pernah mengalami mendengar, melihat, mengetahui sesuatu.
Mungkin mendadak mengingat sesuatu peristiwa dimasa lalu,
merasa seperti melihatnya lagi.
 Kognitif: gangguan orientasi waktu, merasa diri berubah
 Afektif: merasa sangat senang, susah, marah takut
 Ilusi: perubahan persepsi benda yang dilihat tampak seperti kecil
atau lebih besar

9
 Halusinasi kompleks ( berstruktur ): mendengar ada yang bicara,
musik, melihat sesuatu fenomena tertentu dan lain – lain
b) Sawan parsial kompleks(disertai gangguan kesadaran)
 Serangan parsial sederhana diikuti gangguan sederhana: kesadarna
mula – muka baik kemudian baru menurun
 Dengan gejala parsial sederhana A1-A4; gejala – gejala seperti
golongan A1-A4 diikuti dengan menurunnya kesadaran
 Dengan automatisme. Automarisme yaitu: gerakan – gerakan,
perilaku yang timbul dengan sendirinya, misalnya gerakan
mengunyah-ngunyah, menelan, wajah muka berubah seringkali
seperti ketakutan, menata-nata sesuatu, memegang kancing baju,
berjalan,dll.
 Dengan penurunan kesadaran sejak serangan; kesadaran menurun
sejak mulai serangan
 Hanya dengan penurunan kesadaran
 Dengan automatisme
c) Sawan parsial yang berkembang menjadi bangkitan umum (tonik-
klonik,tonik,klonik)
 Sawan parsial sederhana yang berkembang menjadi bangkitan umum
 Sawan parsial kompleks yang berkembang menjadi bangkitan umum
 Sawan parsial sederhana yang menjadi bangkitan parsial kompleks
lalu berkembang menjadi bangkitan umum
2) Sawan umum (konvulsif atau nonkonvulsif)
a) Sawan lena (Abvance)
 Hanya penurunan kesadaran
 Dengan komponen klonik ringan
 Dengan komponen atonik
 Dengan komponen tonik
 Dengan automatisme
 Dengan komponen autonom Lena tak khas, dapat disertai dengan:
gangguan tonus yang lebih jelas, permulaan dan berakhirnya
bangkitan tidak mendadak
b) Sawan mioklonik terjadi kontraksi mendadak, sebentar, dapat kuat atau
lemah sebagian otot atau semua otot-otot, sekali atau berulang.
Bangkitan ini dapat dijumpai pada semua umur
c) Sawan klonik, pada sawan ini tidak ada komponen tonik, hanya terjadi
kejang kelojot. Dijumpai terutama sekali pada anak
d) Sawan tonik, Pada sawan ini tidak ada komponen klonik, otot – otot
hanya menjadi kaku, juga terdapat pada anak
e) Sawan tonik-klonik

10
f) Sawan atonik, Pada keadaan ini otot – otot seluruh badan mendadak
melemas sehingga pasien terjatuh. Kesadaran dapat tetap baik atau
menurun sebentar. Sawan ini terutama sekali dijumpai pada anak
D. ETIOLOGI
a. Penyebab pada kejang epilepsi sebagianbesara belum diketahui (Idiopatik)
Sering terjadi pada:
1) Trauma lahir, Asphyxia neonatorum
2) Cedera Kepala, Infeksi sistem syaraf
3) Keracunan CO, intoksikasi obat/alcohol
4) Demam, ganguan metabolik (hipoglikemia, hipokalsemia, hiponatremia)
5) Tumor Otak
6) kelainan pembuluh darah (Tarwoto, 2007)
b. Acquerit : kerusakan otak, keracunan obat, metabolik, bakteri.
1) Trauma Lahir
2) Trauma Kepala (5-50%)
3) Tumor Otak
4) Stroke
5) Cerebral Edema (bekuan darah pada otak)
6) Hypoxia
7) Keracunan
8) Gangguan Metabolik
9) Infeksi. (Meningitis)
c. Penyebab spesifik epilepsi :
1) Kelainan yang terjadi selama perkembangan janin/kehamilan ibu, seperti
ibu menelan obat-obat tertentu yang dapat merusak otak janin, mengalami
infeksi, minum alcohol, atau mengalami cidera.
2) Kelainan yang terjadi pada saat kelahiran, seperti kurang oksigen yang
mengalir ke otak (hipoksia), kerusakan karena tindakan.
3) Cidera kepala yang dapat menyebabkan kerusakan pada otak.
4) Tumor otak merupakan penyebab epilepsy yang tidak umum terutama pada
anak-anak.
5) Penyumbatan pembuluh darah otak atau kelainan pembuluh darah otak.
6) Radang atau infeksi pada otak dan selaput otak, yaitu encephalitis dan
meningitis. Organ-organ dari CNS (otak dan medulla spinalis) dilapisi oleh
tiga lapisan jaringan konektifyang disebut dengan meningen dan berisikan
pia meter, arachnoid, dan durameter. Meningen ini membantu menjaga
aliran darah dan cairan cerebrospinal. Struktur-struktur ini merupakn yang
dapat terjadi meningitis, inflamasi meningitis, dan jika terjadi keparahan
maka dapat menjadi encephalitis, dan inflamasi otak.

11
7) Penyakit keturunan seperti fenilketonuria (FKU), sclerosis tuberose dan
neurofibromatosis dapat menyebabkan kejang-kejang yang berulang.
8) Kecerendungan timbulnya epilepsy yang diturunkan. Hal ini disebabkan
karena ambang rangsang serangan yang lebih rendah dari normal
diturunkan pada anak.
9) Gangguan mekanisme biologis : abnormalitas dalam otak yang
menyebabkan sejumlah sel-sel syaraf dan kortex serebral menjadi aktif
secara serempak, memancarkan secara tiba-tiba, dan peledakan yang
berlebihan dari energy elektrikal. Hal ini meliputi kerja dari kanal-kanal
ion dan neurotransmitter (Gamma aminobutyric acid (GABA), Serotonin,
Acetylcholine ).
E. PATOFISIOLOGI
Mekanisme terjadinya serangan epilepsi ialah :
a. Adanya focus yang bersifat hipersensitif (focus epilesi) dan timbulnya
keadaan depolarisasi parsial di jaringan otak
b. Meningkatnya permeabilitas membran.
c. Meningkatnya senstitif terhadap asetilkolin, L-glutamate dan GABA (gama-
amino-butiric-acid) bersifat inhibitif terhadap penyaluran aktivitas listrik saraf
dalam sinaps.
Fokus epilepsy dapat menjalar ke tempat lain dengan lepasnya muatan listrik
sehingga terjadi ekstasi, perubahan medan listrik dan penurunan ambang
rangasang yang kemudian menimbulkan letupan listrik masal. Bila focus tidak
menjalar kesekitarnya atau hanya menjalar sampai jarak tertentu atau tidak
melibatkan seluruh otak, maka akan terjadi bangkitan epilepsy lokal (parsial).
Menurut para penyelidik bahwa sebagian besar bangkitan epilepsi berasal
dari sekumpulan sel neuron yang abnormal di otak, yang melepas muatan secara
berlebihan dan hypersinkron. Kelompok sel neuron yang abnormal ini, yang
disebut juga sebagai fokus epileptik mendasari semua jenis epilepsi, baik yang
umum maupun yang lokal (parsial). Lepas muatan listrik ini kemudian dapat
menyebar melalui jalur-jalur fisiologis-anatomis dan melibatkan daerah
disekitarnya atau daerah yang lebih jauh letaknya di otak.
Tidak semua sel neuron di susunan saraf pusat dapat mencetuskan
bangkitan epilepsi klinik, walaupun ia melepas muatan listrik berlebihan. Sel
neuron diserebellum di bagian bawah batang otak dan di medulla spinalis,
walaupun mereka dapat melepaskan muatan listrik berlebihan, namun posisi
mereka menyebabkan tidak mampu mencetuskan bangkitan epilepsi. Sampai saat
ini belum terungkap dengan pasti mekanisme apa yang mencetuskan sel-sel
neuron untuk melepas muatan secara sinkron dan berlebihan (mekanisme
terjadinya epilepsi).

12
Mekanisme yang pasti dari aktivitas kejang pada otak tidak semuanya
dapat dipahami. Beberapa pemicu menyebabkan letupan abnormal mendadak
stimulasi listrik, menganggu konduksi syaraf normal otak. Pada otak yang tidak
rentan terhadap kejang, terdapat keseimbangan antar sinaptik eksitatori dan
inhibitori yang mempengaruhi neuron postsinaptik. Pada otak yang rentan
terhadap kejang, keseimbangan ini mengalami gangguan, menyebabkan pola
ketidakseimbangan konduksi listrik yang disebut perpindahan depolarisasi
paroksismal. Perpindahan ini dapat terlihat baik ketika terdapat pengaruh
eksitatori yang berlebihan atau pengaruh inhibitori yang tidak mencukupi (Hudak
dan Gallo, 1996).
Ketidakseimbangan asetilkolin dan GABA. Asetilkolin dalam jumlah yang
berlebihan menimbulkan bangkitan kejang, sedangkan GABA menurunkan
eksitabilitas dan menekan timbulnya kejang.

F. PATHWAY

Factor predisposisi
- Pasca trauma kelahiran, asfiksia neonates, pasca cedera kepala
- Riwayat bayi dari ibu yang menggunakan obat anti konvuslan
- Riwayat ibu yang mempunyai13resiko tinggi
- Adanya riwayat penyakit infeksi pada masa kanak-kanak
- Keracunan, gangguan metabolism dan nutrisi gizi
- Riwayat gangguan sirklasi serebral
Gangguanpada system listrik dari sel-sel saraf pusat
pada suatu bagian otak

Sel-sel memberikan muatan listrik yang abnormal,


berlebihan secara berulang dan tidak terkontrol

Priode pelepasan impuls yang tidak


diinginkan

Aktivitas kejang umum lama akut, tanpa


pernbaikan kesadaran penuh di antara serangan

Status epileptikus Kebutuhan metabolik


besar

Pola nafas tidak Airway


efektif Gangguan pernafasan

Briting & Circulasion Gangguan Perfusi


Gangguan pertukaran o2 jaringan
dan Co2 dalam darah

Kejang parsial Gangguan perilaku, alam


Penurunan
perasaan,sensasi dan
kesadaran
persepsi
Peka rangsangan
Tidak tahu
keadaannya Gangguan harga diri
Kejang berulang dan identitas pribadi

Kurangnya
Resiko tinggi injuri pengetahuan

Sumber : Asuhan keperawatan klien dengan gangguan sistem persyarafan, Arif


muttaqin (2011).
G. MANIFESTASI KLINIK
a. Kejang Parsial Sederhana

14
Hanya jari atau tangan yang bergetar; atau mulut yang bergergerak tak
terkontrol; bicara tidak dapat dimengerti; mungkin pening; dapat mengalami
perubahan penglihatan, suara, bau atau pengecapan yang tak lazim atau tak
menyenangkan.
b. Kejang Parsial Kompleks
Masih dalam keadaan sedikit bergerak atau gerakan secara otomatis
tetapi tidak bertujuan; dapat mengalami perubahan emosi, ketakutan, marah,
kegirangan, atau peka rangsang yang berlebihan; tidak mengingat periode
tersebut ketika sudah berlalu.
c. Kejang Umum (kejang grand Mal)
Mengenai kedua hemisfer otak, kekuatan yang kuat dari seluruh tubuh
diikuti dengan perubahan kedutan dari relaksasi otot dan kontraksi (kontraksi
tonik klonik umum)
H. FASE SERANGAN KEJANG
a. Fase Prodromal
Beberapa jam/hari sebelum serangan kejang. Berupa perubahan alam rasa
(mood), tingkah laku
b. Fase Aura
Merupakan fase awal munculnya serangan. Berupa gangguan perasaan,
pendengaran, penglihatan, halusinasi, reaksi emosi afektif yang tidak
menentu.
c. Fase Iktal
Merupakan fase serangan kejang, disertai gangguan muskuloskletal.
Tanda lain : hipertensi, nadi meningkat, cyanosis, tekanan vu meningkat,
tonus spinkter ani meningkat, tubuh rigid-tegang-kaku, dilatasi pupil, stridor,
hipersalivasi, lidah resiko tergigit, kesadaran menurun.
d. Fase Post Iktal
Merupakan fase setelah serangan. Ditandai dengan : confuse lama, lemah,
sakit kepala, nyeri otot, tidur lama, amnesia retrograd, mual, isolasi diri.
e. Status Epileptikus
Serangan kejang yang terjadi berulang, merupakan keadaan darurat.
Berakibat kerusakan otak permanen, dapat disebabkan karena : peningkatan
suhu yang tinggi, penghentian obat epileptik, kurang tidur, intoksikasi obat,
trauma otak, infeksi otak.

I. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Elektroensefalogram (EEG)

15
Digunakan untuk mengklasifikasi tipe kejang, waktu serangan. EEG
adalah pemeriksaan gelombang otak untuk meneliti ketidaknormalan
gelombang. Pemeriksaan ini tidak dianjurkan untuk dilakukan pada kejang
demam yang baru terjadi sekali tanpa adanya defisit (kelainan) neurologis.
Tidak ada penelitian yang menunjukkan bahwa EEG yang dilakukan saat
kejang demam atau segera setelahnya atau sebulan setelahnya dapat
memprediksi akan timbulnya kejang tanpa demam di masa yang akan datang.
Walaupun dapat diperoleh gambaran gelombang yang abnormal setelah
kejang demam, gambaran tersebut tidak bersifat prediktif terhadap risiko
berulangnya kejang demam atau risiko epilepsi.

b. Neuroimaging
Yang termasuk dalam pemeriksaan neuroimaging antara lain:
1) CT Scan
Digunakan untuk mendeteksi lesi pada otak, fokal abnormal,
serebrovaskuler abnormal, gangguan degeneratif serebral. Merupakan test
gambaran otak pertama yang dianjurkan untuk banyak anak dan dewasa
dengan kejang awal. Teknik gambaran ini cukup sensitive untuk berbagai
tujuan.
Teknik penggambaran yang lebih sensitive dibandingkan dengan x-
ray, mengikuti makna yang tinggi terhadap struktur tulang dan jaringan-
jaringan yang lunak.clear images dari orga-organ seperti otak, otot, struktur
join, vena, dan arteri.
2) MRI (magnetic resonance imaging) kepala.
Digunakan untuk melihat ada tidaknya neuropati fokal. MRI lebih
disukai karena dapat mendeteksi lesi kecil (misalnya lesi kecil, malformasi
pembuluh, atau jaringan parut) di lobus temporalis. Gambaran dari MRI
dapat digunakan untuk persiapan pembedahan.

16
Kedua pemeriksaan tersebut tidak dianjurkan pada kejang demam
yang baru terjadi untuk pertama kalinya.
c. Kimia darah : hipoglikemia, meningkatnya BUN, kadar alkohol darah.
d. Pungsi Lumbar. Pungsi lumbar adalah pemeriksaan cairan serebrospinal
(cairan yang ada di otak dan kanal tulang belakang) untuk meneliti kecurigaan
meningitis. Pemeriksaan ini dilakukan setelah kejang demam pertama pada
bayi.
e. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan seperti pemeriksaan darah rutin, kadar elektrolit, kalsium,
fosfor, magnsium, atau gula darah tidak rutin dilakukan pada kejang demam
pertama. Pemeriksaan laboratorium harus ditujukan untuk mencari sumber
demam, bukan sekedar sebagai pemeriksaan rutin.
J. EFEK/KOMPLIKASI
a. Dampak pada anak-anak
1) Long-Term General Effects. Secara umum untuk efek jangka lama dari
kejang sangat bergantung pada penyebabnya. Anak-anak yang mengalami
epoilepsi akan berdampak terhadap kondisi yang spesifik (contohnya injuri
kepala dan gangguan syaraf) mempunyai mortalitas lebih tinggi dari pada
populsi normal.
2) Effect on Memory and Learning. Secara umum anak-anak yang mengalami
kejang akan lebih berdampak pada perluasan gangguan otak dan akan
terjadi keburukan. Anak dengan kejang yag tidak terkontrol merupakan
faktor resiko terjadinya kemunduran intelektual.
3) Social and Behavioral Consequences. Gangguan pengetahuan dan bahasa,
dan emosi serta gangguan tingkahlaku, terjadi pada sejumlah anak dengan
beberapa sindrom epilepsy parsial. Anak-anak tersebut biasanya
berpenapilan denagn sikap yang burk dibandingkan dengan anak-anak
lainnya.
b. Dampak pada dewasa
1) Effect on Mental Functioning in Adults. Dampak dari epilepsy dewasa
adalah pada fungsi mental yang tidak benar.
2) Psychological Health. Kira-kira 25-75% orang dewasa dengan epilepsy
menunjukan tanda-tanda depresi. Orang dengan epilepsi mempunyai resiko
tinggi untuk bunuh diri, setelah 6 bulan didiagnosa. Resiko bunuh diri
terbesar diantara orang-orang yang terkena epilepsy dan mengarah pada
kondisi psikiatrik seperti depresi, gangguan ansietas, skizoprenia, dan
penggunaan alcohol kronik.
3) Overall Health. Beberapa pasien dengan epilepsi menggambarkan dirinya
dengan wajar atau buruk, orang dengan epilepsy juga melaporkan ambang
nyeri yang lebih besar, depresi dan ansietas, serta gangguan tidur.faktanya

17
kesehatan mereka dapat disamakan dengan orang dengan penyakit kronik,
meiputi arthritis, masalah jantung, diabetes, dan kanker.
c. Dampak pada kesehatan seksual dan reproduksi
1) Effects on Sexual Function. Pasien dengan epilepsi akan mengalami
gangguan sexual, meliputi impotensi pada laki-laki. Penyebab-penybab
dari masalah-masalah tersebut kemungkinan emosi, indusi medikasi, atau
menghasilkan perubahan pada tingkat hormone.
2) Epilepsy pada childhood dapat mengakibatkan gangguan pada pengaturan
hormone puberitas.
3) Kejang yang persisten pada adult dapat dihubungkan dengan hormonal-
hormonal lain dan perubahan neurologi yang berkontribusi terhada
disfungsi seksualitas.
4) Emosi negatif yang mengarah pada epilepsy dapat mengurangi perjalanan
seksual.
K. PENATALAKSANAAN
Penatalaksaan epilepsy direncanakan sesuai dengan program jangka
panjang dan dibuat untuk memenuhi kebutuhan khusus masing-masing klien.
Tujuan dari pengobatan adalah untuk menghentikan kejang sesegera
mungkin, untuk menjamin oksigenasi serebral yang adekuat, dan untuk
mempertahankan klien dalam status bebas kejang.
Pengobatan Farmakologis :
a) Pengobatan biasanya dimulai dengan dosis tunggal.
b) Pengobatan anti konvulsan utama termasuk karbamazepin, primidon, fenitoin,
fenobarbital, etosuksimidin, dan valproate.
c) Lakukan pemeriksaan fisik secara periodic dan pemeriksaan laboratorium
untuk klien yang mendapatkan obat yang diketahui mempunyai efek samping
toksik.
d) Cegah terjadinya hiperplasi gingival dengan hygiene oral yang menyeluruh,
perawatan gigi teratur, dan masase gusi teratur untuk klien yang mendapatkan
fenitoin (Dilantin).
Pembedahan
a) Diindikasikan bila epilepsy diakibatkan oleh tumor intrakranial, abses, kista,
atau anomaly vaskuler.
b) Pengangkatan secara pembedahan pada focus epileptogenik dilakukan untuk
kejang yang berasal dari area otak yang terkelilingi dengan baik yang dapat
dieksisi tanpa menghasilkan kelainan neurologis yang signifikan.

A. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


1. PENGKAJIAN
a. Keadaan Umum

18
Pada kasus epilepsia terjadi pelepasan aliran listrik yang berlebihan disel
neuron saraf pusat yang dapat menimbulkan hilangnya kesadaran, sehingga
pada pengkajian gawat darurat kondisi umum klien tergolong sakit berat. sakit
berat
b. Penggolongan sesuai Triage
Epilepsi merupakan manifestasi lepasnya muatan listrik yang berlebihan di sel
neuron saraf pusat yang dapat menimbulkan hilangnya kesadaran, gerakan
involunter, fenomena sensorik abnormal, kenaikan aktivitas otonom, sehingga
dapat menyebabkan kematian apabila terlambat mendapatkan pertolongan.
Oleh karena itu epilepsi termasuk ke dalam P1 (urgent).
c. Pengkajian kesadaran
Setelah melakukan pengkajian kesan umum, kaji status mental pasien dengan
berbicara padanya. Kenalkan diri, dan tanya nama pasien. Perhatikan respon
pasien. Bila terjadi penurunan kesadaran, lakukan pengkajian selanjutnya.
Pengkajian kesadaran dengan metode AVPU meliputi :
1) Alert (sadar lingkungan)
Pada kasus ini klien tidak berespon terhadap lingkungan sekelilingnya
karena kondsi klien tidak sadar.
2) Respon velbal (menjawab pertanyaan)
Pada kasus ini klien tidak berespon terhadap pertanyaan perawat atau tim
medis lainnya saat melakukan pengkajian.
3) Tidak berespon (U)
Pada kasus ini klien tidak berespon terhadap stimulus verbal dan nyeri
ketika dicubit dan ditepuk wajahnya, karena klien tidak sadar.
d. Primery survey
a. Airway ( jalan nafas ) : Adanya sumbatan jalan nafas sehingga
menyebabkan klien sulit bernafas.
Tindakan yang dilakukan :
1) Semua pakaian ketat dibuka
2) Posisi kepala sebaiknya miring untuk mencegah aspirasi isi lambung
3) Usahakan agar jalan nafas bebas untuk menjamin kebutuhan oksigen
4) Pengisapan lendir harus dilakukan secara teratur dan diberikan oksigen.
5) Observasi TTV setiap 5 menit
Evaluasi :
1) Inefektifan jalan nafas tidak terjadi
2) Jalan nafas bersih dari sumbatan
3) RR dalam batas normal
4) Suara nafas vesikuler
b. Breathing (pola nafas)

19
Pada fase iktal, pernapasan klien menurun/cepat, peningkatan
sekresi mukus, dan kulit tampak pucat bahkan sianosis. Pada fase post
iktal, klien mengalami apneu, Na meningkat, kebutuhan O2 dan energi
meningkat untuk kontraksi otot skeletal yang akhirnya terjadi hipoxia dan
menimbulkan terjadinya asidosis.
Tindakan yang dilakukan :
1) Mengatasi kejang secepat mungkin
Diberikan antikonvulsan secara intravena jika klien masih dalam
keadaan kejang, ditunggu selama 15 menit, bila masih terdapat
kejang diulangi suntikan kedua dengan dosis yang sama juga
secara intravena. Setelah 15 menit suntikan ke 2 masih kejang
diberikan suntikan ke 3 dengan dosis yang sama tetapi melalui
intramuskuler, diharapkan kejang akan berhenti. Bila belum juga
berhenti dapat diberikan fenobarbital atau paraldehid 4 % secara
intravena.
2) Usahakan agar jalan nafas bebas untuk menjamin kebutuhan
oksigen
Evaluasi :
1) RR dalam batas normal
2) Tidak terjadi asfiksia
3) Tidak terjadi hipoxia
c. Circulation
Pada fase iktal terjadi peningkatan nadi dan penurunan tekanan darah,
sehingga terjadi gangguan pertukatan O2 dan CO2 dalam darah yang
menyebabkan akral dingin, sianosis, dan klien biasanya dalam keadaan
tidak sadar.
Tindakan yang dilakukan :
1) Semua pakaian ketat dibuka
2) Posisi kepala sebaiknya miring untuk mencegah aspirasi isi lambung
3) Usahakan agarjalan napas bebas untuk menjamin kebutuhan oksigen
4) Pengisapan lendir harus dilakukan secara teratur dan diberikan oksigen
5) Observasi TTV setiap 5 menit
Evaluasi :
1) Tidak terjadi gangguan peredaran darah
2) Tidak terjadi hipoxia
3) Tidak terjadi kejang
4) RR dalam batas normal
e. Secondary survey
1) Riwayat pasien

20
a) S (sign and symptom) : Terjadi kejang yang berulang, klien tidak sadar
dengan lingkungan.
b) A (allergies) : kaji apakah pasien ada riwayat alergi.
c) M (Medication) : kaji riwayat pengobatanya pasien.
d) P (Pentinant past medical histori) : kaji riwayat penyakit dahulu pasien.
e) L (Last oral intake solid liquid) : kaji kejadian sebelumnya.
f) E (Event leading to injuri ilmes)
2) TTV
a) Tekanan darah : tekanan darah pada pasien gigitan binatang cenderung
mengalami penurunan dibawah 100/80 mmHg
b) Irama dengan kekuatan nadi meningkat
c) Irama, kedalaman dan penggunaan otot bantu pernapasan : klien dengan
epilepsi mengalami pernapasan yang tidak teratur, akral dingin, terjadi
sianosis, apneu.
d) Suhu tubuh klien menurun < 36 ºC, N : 110-120 kali/menit.
Tindakan: rujuk ke fasilitas kesehatan sesuai triage

Evaluasi: evaluasi keadaan umum pasien, pantau keadaan pasien setiap


15 menit atau sesuai indikasi.

3) Pemeriksaan fisik
a) Kepala dan leher
Sakit kepala, leher terasa kaku
b) Thoraks
Pada klien dengan sesak, biasanya menggunakan otot bantu napas
c) Ekstermitas
Keletihan, kelemahan umum, keterbatasan dalam beraktivitas,
perubahan tonus otot, gerakan involunter/kontraksi otot, akral dingin,
sianosis.
d) Eliminasi
Peningkatan tekanan kandung kemih dan tonus sfingter. Pada post iktal
terjadi inkontinensia (urine/fekal) akibat otot relaksasi
e) Sistem pencernaan
Sensitivitas terhadap makanan, mual/muntah yang berhubungan dengan
aktivitas kejang, kerusakan jaringan lunak

f. Analisa data
Data Etiologi Masalah
DS : keluarga klien Peningkatan sekresi Pola napas tidak efektif
mengeluh kelien mukosa
sulit bernafas
DO: Sumbatan jalan nafas

21
 Klien nampak Pola nafas tidak efektif
sesak
 Klen biasanya
menggunakan
otot bantu napas
 R : 30-35
kali/menit.
DS : keluarga klien Pola nafas tidak efektif Gangguan perfusi
mengeluh klien jaringan
dingin di ujung Gangguan pertukaran
tangan dan kaki O2 dan CO2 dalam
DO: darah
 Akral dingin
 Sianosis, apneu Gangguan perfusi
 N : 110-120 jaringan
kali/menit.
 TD : < 100/80
mmHg
DS : keluarga klien Gangguan ion kalium Resiko tinggi injuri
mengeluh klien dalam pembentukan
kejang impuls
DO:
 klien tidak sadar Penurunan Kesadaran
 klien kejang
 N : 110-120 Resiko tinggi injuri
kali/menit.
 TD : < 100/80
mmHg
DS : Keluarga klien Penurunan Kesadaran Gangguan harga
mengatakan klien diri/identitas pribadi
tidak sadar Persepsi tidak
DO : terkontrol
 Klien tidak sadar
 Klien tidak Gangguan harga
mampu diri/identitas pribadi
mengontrol
dirinya

DS : Keluarga klien Penurunan Kesadaran Kurang pengetahuan


mengatakan klien
tidak mengetahui Tidak tahu keadaannya
keadaannya.
DO: Kurang pengetahuan
 Klien tidak tidak
tahu keadaannya
 Klien tidak bias
menjawab
pertanyaan.

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada klien dengan epilepsi adalah:
a. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler,
peningkatan sekresi mucus

22
b. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan tidak efektif pertukaran O2
dan C02 dalam darah.
c. Resiko tinggi injuri b.d perubahann kesadaran , kerusakan kognitif,selama
kejang atau kerusakan perlindungan diri.
d. Gangguan harga diri/identitas pribadi berhubungan dengan stigma berkenaan
dengan kondisi, persepsi tidak terkontrol ditandai dengan pengungkapan
tentang perubahan gaya hidup, takut penolakan; perasaan negative tentang
tubuh
e. Kurang pengetahuan keluarga tentang proses perjalanan penyakit
berhubungan dengan kurangnya informas
3. INTERVENSI
a. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler,
peningkatan sekresi mucus
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan 2 x 60 menit diharapkan pola
nafas klien efektif
Kriteria Hasil : Mempertahankan pola pernapasan efektif dengan jalan napas
paten.
Intervensi Rasional
 Anjurkan klien untuk  Menurunkan resiko aspirasi atau
mengosongkan mulut dari masuknya benda asing ke faring
benda/zat tertentu/gigi palsu
atau alat lainnya jika fase aura
terjadi dan untuk menghindari
rahang mengatup jika kejang
terjadi tanpa ditandai gejala
awal
 Letakkan klien pada posisi  Meningkatkan aliran (drainase)
miring, permukaan datar, secret, mencegah lidah jatuh
miringkan kepala selama sehingga menyumbat jalan napas
serangan kejang
 Tanggalkan pakaian pada  Untuk memfasilitasi usaha
daerah leher, dada, dan abdomen bernapas
 Masukkan spatel lidah/ jalan
napas buatan atau gulungan  Mencegah tergigitnya lidah dan
benda lunak sesuai indikasi memfasilitasi saat melakukan
penghisapan lender. Jalan napas
buatan mungkin diindikasikan
setelah meredanya aktivitas
kejang jika pasien tersebut tidak
sadar dan tidak dapat
mempertahankan posisi lidah
 Lakukan penghisapan sesuai yang aman
indikasi  Menurunkan resiko aspirasi atau
 Berikan tambahan oksigen/ asfiksia
ventilasi manual sesuai  Dapat menurunkan hipoksia
kebutuhan pada fase posiktal serebral sebagai akobat dari
sirkulasi yang menurun atau
oksigen sekunder terhadap
spasme vaskuler selama
 Siapkan/bantu melakukan serangan kejang
intubasi jika ada indikasi

23
 Munculnya apneu yang
berkepanjangan pada fase
posiktal membutuhkan

b. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan tidak efektif pertukaran O2


dan C02 dalam darah.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan 2 x 60 menit diharapkan perfusi jaringan
lebih efektif
Kriteria Hasil : akral tidak dingin, tidak terjadi sianosis pada jaringan perifer.
Intervensi Rasional
 Atur posisi kepala dan leher untuk  Untuk mempertahankan ABC
mendukung airway (jaw thrust). dan mencegah terjadi obstruksi
Jangan memutar atau menarik leher jalan napas
ke belakang (hiperekstensi),
mempertimbangkan pemasangan
intubasi nasofaring.  Untuk menurunkan keparahan
 Atur suhu ruangan dari poikilothermy.

 Tinggikan ekstremitas bawah  Meningkatkan aliran balik vena


ke jantung.

 Gunakan servikal collar, imobilisasi  Stabilisasi tulang servikal


lateral kepala, meletakkan papan di
bawah tulang belakang.
 Pantau adanya ketidakadekuatan
perfusi :
 Peningkatan rasa nyeri  Sediakan oksigen dengan
nasal canul untuk mengatasi
 Kapilari refill . 2 detik
hipoksia.
 Kulit : dingin dan pucat
 Penurunanan output urine
 Pantau GCS  Menunjukkan adanya
ketidakadekuatan perfusi
jaringan. Penurunan perfusi
terutama di otak dapat
mengakibatkan penurunan
 Awasi pemeriksaan AGD tingkat kesadaran
 Penurunan perfusi jaringan
dapat menimbulkan infark
terhadap organ jaringan

c. Resiko tinggi injuri b.d perubahann kesadaran , kerusakan kognitif,selama


kejang atau kerusakan perlindungan diri.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan 2 x 60 menit diharapkan kejang
berkurang dan kesadaran meningkat
Kriteria Hasil : Mengurangi resiko injuri pada pasien
Intervensi Rasional
 Kaji karakteristik kejang  Untuk mngetahui seberapa
besar tingkatan kejang yang
dialami pasien sehingga

24
pemberian intervensi berjalan
lebih baik
 Jauhkan pasien dari benda benda  Benda tajam dapat melukai dan
tajam / membahayakan bagi mencederai fisik pasien
pasien
 Masukkan spatel lidah/jalan napas  Dengan meletakkan spatel
buatan atau gulungan benda lunak lidah diantara rahang atas dan
sesuai indikasi rahang bawah, maka resiko
pasien menggigit lidahnya
tidak terjadi dan jalan nafas
pasien menjadi lebih lancer
 Kolaborasi dalam pemberian obat  Obat anti kejang dapat
anti kejang mengurangi derajat kejang
yang dialami pasien, sehingga
resiko untuk cidera pun
berkurang

d. Gangguan harga diri/identitas pribadi berhubungan dengan stigma berkenaan


dengan kondisi, persepsi tidak terkontrol ditandai dengan pengungkapan
tentang perubahan gaya hidup, takut penolakan; perasaan negative tentang
tubuh.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan 2 x 60 menit diharapkan klien
menerima keadaannya.
Kriteria Hasil : Mengidentifikasi perasaan dan metode untuk koping dengan
persepsi negative pada diri sendiri
Intervensi Rasinal
 Diskusikan perasaan pasien  Reaksi yang ada bervariasi
mengenai diagnostic, persepsi diri diantara individu dan
terrhadap penanganan yang pengetahuan/ pengalaman awal
dilakukannya. dengan keadaan penyakitnya
akan mempengaruhi
penerimaan
 Anjurkan untuk mengungkapkan/  Adanya keluhan merasa takut,
mengekspresikan perasaannya marah dan sangat
memperhatikan tentang
implikasinya di masaa yang
akan datang dapat
mempengaruhi pasien untuk
menerima keadaanya
 Identifikasi/antisipasi  Memberikan kesempatan
kemungkinan reaksi orang pada untuk berespon pada proses
keadaan penyakitnya. Anjurkan pemecahan masalah dan
klien untuk tidak merahasiakan memberikan tindakan control
masalahnya terhadap situasi yang dihadapi
 Gali bersama pasien mengenai  Memfokuskan pada aspek
keberhasilan yang telah diperoleh yang positif dapat membantu
atau yang akan dicapai untuk menghilangkan perasaan
selanjutnya dan kekuatan yang dari kegagalan atau kesadaran
dimilikinya terhadap diri sendiri dan
membentuk pasien mulai
menerima penangan terhadap
penyakitnya

25
 Tentukan sikap/kecakapan orang  Pandangan negative dari orang
terdekat. Bantu menyadari terdekat dapat berpengaruh
perasaan tersebut adalah normal, terhadap perasaan
sedangkan merasa bersalah dan kemampuan/ harga diri klien
menyalahkan diri sendiri tidak ada dan mengurangi dukungan
gunanya yang diterima dari orang
terdekat tersebut yang
mempunyai resiko membatasi
penanganan yang optimal
 Tekankan pentingnya orang  Ansietas dari pemberi asuhan
terdekat untuk tetap dalam adalah menjalar dan bila
keadaan tenang selama kejan sampai pada pasien dapat
meningkatkan persepsi
negative terhadap keadaan
lingkungan/diri sendiri

e. Kurang pengetahuan keluarga tentang proses perjalanan penyakit


berhubungan dengan kurangnya informas
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan 2 x 60 menit diharapkan keluarga
mengerti keadaan klien.
Kriteria Hasil : Pengetahuan keluarga meningkat, keluarga mengerti dengan
proses penyakit epilepsy, keluarga klien tidak bertanya lagi
tentang penyakit, perawatan dan kondisi klien.
Intervensi Rasional
 Kaji tingkat pendidikan keluarga  pendidikan merupakan salah
klien. satu faktor penentu tingkat
pengetahuan seseorang
 Kaji tingkat pengetahuan  untuk mengetahui seberapa jauh
keluarga klien. informasi yang telah mereka
ketahui,sehingga pengetahuan
yang nantinya akan diberikan
dapat sesuai dengan kebutuhan
keluarga
 Jelaskan pada keluarga klien  untuk meningkatkan
tentang penyakit kejang demam pengetahuan
melalui penyuluhan.
 Beri kesempatan pada keluarga  untuk mengetahui seberapa jauh
untuk menanyakan hal yang informasi yang sudah dipahami
belum dimengerti.
 Libatkan keluarga dalam setiap  agar keluarga dapat memberikan
tindakan pada klien. penanngan yang tepat jika suatu-
waktu klien mengalami kejang
berikutnnya.

4. IMPLEMENTASI
5. Sesuai Intervensi
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN

26
Epilepsi merupakan gangguan susunan saraf pusat (SSP) yang dicirikan oleh
terjadinya bangkitan (seizure, fit, attact, spell) yang bersifat spontan (unprovoked)
dan berkala. Bangkitan dapat diartikan sebagai modifikasi fungsi otak yang bersifat
mendadak dan sepintas, yang berasal dari sekolompok besar sel-sel otak, bersifat
singkron dan berirama. Bangkitnya epilepsi terjadi apabila proses eksitasi didalam
otak lebih dominan dari pada proses inhibisi.
Setiap orang punya resiko satu di dalam 50 untuk mendapat epilepsi. Pengguna
narkotik dan peminum alkohol punya resiko lebih tinggi. Pengguna narkotik
mungkin mendapat seizure pertama karena menggunakan narkotik, tapi selanjutnya
mungkin akan terus mendapat seizure walaupun sudah lepas dari narkotik.
Umumnya epilepsi mungkin disebabkan oleh kerusakan otak dalam process
kelahiran, luka kepala, strok, tumor otak, alkohol. Kadang epilepsi mungkin juga
karena genetik, tapi epilepsi bukan penyakit keturunan. Tapi penyebab pastinya
tetap belum diketahui.
Epilepsi adalah gangguan kronik otak dengan ciri timbulnya gejala-gejala yang
datang dalam serangan-serangan, berulang-ulang yang disebabkan lepas muatan
listrik abnormal sel-sel saraf otak, yang bersifat reversibel dengan berbagai etiologi.

B. SARAN
Pada kesempatan ini penulis akan mengemukakan beberapa saran sebagai
bahan masukan yang bermanfaat bagi usaha peningkatan mutu pelayanan asuhan
keperawatan yang akan datang, diantaranya :
1. Bagi institusi
Dengan adanya makalah ini dapat menambah konsep-konsep teori
keperawatan di Stikes Yarsi Mataram demi meningkatkan mutu dan kualitas.
2. Bagi perawat dan tenaga medis
Makalah ini bisa sebagai acuan dalam melakukan peraktek pada rumah sakit
supaya hasilnya sesuai dengan harapan.
3. Bagi masyarakat
Dengan adanya makalah ini masyarakat dapat mengetahui penyakit epilepsia
4. Bagi mahasiswa
Dengan adanya makalah ini dapat digunakan sebagai pembanding oleh
mahasisiwa kesehatan dalam pembuatan tugas.

27

Anda mungkin juga menyukai