Anda di halaman 1dari 31

ASKEP KATARAK

Disusun Oleh:
Dewi Nur Sri Rahayu
Walimah

Fakultas Ilmu Kesehatan


Bogor 2017/2018

1
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Katarak merupakan masalah penglihatan yang serius karena katarak dapat
mengakibatkan kebutaan. Menurut WHO pada tahun 2002 katarak merupakan penyebab
kebutaan yang paling utama di dunia sebesar 48% dari seluruh kebutaan di dunia. Setidaknya
terdapat delapan belas juta orang di dunia menderita kebutaan akibat katarak. Di Indonesia
sendiri berdasarkan hasil survey kesehatan indera 1993-1996, katarak juga penyebab
kebutaan paling utama yaitu sebesar 52%.
Katarak adalah setiap keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat hidrasi
(penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa, atau terjadi akibat kedua-duanya (Ilyas,
2009). Kekeruhan ini dapat mengganggu jalannya cahaya yang melewati lensa sehingga
pandangan dapat menjadi kabur hingga hilang sama sekali. Penyebab utama katarak adalah
usia, tetapi banyak hal lain yang dapat terlibat seperti trauma, toksin, penyakit sistemik
(seperti diabetes), merokok dan herediter (Vaughan & Asbury, 2007).
Katarak memang dianggap sebagai penyakit yang lumrah pada lansia. Akan tetapi, ada
banyak faktor yang akan memperbesar resiko terjadinya katarak. Faktor-faktor ini antara lain
adalah paparan sinar ultraviolet yang berlebihan terutama pada negara tropis, paparan dengan
radikal bebas, merokok, defesiensi vitamin (A, C, E, niasin, tiamin, riboflavin, dan beta
karoten), dehidrasi, trauma, infeksi, penggunaan obat kortikosteroid jangka panjang, penyakit
sistemik seperti diabetes mellitus, genetik dan myopia.

B. Tujuan
1. Mengetahui gejala dan tanda-tanda penyakait Katarak.
2. Mengetahui penyebab penyakit Katarak.
3. Mengetahui bagaimana pengobatan penyakit Katarak.

2
BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A. Konsep Dasar Katarak


1. Definisi
Katarak adalah keadaan dimana terjadi kekeruhan pada serabut atau bahan
lensa di dalam kapsul lensa.( sidarta ilyas, 1998 ).
Katarak adalah proses terjadinya opasitas secara progresif pada lensa atau
kapsul lensa, umumnya akibat dari proses penuaan yang terjadi pada semua orang
lebih dari 65 tahun (Marilynn Doengoes, dkk. 2000).
Katarak adalah keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat hidrasi
(penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa, atau akibat kedua-
duanya.Biasanya mengenai kedua mata dan berjalan progresif. (Kapita Selekta jilid
1,2001).

2. Etiologi
Katarak disebabkan oleh berbagai factor, antara lain:
a) Trauma
b) Terpapar substansi toksik
c) Penyakit predisposisi
d) Genetik dan gangguan perkembangan
e) Infeksi virus di masa pertumbuhan janin
f) Usia
Penuaan merupakan penyebab utama dari katarak (95 %) dan 5 % disebabkan
kerusakan congenital, trauma, keracunan atau penyakit sistemik.
Derajat kerusakan yang disebabkan oleh katarak dipengaruhi oleh lokasi dan
densitas ( kepadatan ) dari kekeruhan selain karena umur, pekerjaan gaya hidup dan
tempat tinggal seseorang. Menurut etiologinya katarak dibagi menjadi :

1. Katarak Senile ( 95 %) .
Katarak ini disebabkan oleh ketuaan (lebih 60 tahun). Menurut catatan The
framinghan eye studi, katarak terjadi 18% pada usia 65 – 74 tahun dan 45 % pada

3
usia 75 – 84 tahun. Beberapa derajat katarak diduga terjadi pada semua orang pada
usia 70 tahun.
Ada 4 stadium antara lain :
a. Katarak insipien : stadium ini kekeruhan lensa sektoral dibatasi oleh
bagian lensa yang masih jernih.
b. Katarak intumesen : kekeruhan lensa disertai pembengkakan lensa akibat
lensa yang degeneratip menyerap air.
c. Katarak matur : katarak yang telah mengenai seluruh bagian lensa.
Katarak ini dapat diopperasi.
d. Katarak hepermatur : katarak mengalami proses degenerasi lanjut keluar
dari kapsul lensa sehingga lensa mengecil, berwarna kuning dan kering
serta terdapat lipatan kapsul lensa (Jounole zin kendor). Jika berlanjut
disertai kapsul yang tebal menyebabkan kortek yang berdegenerasi dan
cair tidak dapat keluar sehingga berbentuk seperti sekantong susu dengan
nucleus yang terbenam yang disebut katarak Morgageeeni.
2. Katarak congenital
Katarak yang terjadi sebelum atau segera setelah lahir ( bayi kurang dari 3
bulan ). Katarak congenital digolongkan dalam :
a. Katarak kapsulo lentikuler ,merupakan katarak pada kapsul dan kortek.
b. Katarak lentikuler: merupakan kekeruhan lensa yang tidak mengenai
kapsul. Katarak congenital atau trauma yang berlanjut dan terjadi pada anak
usia 3 bln sampai 9 tahun katarak juvenil .
3. Katarak traumatic : terjadi karena cedera pada mata, seperti trauma tajam/trauma
tumpul, adanya benda asing pada intra okuler, X Rays yang berlebihan atau bahan
radio aktif. Waktu untuk perkembangan katarak traumatic dapat bervariasi dari
jam sampai tahun.
4. Katarak toksik : Setelah terpapar bahan kimia atau substansi tertentu
( korticostirot,Klorpromasin/torasin,miotik,agen untuk pengobatan glaucoma).
5. Katarak asosiasi : penyakit sistemik seperti DM, Hipoparatiroid, Downs sindrom
dan dermatitis atopic dapat menjadi predisposisi bagi individu untuk
perkembangan katarak. Pada penyakit DM, kelebihan glukosa pada lensa secara
kimia dapat mengurangi alcoholnya yang disebut L-Sorbitol. Kapsul lensa
impermiabel terhadap gula,alcohol dan melindungi dari pelepasan. Dalam usaha

4
untuk mengenbalikan pada tingkat osmolaritas yang normal lensa diletakan pada
air (newell, 1986).

6. Katarak komplikata : Katarak ini dapat juga terjadi akibat penyakit mata lain
(kelainan okuler). Penyakit intra okuler tersebut termasuk retinitis pigmentosa,
glaucoma dan retina detachement. Katarak ini biasanya unilateral.

3. Patofisiologi
Lensa yang normal adalah struktur posterior iris yang jernih, transparan,
berbentuk seperti kancing baju dan mempunyai kekuatan refraksi yang besar. Lensa
mengandung tiga komponen anatomis. Pada zona sentral terdapat nukleus, di perifer
ada korteks, dan yang mengelilingi keduanya adalah kapsul anterior dan posterior.
Dengan bertambahnya usia, nucleus mengalami perubahan warna menjadi coklat
kekuningan. Disekitar opasitas terdapat densitas seperti duri di anterior dan posterior
nukleus. Opasitas pada kapsul posterior merupakan bentuk katarak yang paling
bermakna, nampak seperti kristal salju pada jendela. Perubahan fisik dan kimia
dalam lensa mengakibatkan hilangnya transparansi. Perubahan pada serabut halus
multipel (zunula) yang memanjang dari badan silier ke sekitar daerah di luar lensa,
misalnya dapat menyebabkan penglihatan mengalami distorsi. Perubahan kimia
dalam protein lensa dapat menyebabkan koagulasi, sehingga mengabutkan
pandangan dengan menghambat jalannya cahaya ke retina. Salah satu teori
menyebutkan terputusnya protein lensa normal terjadi disertai influks air ke dalam
lensa. Proses ini mematahkan serabut lensa yang tegang dan mengganggu transmisi
sinar. Teori lain mengatakan bahwa suatu enzim mempunyai peran dalam
melindungi lensa dari degenerasi. Jumlah enzim akan menurun dengan
bertambahnya usia dan tidak ada pada kebanyakan pasien yang menderita katarak.
Katarak biasanya terjadi bilateral, namun memiliki kecepatan yang berbeda.
Dapat disebabkan oleh kejadian trauma maupun sistemik, seperti diabetes. Namun
kebanyakan merupakan konsekuensi dari proses penuaan yang normal. Kebanyakan
katarak berkembang secara kronik ketika seseorang memasuki dekade ketujuh.
Katarak dapat bersifat kongenital dan harus diidentifikasi awal, karena bila tidak
terdiagnosa dapat menyebabkan ambliopia dan kehilangan penglihatan permanen.
Faktor yang paling sering berperan dalam terjadinya katarak meliputi radiasi sinar

5
ultraviolet B, obat-obatan, alkohol, merokok, diabetes, dan asupan vitamin
antioksidan yang kurang dalam jangka waktu lama (Smeltzer, 2002).

4. Manifestasi Klinik
Gejala subjektif dari pasien dengan katarak antara lain:
1. Biasanya klien melaporkan penurunan ketajaman penglihatan dan silau serta
gangguan fungsional yang diakibatkan oleh kehilangan penglihatan tadi. 
2. Menyilaukan dengan distorsi bayangan dan susah melihat di malam hari.

Gejala objektif biasanya meliputi:
1. Pengembunan seperti Mutiara keabuan pada pupil sehingga retina tidak akan
tampak dengan oftalmoskop. Ketika lensa sudah menjadi opak, cahaya akan
dipendarkan dan bukannya ditransmisikan dengan tajam menjadi bayangan
terfokus pada retina. Hasilnya adalah pandangan menjadi kabur atau redup.
2. Pupil yang normalnya hitam akan tampak abu-abu atau putih. Penglihatan
seakan-akan melihat asap dan pupil mata seakan-akan bertambah putih.
3. Pada akhirnya apabila katarak telah matang pupil akan tampak benar-benar putih,
sehingga reflex cahaya pada mata menjadi negative.

Gejala umum gangguan katarak meliputi: 
1. Penglihatan tidak jelas, seperti terdapat kabut menghalangi objek.
2. Gangguan penglihatan bisa berupa:
a. Peka terhadap sinar atau cahaya.
b. Dapat melihat dobel pada satu mata (diplobia).
c. Memerlukan pencahayaan yang terang untuk dapat membaca.
d. Lensa mata berubah menjadi buram seperti kaca susu.

Gejala lainnya adalah :
1. Sering berganti kaca mata.
2. Penglihatan sering pada salah satu mata.

6
5. Penatalaksanaan
Gejala-gejala yang timbul pada katarak yang masih ringan dapat dibantu
dengan menggunakan kacamata, lensa pembesar, cahaya yang lebih terang, atau
kacamata yang dapat meredamkan cahaya. Pada tahap ini tidak diperlukan tindakan
operasi.
Tindakan operasi katarak merupakan cara yang efektif untuk memperbaiki
lensa mata, tetapi tidak semua kasus katarak memerlukan tindakan operasi. Operasi
katarak perlu dilakukan jika kekeruhan lensa menyebabkan penurunan tajam
pengelihatan sedemikian rupa sehingga mengganggu pekerjaan sehari-hari. Operasi
katarak dapat dipertimbangkan untuk dilakukan jika katarak terjadi berbarengan
dengan penyakit mata lainnya, seperti uveitis yakni adalah peradangan pada uvea.
Uvea (disebut juga saluran uvea) terdiri dari 3 struktur:
1. Iris : cincin berwarna yang melingkari pupil yang berwarna hitam.
2. Badan silier : otot-otot yang membuat lensa menjadi lebih tebal sehingga mata
bisa fokus pada objek dekat dan lensa menjadi lebih tipis sehingga mata bisa
fokus pada objek jauh.
3. Koroid : lapisan mata bagian dalam yang membentang dari ujung otot silier ke
saraf optikus di bagian belakang mata. Sebagian atau seluruh uvea bisa
mengalami peradangan. Peradangan yang terbatas pada iris disebut iritis, jika
terbatas pada koroid disebut koroiditis.
Operasi katarak akan dilakukan bila berbarengan dengan glaukoma, dan
retinopati diabetikum. Selain itu jika hasil yang didapat setelah operasi jauh lebih
menguntungkan dibandingkan dengan risiko operasi yang mungkin terjadi.
Pembedahan lensa dengan katarak dilakukan bila mengganggu kehidupan social atau
atas indikasi medis lainnya.

Indikasi dilakukannya operasi katarak :


a.  Indikasi sosial: jika pasien mengeluh adanya gangguan penglihatan dalam
melakukan rutinitas pekerjaan.
b.  Indikasi medis: bila ada komplikasi seperti glaucoma.
c.  Indikasi optik: jika dari hasil pemeriksaan visus dengan hitung jari dari
jarak 3 m didapatkan hasil visus 3/60

Ada beberapa jenis operasi yang dapat dilakukan, yaitu:

7
1. ICCE ( Intra Capsular Cataract Extraction)
ICCE yaitu dengan mengangkat semua lensa termasuk kapsulnya. Sampai
akhir tahun 1960 hanya itulah teknik operasi yg tersedia. Pada pembedahan
jenis ini lensa diangkat seluruhnya. Keuntungan dari prosedur adalah
kemudahan proses ini dilakukan, sedangkan kerugiannya mata beresiko tinggi
mengalami retinal detachment dan mengangkat struktur penyokong untuk
penanaman lensa intraokuler. Salah satu teknik ICCE adalah menggunakan
cryosurgery, lensa dibekukan dengan probe super dingin dan kemudian
diangkat.
2.  ECCE (Ekstra Capsular Cataract Extraction)
Terdiri dari 2 macam yakni:
a. Standar ECCE atau planned ECCE dilakukan dengan mengeluarkan lensa
secara manual setelah membuka kapsul lensa. Tentu saja dibutuhkan
sayatan yang lebar sehingga penyembuhan lebih lama.
b. Fekoemulsifikasi (Phaco Emulsification). Bentuk ECCE yang terbaru
dimana menggunakan getaran ultrasonic untuk menghancurkan nucleus
sehingga material nucleus dan kortek dapat diaspirasi melalui insisi ± 3 mm.
Operasi katarak ini dijalankan dengan cukup dengan bius lokal atau
menggunakan tetes mata anti nyeri pada kornea (selaput bening mata), dan
bahkan tanpa menjalani rawat inap. Sayatan sangat minimal, sekitar 2,7 mm.
Lensa mata yang keruh dihancurkan (Emulsifikasi) kemudian disedot
(fakum) dan diganti dengan lensa buatan yang telah diukur kekuatan
lensanya dan ditanam secara permanen. Teknik bedah katarak dengan
sayatan kecil ini hanya memerlukan waktu 10 menit disertai waktu
pemulihan yang lebih cepat.
Pasca operasi pasien diberikan tetes mata steroid dan antibiotik jangka
pendek. Kacamata baru dapat diresepkan setelah beberapa minggu, ketika
bekas insisi telah sembuh. Rehabilitasi visual dan peresepan kacamata baru
dapat dilakukan lebih cepat dengan metode fakoemulsifikasi. Karena pasien
tidak dapat berakomodasi maka pasien akan membutuhkan kacamata untuk
pekerjaan jarak dekat meski tidak dibutuhkan kacamata untuk jarak jauh. Saat
ini digunakan lensa intraokular multifokal. Lensa intraokular yang dapat
berakomodasi sedang dalam tahap pengembangan

8
Apabila tidak terjadi gangguan pada kornea, retina, saraf mata atau
masalah mata lainnya, tingkat keberhasilan dari operasi katarak cukup tinggi,
yaitu mencapai 95%, dan kasus komplikasi saat maupun pasca operasi juga
sangat jarang terjadi. Kapsul/selaput dimana lensa intra okular terpasang pada
mata orang yang pernah menjalani operasi katarak dapat menjadi keruh. Untuk
itu perlu terapi laser untuk membuka kapsul yang keruh tersebut agar
penglihatan dapat kembali menjadi jelas.

Adapun penatalaksanaan pada saat post operasi antara lain :


1. Pembatasan aktivitas pasien yang telah melaksanakan pembedahan
diperbolehkan:
a) Menonton televisi
b) Membaca bila perlu, tapi jangan terlalu lama
c) Mengerjakan aktivitas biasa tapi dikurangi
d) Pada awal mandi waslap selanjutnya menggunakan bak mandi atau
pancuran
e) Tidak boleh membungkuk pada wastafel atau bak mandi
f) Condongkan sedikit kepala kebelakang saat mencuci rambut.
2. Tidur dengan perisai pelindung mata logam pada malam hari; mengenakan
kacamata pada siang hari.
3. Ketika tidur, berbaring terlentang atau miring pada posisi mata yang tidak
dioperasi, dan tidak boleh telengkup.
4. Aktivitas dengan duduk.
5. Mengenakan kacamata hitam untuk kenyamanan.
6. Berlutut atau jongkok saat mengambil sesuatu dari lantai.
7. Dihindari (paling tidak selama 1 minggu) :
a) Tidur pada sisi yang sakit
b) Menggosok mata, menekan kelopak untuk menutup
c) Mengejan saat defekasi
d) Memakai sabun mendekati mata
e) Mengangkat benda yang lebih dari 7 Kg
f) Mengendarai kendaraan
g) Batuk, bersin, dan muntah

9
h) Menundukkan kepala sampai bawah pinggang, melipat lutut saja dan
punggung tetap lurus untuk mengambil sesuatu dari lantai.

6. Pemeriksaan Penunjang
1. Kartu mata snellen /mesin telebinokuler : mungkin terganggu dengan kerusakan
kornea, lensa, akueus/vitreus humor, kesalahan refraksi, penyakit sistem saraf,
penglihatan ke retina.
2. Lapang Penglihatan : penurunan mungkin karena massa tumor, karotis, glukoma.
3. Pengukuran Tonografi : TIO (12 – 25 mmHg)
4. Pengukuran Gonioskopi membedakan sudut terbuka dari sudut tertutup glukoma.
5. Tes Provokatif : menentukan adanya/ tipe glaukoma
6. Oftalmoskopi : mengkaji struktur internal okuler, atrofi lempeng optik,
papiledema, perdarahan.
7. Darah lengkap, LED : menunjukkan anemi sistemik / infeksi.
8. EKG, kolesterol serum, lipid
9. Tes toleransi glukosa : kotrol DM

7. Komplikasi
Komplikasi yang terjadi nistagmus dan strabismus dan bila katarak dibiarkan
maka akan mengganggu penglihatan dan akan dapat menimbulkan komplikasi
berupa Glaukoma dan Uveitis

B. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas Klien: nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, alamat,
pekerjaan, status perkawinan.
Katarak biasanya lebih banyak pada orang yang berusia lanjut. Pekerjaan yang
sering terpapar sinar ultraviolet akan lebih berisiko mengalami katarak.
b. Riwayat kesehatan: diagnosa medis, keluhan utama, riwayat penyakit sekarang,
riwayat kesehatan terdahulu terdiri dari penyakit yang pernah dialami, alergi,
imunisasi, kebiasaan/pola hidup, obat-obatan yang digunakan,  riwayat penyakit

10
keluarga. Keluhan utama yang dirasakan yaitu penurunan ketajaman penglihatan
dan silau.
c. Riwayat penyakit saat ini
Merupakan penjelasan dari keluhan utama. Misalnya yang sering terjadi pada
pasien dengan katarak adalah penurunan ketajaman penglihatan.
d. Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat penyakit sistemik yang di miliki oleh pasien seperti DM,
hipertensi, pembedahan mata sebelumnya, dan penyakit metabolic lainnya
memicu resiko katarak.
e. Riwayat penyakit keluarga
Biasanya terdapat keluarga yang lain yang juga mengalami katarak.
f. Pemeriksaan fisik
1. Keadaan umum, tanda vital
2. Pengkajian Fisik (inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi): kepala, mata, telinga,
hidung, mulut, leher, dada, abdomen, urogenital, ekstremitas, kulit dan kuku,
dan keadaan lokal.
Pada inspeksi mata akan tampak pengembunan seperti mutiara keabuan pada
pupil sehingga retina tak akan tampak dengan oftalmoskop (Smeltzer, 2002).
Katarak terlihat tampak hitam terhadap refleks fundus ketika mata diperiksa
dengan oftalmoskop direk. Pemeriksaan slit lamp memungkinkan pemeriksaan
katarak secara rinci dan identifikasi lokasi opasitas dengan tepat. Katarak terkait
usia biasanya terletak didaerah nukleus, korteks, atau subkapsular. Katarak
terinduksi steroid umumnya terletak di subkapsular posterior. Tampilan lain yang
menandakan penyebab okular katarak dapat ditemukan, antara lain deposisi
pigmen pada lensa menunjukkan inflamasi sebelumnya atau kerusakan iris
menandakan trauma mata sebelumnya
g. Pengkajian Keperawatan:
1. Persepsi kesehatan & pemeliharaan kesehatan
Persepsi kesehatan dan pemeliharaan kesehatan berbeda pada setiap klien.
2. Pola nutrisi/metabolik
Tidak ada gangguan terkait pola nutrisi dan metabolic klien.
3. Pola eliminasi
Tidak ada gangguan pada pola eliminasi klien.
4. Pola aktivitas & latihan

11
Perubahan aktivitas biasanya/ hobi sehubungan dengan gangguan penglihatan.
5. Pola tidur & istirahat
Tidak ada gangguan pola tidur dan istirahat yang disebabkan oleh katarak.
6. Pola kognitif & perceptual
Gangguan penglihatan (kabur/tak jelas), sinar terang menyebabkan silau
dengan kehilangan bertahap, kesulitan memfokuskan kerja dengan dekat/
merasa di ruang gelap.
7. Pola persepsi diri
Klien berisiko mengalami harga diri rendah karena kondisi yang dialaminya.
8. Pola seksualitas & reproduksi
Tidak ada gangguan pada pola seksualitas dan reproduksi yang diakibatkan
oleh katarak.
9. Pola peran & hubungan
Pola peran dan hubungan klien akan terganggu karena adanya gangguan pada
penglihatannya.
10.Pola manajemen & koping stress
11.Klien dapat mengalami stress karena klien tidak dapat melihat secara jelas
seperti sebelumnya.
12.Sistem nilai dan keyakinan
System nilai dan keyakinan seseorang akan berbeda satu sama lain.

2. Diagnosa Keperawatan
A.    Pre Operatif
1. Gangguan sensori-perseptual: penglihatan b/d gangguan penerima
sensori/status organ indera, lingkungan secara terapeutik dibatasi.
2. Resiko cedera berhubungan dengan kerusakan fungsi sensori penglihatan-
kehilangan vitreus, pandangan kabur
3. Kecemasan b/d kurang terpapar terhadap informasi tentang prosedur tindakan
pembedahan
B.     Post Operatif
1. Nyeri akut berhubungan dengan trauma insisi
2. Gangguan persepsi sensori- perceptual penglihatan berhubungan dengan fungsi
mata terpasang bebat

12
3. Kurang pengetahuan berhubungan dengan prognosis, pengobatan, kurang
terpajan informasi, keterbatasan kognitif.
4. Risiko tinggi terhadap infeksi b/d prosedur invasif (bedah pengangkatan
katarak).

3. Intervensi
a. Pre operasi
1. Gangguan sensori-perseptual: penglihatan b/d gangguan penerima
sensori/status organ indera, lingkungan secara terapeutik dibatasi.
a. Kaji ketajaman peng-lihatan, catat apakah satu atau dua mata terlibat.
b. Orientasikan klien tehadap lingkungan.
c. Observasi tanda-tanda disorientasi.
d. Pendekatan dari sisi yang tak dioperasi, bicara dengan menyentuh.
e. Ingatkan klien menggunakan kacamata katarak yang tujuannya
memperbesar kurang lebih 25 persen, penglihatan perifer hilang dan buta
titik mungkin ada.
f. Letakkan barang yang dibutuhkan/posisi bel pemanggil dalam
jangkauan/posisi yang tidak dioperasi.
2. Resiko cedera berhubungan dengan kerusakan fungsi sensori penglihatan-
kehilangan vitreus, pandangan kabur.
a. Diskusikan apa yang terjadi pada pascaoperasi tentang nyeri, pembatasan
aktivitas, penampilan, balutan mata.
b. Beri pasien posisi bersandar, kepala tinggi, atau miring ke sisi yang tak
sakit sesuai keinginan.
c. Batasi aktivitas seperti menggerakkan kepala tiba-tiba, menggaruk mata,
membongkok.
d. Ambulasi dengan bantuan; berikan kamar mandi khusus bila sembuh
dengan anastesi.
e. Anjurkan menggunakan teknik manajemen stres contoh, bimbingan
imajinasi, visualisasi, nafas dalam, dan latihan relaksasi.
f. Pertahankan perlindungan mata sesuai indikasi.
g. Observasi pembekakan luka, bilik anterior kempis, pupil berbentuk buah
pir.

13
h. Berikan obat sesuai indikasi: Antiemetic, contoh proklorperazin
(Compazine), Asetazolamid
3. Kecemasan b/d kurang terpapar terhadap informasi tentang prosedur tindakan
pembedahan.
a. Kaji tingkat kecemasan pasien dan catat adanya tanda- tanda verbal dan
nonverbal.
b. Beri kesempatan pasien untuk mengungkapkan isi pikiran dan perasaan
takutnya.
c. Observasi tanda vital dan peningkatan respon fisik pasien.
d. Beri penjelasan pasien tentang prosedur tindakan operasi, harapan dan
akibatnya.
e. Beri penjelasan dan suport pada pasien pada setiap melakukan prosedur
tindakan
f. Lakukan orientasi dan perkenalan pasien terhadap ruangan, petugas, dan
peralatan yang akan digunakan.
b. Post Operasi
1. Nyeri akut berhubungan dengan trauma insisi
a. Kaji tngkat nyeri pasien dengan menggunakan skala nyeri dan pengukuran
TTV
b. Berikan kompres dingin sesuai dengan permintaan untuk trauma tumpul
c. Kurangi tingkat pencahayaan
d. Berikan obat untuk mengontrol nyeri dan TIO sesuai dengan resep
2. Gangguan persepsi sensori- perceptual penglihatan berhubungan dengan fungsi
mata terpasang bebat
a. Kaji ketajaman peng-lihatan, catat apakah satu atau dua mata terlibat.
b. Orientasikan klien tehadap lingkungan.
c. Observasi tanda-tanda disorientasi.
d. Pendekatan dari sisi yang tak dioperasi, bicara dengan menyentuh.
e. Ingatkan klien menggunakan kacamata katarak yang tujuannya
memperbesar kurang lebih 25 persen, penglihatan perifer hilang dan buta
titik mungkin ada.
f. Letakkan barang yang dibutuhkan/posisi bel pemanggil dalam
jangkauan/posisi yang tidak dioperasi.

14
3. Kurang pengetahuan berhubungan dengan prognosis, pengobatan, kurang
terpajan informasi, keterbatasan kognitif
a. Kaji informasi tentang kondisi, prognosis, tipe prosedur/lensa.
b. Tekankan pentingnya evaluasi perawatan rutin. Beritahu untuk melaporkan
penglihatan berawan.
c. Informasikan pasien untuk menghindari tetes mata yang dijual bebas.
d. Diskusikan kemungkinan efek atau interaksi antara obat mata dan masalah
medis pasien, contoh peningkatan hipertensi, PPOM, diabetes. Ajarkan
metode yang tepat memasukkan obat tetes untuk meminimalkan efek
sistemik.
e. Anjurkan pasien menghindari membaca, berkedip: mengangkat berat,
mengejan saat defekasi, membongkok pada panggul, meniup hidung;
penggunaan sprei, bedak bubuk, merokok (sendiri/orang lain).
f. Dorong aktivitas pengalih seperti mendengar radio, berbincang-bincang,
menonton televisi.
g. Anjurkan pasien memeriksa ke dokter tentang aktivitas seksual.
h. Tekankan kebutuhan untuk menggunakan kaca pelindung selama hari
pembedahan/penutup pada malam.
i. Anjurkan pasien tidur terlentang, mengatur intensitas lampu dan
menggunakan kaca mata gelap bila keluar/dalam ruangan terang, keramas
dengan kepala kebelakang (bukan kedepan), batuk dengan mulut/mata
terbuka.
j. Anjurkan mengatur posisi pintu sehingga mereka terbuka atau tertutup
penuh: pindah kan perabot dari lalu lalang.
k. Dorong pemasukan cairan adekuat, makan berserat atau kasar: gunakan
pelunak feses yang dijual bebas bila diindikasikan.
l. Identifikasi tanda/gejala memerlukan upaya evaluasi medis, contoh nyeri
tajam tiba-tiba, penurunan penglihatan, kelopak bengkak, drainase purulen,
kemerahan, mata berair, fotofobia.
4. Risiko tinggi terhadap infeksi b/d prosedur invasif (bedah pengangkatan
katarak).
a. Diskusikan pentingnya mencuci tangan sebelum menyentuh/mengobati
mata.

15
b. Gunakan/tunjukkan teknik yang tepat untuk membersihkan mata dari dalam
ke luar dengan tisu basah/bola kapas untuk tiap usapan, ganti balutan dan
masukan lensa kontak bila menggunakan.
c. Tekankan pentingnya tidak menyentuh/ menggaruk mata yang dioperasi.
d. Berikan obat sesuai indikasi :Antibiotic (topical, parenteral,atau
subkonjungtival), Steroid

4. Implementasi
a.Pre operasi
1.Gangguan sensori-perseptual: penglihatan b/d gangguan penerima sensori/status
organ indera, lingkungan secara terapeutik dibatasi.
a. Mengkaji ketajaman penglihatan.
b. Mengorientasikan klien tehadap lingkungan.
c. Mengobservasi tanda-tanda disorientasi.
d. Mengingatkan klien menggunakan kacamata katarak yang tujuannya
memperbesar kurang lebih 25 persen, penglihatan perifer hilang dan buta titik
mungkin ada.
e. Meletakkan barang yang dibutuhkan/posisi bel pemanggil dalam
jangkauan/posisi yang tidak dioperasi.
2.Resiko cedera berhubungan dengan kerusakan fungsi sensori penglihatan-
kehilangan vitreus, pandangan kabur.
f. Mendiskusikan apa yang terjadi pada pascaoperasi tentang nyeri, pembatasan
aktivitas, penampilan, balutan mata.
g. Memposisikan pasien posisi bersandar, kepala tinggi, atau miring ke sisi yang
tak sakit sesuai keinginan.
h. Membatasi aktivitas seperti menggerakkan kepala tiba-tiba, menggaruk mata,
membongkok.
i. Membantu ambulasi dengan bantuan; berikan kamar mandi khusus bila
sembuh dengan anastesi.
j. Menganjurkan menggunakan teknik manajemen stres contoh, bimbingan
imajinasi, visualisasi, nafas dalam, dan latihan relaksasi.
k. Mempertahankan perlindungan mata sesuai indikasi.
l. Mengobservasi pembekakan luka, bilik anterior kempis, pupil berbentuk buah
pir.

16
m. Memberikan obat sesuai indikasi: Antiemetic, contoh proklorperazin
(Compazine), Asetazolamid
3. .Kecemasan b/d kurang terpapar terhadap informasi tentang prosedur tindakan
pembedahan.
a. Mengkaji tingkat kecemasan pasien dan catat adanya tanda- tanda verbal
dan nonverbal.
b. Memberi kesempatan pasien untuk mengungkapkan isi pikiran dan
perasaan takutnya.
c. Mengobservasi tanda vital dan peningkatan respon fisik pasien.
d. Memberikan penjelasan pasien tentang prosedur tindakan operasi, harapan
dan akibatnya.
e. Memberi penjelasan dan suport pada pasien pada setiap melakukan
prosedur tindakan
f. Melakukan orientasi dan perkenalan pasien terhadap ruangan, petugas, dan
peralatan yang akan digunakan.
b. Post Operasi
1. Nyeri akut berhubungan dengan trauma insisi
a. Mengkaji tngkat nyeri pasien dengan menggunakan skala nyeri dan
pengukuran TTV
b. Memberikan kompres dingin sesuai dengan permintaan untuk trauma
tumpul
c. Mengurangi tingkat pencahayaan
d. Memberikan obat untuk mengontrol nyeri dan TIO sesuai dengan resep
2. Gangguan persepsi sensori- perceptual penglihatan berhubungan dengan fungsi
mata terpasang bebat
a. Mengkaji ketajaman penglihatan, catat apakah satu atau dua mata terlibat.
b. Orientasi klien tehadap lingkungan.
c. Mengobservasi tanda-tanda disorientasi.
d. Mengingatkan klien menggunakan kacamata katarak yang tujuannya
memperbesar kurang lebih 25 persen, penglihatan perifer hilang dan buta
titik mungkin ada.
e. Meletakkan barang yang dibutuhkan/posisi bel pemanggil dalam
jangkauan/posisi yang tidak dioperasi.

17
3. Kurang pengetahuan berhubungan dengan prognosis, pengobatan, kurang
terpajan informasi, keterbatasan kognitif
a. Mengkaji informasi tentang kondisi, prognosis, tipe prosedur/lensa.
b. Memberitahu pentingnya evaluasi perawatan rutin.
c. Menginformasikan pasien untuk menghindari tetes mata yang dijual bebas.
d. Mendiskusikan kemungkinan efek atau interaksi antara obat mata dan
masalah medis pasien, contoh peningkatan hipertensi, PPOM, diabetes.
e. Mengajarkan metode yang tepat memasukkan obat tetes untuk
meminimalkan efek sistemik.
f. Menganjurkan pasien menghindari membaca, berkedip: mengangkat berat,
mengejan saat defekasi, membongkok pada panggul, meniup hidung;
penggunaan sprei, bedak bubuk, merokok (sendiri/orang lain).
g. Mendorong aktivitas pengalih seperti mendengar radio, berbincang-bincang,
menonton televisi.
h. Menganjurkan pasien memeriksa ke dokter tentang aktivitas seksual.
i. Tekankan kebutuhan untuk menggunakan kaca pelindung selama hari
pembedahan/penutup pada malam.
j. Menganjurkan pasien tidur terlentang, mengatur intensitas lampu dan
menggunakan kaca mata gelap bila keluar/dalam ruangan terang, keramas
dengan kepala kebelakang (bukan kedepan), batuk dengan mulut/mata
terbuka.
k. Menganjurkan mengatur posisi pintu sehingga mereka terbuka atau tertutup
penuh: pindah kan perabot dari lalu lalang.
l. Dorong pemasukan cairan adekuat, makan berserat atau kasar: gunakan
pelunak feses yang dijual bebas bila diindikasikan.
m. Identifikasi tanda/gejala memerlukan upaya evaluasi medis, contoh nyeri
tajam tiba-tiba, penurunan penglihatan, kelopak bengkak, drainase purulen,
kemerahan, mata berair, fotofobia.
4. Risiko tinggi terhadap infeksi b/d prosedur invasif (bedah pengangkatan
katarak).
a. Mendiskusikan pentingnya mencuci tangan sebelum menyentuh/mengobati
mata.

18
b. Mengunakan/tunjukkan teknik yang tepat untuk membersihkan mata dari
dalam ke luar dengan tisu basah/bola kapas untuk tiap usapan, ganti balutan
dan masukan lensa kontak bila menggunakan.
c. Tekankan pentingnya tidak menyentuh/ menggaruk mata yang dioperasi.
d. Memberikan obat sesuai indikasi :Antibiotic (topical, parenteral,atau
subkonjungtival), Steroid

5. Evaluasi
a. Pre Operasi
1. Gangguan sensori-perseptual: penglihatan b/d gangguan penerima
sensori/status organ indera, lingkungan secara terapeutik dibatasi.
Kriteria Hasil :
a. Mengenal gangguan sensori dan berkompensasi terhadap perubahan.
b. Mengidentifikasi/memperbaiki potensial bahaya dalam lingkungan.
2. Resiko cedera berhubungan dengan kerusakan fungsi sensori penglihatan-
kehilangan vitreus, pandangan kabur
Kriteria Hasil :
a. Menyatakan pemahaman faktor yang terlibat dalam kemungkinan cedera.
b. Mengubah lingkungan sesuai indikasi untuk meningkatkan keamanan.
3. Kecemasan b/d kurang terpapar terhadap informasi tentang prosedur tindakan
pembedahan

Kriteria hasil:

a. Pasien mengungkapkan dan mendiskusikan rasa cemas/takutnya.


b. Pasien tampak rileks tidak tegang dan melaporkan kecemasannya berkurang
sampai pada tingkat dapat diatasi.
c. Pasien dapat mengungkapkan pemahaman mengenai informasi pembedahan
yang diterima.

b. Post Operasi
1. Nyeri akut berhubungan dengan trauma insisi
Kriteria Hasil :
a. klien dapat mengontrol nyerinya
b. Skala nyeri 0 (0-10)

19
2. Gangguan persepsi sensori- perceptual penglihatan berhubungan dengan fungsi
mata terpasang bebat
Kriteria Hasil :
a. Mengenal gangguan sensori dan berkompensasi terhadap perubahan.
b. Mengidentifikasi/memperbaiki potensial bahaya dalam lingkungan.
3. Kurang pengetahuan berhubungan dengan prognosis, pengobatan, kurang
terpajan informasi, keterbatasan kognitif
Kriteria Hasil:
a. Menyatakan pemahaman kondisi/proses penyakit dan pengobatan.
b. Melakukan dengan prosedur benar dan menjelaskan alasan tindakan.
4. Risiko tinggi terhadap infeksi b/d prosedur invasif (bedah pengangkatan
katarak).
Kriteria Hasil:
a. Meningkatkan penyembuhan luka tepat waktu, bebas drainase purulen,
eritema dan demam
b. Mengidentifikasi intervensi untuk mencegah/menurunkan risiko infeksi.

20
BAB III
TINJAUAN KASUS

1. Pengkajian
1.1 Identitas Klien:
1. Nama : Tn. Samsudin
2. Umur : 51 Tahun
3. TTL : Majalengka/ 24-07-1966
4. Jenis kelamin : Laki-Laki
5. Agama : Islam
6. No. Tlp : 081285920003
7. Alamat : JL. Artzimar III Gg Toha Rt 01/ Rw 03 Bogor Utara
8. Pekerjaan :-
9. Status perkawinan : Kawin
10. Tanggal Masuk : 25 Agustus 2017
11. No.RM : 00.03.27.03
12. Diagnosa Masuk : Katarak OD

1.2 Riwayat penyakit saat ini


a. Keluhan Utama saat masuk rumah sakit

21
Mata kanan buram, berkabut seperti lihat bitnik hitam. Penglihatan kabur sejak
± 1 tahun, seperti melihat asap/ kabut.
b. Keluhan utama saat pengkajian
Pasien mengatakan penglihatan buram berkabut seperti melihat asap,
pandangan tidak jelas sehingga mengganggu aktifitas sehari-hari.

1.3 Riwayat penyakit dahulu


Alergi perubahan cuaca dari dingin ke panas, alergi debu (batuk-batuk), Alergi
antibiotic Penicilline.

1.4 Riwayat penyakit keluarga


Kakek pasien pernah mengalami penyakit katarak.

1.5 Riwayat Kesehatan


Diagnosa Medis : Katarak OD
1. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum : Composmentis
b. Tanda vital : TD : 110/70 MmHg
:N : 80x/ Menit
: RR : 20x/ Menit
:S : 36ºC
2. Pengkajian Fisik (inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi):
a. Kepala: Rambut hitam(+), Tak tampak benjolan, Kulit kepala bersih, tak
tampak kelainan
b. Mata: Konjungtiva tenang, Pupil abu-abu, Refleks lensa keruh (+), Skerotik
kapsul anterior OD (dengan alat optalmoskop), Pandangan kabur / redup,
Reflek pupil redup dan respon cahaya lambat.
c. Telinga: Daun telinga dan liang telinga normal, Simetris kanan dan kiri,
serumen (+/-), fungsi pendengaran baik
d. Hidung: Tidak tampak pembengkakan konka, septum nasi normal, fungsi
penciuman normal
e. Mulut: Bibir kering, Lidah bersih, tak tampak kelainan, terdapat karang gigi
di rahang atas dan bawah.
f. Leher: Bentuk simetris, tidak tapak pembesaran kelenjar tiroid

22
g. Dada: Bentuk bidang, tampak simetris
h. Abdomen: Tidak ada nyeri tekan, Bising usus (+)
i. Urogenital: Tak tampak kelainan
j. Ekstremitas: Reflek (+), simetris, fungsi ektremitas (+)
k. Kulit dan kuku: Tidak tampak scar ataupun kelainan lain
3. Pengkajian Keperawatan:
a. Persepsi kesehatan & pemeliharaan kesehatan
Mandi 2x/hari.
Gosok gigi 2x/hari
b. Pola nutrisi/metabolic
Makan 3x/hari
Minum 8-10 gelas/ hari
Tidak ada gangguan terkait pola nutrisi dan metabolic klien.
c. Pola eliminasi
BAB 1-2X/hari
BAK (+)
Tidak ada gangguan pada pola eliminasi klien.
d. Pola aktivitas & latihan
Klien merasa aktivitas tersendat karna penglihatannya kabur
e. Pola tidur & istirahat
Tidur malam 10 – 12 jam/ hari
Tidur siang 1 - 2/ hari
Tidak ada gangguan pola tidur dan istirahat
f. Pola kognitif & perceptual
Klien merasa penglihatan terganggu (kabur/tak jelas), silau bila terkena
cahaya terang
g. Pola persepsi diri
Klien tidak merasa rendah diri dengan kondisi penyakitnya
h. Pola seksualitas & reproduksi
Tidak ada gangguan
i. Pola peran & hubungan
Klien merasa tidak ada masalah dengan penyakit yang diderita nya.
j. Pola manajemen & koping stress
Klien merasa cemas bila memikirkan tindakan operasi.

23
1.6 Pemeriksaan Penunjang
1. Pengukuran Tonografi : TIO 19 mmHg OD
2. Oftalmoskopi : Skerotik ( pengerasan Jaringan ) kapsul anterior OD, Keruh
3. Laboratorium
Hematologi: LED 18
Masa Pendarahan 1.5 menit
Masa Pembekuan 6.0 menit
Hematologi Rutin : Hb 14.1 g/d
Hematokrit 42 %
Leukosit 6.600 /ul
Trombosit 265.000/ul
Hitung Jenis : Basofil 0 %
Eosinofil 4 %
Batang 0 %
Neutrofil 46 %
Limposit 41 %
Monosit 9 %,
Kimia Darah: GDS 142mg/dl
Ureum 22 mg/dl
Creatinin 1.0 mg/dl
Elektrolit: Na 141, K 4.2, Cl 108 mEq/l
SGOT 35, SGPT 55 u/l
Bilirubin Total 0.50 mg/dl
4. Thorax Foto : Cor tak membesar, tidak tampak proses aktif spesifik, sinus
dan diafragma baik
5. Tes toleransi glukosa : GDS 142
6. Biometri: didapatkan hasil power lensa IOL + 22,5D pada OD

1.7 Therapy Medis


Dilakukan Pembedahan Tanggal 25 Agustus 2017 Pukul 16.00 WIB, Operasi
Phacoemulsification + IOL OD.

2. Diagnosa Keperawatan

24
1. Pre Operasi Tgl 25 Agustus 2017
a. Gangguan sensori-perseptual: penglihatan b/d gangguan penerima
sensori/status organ indera, lingkungan secara terapeutik dibatasi.
DS : Pasien mengatakan penglihatan seperti ada asap
: Pandangan tampak kabur
: Aktivitas sehari-hari tersendat
DO : Refleks lensa keruh (+), Skerotik kapsul anterior OD
b. Kecemasan b/d kurang informasi tentang prosedur tindakan pembedahan.
DS : Pasien merasakan takut bila dilakukan tindakan operasi
DO : Therapy Pro Operasi Phacoemulsification + IOL OD

2. Post Operasi Tgl 26 Agustus 2017


a. Nyeri akut berhubungan dengan trauma insisi.
DS : Pasien mengatakan merasa ada yang ganjal dimata sebelah kanan
DO : Operasi katarak sudah dilakukan
b. Risiko tinggi terhadap infeksi b/d prosedur invasif (bedah pengangkatan
katarak)
DS : Pasien mengatakan kasa penutup matanya belum diganti
DO : Kasa Penutup tampak kotor

3. Intervensi
1. Pre operasi (Tanggal 25 Agustus 2017)
a. Gangguan sensori-perseptual: penglihatan b/d gangguan penerima
sensori/status organ indera, lingkungan secara terapeutik dibatasi
Intervensi:
1. Kaji ketajaman peng-lihatan, catat apakah satu atau dua mata terlibat.
2. Orientasikan klien tehadap lingkungan.
3. Letakkan barang yang dibutuhkan/posisi bel pemanggil dalam
jangkauan/posisi yang tidak dioperasi.
b. Kecemasan b/d kurang informasi tentang prosedur tindakan pembedahan
Intervensi:
1. Kaji tingkat kecemasan pasien dan catat adanya tanda- tanda verbal dan
nonverbal.
2. Observasi tanda vital dan peningkatan respon fisik pasien.

25
3. Beri penjelasan pasien tentang prosedur tindakan operasi, harapan dan
akibatnya.
2. Post Operasi ( Tanggal 26 Agustus 2017 )
a. Nyeri akut berhubungan dengan trauma insisi
Intervensi:
1. Kaji tingkat nyeri pasien dengan menggunakan skala nyeri dan pengukuran
TTV
2. Berikan obat untuk mengontrol
b. Risiko tinggi terhadap infeksi b/d prosedur invasif (bedah pengangkatan
katarak).
Intervensi :
1. Gunakan/tunjukkan teknik yang tepat untuk membersihkan mata dari
dalam ke luar dengan tisu basah/bola kapas untuk tiap usapan, ganti
balutan dan masukan lensa kontak bila menggunakan.
2. Tekankan pentingnya tidak menyentuh/ menggaruk mata yang dioperasi.
3. Berikan obat sesuai indikasi :Antibiotic
4. Implementasi
1. Pre Operasi ( Tanggal 25 Agustus 2017 )
a. Gangguan sensori-perseptual: penglihatan b/d gangguan penerima
sensori/status organ indera, lingkungan secara terapeutik dibatasi
1. Mengkaji ketajaman peng-lihatan, catat apakah satu atau dua mata
terlibat.
2. Mengorientasikan klien tehadap lingkungan.
3. Meletakkan barang yang dibutuhkan/posisi bel pemanggil dalam
jangkauan/posisi yang tidak dioperasi.
b.Kecemasan b/d kurang informasi tentang prosedur tindakan pembedahan
1. Mengaji tingkat kecemasan pasien dan catat adanya tanda- tanda verbal
dan nonverbal.
2. Mengobservasi tanda vital dan peningkatan respon fisik pasien.
3. Memberi penjelasan pasien tentang prosedur tindakan operasi, harapan
dan akibatnya.
2. Post Operasi ( Tanggal 26 Agustus 2017 )
a.Nyeri akut berhubungan dengan trauma insisi

26
1. Kaji tingkat nyeri pasien dengan menggunakan skala nyeri dan pengukuran
TTV
2. Berikan obat untuk mengontrol
b. Risiko tinggi terhadap infeksi b/d prosedur invasif (bedah pengangkatan
katarak).
1. Membersihkan mata dari dalam ke luar dengan tisu basah/bola kapas untuk
tiap usapan, ganti balutan dan masukan lensa kontak bila menggunakan.
2. Menekankan pentingnya tidak menyentuh/ menggaruk mata yang
dioperasi.
3. Memberikan therapy antibiotic ( Ciprofloxacin 2 x 500 mg , Xitrol ed 6 x
OD, Floxa ed 6 x OD )

k. Evaluasi
1. Pre Operasi ( Tanggal 25 Agustus 2017 )
b. Gangguan sensori-perseptual: penglihatan b/d gangguan penerima
sensori/status organ indera, lingkungan secara terapeutik dibatasi
1. Klien meminta bantuan ketika melakukan aktifitas
2. Aktifitas klien terpenuhi
b Kecemasan b/d kurang informasi tentang prosedur tindakan pembedahan
1. Klien mampu mengidentifikasi dan mengungkapkan gejala cemas
2. Klien mampu Mengidentifikasi, mengungkapkan dan menunjukkan tehnik
untuk mengontrol cemas
3. Klien memahami penyakitnya dan prosedur tindakan yang akan dilakukan
2. Post Operasi ( Tanggal 26 Agustus 2017 )
a. Nyeri akut berhubungan dengan trauma insisi
1.Pasien mampu mengontrol nyeri
2.Pasien menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang
3.Tanda vital dalam rentang normal
b. Risiko tinggi terhadap infeksi b/d prosedur invasif (bedah pengangkatan
katarak).
  1. Tidak tampak tanda dan gejala infeksi pada pasien

27
BAB IV

PEMBAHASAN

Kesenjangan Antara Teori dan Kasus

N KESENJANGA TEORI KASUS


O N
1 Usia Penderita Menurut Teori katarak terjadi 18% Pada Kasus ini penderita
Katarak pada usia 65 – 74 tahun dan 45 % sudah mengalami katarak
pada usia 75 – 84 tahun. Beberapa pada usia 51 Tahun
derajat katarak diduga terjadi pada
semua orang pada usia 70 tahun.
2 Manifestasi Klinis Banyak tanda dan gejala pada Hanya sebagian tanda
penyakit katarak baik tanda subjektif gejala katarak yang
maupun objektif timbul pada pasien
3 Pemeriksaan Pemeriksaan penunjang banyak Hanya sebagian
Penunjang pemeriksaan penunjang
yang dilakukan
4 Diagnosa Beberapa diagnosa keperawatan Hanya beberapa
Keperawatan muncul pada post dan pre operasi diagnose yang
dimunculkan sesuai
dengan keluhan pasien
5 Intervensi Banyak intervensi yang muncul dari Tidak semua intervensi

28
Keperawatan setiap diagnose dipakai.

BAB V
PENUTUP

1. Saran
Demikianlah isi dari makalah ini, kami menyadari bahwa dalam penyusunan
makalah ini masih banyak kekurangan dan masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena
itu, kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan. Mudah-mudahan dapat
bermanfaat bagi pembaca dalam meningkatkan dan mengembangkan ilmu pengetahuan.

2. Kesimpulan

Katarak merupakan keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat
hidrasi (penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa, atau terjadi akibat kedua-
duanya. Kekeruhan ini dapat mengganggu jalannya cahaya yang melewati lensa sehingga
pandangan dapat menjadi kabur hingga hilang sama sekali. Katarak dianggap sebagai
penyakit yang lumrah pada lansia.
Penyebab utama katarak adalah usia, tetapi banyak hal lain yang dapat terlibat
seperti trauma, toksin, penyakit sistemik (seperti diabetes), merokok dan herediter.
Adapun penatalaksanaan pada penyakit katarak yaitu dengan therapy medikamentosa
pembedahan.

29
DAFTAR PUSTAKA

Long, C Barbara. 1996. Perawatan Medikal Bedah : 2. Bandung: Yayasan Ikatan Alumni Pen
didikan Keperawatan Pajajaran 

Nettina, Sandra M. 2001. Pedoman Praktik Keperawatan. Alih bahasa : Setiawan Sari.Jakarta
: EGC

Sidarta Ilyas. 2001. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: FKUI

NANDA. 2012. Nursing Diagnosis Definitions and Classification. Wiley-Blackwell

Anas Tamsuri, 2011, Klien Gangguan Mata dan Penglihatan Jakarta. EGC

Sidarta llyas, 2003, Ilmu Penyakit Mata Jakarta FKUI

http://aanborneo.blogspot.com/2013/04/makalah-katarak.html

http://liriyantoasy.wordpress.com/2012/02/08/makalah-katarak/

30
31

Anda mungkin juga menyukai