Anda di halaman 1dari 29

A.

ANATOMI FISIOLOGI
1. Sitem syaraf

Sistem saraf dibagi menjadi dua bagian, yaitu sistem saraf pusat dan sistem saraf perifer.
Sel saraf terdiri dari dua tipe sel yaitu neuron dan glial sel (Lewis, Dirksen,
heitkemper&bucher, 2014).
a) Neuron sel
Fungsi utama yaitu memiliki kemampuan untuk menerima rangsangan atau
membangkitkan rangsangan, mengantar rasngsangan/ impuls, dan memepengaruhi
neuron lain, sel otot, atau granular sel untuk merespon impuls yang ditransmisikan.
Sel neuron terdiri atas cell body, multiple dendrit, dan akson. Dalam cell body
terdapat intisel dan sitoplasma, berfungsi sebagai pusat proses metabolisme sel.
Dendrit berfungsi sebagai penerima transmisi dari neuron lain atau impuls dari akson
neuron yang lain.sedangkan akson berfungsi sebagai penyalur impuls yang telah
diproses ke neuron lain.
b) Glia sel
Fungsi utama sebagai penyokong, pelindung dan memberi nutrisi untuk neuron. Sel
ini terdiri dari dua tipe, microglia yang berfungsi sebagai fagosit, dan macroglia yang
terdiri dari astrocites, oligodendrocytes, dan ependymal.
Astrocytesbanyak ditemukan di gray matter, berfungsi sebagai konduksi impuls
anatar neuron. Oligodendrocytes banyak ditemukan di white matter berperan dalam
produksi myelin, dan ependymal terdapat di ventrikel otak, dan berfungsi sebagai
sekresi cairan cerebrospinal.
2. Sitem Saraf pusat
a) Spinal cord
Jaringan saraf yang memanjang dari batang otak dan keluar dari ruang kranial melalui
foramen magnum. Terdiri dari daerah gray matter dan dikelilingi oleh white matter.
Gray matter terdiri dari sel voluntary motor neuron, pregangliotik aoutonomic motor
neuron, dan interneuron, sedangkan white matter terdiri dari axon impuls ascending
sensory maupun descending sensory
b) Brain
Terdiri atas tiga komponen utama, cerebrum, brainstem dan cerebellum.
Cerebrum trediri dari hemisper kanan dan kiri dan terbagi menjadi 4 lobus, frontalis,
temporalis, parietalis dan oksipitalis. Bagian frontralis berfungsi sebagai fungsi
memori, kognitif, gerakan mata dan mototrik yang disadari serta kemampuan bicara
(broca’s area). Temporalis berfungsi sebagai memperkuat ingatan visual, memahami
bahasa (wernicke’s area), menyimpan ingatan baru, emosi dan mengambl
kesimpulan atau arti. Lobus parietal untuk interpretasi informasi sensorik dari
berbagai bagian tubuh, pengolahan informasi, gerakan orientasi, persepsi visual,
persepsi rangsangan, rasa sakit dan sensasi sentuhan. Lobus oksipital bertanggung
jawab dama persepsi visual termasuk penerimaa dan pemrosesan visual serta
pengenalan warna.
c) Brainstem
Terdari dari midbrain, pons, dan medulla. Di brainstem terdapat saraf cranial III dan
XII, fungsi vital dari brainstem adalah sebagai pusat pengatur pernafasan, jantung
dan vasomotor yang berada pada medulla.

d) Cerebellum berada di bagian belakang cranial fossa inferior kea rah lubus oksipital.
Berfungsi sebagai keseimbangan tubuh dan pergerakan yang disadari. Cerebellum
menerima informasi dari korteks cerebri, otot, persendian dan pendengaran.
e) Ventricel cerebrospinal fluid
Cairan cerebrospinal dihasilkan oleh ventrikel lateralis. Cairan ini berfungsi sebagai
peredam mekanis terhadap kejut, serta memberikan elumas Antara tulang sekitarnya
dan otak dengan sumsum tulang belakang. Ketika seseorang mngalami injuri cairan
ini bertindak sebagai bantalan yang meminimalisir cedera. Cairan ini ditemukan pada
ruang subarachnoid, ventrikel otak dank anal pusat sumsum tulang belakang.
Normalnya setiap hari dihasilkan sebanyak 500 ml cairan atau sekitar 21 ml/jam,
namun yang dipakai hanya 150 ml.
3. Sirkulasi cerebral
Aliran darah ke otak disuplai oleh interna carotid arteri dan vertebral arteri. Interna
carotid arteri meperdarahi bagian depan dan sebagian cerebrum, sedangkan vertebral
arteri bergabung dengan basilar arteri memperdarahi batang otak, cerebellum, dan
posterior cerebrum.komunikasi aliran darah atau bentuk kerjasama aliran darah basilar
arteri dan interna carotid arteri dinamakan circle of willis. (Lewis, Dirksen,
heitkemper&bucher, 2014).
4. Saraf kranial

(Lewis, Dirksen, heitkemper&bucher, 2014).

5. Intracranial pressure
Tiga komponen utama intracranial, jaringan otak 78%, darah 12%, dan cairan
cerebrospinal 10%. Jika salah satu mengalami penngkatan akan mengakibatkan
peningkatan tekanan runag tertutup dalam intracranial dan berpengaruh pada perfusi
jaringan cerebral. Normal tekanan dalam intracranial 5 – 15 mm Hg, tekanan yang
melebihi 20 mm Hg harus segera dilakukan intervensi.faktor yang memepengaruhi
tekanan intracranial adalah tekanan arteri, tekanan vena, tekanan dalam rongga abdomen
dan thorax, posisi tubuh, temperature, dan gas darah terutama komponen
karbondioksida.
B. PENGERTIAN
Stroke adalah terputusnya aliran darah ke otak, karena tersumbat atau pecahnya pembuluh
darah ke otak sehingga pasokan darah dan oksigen ke otak berkurang yang dapat
menyebabkan gangguan fisik atau disabilitas (Ghani dkk,2016).
Stroke atau sering disebut juga dengan sebutan cedera vaskular serebral adalah cedera otak
yang berkaitan dengan obstruksi aliran darah otak. Stoke dibagi menjadi dua yaitu stroke
iskemik dan hemoragik. Stroke iskemik terjadi akibat penyumbatan aliran darah arteri yang
lama ke bagian otak yang diakibatkan karena adanya trombus (bekuan darah di arteri serebril)
atau embolus (bekuan darah yang berjalan ke otak dari tempat lain di tubuh). Sedangkan stroke
hemoragik terjadi akibat perdarahan dalam otak (Corwin, 2009).

C. PENYEBAB
Stroke biasanya diakibatkan dari salah satu empat kejadian: (1) trombosis (bekuan darah di
dalam pembuluh otak atau leher); (2) embolisme serebral (bekuan darah atau material lain
yang dibawa ke otak dari bagian tubuh yang lain; (3) iskemia (penurunan aliran darah ke area
otak); dan (4) hemoragi serebral (pecahnya pembuluh darah serebral dengan perdarahan ke
dalam jaringan otak atau ruang sekitar otak) akibatnya adalah penghentian suplai darah ke
otak yang menyebabkan kehilangan sementara atau permanen gerakan, berpikir, memori,
bicara, atau sensasi. Pada stroke hemoragik biasanya diakibatkan dengan hemoragi serebral
yang dapat terjadi di luar durameter (hemoragi ekstradural atau epidural), dibawah durameter
(hemoragi subdural), di ruang subarakhnoid (hemoragi subarakhnoid) atau di dalam substansi
otak (hemoragi intraserebral) (Smeltzer & Bare, 2002).
Faktor-faktor yang menyebabkan stroke (Nurarif & Kusuma, 2015)
1. Faktor-faktor yang tidak dapat dirubah (Non Reversible)
a. Jenis Kelamin: pria lebih sering ditemukan menderita stroke dibandingkan wanita
b. Umur: makin tinggi usia makin tinggi pula resiko terkena stroke
c. Keturunan: adanya riwayat keluarga yang terkena stroke
2. Faktor yang dapat dirubah (Reversible)
a. Hipertensi
b. Penyakit Jantung
c. Kolesterol Tinggi
d. Obesitas
e. Diabetes Melitus
f. Stress Emosional
3. Kebiasaan Hidup
a. Merokok
b. Peminum alcohol
c. Obat-obatan terlarang
d. Aktifitas yang tidak sehat: kurang olahraga, makanan berkolesterol

D. MANIFESTASI KLINIS
Stroke dibagi 2 jenis yaitu stroke iskemik dan stroke hemoragik (Nurarif & Kumala, 2015)
1. Stroke iskemik (non hemoragik) yaitu tersumbatnya pembuluh darah yang menyebabkan
aliran darah ke otak sebagian atau keseluruhan terhenti, 80% adalah stroke iskemik.
Stroke iskemik dibagi 3 yaitu:
a. Stroke trombotik: proses terbentuknya thrombus yang membuat penggumpalan.
b. Stroke embolik: tertutupnya pembuluh arteri oleh bekuan darah.
c. Hipoperfusion sistemik: berkurangnya aliran darah ke seluruh.
2. Stroke hemoragik adalah stroke yang disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak.
Hampir 70 % kasus stroke hemoragik terjadi pada penderita hipertensi. Strok hemoragik
ada 2 jenis yaitu:
a. Hemoragik intraserebral: perdarahan yang terjadi didalam jaringan otak.
b. Hemoragik subaraknoid: perdarahan yang terjadi pada ruang subaraknoid (ruang
sempit antara permukaan otak dan lapisan jaringan yang menutupi otak).

Stroke menyebabkan defisit neurologik, sesuai dengan lokasi lesi (pembuluh darah yang
tersumbat), ukuran area yang perfusi tidak adekuat, dan jumlah aliran darah kolateral
(sekunder atau aksesori). Berikut ini defisit neurologik yang biasa terjadi (Smeltzer & Bare,
2002):
Defisit Neurologik Manifestasi
Defisit Lapang Penglihatan
- Homonimus hemianopsia (kehilangan - Tidak menyadari orang atau objek
setengah lapang penglihatan) di tempat kehilangan penglihatan
- Mengabaikan salah satu sisi tubuh
- Kesulitan menilai jarak
- Kehilangan penglihatan perifer - Kesulitan melihat pada malam hari
- Tidak menyadari objek atau batas objek
- Diplopia - Penglihatan ganda
Defisit Motorik
- Hemiparesis - Kelemahan wajah, tangan, dan kaki
pada sisi yang sama (karena lesi
pada hemisfer yang berlawanan)
- Hemiplegia - Kelemahan wajah, tangan, dan kaki
pada sisi yang sama (karena lesi
pada hemisfer yang berlawanan)
- Ataksia - Berjalan tidak mantap, tegak
- Tidak mampu menyatukan kaki, perlu
dasar berdiri yang luas
- Disartria - Kesulitan dalam membentuk kata
- Disfagia - Kesulitan dalam menelan
Defisit sensori
- Parestesia (terjadi pada sisi berlawanan - Kebas dan kesemutan pada bagian
dari lesi) tubuh
- Kesulitan dalam propriosepsi
Defisit verbal
- Ataksia ekspresif - Tidak mampu membentuk kata yang
dapat dipahami; mungkin dapat bicara
dalam respon kata tunggal
- Ataksia reseptif - Tidak mampu memahami kata yang
dibicarakan; mampu bicara tapi tidak
masuk akal
- Ataksia global - Kombinasi baik ataksia ekspresif dan
reseptif
Defisit kognitif - Kehilangan memori jangka pendek dan
panjang
- Penurunan lapang perhatian
- Kerusakan kemampuan untuk
berkonsentrasi
- Alasan abstrak buruk
- Perubahan penilaian
Defisit Emosional - Kehilangan control diri
- Labilitas emosional
- Penurunan toleransi pada situasi yang
menimbulkan stress
- Depresi
- Menarik diri
- Rasa takut, bermusuhan dan marah
- Perasaan isolasi
E. PATOFISIOLOGI
Tahapan patofisologi terjadinya stroke adalah kerusakan pembuluh darah otak, pembuluh
darah tidak mampu mengalirkan darah atau pembuluh darah pecah dan bagian otak yang
memperoleh darah dari pembuluh yang rusak tadi fungsinya menjadi terganggu hingga timbul
gejala-gejala stroke.
Tahapan tersebut tidak terjadi dalam waktu singkat. Pada tahap pertama dimana dinding
pembuluh darah yang mengalirkan darah ke otak mula-mula terkena berupa aterosklerosis
pada pembuluh-pembuluh yang kecil. Penebalan dinding pembuluh darah ini terjadi
berangsung-angsur dan diakibatkan oleh hipertensi, DM, peninggian kadar asam urat atau
lemak dalam darah, perokok berat dll.
Proses penebalan timbul berangsur-angsur dalam waktu beberapa tahun atau akhirnya
suatu saat terjadi sumbatan dimana aliran darah yang terjadi cukup ditolerir oleh otak.
Akhirnya karena sempitnya lumen pembuluh darah tersebut tidak cukup lagi memberi darah
pada pembuluh darah otak ini menyebabkan kerapuhan dan pembuluh darah menjadi pecah
dan timbul perdarahan. Pada saat dimana pembuluh darah tersebut pecah atau tersumbat
hingga aliran darah tidak cukup lagi memberi darah lalu timbul gejala-gejala neurologik
berupa kelumpuhan, tidak bisa bicara atau pingsan, diplopia secara mendadak. Sumbatan
pembuluh darah otak dapat juga terjadi akibat adanya bekuan-bekuan darah dari luar otak
(jantung atau pembuluh besar tubuh) atau dari pembuluh darah leher (karotis) yang terlepas
dari dinding pembuluh tersebut dan terbawa ke otak lalu menyumbat. Karena fungsi otak
bermacam-macam, maka gejala stroke juga timbul tergantung pada daerah mana otak yang
terganggu. Penyumbatan atau pecahnya pembuluh darah secara mendadak dapat
menimbulkan gejala dan tanda-tanda neurologik yang memiliki sifat, mendadak, tidak ada
gejala-gejala dini atau gejala peningkatan dan timbulnya iskemi atau kerusakan otak,gejala
neurologik yang timbul selalau terjadi pada satu sisi badan, gejala-gejala klinik yang timbul
mencapai maksimum beberapa jam setelah serangan . Umumnya kurang dari 24 jam, jadi
misalnya pagi hari serangan stroke timbul berupa kelemahan pada badan sebelah kanan
kemudian berangsur-angsur menjadi lumpuh sama sekali.
Perdarahan pada stroke hemoragik biasanya terjadi pada intraserebral dan
subarachnoid. Perdarahan intraserebral biasanya timbul karena pecahnya mikroaneurisma
(Berry aneurysm) akibat hipertensi maligna. Pecahnya pembuluh darah otak terutama karena
hipertensi ini mengakibatkan darah masuk ke dalam jaringan otak, membentuk massa atau
hematom yang menekan jaringan otak dan menimbulkan oedema di sekitar otak. Peningkatan
TIK yang terjadi dengan cepat dapat mengakibatkan kematian yang mendadak karena herniasi
otak. Perdarahan intra cerebral sering dijumpai di daerah putamen, talamus, sub kortikal,
nukleus kaudatus, pon, dan cerebellum. Hipertensi kronis mengakibatkan perubahan struktur
dinding permbuluh darah berupa lipohyalinosis atau nekrosis fibrinoid.
Perdarahan subarachnoid (PSA) terjadi akibat pembuluh darah disekitar permukaan otak
pecah, sehingga terjadi ekstravasasi darah ke ruang subarachnoid. Perdarahan subarachnoid
umumnya disebabkan oleh rupturnya aneurisma sakular atau perdarahan dari arteriovenous
malformation (AVM).
F. PATWAYS

Peningkatan tekanan
sistemik
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Menurut Muttaqin, (2008), pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan ialah sebagai
berikut:
1. Angiografi serebral
Membantu menentukan penyebab dari stroke secara spesifik seperti perdarahan
arteriovena atau adanya ruptur dan untuk mencari sumber perdarahan seperti aneurisma
atau malformasi vaskular.
2. Lumbal pungsi
Tekanan yang meningkat dan disertai bercak darah pada carran lumbal menunjukkan
adanya hernoragi pada subaraknoid atau perdarahan pada intrakranial. Peningkatan
jumlah protein menunjukkan adanya proses inflamasi. Hasil pemeriksaan likuor merah
biasanya dijumpai pada perdarahan yang masif, sedangkan perdarahan yang kecil
biasanya warna likuor masih normal (xantokrom) sewaktu hari-hari pertama.
3. CT scan.
Pemindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi henatoma, adanya
jaringan otak yang infark atau iskemia, dan posisinya secara pasti. Hasil pemeriksaan
biasanya didapatkan hiperdens fokal, kadang pemadatan terlihat di ventrikel, atau
menyebar ke permukaan otak.
4. MRI
MRI (Magnetic Imaging Resonance) menggunakan gelombang magnetik untuk
menentukan posisi dan besar/luas terjadinya perdarahan otak. Hasil pemeriksaan biasanya
didapatkan area yang mengalami lesi dan infark akibat dari hemoragik
5. USG Doppler
Untuk mengidentifikasi adanya penyakit arteriovena (masalah sistem karotis).
6. EEG
Pemeriksaan ini berturuan untuk melihat masalah yang timbul dan dampak dari jaringan
yang infark sehingga menurunnya impuls listrik dalam jaringan otak.
H. PENATALAKSANAAN
Secara umum, penatalaksanaan pada pasien stroke adalah :
1. Posisikan kepala dan badan atas 20 – 30o, posisi miring jika muntah dan boleh dimulai
mobilisasi bertahap jika hemodinamika stabil.
2. Bebaskan jalan nafas dan pertahankan ventilasi yang adekuat, bila perlu diberikan
oksigen sesuai kebutuhan
3. Tanda-tanda vital usahakan stabil
4. Bedrest
5. Koreksi adanya hiperglikemia atau hipoglikemia
6. Kandung kemih yang penuh kosongkan, bila perlu lakukan katerisasi
7. Pemberian cairan intravena berupa kristaloid atau koloid dan hindari penggunaan
glukosa murni atau cairan hipotonik
8. Hindari kenaikan suhu, batuk, konstipasi atau suction berlebih yang dapat meningkatkan
TIK
9. Nutrisi per oral hanya diberikan jika fungsi menelan baik, jika kesadaran menurun atau
gangguan menelan sebaiknya dipasang NGT.
Penatalaksanaan medis secara spesifik berupa :
1. Mengobati penyebabnya,
2. Neuroprotektor
3. Tindakan pembedahan
4. Menurunkan TIK yang tinggi

Menurut Smeltzer dan Bare, (2002) penatalaksanaan stroke dapat dibagi menjadi dua, yaitu:
1. Phase Akut :
a. Pertahankan fungsi vital seperti : jalan nafas, pernafasan, oksigenisasi dan sirkulasi.
b. Reperfusi dengan trombolityk atau vasodilation: Nimotop. Pemberian ini diharapkan
mencegah peristiwa trombolitik / emobolik.
c. Pencegahan peningkatan TIK. Dengan meninggikan kepala 15-30 menghindari flexi
dan rotasi kepala yang berlebihan, pemberian dexamethason.
d. Mengurangi edema cerebral dengan diuretik
e. Pasien di tempatkan pada posisi lateral atau semi telungkup dengan kepala tempat
tidur agak ditinggikan sampai tekanan vena serebral berkurang
2. Post phase akut
a. Pencegahan spatik paralisis dengan antispasmodik
b. Program fisiotherapi
c. Penanganan masalah psikososial

I. FOCUS PENGKAJIAN KEPERAWATAN


1. Pengkajian
Menurut Muttaqin, (2008) anamnesa pada stroke meliputi identitas klien, keluhan utama,
riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit keluarga, dan
pengkajian psikososial.
a. Identitas Klien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin, pendidikan,
alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor register, dan
diagnosis medis.
b. Keluhan utama
Sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongau kesehatan adalah kelemahan
anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, tidak dapat berkomunikasi, dan penurunan
tingkat kesadaran.
c. Riwayat penyakit sekarang
Serangan stroke hemoragik sering kali berlangsung sangat mendadak, pada saat
klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual, muntah bahkan
kejang sampai tidak sadar, selain gejala kelumpuhan separuh badan atau gangguan
fungsi otak yang lain.
Adanya penurunan atau perubahan pada tingkat kesadaran disebabkan perubahan
di dalam intrakranial. Keluhari perubahan perilaku juga umum terjadi. Sesuai
perkembangan penyakit, dapat terjadi letargi, tidak responsif, dan konia.
d. Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, riwayat stroke sebelumnya, diabetes melitus, penyakit
jantung, anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat-
obat anti koagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif, dan kegemukan. Pengkajian
pemakaian obat-obat yang sering digunakan klien, seperti pemakaian obat
antihipertensi, antilipidemia, penghambat beta, dan lainnya. Adanya riwayat merokok,
penggunaan alkohol dan penggunaan obat kontrasepsi oral. Pengkajian riwayat ini
dapat mendukung pengkajian dari riwayat penyakit sekarang dan merupakan data
dasar untuk mengkaji lebih jauh dan untuk memberikan tindakan selanjutnya.
e. Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi, diabetes melitus, atau
adanya riwayat stroke dari generasi terdahulu.
f. Pengkajian bio-psiko-sosio-spiritual
Pengkajian psikologis klien stroke meliputi beberapa dimensi yang memungkinkan
perawat untuk rnemperoleh persepsi yang jelas mengenai status emosi, kognitif, dan
perilaku klien. Pengkajian mekanisme koping yang digunakan klien juga penting
untuk menilai respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan perubahan
peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta respons atau pengaruhnya dalam
kehidupan sehari-harinya, baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat.
1) Pengkajian Fungsi Serebral
Pengkajian ini meliputi status mental, fungsi intelektual, kemampuan bahasa,
lobus frontal, dan hemisfer.
2) Status Mental
Observasi penampilan, tingkah laku, nilai gaya bicara, ekspresi wajah, dan
aktivitas motorik klien. Pada klien stroke tahap lanjut biasanya status mental klien
mengalami perubahan.
3) Fungsi Intelektual
Didapatkan penurunan dalam ingatan dan memori, baik jangka pendek maupun
jangka panjang. Penurunan kemampuan berhitung dan kalkulasi. Pada beberapa
kasus klien mengalami brain damage yaitu kesulitan untuk mengenal persamaan
dan perbedaan yang tidak begitu nyata.
4) Kemampuan Bahasa
Penurunan kemampuan bahasa tergantung daerah lesi yang memengaruhi fungsi
dari serebral. Lesi pada daerah hemisfer yang dominan pada bagian posterior dari
girus temporalis superior (area Wernicke) didapatkan disfasia reseptif, yaitu klien
tidak dapat memahami bahasa lisan atau bahasa tertulis. Sedangkan lesi pada
bagian posterior dari girus frontalis inferior (area Broca) didapatkan disfagia
ekspresif, yaitu klien dapat mengerti, tetapi tidak dapat menjawab dengan tepat
dan bicaranya tidak lancar. Disartria (kesulitan berbicara), ditunjukkan dengan
bicara yang sulit dimengerti yang disebabkan oleh paralisis otot yang bertanggung
jawab untuk menghasilkan bicara. Apraksia (ketidakmampuan untuk melakukan
tindakan yang dipelajari sebelumnya), seperti terlihat ketika klien mengambil sisir
dan berusaha untuk menyisir rambutnya.
g. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan umum
Melangalami penurunan kesadaran, suara bicara: kadang mengalami gangguan
yaitu sukar dimengerti, kadang tidak bisa bicara/ afaksia. Tanda – tanda vital: TD
meningkat, nadi bervariasi.
2) Sistem integument
Tidak tampak ikterus, permukaan kulit kering, tekstur kasar, perubahan warna
kulit; muka tampak pucat.
3) Kepala
Normo cephalic, simetris, biasanya terdapat nyeri kepala/sakit kepala.
4) Muka
Asimetris, otot muka dan rahang kekuatan lemah.
5) Mata
Alis mata, kelopak mata normal, konjuktiva anemis (+/+), pupil isokor, sclera
ikterus (-/ -), reflek cahaya positif. Tajam penglihatan tidak dapat dievalusai,mata
tampak cowong.
6) Telinga
Secret, serumen, benda asing, membran timpani dalam batas normal
7) Hidung
Deformitas, mukosa, secret, bau, obstruksi tidak ada, pernafasan cuping hidung
tidak ada.
8) Mulut dan faring
Biasanya terpasang NGT
9) Leher
Simetris, kaku kuduk, tidak ada benjolan limphe nodul.
10) Thoraks
Gerakan dada simetris, retraksi supra sternal (-), retraksi intercoste (-), perkusi
resonan, rhonchi -/- pada basal paru, wheezing -/-, vocal fremitus tidak
teridentifikasi.
11) Jantung
Batas jantung kiri ics 2 sternal kiri dan ics 4 sternal kiri, batas kanan ics 2 sternal
kanan dan ics 5 mid axilla kanan.perkusi dullness. Bunyi S1 dan S2 tunggal; dalam
batas normal, gallop (-), mumur (-). capillary refill 2 detik.
12) Abdomen
Terjadi distensi abdomen, Bising usus menurun.
13) Genitalia-Anus
Pembengkakan pembuluh limfe tidak ada., tidak ada hemoroid, terpasang kateter.
14) Ekstremitas
Akral hangat, kaji edema, kaji kekuatan otot, gerak yang tidak disadari, atropi atau
tidak, capillary refill, Perifer tampak pucat atau tidak.
h. Pengkajian Saraf Kranial
Menurut Muttaqin, (2008) Pemeriksaan ini meliputi pemeriksaan saraf kranial I-X11.
1) Saraf I: Biasanya pada klien stroke tidak ada kelainan pada fungsi penciuman.
2) Saraf II. Disfungsi persepsi visual karena gangguan jaras sensori primer di antara
mata dan korteks visual. Gangguan hubungan visual-spasial (mendapatkan
hubungan dua atau lebih objek dalam area spasial) sering terlihat pada Mien
dengan hemiplegia kiri. Klien mungkin tidak dapat memakai pakaian tanpa
bantuan karena ketidakmampuan untuk mencocokkan pakaian ke bagian tubuh.
3) Saraf III, IV, dan VI. Jika akibat stroke mengakibatkan paralisis, pada satu sisi
otot-otot okularis didapatkan penurunan kemampuan gerakan konjugat unilateral
di sisi yang sakit.
4) Saraf V. Pada beberapa keadaan stroke menyebabkan paralisis saraf trigenimus,
penurunan kemampuan koordinasi gerakan mengunyah, penyimpangan rahang
bawah ke sisi ipsilateral, serta kelumpuhan satu sisi otot pterigoideus internus dan
eksternus.
5) Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah asimetris, dan otot
wajah tertarik ke bagian sisi yang sehat.
6) Saraf VIII. Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi.
7) Saraf IX dan X. Kemampuan menelan kurang baik dan kesulitan membuka mulut.
8) Saraf XI. Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius.
9) Saraf XII. Lidah simetris, terdapat deviasi pada satu sisi dan fasikulasi, serta indra
pengecapan normal.
i. Pengkajian Sistem Motorik
Stroke adalah penyakit saraf motorik atas (UMN) dan mengakibatkan kehilangan
kontrol volunter terhadap gerakan motorik. Oleh karena UMN bersilangan, gangguan
kontrol motor volunter pada salah satu sisi tubuh dapat menunjukkan kerusakan pada
UMN di sisi ng berlawanan dari otak.
1) Inspeksi Umum, didapatkan hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi) karena lesi
pada sisi otak yang berlawanan. Hemiparesis atau kelemahan salah satu sisi tubuh
adalah tanda yang lain.
2) Fasikulasi, didapatkan pada otot-otot ekstremitas.
3) Tonus Otot, didapatkan meningkat.
j. Diagnosa keperawatan
Merupakan pernyataan yang menjelaskan status kesehatan baik aktual maupun
potensial. Perawat memakai proses keperawatan dalam mengidentifikasi dan
mengsintesa data klinis dan menentukan intervensi keperawatan untuk mengurangi,
menghilangkan, atau mencegah masalah kesehatan klien yang menjadi tanggung
jawabnya.
1) Gangguan perfusi jaringan cerebral berhubungan dengan gangguan aliran darah
sekunder akibat peningkatan tekanan intracranial.
2) Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan kehilangan kontrol otot facial
atau oral.
3) Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neuromuscular
4) Resiko gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakmampuan menelan.
5) Deficit perawatan diri berhubungan dengan hemiparese/hemiplegi.
6) Resiko terjadinya ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan
menurunnya refleks batuk dan menelan, imobilisasi.
7) Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring lama.
8) Gangguan eliminasi uri (incontinensia uri) yang berhubungan dengan penurunan
sensasi, disfungsi kognitif, ketidakmampuan untuk berkomunikasi.
9) Risiko jatuh berhubungan dengan penurunan kesadaran.

J. FOKUS INTERVENSI KEPERAWATAN


NO Diagnosa NOC NIC
1. Gangguan perfusi NOC: NIC:
jaringan cerebral
1. Circulation status Peripheral Sensation Management
berhubungan dengan
2. Tissue Prefusion: cerebral (Manajemen sensasi perifer)
gangguan aliran darah
Kriteria Hasil:
sekunder akibat 1. Monitor adanya daerah tertentu

peningkatan tekanan 1. mendemonstrasikan status yang hanya peka terhadap

intracranial. sirkulasi yang ditandai panas/dingin/tajam/tumpul


dengan: 2. Monitor adanya paretese
a. Tekanan systole dan 3. Pantau tanda-tanda vital, seperti
diastole dalam rentang catat:
yang diharapkan a. Adanya hipertensi/hipotensi,
b. Tidak ada bandingkan tekanan darah yang
ortostatikhipertensi terbaca pada kedua lengan.
c. Tidak ada tanda tanda b. Frekuensi dan irama jantung;
peningkatan tekanan auskultasi adanya mur-mur.
intrakranial (tidak lebih c. Catat pola dan irama dari
dari 15 mmHg) pernafasan, seperti adanya
periode apnea setelah pernafasan
2. mendemonstrasikan hiperventilasi, pernafasan
kemampuan kognitif yang Cheyne-Strokes.
ditandai dengan: 4. Evaluasi pupil, catat ukuran,
a. berkomunikasi dengan bentuk, kesamaan, dan reaksinya
jelas dan sesuai dengan terhadap cahaya.
kemampuan 5. Catat perubahan dalam
b. menunjukkan perhatian, penglihatan, seperti adanya
konsentrasi dan orientasi kebutaan, gangguan lapang
c. memproses informasi pandang/ kedalaman persepsi
d. membuat keputusan 6. Kaji fungsi-fungsi yang lebih
dengan benar tinggi, seperti fungsi bicara jika
e. menunjukkan fungsi pasien sadar.
sensori motori cranial 7. Instruksikan keluarga untuk
yang utuh: tingkat mengobservasi kulit jika ada lesi
kesadaran mambaik, tidak atau laserasi
ada gerakan gerakan 8. Batasi gerakan pada kepala, leher
involunter dan punggung
9. Monitor kemampuan BAB
10. Kolaborasi pemberian analgetik
11. Monitor adanya tromboplebitis
12. Diskusikan menganai penyebab
perubahan sensasi
2. Gangguan komunikasi NOC NIC
verbal berhubungan 1. Anxiety selfcontrol Communication Enhancement:
dengan kehilangan 2. Coping Speech Deficit.
kontrol otot facial atau 3. Sensory function: hearing 1. Gunakan penerjemah, jika
oral. & vision diperlukan
4. Fear selfcontrol 2. Beri satu kalimat simple setiap
Kriteria hasil: bertemu, jika diperlukan
1. Komunikasi: penerimaan,
interpretasi, dan ekspresi
pesan lisan, tulisan, dan 3. Dorong pasien untuk
nonverbal meningkat. berkomunikasi secara perlah dan
2. Komunikasi ekspresif untuk mengulangi permintaan
(kesulitan berbicara): 4. Berikan pujian positif
ekspresif pesan verbal dan Communication Enhancement:
atau nonverbal yang Hearing Defisit
bermakna. Communication Enhancement:
3. Komunikasi resptif Visual defisit
(kesulitan mendengar): Ansiety Reduction
penerimaan komunikasi Active Listening
dan interpretasi pesan Mandiri
verbal dan/atau nonverbal.  Kaji tipe/derajat disfungsi
4. Gerakan terkoordinasi :  Minta pasien untuk mengikuti
mampu mengkoordinasi perintah sederhana seperti buka
gerakan dalam mata,tunjuk pintu dengan kalimat
menggunakan isyarat yang sederhana
5. Pengolahan informasi :  Tunjukkan objek dan minta pasien
klien mampu untuk untuk menyebutkan nama benda
memperoleh, mengatur, tersebut
dan menggunakan  Minta pasien mengucapkan suara
informasi sederhana
6. Mampu mengontrol  Berikan metode komunikasi
respon ketakutan dan alternative seperti menulis di kertas
kecemasan terhadap atau gambar
ketidakmapuan berbicara  Gunakan pertanyaan terbuka dan
7. Mampu manajemen kontak mata
kemampuan fisik yang  Bicara dengan nada normal dan
dimiliki hindari percakapan yang cepat.
8. Mampu Berikan jarak waktu untuk klien
mengkomunikasikan merespons
kebutuha dengan  Diskusikan mengenai hal-hal yang
lingkungan. disenangi dan dikenal pasien
Kolaborasi
Konsultasikan kepada ahli terapi
wicara
3. Gangguan mobilitas NOC: NIC:
1. Joint Movement:
fisik berhubungan Exercise therapy: ambulation
Active
dengan kerusakan 1. Monitoring vital sign
2. Mobility Level
neuromuscular sebelum/sesudah latihan dan lihat
3. Selfcare: ADLs
respon pasien saat latihan
4. Transfer performance
2. Konsultasikan dengan terapi fisik
tentang rencana ambulasi sesuai
Kriteria hasil:
dengan kebutuhan
1. Klien meningkat dalam
3. Bantu klien untuk menggunakan
aktivitas fisik
tongkat saat berjalan dan cegah
2. Mengerti tujuan dari
terhadap cedera
peningkatan mobilitas
4. Ajarkan pasien atau tenaga
3. Memverbalisasikan
kesehatan lain tentang teknik
perasaan dalam
ambulasi
meningkatkan kekuatan
5. Kaji kemampuan pasien dalam
dan kemampuan berpindah
mobilisasi
4. Memperagakan
6. Latih pasien dalam pemenuhan
penggunaan alat Bantu
kebutuhan ADLs secara mandiri
untuk mobilisasi (walker)
sesuai kemampuan
5. Klien mampu
7. Dampingi dan Bantu pasien saat
mempertahankan/
mobilisasi dan bantu penuhi
meningkatkan keskuatan
kebutuhan
dan fungsi bagian tubuh
8. Mulai melakukan latihan rentang
yang terkena/ kompensasi
gerak aktif dan pasif pada semua
ekstremitas saat masuk.
6. Klien menunjukkan tanda- 9. Libatkan orang terdekat untuk
tanda mampu melakukan berpartisipasi dalam
aktifitas aktifitas/latihan dan merubah posisi
ADLs
1. Berikan alat Bantu jika klien
memerlukan.
2. Ajarkan pasien bagaimana
merubah posisi dan berikan
bantuan jika diperlukan

Kolaborasig

1 Konsultasikan dengan ahli


fisioterapi secara aktif

2.Berikan obat relaksasi otot sesuai


indikasi

4. Resiko gangguan NOC: NIC:


nutrisi kurang dari 1. Nutritional Status Nutrision Management
kebutuhan tubuh 2. Nutritional Status: food 1. Kaji adanya alergi makanan
berhubungan dengan and fluid intake 2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
ketidakmampuan 3. Nutritional Status: menentukan jumlah kalori dan
menelan. nutrient intake nutrisi yang dibutuhkan pasien
4. Weight control 3. Anjurkan pasien untuk
Kriteria Hasil: meningkatkan intake Fe
1. Adanya peningkatan berat 4. Anjurkan pasien untuk
badan sesuai dengan tujuan meningkatkan protein dan
2. Berat badan ideal sesuai vitamin C
dengan tinggi badan 5. Monitor jumlah nutrisi dan
3. Mampu mengidentifikasi kandungan kalori
kebutuhan nutrisi 6. Berikan informasi tentang
kebutuhan nutrisi
4. Tidak ada tanda-tanda 7. Kaji kemempuan pasien untuk
malnutrisi mendapatkan nutrisi yang
5. Menunjukkkan dibutuhkan
peningkatan fungsi Nutrition Monitoring
pengecapan dari menelan
1. BB pasien dalam batas normal
6. Tidak terjadi penurunan
2. Monitor adanya penurunan berat
berat badan yang berarti
badan
3. Monitor tipe dan jumlah
aktivitas yang bisa dilakukan
4. Monitor lingkungan selama
makan
5. Jadwalkan pengobatan dan
tindakan tidak selama jam
makan
6. Monitor mual muntah
7. Monitor kadar albumin, total
protein, Hb, dan kadar Ht
Monitor kalori dan intake nutrisi

5. Deficit perawatan diri NOC: NIC:


berhubungan dengan
1. Activity Intolerance Self-Care Assistance:
hemiparese/hemiplegi.
2. Mobility: Physical Bathing/Hygiene
impaired
1. Monitor kemampuan pasien
3. Selfcare Deficit
terhadap perawatan diri
Hygiene
2. Monitor kebutuhan akan personal
4. Sensory perpeption,
hygiene, berpakaian, toileting dan
Auditory disturbed
makan.
Kriteria Hasil:
3. Beri bantuan sampai klien
1. Pasien dapat mempunyai kemapuan untuk
melakukan aktivitas merawat diri
sehari-hari (makan, 4. Bantu klien dalam memenuhi
berpakaian, kebutuhannya.
kebersihan, toileting, 5. Anjurkan klien untuk melakukan
ambulasi) aktivitas sehari-hari sesuai
2. Kebersihan diri pasien kemampuannya
terpenuhi. 6. Pertahankan aktivitas perawatan
3. Mengungkapkan diri secara rutin
secara verbal 7. Evaluasi kemampuan klien dalam
kepuasan tentang memenuhi kebutuhan sehari-hari.
kebersihan tubuh dan 8. Berikan reinforcement atas usaha
hygiene oral. yang dilakukan dalam melakukan
4. Klien terbebas dari perawatan diri sehari hari.
bau badan

6. Resiko terjadinya NOC: NIC :


1. Respiratory status : Airway suction
ketidakefektifan
Ventilation 1. Pastikan kebutuhan oral/tracheal
bersihan jalan nafas 2. Respiratory status:
suctioning.
yang berhubungan Airway patency
2. Berikan O2 1-2liter/mnt, metode
dengan menurunnya 3. Aspiration Control
dengan pemasangan nasal kanul.
refleks batuk dan
3. Anjurkan pasien untuk istirahat
menelan, imobilisasi. Kriteria Hasil:
dan napas dalam (bagi anak usia
1. Mendemonstrasikan batuk diatas 5)
efektif dan suara nafas 4. Posisikan pasien untuk
yang bersih, tidak ada memaksimalkan ventilasi
sianosis dan dyspneu 5. Lakukan fisioterapi dada jika
(mampu mengeluarkan perlu
sputum, bernafas dengan 6. Keluarkan sekret dengan batuk
mudah, tidak ada pursed atau suction
lips) 7. Auskultasi suara nafas, catat
adanya suara tambahan
2. Menunjukkan jalan nafas 8. Berikan bronkodilator
yang paten (klien tidak 9. Monitor status hemodinamik
merasa tercekik, irama 10. Berikan pelembab udara Kassa
nafas, frekuensi basah NaCl Lembab
pernafasan dalam rentang 11. Berikan antibiotik
normal, tidak ada suara 12. Atur intake untuk cairan
nafas abnormal) mengoptimalkan keseimbangan.
3. Mampu 13. Monitor respirasi dan status O2
mengidentifikasikan dan 14. Pertahankan hidrasi yang adekuat
mencegah faktor yang untuk mengencerkan sekret
penyebab. 15. Jelaskan pada pasien dan keluarga
tentang penggunaan peralatan:
O2, Suction, Inhalasi.

7. Resiko gangguan NOC: NIC:


integritas kulit
1. Tissue Integrity: Skin and Pressure Management
berhubungan dengan
Mucous Membranes
tirah baring lama.
1. Anjurkan pasien untuk
2. Hemodyalis Akses
menggunakan pakaian yang
Kriteria Hasil: longgar
2. Hindari kerutan padaa tempat tidur
1. Integritas kulit yang
3. Jaga kebersihan kulit agar tetap
baik bisa
bersih dan kering
dipertahankan
4. Mobilisasi pasien (ubah posisi
2. Melaporkan adanya
pasien) setiap dua jam sekali
gangguan sensasi atau
5. Monitor kulit akan adanya
nyeri pada daerah kulit
kemerahan
yang mengalami
6. Oleskan lotion atau minyak/baby
gangguan
oil pada derah yang tertekan
3. Menunjukkan
7. Monitor aktivitas dan mobilisasi
pemahaman dalam
pasien
proses perbaikan kulit 8. Monitor status nutrisi pasien
dan mencegah 9. Memandikan pasien dengan sabun
terjadinya sedera dan air hangat
berulang 10. Inspeksi kulit terutama pada
4. Mampu melindungi tulang-tulang yang menonjol dan
kulit dan titik-titik tekanan ketika merubah
mempertahankan posisi pasien.
kelembaban kulit dan 11. Jaga kebersihan alat tenun.
perawatan alami

8. Gangguan eliminasi NOC: NIC


uri (incontinensia uri) 1. Urinary elimination Urinary Retention Care
yang berhubungan 2. Urinary Contiunence 1. Monitor intake dan output
dengan penurunan 2. Monitor penggunaan obat
sensasi, disfungsi Kriteria hasil: antikolinergik
kognitif, 1. Kandung kemih kosong 3. Monitor derajat distensi bladder
ketidakmampuan secarapenuh 4. Instruksikan pada pasien dan
untuk berkomunikasi 2. Tidak ada residu urine keluarga untuk mencatat output
>100-200 cc urine
3. Intake cairan dalam 5. Sediakan privacy untuk eliminasi
rentang normal 6. Stimulasi reflek bladder dengan
4. Bebas dari ISK kompres dingin pada abdomen.
5. Tidak ada spasme bladder 7. Kateterisaai jika perlu
Balance cairan seimbang 8. Monitor tanda dan gejala ISK
(panas, hematuria, perubahan bau
dan konsistensi urine)

9. Risiko jatuh NOC NIC


berhubungan dengan 1. Trauma Risk For Fall Prevention
penurunan kesadaran. 2. Injury Risk for 1. Mengidentifikasi faktor resiko
Kriteria Hasil: pasien terjadinya jatuh
1. Keseimbangan
2. Gerakan terkoordinasi : 2. kaji kemampuan mobilitas pasien
kemampuan otot untuk
3. Monitor tanda – tanda vital
bekerja sama secara
volunteer untuk 4. Bantu pasien dalam berjalan atau
melakukan geraka yang mobilisasi
bertujuan
5. Ciptakan lingkungan yang aman
3. Prilaku pencegahan jatuh
bagi pasien
4. Tidak ada kejadian jatuh
6. Berikan alat Bantu jika diperlukan

7. Libatkan keluarga dalam membatu


pasien mobilisasi.

K. DAFTAR PUSTAKA
Corwin, E. J. (2009). Buku saku patofisiologi. Terj. Nike Budhi Subekti. Jakarta: EGC.
Lewis, S., L., Shanon, R., D., Margaret, M., H., Linda, B., & Mariann, M., H. (2014). Medical surgical
nursing: assessment and management of clinical problem.Missoury: Elsevier.
Smeltzer, S. C. and Bare, B. G. (2002). Buku ajar keperawatan medikal-bedah Brunner &
Suddarth. Ed. 8 Vol.1. Jakarta: EGC.
NANDA Internasional. 2012. Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi.
Jakarta:Penerbit Buku Kedokteran.EGC
Nanda Nic-Noc.2013.Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan
Nanda,Jilid 1.Jakarta:MediaActionPublishing

Anda mungkin juga menyukai