Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

Sinusitis merupakan inflamasi dari mukosa sinus paranasal. Sinusitis yang

terjadi seringkali disertai rhinitis, sehingga pada beberapa studi sering juga disebut

rhinosinusitis. Sinusitis dapat terjadi pada sinus maxillaris, frontalis, ethmoidalis dan

sphenoidalis. 1

Sinus merupakan bagian dari fisiologi hidung terutama berfungsi pada

pengaturan udara yang masuk serta pembentukan mukus. Terjadinya sumbatan akibat

adanya peradangan dapat menimbulkan gejala nyeri pada pasien. Hal ini paling sering

terjadi pada sinus ethmoidalis dan juga sinus maxillaris yang diperkirakan terutama

karena letak anatomis ostia sinus. 1

Infeksi virus, bakteri ataupun adanya deviasi septum merupakan beberapa

penyebab terjadinya sinusitis. Seringkali sinusitis juga disebabkan oleh infeksi

ditempat lain seperti di gigi rahang atas yang menyebar ke sinus. Sinusitis dapat

menjadi berbahaya bila menimbulkan komplikasi ke orbita dan intrakranial serta

meningkatkan gejala asma yang sulit diobati.2

Di Amerika, sinusitis terdiagnosa pada 1 dari 8 orang pasien, dan setiap

tahunnya terdapat 30 juta kasus sinusitis yang dapat didiagnosis. Sedangkan di

Indonesia, sinusitis merupakan kasus yang sering terjadi. Pada buku panduan klinis

yang dibuat oleh PERHATI KL, sinusitis kronik menjadi salah satu dari tiga penyakit

yang paling sering terjadi sehingga di bahas pada buku panduan tersebut. Pada

penelitian di RSUP Haji Adam Malik tahun 2011, didapatkan insidensi penyakit ini

paling sering pada rentang umur 31-45 tahun (31,6%), perempuan lebih rentan

mendapat rinosinusitis kronis (54,2%) dan keluhan utama yang paling banyak

didapati adalah hidung tersumbat (56,8%).3,4,5


BAB II
LAPORAN KASUS
2.1. Identitas Pasien
- Nama : Tn. S
- Jenis Kelamin : Pria
- Umur : 49 tahun
- Agama : Islam
- Masuk RS : 22 November 2018
- No. RM : 03-45-08-42
2.2. Anamnesis Pasien
- Keluhan Utama : Hidung terasa tersumbat
- Keluhan Tambahan : nyeri kepala
- Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang dengan keluhan utama hidung terasa tersumbat dan
penuh. Kadang pasien merasa sakit di bagian pipi dan terkadang tericium
bau tidak enak dari hidung. Pasien mengatakan bahwa pasien sering
bersin-bersin terutama saat sedang bersih-bersih ataupun terkena debu.
- Riwayat Penyakit Dahulu : TB (+)
- Riwayat Penyakit Keluarga : Tidak ada
- Riwayat Alergi : Ada
2.3. Pemeriksaan Fisik
TELINGA KANAN KIRI
Nyeri Tekan Tragus (-) (-)
Auriculer Normal Normal
Liang Telinga Lapang Lapang
Isi Liang Telinga Serumen (-) Serumen (-)
Membran Timpani Intak, Refelek Cahaya (+) Intak, Reflek cahaya (+)

HIDUNG KANAN KIRI


Kavum Nasi Lapang Lapang
Sekret (-) (-)
Konka Hipertrofi, Livid Hipertrofi, Livid
TENGGOROKAN KANAN KIRI
Lidah Bersih
Uvula Di tengah
Faring Hiperemis (-)
Tonsil T1 T1
Dinding posterior faring Hiperemis (-), PND (+)

2.4. Resume Pasien

Pasien datang ke Poliklinik THT datang dengan keluhan utama hidung

terasa tersumbat. Pasien terkadang merasa nyeri kepala terutama di bagian

pipi dan terkadang mencium bau tidak enak seperti bau amis. Pasien juga

mengaku sering bersin-bersin bila terkena debu. Pada saat pemeriksaan fisik,

ditemukan hipertrofi konka bilateral dan livid. Terdapat nyeri tekan pada

daerah maxillaris.

2.5. Diagnosis Pasien

- Sinusitis maxillaris dextra

- Hipertrofi konka inferior bilateral

2.6. Tatalaksana

- Anthrostomy maxillaris dextra

- Turbinektomi inferior KNDS

- Terapi medikamentosa post operasi:

 Cefotaxim (skin test)

 Asam traneksamat

 Dexketrofen
- Edukasi: Pasien diharuskan tidur dalam posisi miring setelah operasi. Pipi

kanan pasien dapat dikompres menggunakan es setelah operasi, maupun

bila terjadi perdarahan. Pasien juga disarankan untuk rajin memakai

masker apabila berada di lingkungan yang mungkin terpapar debu atau

alergen lainnya.

2.1. Prognosis

- Quo ad vitam : Dubia ad bonam

- Quo ad functionam : Dubia ad bonam

- Quo ad sanationam : Dubia ad bonam


BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

Sinusitis

3.1. Anatomi Hidung

Hidung dibagi menjadi dua bagian, yaitu hidung bagian luar dan

hidung bagian dalam (rongga nasal) yang dibatasi oleh apertura piriformis. 5

Hidung bagian luar memiliki ukuran dan bentuk yang berbeda pada

setiap orang. Pada bagian atas, terdapat cartilago nasi lateralis yang

membentuk atap, lalu kartilago alaris major dengan crus lateral dan medial

akan membentuk sayap hidung. Dibagian tengah terdapat kartolago septi nasi.

Dari bagian luar, nampak pangkal hidung, dorsum nasi, puncak hidung, ala

nasi dan lubang hidung. 6

Gambar 1. Struktur hidung eksternal (Netter, 2010)

Udara akan masuk melalui hidung bagian dalam, yang mengalir

melalui nares, vestibulum, regio respiratori, regio olfaktoria dan koana.

Septum nasi yang membagi kavum nasi menjadi bagian kanan dan kiri.
Septum Nasi terdiri dari lamina perpendikularis (bagian dari os ethmoidales)

dan vomer di bagian bawahnya. Nares atau nostril merupakan tempat pertama

udara mengalir masuk. Vestibula merupakan bagian yang lebih lebar yang

memiliki banyak vaskularisasi serta rambut-rambut halus. Masuk ke bagian

yang lebih dalam regio respiratoria, dimana terdapat tiga konka di bagian

lateral yaitu Konka nasal superior, medial dan inferior. Di bawah setiap konka

terdapat meatus nasalis. Os Pada bagian dasar terdapat os maxilla dan palatum

durum. Dibagian lebih dalam lagi terdapat regio olfaktoria yang terletak apikal

dimana terdapat saraf-saraf penciuman. Konka nasalis superior terletak pada

bagian atas, dimana saraf-saraf penciuman (fila olfaktorius) yang bersal dari

bulbus olfaktorius mulai masuk lamina cribosa dan penetrasi ke mukosa

sekitar, termasuk mukosa pada konka nasal superior. Choanae terdapat pada

bagian posterior yang menghubangkan dengan nasofaring. 6

Gambar 2. Tulang yang membentuk rongga hidung (Netter, 2010)


Gambar 3. Bagian lateral rongga hidung (Netter, 2010)

4.1. Anatomi Sinus Paranasal

Terdapat empat sinus paranasal yang terletak secara berpasangan.

Sinus paranasal yaitu sinus frontalis, ethmoidalis, maxillaris dan sphenoidalis.


Sinus dinamakan sesuai dengan letaknya masing-masing. Sinus paranasalis

mengelilingi daerah nasal dan juga orbital. Sinus paranasalis diselubungi oleh

epitelium rspiratoria, mengurangi beban pada tulang skeletasl, menjaga

kehangatan dan kelembapan udara yang dihirup, mengatur resonansi saat

berbicara, dan mengalirkan sekresi mukus ke dalam rongga nasal. Bersin dan

juga meniup hidung akan membantu sekresi mukus untuk keluar dari sinus

paranasalis. 5
Gambar 4. Sinus Paranasalis (Netter, 2010)

Sinus paranasal memiliki inervasi, suplai darah dan drainase

yang berbeda-beda. Sinus frontalis dipersarafi oleh V1 (nervus supraorbital),

diperdarahi oleh arteri etmoidalis dan memiliki drainase melalui duktus

frontonasal ke hiatus semilunaris (meatus media). Sinus ethmoidalis


dipersarafi oleh V1 (percabangan dari nervus nasosiliaris) dan V2

(percabangan dari orbital), diperdarahi oleh arteri etmoidalis, dan memiliki

drainase dari ethmoid anterior ke hiatus semilunaris (meatus media) dan dari

tengah ke meatus media. Sinus sphenoidalis dipersarafi oleh V2 Ipercabangan

dari infraorbitl dan alveolar), diperdarahi oleh arteri faringealis (dari

maxilaris) dan memiliki drainase ke dalam recessus sphenoedmoidalis diatas

konka superior. Sinus maxillaris dipersarafi oleh V2 (percabangan dari

intraorbital dan alvelar, diperdarahi oleh arteri infraorbital dan alveolar, dan
6
memiliki drainase ke dalam hiatus semilunaris (meatus media).

3.2. Fisiologi Hidung

a. Fungsi Respirasi

Secara anatomis, hidung merupakan sebuah tempat tahanan udara sebelum

masuk ke dalam jalan nafas. Sehingga pada hidung, udara dapat diatur

tekanannya, dibersihkan dan dihangatkan. Hal ini untuk membantu agar

kualitas udara yang masuk memiliki kualitas yang lebih baik serta bersih

dari partikel-partikel yang tidak dibutuhkan. Udara yang dihirup akan

mengalami humidifikasi oleh palut lendir. Suhu udara yang melalui hidung

0
diatur sehingga berkisar 37 C. Fungsi pengatur suhu ini dimungkinkan oleh

banyaknya pembuluh darah di bawah epitel dan adanya permukaan konka

dan septum yang luas. Partikel debu, virus, bakteri, dan jamur yang terhirup

bersama udara akan disaring di hidung oleh: rambut (vibrissae) pada

vestibulum nasi, silia, palut lendir. Debu dan bakteri akan melekat pada

palut lendir dan partikel-partikel yang besar akan dikeluarkan dengan reflex

bersin. 2,5

b. Fungsi Penghidu
Hidung bekerja sebagai indera penghidu dengan adanya mukosa olfaktorius

pada atap rongga hidung, konka superior dan sepertiga bagian atas septum.

Partikel bau dapat mencapai daerah ini dengan cara difusi dengan palut

lendir atau bila menarik napas dengan kuat. 2,5

c. Fungsi Fonetik

Resonansi oleh hidung penting untuk kualitas suara ketika berbicara dan

menyanyi. Pada bunyi tertentu seperti “m”, “n” dan “ing”, resonansi hidung

merupakan hal yang penting. Sumbatan hidung akan menyebabkan

resonansi berkurang atau hilang, sehingga terdengar suara sengau

(rhinolalia). Terdapat 2 jenis rhinolalia yaitu rhinolalia aperta yang terjadi

akibat kelumpuhan anatomis atau kerusakan tulang di hidung dan mulut.

Yang paling sering terjadi karena stroke, dan rhinolalia oklusa yang terjadi

akibat sumbatan benda cair (ketika pilek) atau padat (polip, tumor, benda

asing) yang menyumbat. 2,5

d. Fungsi Mukosiliar

Sinus merupakan rongga berisi udara dengan epitel kolumnar

pseudostratifikasi, bersilia yang diselingi sel-sel goblet. Silia di hidung akan

menyapu mukosa menuju pembukaan ostial. Obstruksi sinus ostia dapat

menyebabkan penumpukan lendir dan penurunan oksigenasi di rongga sinus.

Bila terjadi obstruksi di ostial, tekanan di rongga sinus dapat menurun, yang

dapat menimbulkan gejala nyeri pada pasien, terutama di daerah frontal. 2,5

e. Refleks Nasal

Mukosa hidung merupakan reseptor reflex yang berhubungan dengan

saluran cerna, kardiovaskuler dan pernapasan. Iritasi mukosa hidung akan


menyebabkan reflex bersin dan napas berhenti. Rangsang bau tertentu akan

menyebabkan sekresi kelenjar liur, lambung, dan pankreas. 2

3.5. Definisi Sinusitis

Sinusitis di definisikan sebagai inflamasi mukosa sinus paranasal. Bila

mengenai beberapa sinus disebut multisinusitis, dan bila mengenai semua

sinus maka disebut pansinusitis. Sinusitis yang terjadi seringkali disertai

rhinitis, sehingga sering juga disebut rhinosinusitis.2

DAFTAR PUSTAKA

1. Rosenfeld R, Piccirillo J, Chandrasekhar S, Brook I, Kumar K,


Kramper M, Orlandi R, Palmer J, Patel Z, Peters A, Walsh S,
Corrigan M. Clinical Practice Guidance (Update): Adult
Sinusitis. Otolaryngology – Head and Neck Surgery,
2015;152(2S) S1–S39.
2. Iskandar N, Supardi EA. (eds) Buku Ajar Ilmu Penyakit Telinga
Hidung Tenggorokan. Edisi Ketujuh, Jakarta FKUI, 2012.
3. Arivalagan P, Rambe A. Gambaran Rinosinusitis Kronik Di
RSUP Haji Adam Malik pada Tahun 2011. E-Jurnal FK USU,
2013; 1(1).
4. Trimartani, Panduan Praktis Klinis, Tindakan, Clinical Pathway
di THT-KL, PP PERHATI-KL, 2015.
5. Adam GL, Boies LR, Higler PA. (eds) Buku Ajar Penyakit THT,
Edisi Keenam, Philadelphia : WB Saunders, 1989. Editor
Effendi H. Cetakan III. Jakarta, Penerbit EGC, 1997.
6. Hansen JT. Netter's Clinical Anatomy. 2nd ed. O’Grady E,
editor. Philadelphia: Saunders Elsevier; 2010.

Anda mungkin juga menyukai