Disusun Oleh :
Novi Dian Lestari
30101407271
Pembimbing :
dr. Pasid Harlisa, Sp.KK
FAKULTAS KEDOKTERAN
SEMARANG
2020
HALAMAN PENGESAHAN
NIM : 30101407271
PENDAHULUAN
1.2 Epidemiologi
A. Definisi
Tuberkulosis kutis adalah tuberkulosis pada kulit yang di Indonesia disebabkan
oleh Mycobacterium tuberculosis dan mikobakteria atipikal.2
B. Epidemiologi
Di Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM) skrofuloderma merupakan
bentuk yang tersering yang didapat (84%), disusul tuberkulosis kutis verukosa (13%),
bentuk-bentuk yang lain jarang ditemukan. Lupus vulgaris yang dahulu dikatakan tidak
terdapat ternyata ditemukan, meskipun jarang. Bentuk tersebut dahulu merupakan bentuk
yang tersering terdapat di negeri beriklim dingin (Eropa). Di Amerika Serikat sejak
dahulu jarang terdapat tuberkulosis kutis.2
C. Etiologi
Tuberkulosis kutis merupakan penyakit kulit yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini juga dapat disebabkan oleh Mycobacterium
bovis dan terkadang juga dapat disebabkan oleh vaksin Bacillus Calmette-Guerin.
Tuberkulosis kutis terjadi saat bakteri mencapai kulit secara endogen maupun eksogen
dari pusat infeksi. Klasifikasi tuberculosis kutis yaitu tuberculosis kutis yang menyebar
secara eksogen (inokulasi tuberculosis primer, tuberculosis kutis verukosa), secara
endogen (Lupus vulgaris, skrofuloderma, tuberculosis kutis gumosa, tuberculosis
orifisial, tuberculosis miliar akut) dan tuberkulid (Liken skrofulosorum, tuberkulid
papulonekrotika, eritema nodosum). Tuberkulosis kutis, seperti tuberkulosis paru,
terutama terjadi di negara yang sedang berkembang. Insidensi di Indonesia kian menurun
sejalan dengan menurunnya tuberkulosis paru. Hal itu tentu disebabkan oleh kian
membaiknya keadaan ekonomi. Bentuk-bentuk yang dahulu masih terdapat sekarang
telah jarang terlihat, misalnya tuberkulosis kutis papulonekrotika, tuberkulosis kutis
gumosa, dan eritema nodusum.5
D. Bakteriologi
Mycobacterium tuberculosis merupakan kuman yang bersifat aerob dan
merupakan patogen pada manusia, dimana bakteri ini bersifat tahan asam sehingga biasa
disebut bakteri tahan asam (BTA), dan hidupnya intraselular fakultatif. Artinya, bakteri
ini tidak mutlak harus berada didalam sel untuk dapat hidup. Mikobakterium tuberkulosis
mempunyai sifat-sifat yaitu berbentuk batang, tidak membentuk spora, aerob, tahan asam,
panjang 2-4/µ dan lebar 0,3-1,5/µ, tidak bergerak dan suhu optimal pertumbuhan pada 37 0
C. Bakteri ini merupakan kuman yang berbentuk batang yang lebih halus daripada bakteri
Mycobekterium leprae, sedikit bengkok dan biasanya tersusun satu-satu atau
berpasangan.6
E. Klasifikasi
Klasifikasi tuberkulosis kutis menurut Pillsburry dengan sedikit perubahan:1,2,3
1. Tuberkulosis Kutis Sejati
Tuberkulosis kutis sejati berarti kuman penyebab terdapat pada kelainan kulit disertai
gambaran histopatologis yang khas.
a. Tuberkulosis kutis primer
Inokulasi tuberkulosis primer (tuberkulous chancre)
TBC kutis primer terjadi karena infeksi eksogen pada penderita yang belum
pernah terpapar dengan M. Teubercukosis dan tidak mempunyai imunitas
terhadap kuman TB.
b. Tuberkulosis kutis sekunder
TBC kutis sekunder merupakan reinfeksi baik lokal maupun sistemik pada
individu yang pernah terinfeksi dengan kuman TB sebelumnya.
Tuberkulosis kutis miliaris
Jenis ini timbul akibat perluasan secara hematogen pada penderita TB yang
mempunyai imunitas jelek, paling sering pada penderita HIV/AIDS. Biasanya
dijumpai pada bayi dan anak-anak, juga bisa pada dewasa.
Skrofuloderma
Skrofuloderma timbulnya akibat penjalaran per kontinuitatum dari organ
dibawah kulit yang telah diserang penyakit tuberkulosis. Sering berasal dari
KGB, juga dapat berasal dari sendi dan tulang.
Tuberkulosis kutis verukosa
Infeksi pada jenis ini terjadi secara eksogen, jadi kuman langsung masuk ke
dalam kulit, oleh karena itu tempat predileksinya berada pada tungkai bawah,
kaki dan yang tersering yaitu di lutut. Pada penderita tuberkulosis aktif dapat
mengalami autoinokulasi dari sputumnya.
Tuberkulosis kutis gumosa
Tuberkulosis kutis ini terjadi akibat penjalaran secara hematogen, biasanya
dari paru. Kelainan kulit berupa guma, yakni infitrat subkutan, sirkumskrip
dan kronis, kemudian melunak dan bersifat destruktif.
Tuberkulosis kutis orifisialis
Disebut juga tuberkulosis kutis ulserosa. Lokasinya disekitar orifisium dan
terjadi akibat berkontak langsung dengan sputum, feses atau urin yang
mengandung kuman. Predileksinya pada mulut, sekitar anus dan genitalia.
Timbulnya bentuk ini disebabkan kekebalan yang sangat kurang. Berupa ulkus
dengan dinding yang bergaung dan sekitarnya livid.
Lupus Vulgaris
Timbul pada penderita dengan imunitas baik dan pernah terinfeksi kuman
tuberkulosis. Dapat terjadi karena perluasan limfogen atau hematogen dari lesi
skrofuloderma atau vaksinasi BCG. Mempunyai gambaran klinis yang berupa
kelompok nodus eritematosa yang berubah warna menjadi kuning pada tes
diaskop (apple jelly colour).
2. Tuberkulid
Tuberkulid merupakan reaksi id, yaitu kelainan kulit akibat alergi. Pada kelainan
kulit tidak ditemukan kuman penyabab, kuman tersebut terdapat pada tempat lain di
dalam tubuh, biasanya di paru. Tes tuberkulin memberikan hasil positif.
a. Bentuk Papul
Lupus Miliaris Diseminatus Fasiei
Mengenai muka, timbulnnya secara bergelombang. Pada diaskopi memberikan
gambaran apple jelly colour seperti pada lupus vulgaris.
Tuberkulid Papulonekrotika
Bentuk tuberkulid ini biasanya simetrik pada bagian ekstensor dan anggota
badan, berupa papula atau nodul kemerahan dengan nekrosis ditengahnya,
kemudian menjadi krusta yang melekat. Dalam beberapa minggu sembuh,
meninggalkan sikatriks atrofi dikelilingi hiperpigmentasi di sekitarnya.
Liken skrofulosorum
Merupakan bentuk tuberkuloid dengan erupsi likhenoid. Kelainan kulit berupa
beberapa papul miliar, warna dapat serupa dengan kulit atau kemerahan
(eritematosa).
Terutama terdapat pada anak-anak. Tempat predilesi pada dada, perut,
punggung dan daerah sakrum.
F. Patogenesis
Cara infeksi dari kuman M. Tuberculosis ini ada 6 macam yaitu penjalaran
langsung ke kulit dari organ di bawah kulit yang telah dikenai penyakit tuberkulosis,
misalnya skrofuloderma, inokulasi langsung pada kulit sekitar orifisium alat dalam yang
dikenai penyakit tuberkulosis, misalnya tuberkulosis kutis orifisialis, penjalaran secara
hematogen, misalnya tuberkulosis kutis miliaris, penjalaran secara limfogen, misalnya
lupus vulgaris, penjalaran langsung dari selaput lendir yang sudah diserang penyakit
tuberkulosis, misalnya lupus vulgaris, atau bisa juga kuman langsung masuk ke kulit yang
resistensi lokalnya telah menurun atau jika ada kerusakan kulit, contohnya tuberkulosis
kutis verukosa.
Hal-hal yang mempengaruhi timbulnya gejala klinik adalah sifat kuman, respon
imun tubuh saat kuman ini masuk kedalam tubuh ataupun saat kuman ini sudah berada
didalam tubuh serta jumlah dari kuman tersebut. Respon imun yang berperan pada infeksi
M. tuberculosis adalah respon imunitas selular. Sedangkan peran antibodi tidak jelas atau
tidak memberikan imunitas.
Bila terjadi infeksi oleh kuman M. Tuberculosis ini, maka kuman ini akan masuk
jaringan dan mengadakan multiplikasi intraseluler. Hal ini akan memicu terjadinya reaksi
jaringan yang ditandai dengan datang dan berkumpulnya sel-sel leukosit dan dan sel-sel
mononuklear serta terbentuknya granuloma epiteloid disertai dengan adanya nekrosis
kaseasi ditengahnya. Granuloma yang terbentuk pada tempat infeksi paru disebut
ghonfocus dan bersamaan kelenjar getah bening disebut kompleks primer adalah
tuberculous chancre. Bila kelenjar getah bening pecah timbul skrofuloderma.4
G. Imunologi
Ternyata terdapat kolerasi antara bentuk-bentuk tuberkulosis kutis dan imunitas.
Stokes dkk mengadakan pembagian tuberkulosis kutis berdasarkan imunitas sebagai
berikut:2
1. Hiperergik, positif dengan tuberkulin pengenceran tinggi (1:1.000.000 atau kurang)
termasuk:
Liken skrofulosorum
Tuberkulosis kutis verukosa
Lupus vulgaris
2. Normogenik, positif dengan tuberkulin pengenceran sedang (1:100.000) termasuk;
Lupus vulgaris
Skrofuloderma
Sebagian kecil Tuberkulid papulonekrotika
Sebagian eritema induratum
Inokulasi tuberkulosis primer (setelah minggu ke 3-4)
3. Hipoergik, tidak bereaksi atau bereaksi lemah dengan tuberkulin pengenceran rendah
(1:1.000 atau lebih):
Sebagian besar tuberkulid papulonekrotika
Sebagian kecil eritema induratum
Lupus miliaris diseminatus fasiei
4. Anergik ( tidak bereaksi):
Kompleks primer stadium dini
Tuberkulosis kutis miliaris lanjut
Tipe ini biasanya terjadi pada bayi dan anak-anak dengan status
imunokompromise. Fokus infeksi terdapat secara khusus pada paru-paru atau
selaput otak. Terjadi karena penjalaran ke kulit dari fokus di badan. Reaksi terhadap
tuberkulin biasanya negatif (anergi). Ruam berupa eritema berbatas tegas, papul,
vesikel, pustul, skuama atau purpura yang menyeluruh. Pada umumnya
prognosisnya buruk.
3. Skrofuloderma
Tuberkulosis kutis murni sekunder yang terjadi secara pekontinuitatum dari
jaringan di bawahnya, misalnya kelenjar getah bening, otot dan tulang.
Skrofuloderma terjadi terutama pada anak-anak dan dewasa muda pada bagian kulit
yang berada diatas nodus limfatikus dan daerah yang kelihatan tulangnya.
Perjalanan penyakit termasuk keluhan utama dan keluhan tambahan. Dimulai
dengan infeksi sebuah kelenjar yang selanjutnya menjadi berkembang menjadi
periadenitis. Beberapa kelenjar kemudian dapat meradang, sehingga membentuk
suatu kantong kelenjar “klier packet”. Pada stadium selanjutnya terjadi perkejuan
dan perlunakan, mencari jalan keluar dengan menembus kulit diatasnya, dengan
demikian terbentuk fistel. Fistel tersebut kian melebar, membentuk ulkus yang
mempunyai sifat-sifat khas.
7. Lupus
vulgaris
Lupus
vulgaris
merupakan bentuk yang sering dan mengenai terutama pada bagian yang sering
terpapar misalnya pada wajah dan ekstremitas. Cara infeksi dapat secara endogen
atau eksogen. Gambaran klinis yang umum adalah kelompok nodus eritematosa
yang berubah warna menjadi kuning pada penekanan (apple jelly colour). Nodus-
nodus tersebut berkonfluensi berbentuk plak, bersifat destruktif, sering terjadi ulkus.
Pada waktu terjadi involusi terbentuk sikatriks. Bila mengenai muka tulang rawan
hidung dapat mengalami kerusakan. Penyembuhan spontan terjadi perlahan-lahan di
suatu tempat, tetapi terjadi perjalanan di tempat lain, yang dapat ke perifer atau
serpiginosa.
8. Lupus
milliaris diseminatus fasiel
9. Tuberkulosis papulonekrotika
Lesi tipe ini terutama terjadi pada anak-anak dan dewasa yang menderita TB
pada bagian tubuh lain. Keadaan ini terjadi karena adanya reaksi alergi terhadap
basil tuberkel. Basil menyebar secara hematogen pada orang dengan satus imunitas
sedang atau baik, akan tetapi fokus tuberkulosis secara klinis tidak aktif pada saat
terjadinya erupsi, dan pasien sedang berada dalam keadaan sehat. Selain berbentuk
papulonekrotika juga dapat berbentuk papulopustul. Tempat predileksi pada muka,
anggota badan bagian ekstensor, dan badan. Mula-mula terdapat papul eritematosa
yang timbul secara bergelombang, membesar perlahan-lahan dan kemudian menjadi
pustul, lalu memecah menjadi krusta dan membentuk jaringan nekrotik dalam waktu
8 minggu, lalu menyembuh dan meninggalkan sikatriks., kemudian timbul lesi-lesi
baru. Lama penyakit dapat bertahun-tahun.
Lesi biasanya terjadi di daerah leher pada anak yang menderita tuberkulosis
tulang atau nodus limfatikus. Kelainan kulit terdiri atas beberapa papul miliar,
warna dapat serupa dengan kulit atau eritematosa. Mula-mula tersusun tersendiri,
kemudian berkelompok tersusun sirsinar, kadang-kadang di sekitarnya terdapat
skuama halus. Tempat predileksi pada dada, perut, punggung dan daerah sacrum.
Perjalanan penyakitnya dapat berbulan-bulan dan residif, jika sembuh tidak
meninggalkan sikatriks.
J. Penatalaksanaan
Prinsip pengobatan tuberkulosis kutis sama dengan tuberkulosis paru. Untuk
mencapai hasil yang baik hendaknya diperhatikan syarat-syarat yaitu pengobatan harus
dilakukan secara teratur tanpa terputus agar tidak cepat terjadi resistensi dan pengobatan
harus dalam kombinasi. Dalam kombinasi tersebut INH disertakan, diantaranya karena
obat tersebut bersifat bakterisidal, harganya murah dan efek sampingnya langka. Sedapat-
dapatnya dipilih paling sedikit 2 obat yang bersifat bakterisidal, dan keadaan umum
diperbaiki.
Menurut The Joint Tuberculosis Committee of the British Thoracic Society, fase
awal diberikan selama 2 bulan yaitu INH 5 mg/kgBB, Rifampisin 10 mg/kgBB,
Pirazinamid 35 mg/kgBB dan Etambutol 15 mg/kgBB. diikuti fase lanjutan selama 4
bulan dengan INH dan Rifampisin untuk tuberkulosis paru dan ekstra paru. Etambutol
dapat diberikan pada pasien dengan resistensi terhadap INH.
Tabel 2. Obat antituberkulosis yang ada di Indonesia: dosis, cara pemberian dan efek
sampingnya
Nama obat Dosis Cara pemberian Efek samping utama
INH 5-10 mg/kg BB per os, dosis tunggal neuritis perifer
Rifampisin 10 mg/kg BB per os, dosis tunggal
waktu lambung kosong gangguan hepar
Pirazinamid 20-35 mg/kg BB per os dosis terbagi gangguan hepar
Etambutol bulan I/II 25 mg/ per os, dosis tunggal gangguan N II
Kg BB,berikutnya
15 mg/kg BB
Streptomisin 25 mg/kg BB per inj gangguan N VIII
Terapi pembedahan berupa eksisi dapat dilakukan pada lupus vulgaris,
tuberkulosis kutis verukosa yang kecil, serta skrofuloderma pada ekstremitas bawah.
K. Prognosis
Prognosis dari penyakit ini baik apabila pasien bersedia mengikuti terapi dengan
bersungguh-sungguh dan selalu menjaga kebersihan badan serta lingkungan sekitarnya.
BAB III
LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. Sy
Agama : Islam
No.RM : 0137xxx
B. ANAMNESIS
Alloanamnesa dilakukan di Poli Kulit RSISA pada tanggal 03 Februari 2020 pukul 10.00
Keluhan Utama
Lokasi : Paha bawah bagian depan yang menyebar sampai tungkai atas bagian depan
kaki kiri
Kronologi : awalnya muncul luka pada paha bawah bagian depan kaki kiri akibat
trauma benda tajam ( gregaji ) 10 tahun yang lalu. Kemudian luka sempat sembuh.
Selang 1 minggu muncul ruam kemerahan dan bintik kecil pada bekas luka yang
sangat gatal, karena kebiasaan pasien sering menggaruk luka, maka timbul luka lecet
dan koreng akibat garukan, 2 tahun terakhir pasien mengeluh luka ruam kemerahan
dan menebal semakin melebar kekulit sekitar, disertai rasa gatal, nyeri cekit cekit
dan kaku, 2 bulan yang lalu pasien didiagnosis oleh dokter menderita penyakit gula.
Kualitas : gatal, perih dan kaku tidak terus menerus, mucul apabila pasien aktivitas
Kuantitas : luka ruam kemerahan dan menebal semakin melebar ke kulit sekitar
Faktor memperingan : sudah diberi salep dari dokter umum, keluhan sempat
Riwayat Kebiasaan
Riwayat Alergi
C. PEMERIKSAAN FISIK
Kesadaran : Komposmentis
Suhu : 36,5ᵒC
RR : 24x / menit
BB : 75kg
TB : 157 cm
Status Generalis
Status Dermatologi
Lokasi I : Paha bawah bagian depan yang menyebar sampai tungkai atas bagian depan
kaki kiri
UKK : plak eritematosa diameter 20cm berbatas tegas bagian tengah tampak lebih
tenang dan menebal terdapat erosi dan krusta akibat garukan. Teraba keras dan
lunak pada daerah tertentu, tepi lesi meninggi disertai pustule dan krusta .
Nama : Tn. SY
Pasien laki-laki berusia 53 tahun 11 bulan datang ke poli kulit dan kelamin Rumah Sakit
Islam Sultan Agung pada tanggal 03 Februari 2020 pukul 10.00 WIB dengan keluhan luka
pada kaki kiri yang tidak kunjung sembuh. Awalnya muncul luka pada paha bawah bagian
depan kaki kiri akibat trauma benda tajam ( gregaji ) 10 tahun yang lalu. Kemudian luka
sempat sembuh. Selang 1 minggu muncul ruam kemerahan dan bintik kecil pada bekas luka
yang sangat gatal, karena kebiasaan pasien sering menggaruk luka, maka timbul luka lecet
dan koreng akibat garukan, 2 tahun terakhir pasien mengeluh luka ruam kemerahan dan
menebal semakin melebar kekulit sekitar, disertai rasa gatal, nyeri cekit cekit dan kaku,
Pasien sudah pernah diobati dan diberi salep oleh dokter umum, keluhan sempat berkurang,
namun kemudian kambuh kembali. Keluhan semakin memburuk saat aktivitas berat dan
berkeringat, untuk riwayat alergi terhadap makan,obat obatan, batuk lama, kontak dengan
penderita penyakit tuberculosis disangkal, 2 bulan yang lalu pasien didiagnosis oleh dokter
menderita penyakit gula. Riwayat keluhan serupa dan penyakit Tuberkulosis pada keluarga
juga disangkal. Pasien mempunyai kebiasaan menggaruk luka dan memakai obat obatan
tradisional (daunan) pada luka. Pasien seorang tukang kayu dan pekerja bangunan. Biaya
E. DIAGNOSIS BANDING
TBC Kutis denga
Mikosis profunda
Hasil
- Makroskopis : sedian dari tungkai bawah kiri, ukuran 1cc, warna putih,
konsistensi kenyal
G. DIAGNOSIS KERJA
TBC Kutis dengan Diabetes
H. TATALAKSANA
( Sistemik )
s.1.d.d. tab 5
I. PROGNOSIS
Ad vitam : Ad bonam
Ad sanam : Ad bonam
Ad kosmetika : Ad bonam
J. EDUKASI
Aspek klinis
Efek samping dari obat bisa membuatair kencing menjadi berwarna merah
Meminum obat sesuai dengan anjuran dokter & kontrol rutin 1 bulan sekali sesuai
dengan jadwal.
Aspek agama
Menjaga kebersihan & lingkungan, karena kebersihan adalah sebagian dari iman
BAB IV
PEMBAHASAN
Tuberkulosis kutis adalah tuberkulosis pada kulit yang di Indonesia
disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis dan mikobakteria atipikal.2
Ada 4 bentuk miliaria, antara lain :
a. Miliaria Kristalina
b. Miliaria Rubra
c. Miliaria Profunda
d. Miliaria Pustulosa
DAFTAR PUSTAKA
1. Levin, Nikki, A., MD., PhD. Miliaria. e-medicine. 2002. April 26 : Available from :
http://www.google.com. Accessed Februari 25, 2019.
2. Braun, O., Falco., Plewig. G., Wolff, H.H., Winkelmann, R.K. Disease of Eccrine Sweat
Glands. In : Dermatology, New York ; p. 752-3.
3. Moschella, Samuel L., Hurley, Harry J., The Eccrine Sweat Glands. In : Dermatology.
Volume 2. Third Edition. Philadelphia : W.B. Saunders Company ; 1992. p. 1526-29.
5. Natahusada, E.G., Miliaria. In : Djuanda, Adhi., Hamzah, Mochtar., Aisah, Siti., Ilmu
Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi 7, Jakarta : Balai Penerbit FKUI. 2002. p. 254.
6. Amiruddin, Muh Dali, Miliaria pada Anak. In : Ilmu Penyakit Kulit. Makassar : Bagian
Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin FK Unhas. 2018. p.404-8.
8. Lebwohl, Mark G., dkk.. Miliaria. In : Treatment of Skin Disease. New York.
Philadelphia. 2015. p. 293-5
9. Atherton, D.J., The Neonate. In : Champion, R.H., Burton, J.L., Burns, D.A., Breathnach,
S.M. Textbook of Dermatology. Volume 1. Edition 6. London : Blackwell Science. p.455.
10. Wagner, Annette, M., Hansen, Ronald, C. Neonatal Skin and Skin Disorders. Schachner,
Lawrence, A., Hansen, Ronald, C. In : Pediatric Dermatology. Volume 1. Edition 2. New
York : Churchill Livingstone. p.307.
13. Silverman, Robert, Nail and Appendageal Abnormalities, Schachner, Lawrence, A.,
Hansen, Ronald, C. In : Pediatric Dermatology. Volume 1. Edition 2. New York :
Churchill Livingstone. p.644.
14. Haas, Norbert, Henz, Beate Maria, Weigel Heidrun, Congenital Miliaria Crystallina.
2016. November : Volume 47. Available from : http//www.eblue.org. Accesed Februari
25, 2019
15. Goldmith, Lowell, Disorders of The Eccrine Sweat glands, Freedberg, Irwin M., Eisen,
Arthur Z., Wolff, Klans, Austen, K. Frank, Goldsmith, Lowell A., Katz, Spephen I. In :
Dermatology In General Medicine. Edition 6. Volume 1. New York : Mc Graw-Hill.
Medical Publishing Divition. p.705