REFERAT
Pembimbing :
dr. Faida Susantinah , Sp. Rad
Penyusun:
Maximillion Levin Anggasaputra / 030 11 181
Narjas Syam / 030 11 210
Anastasya Widha / 030 11 022
PERIODE 14 SEPTEMBER – 16 OKTOBER 2015
PERSETUJUAN
Referat
Judul:
PNEUMONIA
Nama Koas:
Maximillion Levin Anggasaputra / 030 11 181
Narjas Syam / 030 11 210
Anastasya Widha / 030 11 022
Pembimbing
i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya panjatkan kepada Allah Yang Maha Kuasa, karena
atas berkat rahmat-Nya saya dapat menyelesaikan presentasi kasus dengan judul
“ Pneumonia.”
Presentasi ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas dalam
kepaniteraan klinik di bagian Radiologi RSPAU dr. Esnawan Antariksa.
Dalam kesempatan ini saya mengucapkan terima kasih kepada berbagai
pihak yang telah membantu dalam penyusunan penyelesaian kasus ini, terutama
kepada:
1. dr. Faida Susantinah , Sp. Rad selaku pembimbing dalam referat ini.
2. Dokter dan staf SMF Radiologi RSPAU dr. Esnawan Antariksa.
3. Rekan-rekan Kepaniteraan Klinik Radiologi RSPAU dr. Esnawan
Antariksa atas bantuan dan dukungannya.
Saya menyadari dalam pembuatan presentasi kasus ini masih banyak
terdapatkekurangan, oleh karena itu segala kritik dan saran guna penyempurnaan
presentasi kasus ini sangat saya harapkan.
Akhir kata, semoga presentasi kasus ini dapat bermanfaat bagi kita semua,
terutama dalam bidang ilmu bedah.
Penyusun
DAFTAR ISI
ii
Kata Pengantar.......................................................................................................ii
Daftar isi................................................................................................................iii
BAB I Pendahuluan……………………………………………………………...1
BAB II Tinjauan Pustaka.......................................................................................2
Anatomi Pernafasan.......................................................................................2
Fisiologi Pernafasan....................................................................................... 5
BAB III Pembahasan...............................................................................................8
Definisi Pneumonia........................................................................................8
Etiologi Pneumonia........................................................................................8
Epidemiologi..................................................................................................9
Faktor Resiko.................................................................................................10
Patofisiologi....................................................................................................11
Klasifikasi Pneumonia....................................................................................14
Diagnosis Pneumonia.....................................................................................15
Penatalaksanaan..............................................................................................24
Komplikasi Pneumonia..................................................................................31
Prognosis Pneumonia.....................................................................................32
BAB IV Kesimpulan.............................................................................................26
Daftar Pustaka.......................................................................................................27
iii
BAB I
PENDAHULUAN
Pneumonia dapat terjadi pada orang normal tanpa kelainan imunitas yang
jelas. Namun pada kebanyakan pasien dewasa yang menderita pneumonia
didapatkan adanya satu atau lebih penyakit dasar yang mengganggu daya tahan
tubuh. Pneumonia semakin sering dijumpai pada orang-orang lanjut usia (lansia)
dan sering terjadi pada penyakit paru obstruktif kronis (PPOK). Juga dapat terjadi
pada pasien dengan penyakit lain seperti diabetes mellitus, payah jantung,
penyakit arteri koroner, keganasan, insufisiensi renal, penyakit saraf kronik dan
penyakit hati kronik.
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
a. Larynx (Tenggorokan)
b. Trakea
c. Bronkus
2
kurang lebih bergaris tengah 1 mm. Bronchiolus tidak diperkuat oleh
cincin tulang rawan, tetapi di kelilingi oleh otot polos sehingga
ukurannya dapat berubah. Diluar bronchiolus terminalis terdapat
asinus yang merupakan unit fungsional paru-paru, tempat pertukaran
gas. Asinus terdiri bronchiolus respiratorius, yang kadang- kadang
memiliki kantung udara kecil atau alveoli yang bersal dari dinding
mereka. Duktus alveolaris yang seluruhnya dibatasi oleh alveolus dan
sakus alveolaris terminalis merupakan struktur akhir paru-paru.
d. Paru-Paru
Pleura dibagi menjadi dua :1.) pleura visceral (selaput dada pembungkus)
yaitu selaput paru yang langsung membungkus paru.2.) pleura parietal yaitu
selaput yang melapisi rongga dada sebelah luar. Antara kedua pleura ini
3
terdapat rongga (kavum) yang disebut kavum pleura.Pada keadaan normal,
kavum pleura ini vakum (hampa udara)sehingga paru dapat berkembang
kempis dan juga terdapat sedikit cairan (eksudat) yang berguna untuk
meminyaki permukaannya (pleura), menghindarkan gesekan antara paru
dan dinding sewaktu ada gerakan bernafas. Tekanan dalam rongga pleura
lebih rendah dari tekanan atmosfir, sehingga mencegah kolpas paru kalau
terserang penyakit, pleura mengalami peradangan, atau udara atau cairan
masuk ke dalam rongga pleura, menyebabkan paru tertekan atau kolaps.
4
5
2.2. FISIOLOGI PERNAFASAN
6
Darah yang menjenuhkan hemoglobinnya dengan oksigen
(oksihemoglobin) mengitari seluruh tubuh dan mencapai kapiler,
dimana darah bergerak sangat lambat. Sel jaringan memungut oksigen
dari hemoglobin untuk memungkinkan oksigen berlangsung dan darah
menerima sebagai gantinya hasil buangan oksidasi yaitu
karbondioksida.
Besarnya daya muat udara dalam paru 4500 ml- 5000 ml (4,5 – 5
liter). Udara diproses dalam paru (inspirasi dan ekspirasi) hanya 10%
kurang lebih 500 ml disebut juga udar a pasang surut (tidal air) yaitu
yang dihirup dan yang dihembuskan pada pernafasan biasa. Pada
seorang laki- laki normal (4-5 liter) dan pada seorang perempuan (3-4
liter). Kapasitas (h) berkurang pada penyakit paru-paru dan pada
kelemahan otot pernafasan.
7
BAB III
PEMBAHASAN
Pneumonia adalah infeksi akut parenkim paru yang meliputi alveolus dan
jaringan interstisial.(1) Penyakit ini merupakan penyakit yang dapat menyerang
semua umur terutama pada bayi/anak, usia lebih dari 65 tahun, dan seseorang
yang mempunyai penyakit pemberat lain seperti penyakit jantung kongestif,
diabetes dan penyakit paru kronis.
Candida albicans.
d. Aspirasi
8
Beberapa contoh aspirasi seperti makanan, kerosene (bensin, minyak
3.3 EPIDEMIOLOGI
9
angka nasional), angka kesakitan (morbiditas) pneumonia pada Bayi: 2.2 %,
Balita: 3%, angka kematian (mortalitas) pada bayi 23,8%, dan Balita 15,5%.
Pneumonia pada dapat terjadi pada orang tanpa kelainan imunitas yang
jelas. Namun pada kebanyakan pasien dewasa yang menderita pneumonia
didapati adanya satu atau lebih penyakit dasar yang mengganggu daya tahan
tubuh. Frekuensi relative terhadap mikroorganisme petogen paru bervariasi
menurut lingkungan ketika infeksi tersebut didapat. Misalnya lingkungan
masyarakat, panti perawatan, ataupun rumah sakit. Selain itu factor iklim dan
letak geografik mempengaruhi peningkatan frekuensi infeksi penyakit ini.
Beberapa kelompok yang mempunyai faktor risiko lebih tinggi untuk terkena
3.5 PATOFISIOLOGI
penyebab yang masuk melalui berbagai jalan, dengan daya tahan tubuh pasien,
berkolonisasi di orofaring.
10
3. Penyebaran hematoge'n dari bagian ekstrapulmonar
Asprasi dan inhalasi agen-agen infeksius adalah dua cara tersering yang
terjadi. Pada saluran nafas bagan bawah, kuman menghadapi dayatahan tubuh
berupa sistem pertahanan mukosilier, daya tahan selular makrofag alveolar, limfosit
bronkial, dan netrofil. Juga daya tahan humoral igA dan igG dari sekresi bronkial.
luasnya daerah paru yang terkena serta penurunan daya tahan tubuh.Pneumonia
dapat terjadi pada orang normal tanpa kelainan imunitas yang jelas.Namun pada
kebanyakan pasien dewasa yang menderita pneumonia didapati adanya satu atau
bakteri, baik yang didapat di masyarakat maupun dari semua kasus rumah sakit.Di
atau saliva.Lobus bagian bawah paling sering terkena karena efek gravitasi. Setelah
mencapai alveoli, maka pneumokokus menimbulkan respon khas yang terdiri dari 4
2. Hepatisasi merah (48 jam berikutnya): paru tampak merah dan bergranula
(hepatisasi = seperti hepar) karena sel-sel darah merah, fibrin, dan leukosit
11
3. Hepatisasi kelabu (3 sampai 8 hari) : paru tampak kelabu karena leukosit
demam, nyeri pleuritik, batuk dan sputum yang berwarna seperti karat.Ronki basah
dan gesekan pleura dapat terdengar di atas jaringan yang terserang oleh karena
eksudat dan fibrin dalam alveolus dan dapat pula dalam permukaan pleura.Hampir
selalu terdapat hipoksemia dalam tingkat tertentu, akibat pirau darah melalui daerah
radiogram dada, hitung leukosit dan pemeriksaan sputum terdiri dari pemeriksaan
lebih lama perlu di curigai adanya infeksi kronik oleh bakteri anaerob atau non
bakteri seperti oleh jamur, mikobacterium atau parasit. Karena itu perlu
dengan gangguan imunitas yang berat mempunyai prognosis yang lebihburuk dan
12
3.6 KLASIFIKASI PNEUMONIA
pemeriksaan penunjang.
Klasifikasi tradisional berdasarkan ciri radiologis dan gejala klinis, dibagi atas:
H.Influenza
psittae. Klasifikasi ini sudah tidak digunakan lagi karena ditemukan bahwa
konsolidasi berdensitas tinggi pada satu segmen atau lobus atau bercak
13
3. Pneumonia interstisial yang dapat ditemukan pada infeksi virus dan
Dari beberapa bagian diatas, hanya pneumonia komunitas dan nosokomial yang
Gambaran klinis biasanya didahului oleh infeksi saluran napas akut bagian
atas selama beberapa hari, kemudian diikuti dengan demam, menggigil, suhu
tubuh kadang-kadang melebihi 40º C, sakit tenggorokan, nyeri otot dan sendi.
Juga disertai batuk, dengan sputum mukoid atau purulen, kadang-kadang
berdarah.
Pada pemeriksaan fisik dada terlihat bagiam yang sakit tertinggal waktu
bernafas , pada palpasi fremitus dapat mengeras, pada perkusi redup, pada
auskultasi terdengar suara napas bronkovesikuler sampai bronchial yang kadang-
kadang melemah. Mungkin disertai ronkhi halus, yang kemudian menjadi ronkhi
basah kasar pada stadium resolusi.
14
darah dan serologi. Kultur darah dapat positif pada 20-25% penderita yang
tidak diobati. Anlalisa gas darah menunjukkan hipoksemia dan hiperkarbia,
pada stadium lanjut dapat terjadi asidosis respiratorik.
15
1.Pneumonia Lobaris
Foto Thorax
CT Scan
16
Hasil CT dada ini menampilkan gambaran hiperdens di lobus atas kiri sampai
ke perifer.
17
Tampak gambaran opak/hiperdens pada lobus tengah kanan, namun tidak
menjalar sampai perifer.
2. Pneumonia Interstisial
Foto Thorax
CT Scan
18
Gambaran CT Scan pneumonia interstitial pada seorang pria berusia 19
tahun. (A) Menunjukan area konsolidasi di percabangan
peribronkovaskuler yang irreguler. (B) CT Scan pada hasil follow up
selama 2 tahun menunjukan area konsolidasi yang irreguler tersebut
berkembang menjadi bronkiektasis atau bronkiolektasis (tanda panah)
tidak sempurna dan menyiratkan arti bahwa alveolus pada bagian paru
dan pengecilan dari seluruh atau sebagian paru-paru yang sakit. Sehingga
19
Atelektasis pada foto thorax proyeksi PA
adalah saluran pernafasan, saluran pencernaan. Gejala klinis TB antara lain batuk
lama yang produktif (durasi lebih dari 3 minggu), nyeri dada, dan hemoptisis dan
gejala sistemik meliputi demam, menggigil, keringat malam, lemas, hilang nafsu
Tampak gambaran cavitas pada paru lobus atas kanan pada foto thorax PA
C. Efusi Pleura
20
Memberi gambaran yang mirip dengan pneumonia, tanpa air
jantung, trakea, dan mediastinum kearah yang sehat. Rongga thorax membesar.
Pada edusi pleura sebagian akan tampak meniscus sign (+) tanda khas pada efusi
pleura.
3.8 PENATALAKSANAAN
dan hasil uji kepekaannya, akan tetapi karena beberapa alasan yaitu : 1
pneumonia.
21
1. Pemberian Antibiotik
22
� Doksisikin
� Makrolid
� Fluorokuinolon
23
Tabel 3. Rekomendasi Terapi Empiris (ATS 2001) 3
24
-Jamur endemic - Sefalosporin
generasi 3 +
kuinolon
3. Fisioterapi dada untuk pengeluaran dahak, khususnya anjuran untuk batuk dan
napas dalam. Bila perlu dikerjakan fish mouth breathing untuk melancarkan
ekspirasi dan pengeluarn CO2. Posisi tidur setengah duduk untuk melancarkan
pernapasan.1
dan paru lebih sensitif terhadap pembebanan cairan terutama bila terdapat
pneumonia bilateral. Pemberian cairan pada pasien harus diatur dengan baik,
termasuk pada keadaan gangguan sirkulasi dan gagal ginjal. Overhidrasi untuk
5. Pemberian kortikosteroid pada fase sepsis berat perlu diberikan. Terapi ini
25
6. Obat inotropik seperti dobutamin atau dopamin kadang-kadang diperlukan bila
pneumonia adalah:
c. Respiratory arrest.
9. Bila terdapat gagal napas, diberikan nutrisi dengan kalori yang cukup yang
obat suntik ke oral dilanjutkan dengan berobat jalan, hal ini untuk mengurangi
biaya perawatan dan mencegah infeksi nosokomial. Perubahan ini dapat diberikan
secara sequential (obat sama, potensi sama), switch over (obat berbeda, potensi
sama) dan step down (obat sama atau berbeda, potensi lebih rendah). Pasien
beralih dari intravena ke oral terapi ketika hemodinamik sudah stabil dan
perbaikan terbukti secara secara klinis, dapat menelan obat-obatan, dan memiliki
26
Kriteria untuk Pneumonia terkait stabilitas klinis adalah : 3
3.9 KOMPLIKASI
1. Efusi pleura dan empiema. Terjadi pada sekitar 45% kasus, terutama pada
transudat dan steril. Terkadang pada infeksi bakterial terjadi empiema dengan
cairan eksudat.
intrahepatik.
4. Abses Paru terbentuk akibat eksudat di alveolus paru sehingga terjadi infeksi
5. Pneumonia kronik yang dapat terjadi bila pneumonia berlangsung lebih dari
4-6 minggu akibat kuman anaerob S. aureus, dan kuman Gram (-) seperti
Pseudomonas aeruginosa.
27
6. Bronkiektasis. Biasanya terjadi karena pneunomia pada masa anak-anak tetapi
dapat juga oleh infeksi berulang di lokasi bronkus distal pada cystic fibrosis
3.10 PROGNOSIS
antibiotik. Faktor yang berperan adalah patogenitas kuman, usia, penyakit dasar
adalah sebesar 5%, namun dapat meningkat menjadi 60% pada orang tua dengan
kondisi yang buruk misalnya gangguan imunologis, sirosis hepatis, penyakit paru
obstruktif kronik, atau kanker. Adanya leukopenia, ikterus, terkenanya 3 atau lebih
Prognosis pada orang tua dan anak kurang baik, karena itu perlu perawatan
di RS kecuali bila penyakitnya ringan. Orang dewasa (<60 tahun) dapat berobat
jalan kecuali:
3. Disertai gambaran klinis yang berkaitan dengan mortalitas yang tinggi yaitu:
b. Dijumpai adanya gejala pada saat masuk perawatan RS: frekuensi napas >
>30.000)
BAB III
KESIMPULAN
28
Dewasa ini, kasus pneumonia masih merupakan tantangan bagi bidang
kesehatan terlepas dari perkembangan teknologi dan temuan-temuan terbaru. Hal
ini tentu saja berhubungan dengan tingginya angka kasus dan resistensi antibiotik
yang semakin meningkat. Diagnosa awal dan administrasi antibiotik segera
merupakan prioritas utama dapat mengurangi angka mortalitas secara signifikan.
29
DAFTAR PUSTAKA
1. Depkes RI, 2009. Profil Kesehatan Indonesia tahun 2008. Pusat Data Kesehatan.
Jakarta.
30