B. Epidemologi
Insiden paling tinggi terjadi pada anak-anak yang berusia antara 3 dan 5 tahun
yaitu ALL (Acute Lymphoid Leukemia). Anak perempuan menunjukkan prognosis
yang lebih baik daripada anak laki-laki. Dan ANLL (Acute Nonlymphoid
Leukemia) mencakup 15% sampai 25% kasus leukemia pada anak. Dan resiko
terkena penyakit ini meningkat pada anak yang mempunyai kelainan kromosom
bawaan seperti Sindrom Down (Smeltzer, 2001).
Leokemia merupakan keganasan yang sering dijumpai tetapi hanya merupakan
sebagian kecil dari kanker secara keseluruhan. Menurut Handayani (2008) ada
beberapa data epidemiologi menunjukkan hasil sebagai berikut.
1. Insidensi
Insidensi leukemia di negara barat adalah 13/100.000 penduduk/ tahun.
Dan leukemia merupakan 2,8% dari seluruh kasus kanker, belum ada angka
pasti mengenai insiden leukemia di Indonesia.
2. Frekuensi relative
Frekuensi relatif di Negara Barat menurut Guns yaitu: Leukemia akut
60%, CLL 25%, CML 15%. Sedangkandi Indonesia, frekuensi CLL sangat
rendah. Dan CML merupakan leukemia kronis yang paling sering di jumpai.
3. Usia
ALL terbanyak pada anak-anak dan dewasa
AML pada semua usia, lebih sering pada orang dewasa
CML pada semua usia tersering usia 40-60 tahun
CLL terbanyak pada orang tua
4. Jenis kelamin
Leukimia lebih sering di jumpai pada laki-laki dibandingkan wanita
dengan perbandingan 2:1.
C. Etiologi
Penyebab yang pasti dari penyakit ini belum diketahui, akan tetapi terdapat
beberapa faktor predisposisi yang dapat menyebabkan terjadinya leukemia
menurut, yaitu :
1. Genetik
Adanya penyimpangan kromosom. Insidensi leukemia meningkat pada
penderita kelainan kongenital, diantaranya pada sindroma Down, sindroma
Bloom, Fanconi’s Anemia, sindroma Wiskott-Aldrich, sindroma Ellis
van Creveld, sindroma Kleinfelter, D-Trisomy sindrome, sindroma von
Reckinghausen, dan neurofibromatosis (Handayani 2008) . Kelainan-kelainan
kongenital ini dikaitkan erat dengan adanya perubahan informasi gen, misal
pada kromosom 21 atau C-group Trisomy, atau pola kromosom yang tidak
stabil, seperti pada aneuploidy.
2. Saudara kandung
Dilaporkan adanya resiko leukemia akut yang tinggi pada kembar identik
dimana kasus-kasus leukemia akut terjadi pada tahun pertama kelahiran . Hal
ini berlaku juga pada keluarga dengan insidensi leukemia yang sangat tinggi
(Handayani, 2008) .
3. Faktor Lingkungan
Beberapa faktor lingkungan di ketahui dapat menyebabkan kerusakan
kromosom dapatan, misal: radiasi, bahan kimia, dan obat-obatan
yang dihubungkan dengan insiden yang meningkat pada leukemia akut,
khususnya ANLL (Handayani, 2008).
4. Virus
Dalam banyak percobaan telah didapatkan fakta bahwa RNA virus
menyebabkan leukemia pada hewan termasuk primata . Penelitian pada
manusia menemukan adanya RNA dependent DNA polimerase pada sel-sel
leukemia tapi tidak ditemukan pada sel-sel normal dan enzim ini berasal dari
virus tipe C yang merupakan virus RNA yang menyebabkan leukemia pada
hewan (Handayani, 2008). Salah satu virus yang terbukti dapat menyebabkan
leukemia pada manusia adalah Human T-Cell Leukemia. Jenis leukemia yang
ditimbulkan adalah Acute T- Cell Leukemia (Reeves, 2001).
5. Bahan Kimia dan Obat-obatan
Paparan kromis dari bahan kimia (benzen) dihubungkan dengan
peningkatan insidensi leukemia akut, misal pada tukang sepatu yang
sering terpapar benzen (Handayani, 2008). Selain benzen beberapa bahan lain
dihubungkan dengan resiko tinggi dari AML, antara lain: produk – produk
minyak, cat , ethylene oxide, h`erbisida, pestisida, dan ladang elektromagnetik.
6. Obat-obatan
Obat-obatan anti neoplastik (alkilator dan inhibitor topoisomere II) dapat
mengakibatkan penyimpangan kromosom yang menyebabkan
AML.
Kloramfenikol, fenilbutazon, dan methoxypsoralen dilaporkan
menyebabkan kegagalan sumsum tulang yang lambat laun menjadi AML.
7. Radiasi
Hubungan yang erat antara radiasi dan leukemia ( ANLL ) ditemukan pada
pasien-pasien anxylosing spondilitis yang mendapat terapi radiasi, dan pada
kasus lain seperti peningkatan insidensi leukemia pada penduduk Jepang yang
selamat dari ledakan bom atom. Peningkatan resiko leukemia ditemui juga
pada pasien yang mendapat terapi radiasi misal: pembesaran thymic, para
pekerja yang terekspos radiasi dan para radiologis.
D. Klasifikasi Leukimia
Leukemia pada dasarnya di bedakan menjadi beberapa bagian, yaitu:
1. Leukemia Mielogenus Akut (LMA)
LMA mengenai sel stem hematopeotik yang kelak berdiferensiasi ke semua sel
Mieloid: monosit, granulosit, eritrosit, eritrosit dan trombosit. Semua
kelompok usia dapat terkena; insidensi meningkat sesuai bertambahnya usia
(Mansjoer, 2002). Merupakan leukemia nonlimfositik yang paling sering
terjadi utamanya pada orang dewasa (85%) daripada anak-anak (15%) dan
lebih sering terjadi pada laki-laki dari pada wanita. Dan gejala klinis yang
dapat terlihat pada klien LMA adalah rasa lelah, pucat, nafsu makan hilang,
anemia, petekie, pendarahan, nyeri tulang, serta infeksi dan pembesaran
kelenjar getah bening, limpa, hati, dan kelenjar mediastinum. Kadang0kadang
juga ditemukan hipertrofi gusi, khususnya pada leukemia akut monoblastik
dan mielomonolitik (Handayani,2008).
E. Menifestasi klinis
Gejala yang khas pada penderita leukemia adalah pucat (dapat terjadi
mendadak), panas, dan perdarahan disertai splenomegali clan kadang- kdang
hepatomegali serta limfa denopati. Pasien yang menunjukkan gejala lengkap
seperti yang disebutkan diatas secara klinis dapa didiagnosa leukemia.
Perdarahan dapat berupa ekimosis, petekie, epistaksis, clan perdarahan
gusi,Pada stadium permulaan mungkin tidak terdapat splenomegali. Gejala
yang tidak khas ialah sakit sendi atau sakit tulang yang dapat disalahtafsirkan
sebagai penyakit reumatik.
Gejala leukemia akut biasanya terjadi setelah beberapa minggu dan dapat
dibedakan menjadi tiga tipe:
a Gejala kegagalan sumsum tulang merupakan manifestasi keluhan yang paling
umum. Leukemia menekan fungsi sumsum tulang, menyebabkan kombinasi
dari anemia, leucopenia (jumlah sel darah putih rendah), dan trombositopenia
(jumlah trombosit rendah). Gejala yang tipikal adalah lelah dan sesak napas
(akibat anemia), infeksi bakteri (akibat leucopenia), dan perdarahan (akibat
trombositopenia dan terkadang akibat koagulasi intravascular diseminata
(DIC). Pada pemeriksaan fisis ditemukan kulit yang pucat, beberapa memar,
dan perdarahan. Demam menunjukkan adanya infeksi, walaupun pada
beberapa kasus, demam dapat disebabkan oleh leukemia itu sendiri. Namun,
cukup berbahaya apabila kita menganggap bahwa demam yang terjadi
merupakan akibat leukemia itu sendiri.
b Gejala sistemik berupa malaise, penurunan berat badan, berkeringat, dan
anoreksia cukup sering terjadi.
c Gejala local, terkadang pasien datang dengan gejala atau tanda infiltrasi
leukemia di kulit, gusi, atau system saraf pusat. (Corwin, 2009)
F. Patofisiologi
Leukemia merupakan proliferasi dari sel pembuat darah yang bersifat sistemik dan
biasanya berakhir fatal. Leukemia dikatakan penyakit darah yang disebabkan
karena terjadinya kerusakan pada pabrik pembuat sel darah yaitu sumsum tulang.
Penyakit ini sering disebut kanker darah. Keadaan yang sebenarnya sumsum tulang
bekerja aktif membuat sel-seldarah tetapi yang dihasilkan adalah sel darah yang
tidak normal dan sel ini mendesak pertumbuhan sel darah normal. Terdapat dua
mis-konsepsi yang harus diluruskan mengenai leukemia, yaitu:
1. Leukemia merupakan overproduksi dari sel darah putih, tetapi sering
ditemukan padaleukemia akut bahwa jumlah leukosit rendah. Hal ini
diakibatkan karena produksi yangdihasilkan adalah sel yang immatur.
2. Sel immatur tersebut tidak menyerang dan menghancurkan sel darah normal
atau jaringan vaskuler. Destruksi seluler diakibatkan proses infiltrasi dan
sebagai bagian darikonsekuensi kompetisi untuk mendapatkan elemen
makanan metabolik.
Sejumlah besar sel pertama menggumpal pada tempat asalnya (granulosit dalam
sumsum tulang, limfosit di dalam limfe node) dan menyebar ke organ
hematopoetik dan berlanjut ke organ yang lebih besar (splenomegali,
hepatomegali). Poliferasi dari satu jenis sel sering mengganggu produksi normal
sel hematopoetik lainnya dan mengarah ke pengembangan/pembelahan sel yang
cepat dan ke sitopenias (penurunan jumlah). Pembelahan dari sel darah putih
mengakibatkan menurunnya immunocompetence dengan meningkatnya
kemungkinan terjadi infeksi.
Jika penyebab leukemia adalah virus, maka virus tersebut akan mudah masuk ke
dalam tubuh manusia, jika struktur antigen virus sesuai dengan struktur antigen
manusia. Begitu juga sebaliknya, bila tidak sesuai maka akan ditolak oleh tubuh.
Dimana struktur antigen manusia terbentuk oleh struktur antigen dari berbagai alat
tubuh terutama kulit dan selaput lendir yang terletak dipermukaan tubuh
(.Suriadi,2006) dalam prosesnya meliputi: normalnya tulang marrow diganti
dengan tumor yang malignan, imaturnya sel blast. Adnya proliferasi sel blast,
produksi eritrosit dan pletelet terganggu sehingga akan menimbulkan anemia dn
trombositopenia, sistem retikuloendotelial akan terpengaruh dan menyebkan
gangguan sistem pertahanan tubuh dan mudanh mengalami infeksi, manifestasi
akan tampak pada gambaran gagalnya bone marrow dan infiltrasi organ, sistem
saraf pusat, gangguan pada nutrisi dan metabolisme. Depresi sumsum tulang yang
akan berdampak pada penurunan leukosit, eritrosit, faktor pembekuan dan
meningkatnya tekanan jaringan dan adanya infiltrasi pada ekstra medular akan
berakibat terjadinya pembesaran hati, limfe, nodus limfe, dan nyeri persendian.
G. Pathway
Penyebaran
Sel onkogen
extramedular Infiltasi
sumsum tulang
Kecenderungan
Nyeri Akut Penurunan perdarahan
fungsi leukosit
Risiko perdarahan
Daya tahan
tubuh menurun
Risiko infeksi
H. Komplikasi
Leukemia dapat menyebabkan berbagai komplikasi, diantaranya yaitu:
1. Gagal sumsum tulang (Bone marrow failure). Sumsum tulang gagal
memproduksi sel darah merah dalam umlah yang memadai, yaitu:
a Lemah dan sesak nafas, karena anemia(sel darah merah terlalu sedikit)
b Infeksi dan demam, karena berkurangnya jumlah sel darah putih
c Perdarahan, karena jumlah trombosit yang terlalu sedikit.
2. Infeksi. Leukosit yang diproduksi saat keadaan LGK adalah abnormal, tidak
menjalankan fungsi imun yang seharusnya. Hal ini menyebabkan pasien
menjadi lebih rentan terhadap infeksi. Selain itu pengobatan LGK juga dapat
menurunkan kadar leukosit hingga terlalu rendah, sehingga sistem imun tidak
efektif.
3. Hepatomegali (Pembesaran Hati). Membesarnya hati melebihi ukurannya
yang normal.
4. Splenomegali (Pembesaran Limpa). Kelebihan sel-sel darah yang
diproduksi saat keadaan LGK sebagian berakumulasi di limpa. Hal ini
menyebabkan limpa bertambah besar, bahkan beresiko untuk pecah.
5. Limpadenopati. Limfadenopati merujuk kepada ketidaknormalan
kelenjar getah bening dalam ukuran, konsistensi, ataupun jumlahnya.
6. Kematian.
I. Pemeriksaan Penunjang
1. Hitung darah lengkap (FBC) biasanya menunjukkan gambaran anemia dan
trombositopenia. Jumlah sel darah putih yang normal biasanya berkurang dan
jumlah sel darah putih total dapat rendah, normal, atau meningkat. Apabila
normal atau meningkat, sebagian besar selnya adalah sel darah putih primitif
(blas). (Patrick, 2005)
a Leukemia limfoblastik akut
Pada kira-kira 50% pasien ditemukan jumlah leukosit melebihi
10.000/mm3 pada saat didiagnosis, dan pada 20% pasien melebihi
50.000/mm3. Neutropenia (jumlah neutrofil absolut kurang dari 500/mm3
[normalnya 1500/mm3] sering dijumpai. Limfoblas dapat ditemukan di
darah perifer, tetapi pemeriksa yang tidak berpengalaman dapat
melaporkan limfoblas tersebut sebagai limfosit atipik. (William, 2004)
b Leukemia nonlimfositik akut
Evaluasi laboratorium secara tipikal menunjukkan adanya neutropenia,
anemia, da trombositopenia. Jumlah leukosit bervariasi, walaupun pada
saat didiagnosis kira-kira 25% anak memiliki jumlah leukosit melebihi
100.000/mm3. Pada darah perifer dapat ditemukan sel blas. Diagnosis pasti
ditegakkan dengan dilakukan pemeriksaan aspirat sumsum tulang, yang
menunjukkan adanya sel blas lebih dari 25%. Seperti pada leukemia
limfoblastik akut, cairan spinal juga harus diperiksa untuk menemukan
bukti adanya leukemia. Mencapai 15% pasien memiliki bukti sel blas pada
cairan spinal pada saat didiagnosis. (William, 2004)
c Leukemia mielositik kronis
Evaluasi laboratorium secara tipikal memperlihatkan leukositosis nyata,
trombositosis, dan anemia ringan. Sumsum tulang hiperselular tetapi
disertai maturasi mieloid yang normal. Sel blas tidak banyak dijumpai.
Pada kira-kira 90% kasus, tanda sitogenik yang khas pada leukemia
mielositik kronis yang terlihat adalah: kromosom Philadelphia. (William,
2004)
2. Pemeriksaan biokimia dapat menunjukkan adanya disfungsi ginjal,
hipokalemia, dan peningkatan kadar bilirubin. (Patrick, 2005)
3. Profil koagulasi dapat menunjukkan waktu protombin dan waktu tromboplastin
parsial teraktivasi (APPT) yang memanjang karena sering terjadi DIC
(disseminated intravaskular coagulation). (Patrick, 2005)
4. Kultur darah karena adanya risiko terjadi infeksi. (Patrick, 2005)
5. Foto toraks: pasien dengan ALL (acute tymphoblastic leukaemia) jalur sel T
sering memiliki massa mediastinum yang dapat dilihat pada foto toraks.
(Patrick, 2005)
6. Golongan darah karena cepat atau lambat akan dibutuhkan transfusi darah dan
trombosit. (Patrick, 2005)
7. Pemeriksaan penunjang diagnosis spesifik termasuk aspirasi sumsum tulang
yang memperlihatkan limfoblas lebih dari 25%, biopsi trephine, penanda sel,
serta pemeriksaan sitogenetik untuk membedakan ALL (akut limfoblastik
leukemia) dengan AML (akut mieloblastik leukemia) secara akurat. Auer rod
di sitoplasma sel blas merupakan tanda patognomonik pada AML, namun
hanya ditemukan pada 30% kasus. Pemeriksaan penanda sel dapat membantu
membedakan ALL jalur sel B atau sel T dan juga membedakan subtipe AML
yang berbeda-beda. Ini berguna bagi hematolog untuk merancang terapi dan
memperkirakan prognosis. Analisis kromosom sel leukemia berguna untuk
membedakan ALL dan AML, dan yang penting adalah dapat memberikan
informasi prognosis. (Patrick, 2005)
8. Cairan spinal juga perlu diperiksa karena sistem saraf pusat merupakan tempat
persembunyian penyakit ekstramedular. (Patrick, 2005)
J. Penatalaksanaan
Protokol pengobatan bervariasi sesuai jenis leukemia dan jenis obat yang
diberikan pada anak. Proses induksi remisi pada anak terdiri dari tiga fase :
induksi, konsolidasi, dan rumatan. Selama fase induksi (kira-kira 3 sampai 6
minggu) anak menerima berbagai agens kemoterapeutik untuk menimbulkan
remisi. Periode intensif diperpanjang 2 sampai 3 minggu selama fase konsolidasi
untuk memberantas keterlibatan sistem saraf pusat dan organ vital lain. Terapi
rumatan diberikan selama beberapa tahun setelah diagnosis untuk memperpanjang
remisi. Beberapa obat yang dipakai untuk leukemia anak-anak adalah prednison
(antiinflamasi), vinkristin (antineoplastik), asparaginase (menurunkan kadar
asparagin (asam amino untuk pertumbuhan tumor), metotreksat (antimetabolit),
merkaptopurin, sitarabin (menginduksi remisi pada pasien dengan leukemia
granulositik akut), alopurinol, siklofosfamid (antitumor kuat), dan daunorubisin
(menghambat pembelahan sel selama pengobatan leukemia akut) (Betz,Cecily
L.2002).
Selain apa yang telah di jelaskan diatas, pada klien dengan leokemia dapat
dilakukan beberapa penatalaksaan sebagai berikut :
1. Pelaksanaan kemoterapi
a Fase induksi
Dimulasi 4-6 minggu setelah diagnosa ditegakkan. Pada fase ini diberikan
terapi kortikostreroid (prednison), vincristin dan L-asparaginase. Fase
induksi dinyatakan behasil jika tanda-tanda penyakit berkurang atau tidak
ada dan dalam sumsum tulang ditemukan jumlah sel muda kurang dari
5%.
b Fase Profilaksis Sistem saraf pusat
Pada fase ini diberikan terapi methotrexate, cytarabine dan hydrocotison
melaui intrathecal untuk mencegah invsi sel leukemia ke otak. Terapi
irradiasi kranial dilakukan hanya pada pasien leukemia yang mengalami
gangguan sistem saraf pusat.
c Konsolidasi
Pada fase ini kombinasi pengobatan dilakukan unutk mempertahankan
remisis dan mengurangi jumlah sel-sel leukemia yang beredar dalam
tubuh. Secara berkala, mingguan atau bulanan dilakukan pemeriksaan
darah lengkap untuk menilai respon sumsum tulang terhadap pengobatan.
Jika terjadi supresi sumsum tulang, maka pengobatan dihentikan
sementara atau dosis obat dikurangi.
2. Program terapi
Pengobatan terutama ditunjukkan untuk 2 hal (Hidayat, 2008) yaitu:
a Memperbaiki keadaan umum dengan tindakan:
Tranfusi sel darah merah padat (Pocket Red Cell-PRC) untuk
mengatasi anemi. Apabila terjadi perdarahan hebat dan jumlah
trombosit kurang dari 10.000/mm³, maka diperlukan transfusi
trombosit.
Pemberian antibiotik profilaksis untuk mencegah infeksi.
b Pengobatan spesifi
Terutama ditunjukkan untuk mengatasi sel-sel yang abnormal.
Pelaksanaannya tergantung pada kebijaksanaan masing-masing rumah
sakit, tetapi prinsip dasar pelaksanaannya adalah sebagai berikut:
Induksi untuk mencapai remisi: obat yang diberikan untuk
mengatasi kanker sering disebut sitostatika (kemoterapi). Obat
diberikan secara kombinasi dengan maksud untuk mengurangi sel-
sel blastosit sampai 5% baik secara sistemik maupun intratekal
sehingga dapat mengurangi gejala-gajala yang tampak.
Intensifikasi, yaitu pengobatan secara intensif agar sel-sel yang
tersisa tidak memperbanyak diri lagi.
Mencegah penyebaran sel-sel abnormal ke sistem saraf pusat
Terapi rumatan (pemeliharaan) dimaksudkan untuk
mempertahankan masa remisi
c Pengobatan imunologik
Bertujuan untuk menghilangkan sel leukemia yang ada di dalam tubuh
agar pasien dapat sembuh sempurna. Pengobatan seluruhnya dihentikan
setelah 3 tahun remisi terus menerus.
K. Pencegahan
1. Pencegahan Primer
Pencegahan primer meliputi segala kegiatan yang dapat menghentikan
kejadian suatu penyakit atau gangguan sebelum hal itu terjadi.
a Pengendalian Terhadap Pemaparan Sinar Radioaktif
Pencegahan ini ditujukan kepada petugas radiologi dan pasien yang
penatalaksanaan medisnya menggunakan radiasi. Untuk petugas
radiologi dapat dilakukan dengan menggunakan baju khusus anti radiasi,
mengurangi paparan terhadap radiasi, dan pergantian atau rotasi kerja.
Untuk pasien dapat dilakukan dengan memberikan pelayanan diagnostik
radiologi serendah mungkin sesuai kebutuhan klinis.
b Pengendalian Terhadap Pemaparan Lingkungan Kimia
Pencegahan ini dilakukan pada pekerja yang sering terpapar dengan
benzene dan zat aditif serta senyawa lainnya. Dapat dilakukan dengan
memberikan pengetahuan atau informasi mengenai bahan-bahan
karsinogen agar pekerja dapat bekerja dengan hati-hati. Hindari paparan
langsung terhadap zat-zat kimia tersebut.
c Mengurangi frekuensi merokok
Pencegahan ini ditujukan kepada kelompok perokok berat agar dapat
berhenti atau mengurangi merokok. Satu dari empat kasus LMA
disebabkan oleh merokok.45 Dapat dilakukan dengan memberikan
penyuluhan tentang bahaya merokok yang bisa menyebabkan kanker
termasuk leukemia (LMA).
d Pemeriksaan Kesehatan Pranikah
Pencegahan ini lebih ditujukan pada pasangan yang akan menikah.
Pemeriksaan ini memastikan status kesehatan masing-masing calon
mempelai. Apabila masing-masing pasangan atau salah satu dari pasangan
tersebut mempunyai riwayat keluarga yang menderita sindrom Down atau
kelainan gen lainnya, dianjurkan untuk konsultasi dengan ahli hematologi.
Jadi pasangan tersebut dapat memutuskan untuk tetap menikah atau tidak.
2. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder bertujuan untuk menghentikan perkembangan penyakit
atau cedera menuju suatu perkembangan ke arah kerusakan atau
ketidakmampuan. Dapat dilakukan dengan cara mendeteksi penyakit secara
dini dan pengobatan yang cepat dan tepat.
2. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
1. IDENTITAS
Kaji nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, status
perkawinan, agama, suku, alamat, tanggal masuk, tanggal pengkajian,
sumber informasi, diagnosa masuk
PENANGGUNG
Kaji nama penanggung jawab dan hubungan dengan pasien
2. KELUHAN UTAMA
Lemas, sesak napas, demam, sakit kepala, lemah, nyeri tulang dan sendi.
7. PEMERIKSAAN FISIK
a. Keadaan umum : Keadaan umum pada penderita leukemia tampak
lemah, kesadaran bersifat composmentis selama belum terjadi
komplikasi.
Tingkat kesadaran : komposmentis/ apatis/ somnolen/ sopor/
koma
GCS : verbal : 5 motorik : 6 eye: 4
b. Tanda-tanda vital : Nadi : Temp: meningkat jika terjadi infeksi
RR : Dispneu, takhipneu TD : tidak normal (TD normal 120/80
mmHg)
c. Keadaan fisik (IPPA)
1) Kepala dan leher
Kepala :
I : kaji warna rambut, keadaan kulit rambut, kebersihan kepala.
Pa : kaji apakah ada nyeri tekan, benjolan dan massa.
Muka :
I : kaji bentuk muka, kebersihan muka, warna kulit muka
Pa : kaji apakah ada nyeri tekan, benjolan.
Mata :
I : kaji bentuk mata, kebersihan mata
Pa : kaji apakah ada nyeri tekan, benjolan
Hidung :
I : kaji kesimetrisan bentuk hidung, kebersihan hidung
Pa : kaji apakah ada nyeri tekan dan benjolan.
Mulut :
kaji kesimetrisan mulut, kaji mukosa mulut, bau napas
Telinga :
I : kaji kesimetrisan telinga, kaji apakah ada serumen
Pa : kaji apakah nyeri tekan, benjolan dan massa.
Leher :
I : kaji bentuk leher, kaji kebersihan leher
Pa : kaji apakah ada pembesaran vena jugularis,
2) Dada
Paru :
I : Apakah dada dalam keadaan simetris kanan ataupun kiri
Pa : Adakah benjolan pada dada, bagaimana dengan ekpansi paru
apakah seimbang kanan dan kiri
Pe : Apakah dengar sonor pada paru-paru
Jantung :
I : Apakah bentuk dada simetris, adakah jaringan parut ataupun
lesi. Apakah terlihat ictus cordis pada rongga thoraks dan apakah
iramanya teratur.
Pa : Apakah terdapat nyeri tekan
Pe : Apakah terdengar bunyi pekak. Dilakukan untuk mengetahui
batas jantung
Au : Bagaimana bunyi jantung 1 sama dengan bunyi janttung 2
apakah terdapat murmur.
Payudara dan ketiak
I : Bentuk simetris
Pa : Apakah terdapat benjolan
3) Abdomen
I : Apakah perut klien dalam keadaan buncit, warna kulit sama
dengan warna kulit disekitarnya, bersih ataukah dalam keadaan
kotor dan terdapat jaringan perut atau tidak, warna ikterik atau
tidak. Apakah umbilicus mengalami inflamasi, posisi umbilicus
tepat ditengah gasir tubuh atau kah tidak.
Au : Berapa frekuensi bising uasu 8- 12 kali permenit
Pe : Apakah terdengar bunyi tempani
Pa : Apakah terdapat nyeri tekan.
4) Genetalia dan anus
I : Apakah terpasang kateter pada alat kelaminya, adakah luka
atau tidak dan terdapat radang pada area alat kelaminnya atau
tidak
Pa : Adakah nyeri tekan
5) Integumen
Kaji warna kulit, turgor kulit, kelembaban. Biasanya pasien
dengan CKD akan mengalami kulit kering, gatal dan mengalami
perubahan warna.
6) Ekremitas
Apakah klien mampu melakukan range of motion secara aktif atau
tidak, terdapat nyeri ataukah tidak. Adakah edema pada akral dan
pada tangan kanan dan kiri
7) Pemeriksaan neurologis
Pemeriksaan meliputi pemeriksaan kesadaran, bagaimana dengan
rangsangan selaput otaknya baik ataukah tidak, bagaimana dengan
saraf otak, sistem motoric, sistem sensorik reflex dan juga
bagaimana dengan pemeriksaan mental si klien.
8. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Hitung darah lengkap complete blood cell (CBC). Anak dengan CBC
kurang dari 10.000/mm3 saat didiagnosis memiliki memiliki prognosis
paling baik; jumlah lekosit lebih dari 50.000/mm3 adalah tanda
prognosis kurang baik pada anak sembarang umur, hitung darah
lengkap biasanya juga menunjukkan normositik, anemia normositik.
b. Hemoglobulin : dapat kurang dari 10 gr/100ml
c. Retikulosit : jumlah biasaya rendah
d. Trombosit : sangat rendah (< 50000/mm)
e. SDP : mungkin lebih dari 50000/cm dengan peningkatan SDP
immature
f. PTT : memanjang
g. LDH : mungkin meningkat
h. Asam urat serum : mungkin meningkat
i. Muramidase serum : pengikatan pada leukemia monositik akut dan
mielomonositik
j. Copper serum : meningkat
k. Zink serum : menurun
9. PROGRAM TERAPI
Tranfusi sel darah merah padat (Pocket Red Cell-PRC) untuk
mengatasi anemi. Apabila terjadi perdarahan hebat dan jumlah
trombosit kurang dari 10.000/mm³, maka diperlukan transfusi
trombosit.
Pemberian antibiotik profilaksis untuk mencegah infeksi.
B. ANALISA DATA
DO :
Nyeri akut
- Klien tampak meringis
- Klien bersikap protektif :
menhindari nyeri
- Klien gelisah
- Tekanan darah dan nadi
meningkat.
- Nafsu makan berubah
DO :
kebutuhan nuttrisi
- Berat badan klien menurun meningkat
- Bising usus hiperaktif
- Membrane mukosa pucat hipermetabolisme
- Rambut rontok berlebihan
Defisit nutrisi
Gangguan mobilitas
fisik
penurunan trombosit
trombositopenia
kecenderungan
perdarahan
Risiko perdarahan
DO : -
sel normal digantikan oleh
sel kanker
Risiko infeksi
C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis ditandai
dengan Klien mengeluh nyeri, P : nyeri yang dirasakan klien di area
kepala Q : nyeri yang dirasakan klien seperti tertusuk-tusuk R : nyeri
yang dirasakan klien di area kepala Skala nyeri klien 4 dari rentang 1-10
Nyeri dirasakan ketika klien duduk klien tampak meringis klien bersikap
protektif : menhindari nyeri, klien gelisah, tekanan darah dan nadi
meningkat, nafsu makan berubah.
2. Defisit nutrisi berhubungan dengan faktor psikologis : keengganan untuk
makan ditandai dengan klien mengatakan cepat kenyang setelah makan
klien mengatakan nyeri pada abdomen, nafsu makan klien menurun, berat
badan klien menurun, bising usus hiperaktif, membrane mukosa pucat,
rambut rontok berlebihan.
3. Gangguan mobilitas fisik ditandai dengan penurunan kekuatan otot
ditandai dengan klien mengeluh nyeri saat bergerak, enggan melakukan
pergerakan, merasa cemas saat bergerak, kekuatan otot menurun, rentang
gerak (ROM) menurun, gerakan tidak terkoordinasi, gerakan terbatas,
fisik lemah.
4. Risiko perdarahan berhubungan dengan gangguan koagulasi :
trombositopenia
5. Risiko infeksi berhubungan dengan penyakit kronis.
D. PERENCANAAN
E. IMPLENTASI KEPERAWATAN
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis
Manajemen nyeri
a. Mengidentifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan
intensitas nyeri
b. Mengidentifikasi skala nyeri
c. Mengidentifikasi respons nyeri non verbal
d. Memonitor efek samping penggunaan analgetik
e. Memberikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri :
terapi music, terapi pijat, kompres hangat.
f. Mengontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri
g. Menjelaskan penyebab dan pemicu nyeri
h. Mengajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi nyeri
i. Mendelegasikan pemberian analgetik.
F. EVALUASI
DAFTAR PUSTAKA
Herman, T. Heather. 2012. Diagnosa Keperawatan : Definisi dan Klasifikasi 2012-2014.
Jakarta : EGC.
Mansjoer Arief, dkk. 2002. Askariasis. Dalam : Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 1,
Edisi 3. Jakarta : Media Aesculapius FKUI. Halaman : 416 –418
Suriadi. Yuliani, Rita. 2006. Asuhan Keperawatan pada Anak..Jakarta: Penebar Swadaya