Disusun untuk memenuhi tugas Ujian Akhir Semester 1 (satu) mata kuliah Dasar-
Dasar Ilmu Dakwah
Dosen pembimbing : Ati, M.Ag
Disusun oleh :
Nur Fitri Syahidah (1174040098)
PMI 1C
2017/2018
Jawaban
1. Sasaran dakwah yaitu seluruh manusia ciptaan Allah yang menjadi tujuan
para da’i. Kriteria sasaran dakwah adalah :
Sosiologi (Masyarakat : perdesaan, kota)
Jenis kelamin (Pria dan wanita)
Ekonomi (kaya dan miskin)
Usia
Kultur sosial (Da’i dan santri)
Kelembagaan (pemerintah, masyarakat)
Macam- macam sasaran dakwah :
Dakwah fardhiyah : dakwah yang dilakukan hanya ke seorang
Dakwah jama’iyah : dakwah yang dilakukan kepada orang banyak
Ruang lingkup dalam hal ini adalah bagaimana membentuk sikap mental
atau kejiwaan yang mengarah pada perubahan tingkah laku individu dan
masyarakat sebagai objek dakwah sesuai dengan ajaran agama yang diserukan dai.
Di samping hal tersebut, ilmu dakwah juga memiliki beberapa ruang
lingkup pembahasan diantaranya :
Materi dakwah, yang meliputi bidang akidah dan syari’ah (ibadah
dan muamalah) dan akhlak. Semua materi dakwah ini bersumber
dari Al-Qur’an dan sunnah Rasulullah, hasil ijtihad ulama sejarah
peradaban islam.
Subjek dakwah (da’i), orang yang aktif melaksanakan dakwah
kepada masyarakat. Da’i ada yang melaksanakan dakwahnya
secara individu ada juga yang berdakwah secara kolektif melalui
organisasi.
Objek dakwah (mad’u), adalah masyarakat atau orang yang di
dakwahi, yakni diajak ke jalan Allah agar selamat dunia akhirat.
Metode dakwah, yaitu cara atau strategi yang harus dimiliki oleh
da’i dalam melaksanakan aktivitas dakwahnya. Metode dakwah ini
ada tiga berdasarkan Al-Qur’an surat An-Nahl : metode bil
hikmah, metode mauidzoh hasanah, metode mujadalah .
Media dakwah (wasilah al dakwah) adalah media atau instrument
yang digunakan sebagai alat untuk mempermudah sampainya
pesan dakwah kepada mad’u seperti TV, radio, surat kabar,
majalah, buku, internet, bulletin.
Tujuan dakwah (maqashid al dakwah) adalah tujuan yang hendak
dicapai oleh kegiatan dakwah. Adapun tujuan dakwah itu dibagi
menjadi dua yaitu tujuan jangka pendek, agar manusia mematuhi
ajaran Allah dan rasulnya dalam kehidupan sehari hari dan tujuan
jangka panjang.
2. Dr. Zakir Naik adalah da’i, pembicara umum dan penceramah
internasional muslim dari India. Menurut saya, Dr. Zakir Naik memiliki
kemampuan berdakwah secara ilmiah. model dakwah yang dilakukan
Zakir Naik sesuai dengan perintah dalam Alquran Surat An-Nahl ayat 125,
‘Ud’u ilaa sabiili rabbika bil hikmati wal mau’idhotil hasanati, wa
jadilhum billati hiya ahsanu. Yakni, ajaklah (manusia) kepada jalan
Tuhanmu dengan cara yang bijak dan pelajaran yang baik. Dan jika terjadi
perdebatan, maka berdebatlah dengan cara yang baik.
Dr. Zakir naik tampil member semangat baru. Dengan kemampuan public
speaking yang memukau, dokter medis ini berhasil menjadi pendakwah
internasional. Cara berdakwah Dr. Zahir naikyang santun dan bijak,
disertai keilmuan yang tinggi, beliau mengerti betul etika berdebat yang
harus dilakukan ketika berhadapan dengan public luas ini terinsirasi dari
cara berdakwah Rasulullah saw yang damai.
3. Sejarah perkembangan dakwah tidak dapat dilepaskan dari sejarah
dakwah. Literature yang ada kebanyakan membahas tentang sejarah
perkembangan dakwah, bukan ilmu dakwah. Dalam konteks ini,
perkembangan ilmu dakwah dapat dibagi menjadi beberapa tahap :
pertama, tahap konvensional. Pada tahap ini, dakwah masih berbentuk
kegiatan kemanusiaan berupa seruan atau ajukan untuk menganut dan
mengamalkan ajaran islam yang dilakukan secara konvensional. Artinya,
dalam pelaksanaan secara operasional belum mendasar pada metode-
metode ilmiah tetapi berdasarkan pengalaman orang secara individu. Oleh
karena itu, pada tahapan ini juga disebut dengan tahapan tradisional.
Kedua, tahap sistematis. Pada tahap ini, dakwah ditandai dengan adanya
perhatian masyarakat yang lebih luas terhadap pelaksanaan dakwah islam
sehingga memunculkan seminar, diskusi, sarasehan dan pertemuan ilmiah
lainnya, yang secara khusus membicarakan masalah yang berkenaan
dengan dakwah. Tahap ini merupakan tahap yang sangat menentukan
tahap atau pengembangan selanjutnya sebab tahap-tahap gejala ilmu
dakwah mulai terlihat.
Ketiga, tahap ilmiah. Pada tahap ini, dakwah telah tersusun sebagai ilmu
pengetahuan setelah melalui tahap-tahap sebelumnya dan memenuhi syarat
yang objektif, metodis, sistematis.
Pada tahun 1912, dakwah telah dirintis menjadi ilmu pengetahuan di kairo,
Mesir. Di sana didirikan sebuah lembaga yang bernama Dar al-Dakwah wa
al Irshad untuk menghalangi gerakan kristenisasi. Lembaga ini kemudian
ditutup karena terjadi Perang Dunia II.
Perkembangan Ilmu Dakwah di Indonesia
Perkembangan ilmu dakwah tidak terlepas dari kegiatan dakwah
yang banyak dilakukan oleh organisasi keagamaan islam dalam upaya
pengembangan agama islam pada masyarakat. Dengan demikian,
organisasi keagamaan masyarakat memiliki peranan penting dalam
pengembangan Ilmu Dakwah.
Di Indonesia ilmu dakwah awalnya hanya berkembang di
pesantren. Itu pun bukan sebagai ilmu, melainkan untuk menciptakan para
dai. Dengan banyaknya dai, akan semakin banyak orang masuk Islam.
Setelah masa itu, Ilmu Dakwah mulai menjadi bahan diskusi ilmiah.
Kajian dakwah sebagai ilmu semakin berkembang dan diakui ketika
dibuka jurusan dakwah yang pertama kali pada 1950 sebagai bagian dari
kajian keisalaman yang dilakukan oleh lembaga PTAIN (Pendidikan
Tinggi Agama Islam Negeri). Ilmu dakwah mulai menjadi ilmu yang
diakui ketika Perguruan Tinggi Agama Islam (PTAIN) dibentuk oleh
pemerintah pada 26 September 1951 dan dakwah menjadi salah satu
jurusannya.
4.
Q.S An-Nahl ayat 125
Pada ayat tersebut tedapat 3 kewajiban yang dihadapi. Yang dua berpusat
kepada yang satu. Yang satu ialah mengajak pada kebaikan dan menimbulkan dua
tugas:Pertama menyuruh berbuat ma’ruf dan yang kedua adalah melarang berbuat
munkar.
Menurut tafsir M Quraish Sihab, kata Minkum pada ayat 104 surat Ali
Imran menyatakan bahwa ada ulama yang memahami dalam artian sebagaian
dengan demikian perintah dakwah yang dipesankan oleh ayat itu tidak tertuju
kepada setiap orang. bagi yang memahaminya demikian, maka ayat ini buat
mereka yang mengandung dua macam perintah. Perintah pertama kepada seluruh
umat islam untuk membentuk dan menyiapkan suaru kelompok khusus yang
ebrtugas melaksanakan dakwah kepada kebaikan dan makruf serta mencegah
kemunkaran. Perintah pertama dalam hal ini bisa jadi suatu lembaga
kemasyarakatan yang tugasnya adalah untuk melaksanakan dakwah. Perintah
kedua adalah dakwah kepada kebaikan dan makruf nahi munkar.
Keterangan minkum yang menyebabkan dua kewajiban ini hanya
memposisikan hokum dakwah wajib hanya mempunyai cakupan yang kecil, yaitu
kelompok. Kalau kita kembali kepada persoalan sebelumnya, yag menyatakan
bahwa huruh mim dalam kata minkum merupakan kewajiban bagis etiap orang
muslim yang merupakan penjelas, menurut Quraish Shibab adalah ini merupakan
perintah kepada muslim untuk melaksanakan tugas dakwah yang masing-masing
sesuai dengan kemampuannya, memang dakwah yang dimaksud adalah dakwah
yang sempurna, maka tentu saja tidak semua orang dapat melaksanakannya. Disisi
lain, kebutuhan masyarakat dewasa ini, bahkan perang informasi yang sedemikian
pesat dengan sajian nilai-nilai baru sering membingungkan, semua menangani
dakwah an membendung informasi yang demikian pesat dengans kajian nilai-
nilai baru seringkali membingungkan, semua itu menuntut adanya kelompok
khusus yang menangani dakwah dan membendung informasi yang menyesatkan,
karena itu adalah lebih tepat memahami kata minkum pada ayat di atas dalam
artian sebagian dari kamu tanpa menuntut kewajiban setiap muslim untuk saling
ingat mengingatkan
Hadits sampaikan ilmu dariku walaupun hanya satu ayat
Kedua:
Ketiga:
Sebagian orang yang mengaku sebagai da’i, pemberi wejangan, dan pengisi
ta’lim, padahal nyatanya ia tidak memiliki pemahaman (ilmu mumpuni) dalam
agama, berdalil dengan hadits “Sampaikan dariku walau hanya satu ayat”.
Mereka beranggapan bahwasanya tidak dibutuhkan ilmu yang banyak untuk
berdakwah (asalkan hafal ayat atau hadits, boleh menyampaikan semau
pemahamannya, ed). Bahkan mereka berkata bahwasanya barangsiapa yang
memiliki satu ayat maka ia telah disebut sebagai pendakwah, dengan dalil hadits
Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam tersebut. Menurut mereka, tentu yang
memiliki hafalan lebih banyak dari satu ayat atau satu hadits lebih layak jadi
pendakwah.
Pernyataan di atas jelas keliru dan termasuk pengelabuan yang tidak samar bagi
orang yang dianugerahi ilmu oleh Allah. Hadits di atas tidaklah menunjukkan apa
yang mereka maksudkan, melainkan di dalamnya justru terdapat perintah untuk
menyampaikan ilmu dengan pemahaman yang baik, meskipun ia hanya
mendapatkan satu hadits saja. Apabila seorang pendakwah hanya memiliki
hafalan ilmu yang mantap, maka ia hanya boleh menyampaikan sekadar hafalan
yang ia dengar. Adapun apabila ia termasuk ahlul hifzh wal fahm (punya hafalan
ilmu dan pemahaman yang bagus), ia dapat menyampaikan dalil yang ia hafal dan
pemahaman ilmu yang ia miliki. Demikianlah sabda Nabi shallallaahu ‘alaihi wa
sallam, “Terkadang orang yang disampaikan ilmu itu lebih paham dari yang
mendengar secara langsung. Dan kadang pula orang yang membawa ilmu
bukanlah orang yang faqih (bagus dalam pemahaman)”.