Anda di halaman 1dari 38

LAPORAN TUTORIAL KASUS I

KEJANG DEMAM

Di susun oleh:
Kelompok 2
1. ETIA ZARIA AMNA (G1B118007)
2. CHANTIKA SEPTIDIANTI (G1B118008)
3. ELPRIDA SIHOMBING (G1B118009)
4. RANI ALFIYAH (G1B118024)
5. INTAN SYAFIKA (G1B118035)
6. HEIDY REGINA NOVA (G1B118036)
7. M. HIDAYAT TAMILA (G1B118047)
8. NURUL MELINIA RAMADANA (G1B118048)
9. ALDA AFRILA GANI (G1B118060)
10. EKA PUTRI (G1B118061)
11. ANDI RIANI SAPITRI (G1B118018)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JAMBI
2018/2019

1
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur Kami sampaikan kehadirat Allah SWT, karena dengan rahmat dan
ridho-Nya kami mendapat hidayah sehingga kami dapat menyelesaikan Laporan Tutorial
Blok Keperawatan Anak Kasus 1 ini dengan lancar. Makalah ini disusun berdasarkan materi
yang telah ditentukan yaitu “Kejang Demam”. Terlepas dari semua itu, Kami menyadari
sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata
bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan  kritik
dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah  ini.
  Demikian makalah ini kami susun  dan kami berharap bermanfaat dan dapat
mendampingi kita dalam proses belajar, dan kami juga mengucapkan  terima kasih banyak
atas dukungan dari teman – teman dan dosen pembimbing kami.

Jambi 15 Maret 2020

Penulis,

2
3
DAFTAR ISI
Kata Pengantar.................................................................................................................2

Daftar isi............................................................................................................................3

Bab I Pendahuluan...........................................................................................................4

1.1 Latar Lelakang....................................................................................................4


1.2 Rumusan Masalah..............................................................................................4
1.3 Tujuan Penulisan................................................................................................4
1.4 Manfaat...............................................................................................................5

Bab II Pembahasan...........................................................................................................6

2.1 Definisi.................................................................................................................7
2.2 Etiologi.................................................................................................................7
2.3 Klasifikasi.............................................................................................................8
2.4 Manifestasi Klinis.................................................................................................9
2.5 Patofisiologi……………………………………………………...........................10
2.6 Pemeriksaan penunjang........................................................................................11
2.7 Faktor resiko.........................................................................................................11
2.8 Pencegahan………………………………………………………..……………..13
2.9 Penatalaksanaan…………………………………………………………….…...14
2.10 Koplikasi………………………………………………………………………15
2.11 Askep Teori……………………………………………………………………16

Bab III Penutup................................................................................................................31

3.1.............................................................................................Kesimpulan........ 31
3.2.............................................................................................Saran.................. 31

Lampiran……………………………………………………………………………..…..33

Daftar Pustaka..................................................................................................................38

4
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG
Anak merupakan hal yang penting artinya bagi sebuah keluarga. Selain
sebagai penerus keturunan, anak pada akhirnya juga sebagai generasi penerus bangsa.
Oleh karena itu tidak satu pun orang tua yang menginginkan anaknya jatuh
sakit, lebih-lebih bila anaknyamengalami kejang demam.Kejang demam merupakan
kelainan neurologis akut yang paling sering dijumpai pada anak.Bangkitan kejang ini
terjadi karena adanya kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 38 Derajat Celcius)
yang disebabkan oleh proses ekstrakranium. Penyebab demam terbanyak adalah
infeksi saluran pernapasan bagian atas disusul infeksi saluran pencernaan.Insiden
terjadinya kejang demam terutama pada golongan anak umur 6 bulan sampai 4
tahun.Hampir 3 % dari anak yang berumur di bawah 5 tahun pernah menderita kejang
demam. Kejang demam lebih sering didapatkan pada laki-laki dari pada perempuan.
Hal tersebut disebabkan karena pada wanita didapatkan maturasi serebral yang lebih
cepat dibandingkan laki-laki. Untuk itu tenaga perawat/paramedis dituntut untuk
berperan aktif dalam mengatasi keadaan tersebut serta mampu memberikan asuhan
keperawatan kepada keluarga dan penderita, yang meliputi aspek promotif, preventif,
kuratif dan rehabilitatif secara terpadu dan berkesinambungan serta memandang klien
sebagai satu kesatuan yang utuh secara bio-psiko-sosial-spiritual. Prioritas asuhan
keperawatan pada kejang demam adalah :
Mencegah/mengendalikan aktivitas kejang, melindungi pasien dari trauma,
mempertahankan jalan napas, meningkatkan harga diri yang positif, memberikan
informasi kepada keluarga tentang proses penyakit, prognosis dan kebutuhan
penanganannya.

1.2 RUMUSAN MASALAH

1.2.1 Berdasarkan latar belakang tersebut maka perumusan masalah makalah ini adalah
“bagaimana konsep teoritis kejang demam pada anak”

1.3. TUJUAN PENULISAN

1.3.1 Tujuan Umum

5
1. Mahasiswa mampu memahami konsep teoritis kejang demam pada anak

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mempu memahami pengertian dari kejang demam

2. Mampu memahami etiologi dari kejang demam

3. Mampu memahami patofisiologi dari kejang demam

4. Mampu memahami manifestasi klinis dari kejang demam

5. Mampu memahami klasifikasi dari kejang demam

6.Mampu memahami komplikasi dari kejang demam

7. Mampu memahami penanganan dari kejang demam

8.Mampu memahami penatalaksaan dari kejang demam

1.4 MANFAAT

1.4.1 Bagi Penulis

1. Makalah ini dapat bermanfaat bagi mahasiswa dalam mengembangkan ilmu


pengetahuan yang dimiliki khususnya mengenai kejang demam

1.4.2 Bagi Pembaca

1. Makalah ini dapat dijadikan sarana untuk menambah pengetahuan dan sebagai
pedoman untuk memberikan pelayanan dan pendidikan kesehatan khususnya kejang
demam

1.4.2 Bagi Institusi Pendidikan

1. Makalah ini dapat dijadikan referensi dalam pembuatan makalah selanjutnya.

6
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 DEFINISI

Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu
rectal diatas 38oc) yang disebabkan oleh suatu proses ekstracranial (mansjoer, 2000) Kejang
demam sering juga disebut kejang demam tonik-klonik, sangat sering dijumpai pada anak-
anak usia di bawah 5 tahun. Kejang ini disebabkan oleh adanya suatu awitan hypertermia
yang timbul mendadak pada infeksi bakteri atau virus. (Sylvia A. Price, Latraine M. Wikson,
1995). Kejang demam adalah terbebasnya sekelompok neuron secara tiba-tiba yang
mengakibatkan suatu kerusakan kesadaran, gerak, sensasi atau memori yang bersifat
sementara (Hudak and Gallo,1996).

Dari pengertian diatas dapat disimpulkan kejang demam adalah bangkitan kejang yang
terjadi karena peningkatan suhu tubuh yaitu 380 C yang sering di jumpai pada usia anak
dibawah lima tahun.

2.2 ETIOLOGI

Penyebab kejang demam yang sering ditemukan adalah :

Faktor predisposisi :

1. Keturunan, orang tua yang memiliki riwayat kejang sebelumnya dapat diturunkan pada
anaknya.
2. Umur, (lebih sering pada umur < 5 tahun), karena sel otak pada anak belum matang
sehingga mudah mengalami perubahan konsentrasi ketika mendapat rangsangan tiba-
tiba.

Faktor presipitasi

1. Adanaya proses infeksi ekstrakranium oleh bakteri atau virus misalnya infeksi saluran
pernapasan atas, otitis media akut, tonsilitis, gastroenteritis, infeksi traktus urinarius dan
faringitis.

7
2. Ketidak seimbangan ion yang mengubah keseimbangan elektrolit sehingga mengganggu
homeostatis kimiawi neuron sehingga terjadi kelainan depolarisasi neuron misalnya
hiponatremia, hipernatremia, hipoglikemia, hipokalsemia, dan hipomagnesemia.
3. Kejang demam yang disebabkan oleh kejadian perinatal (trauma kepala, infeksi
premature, hipoksia) yang dapat menyebabkan kerusakan otak.

Menurut staf pengajar ilmu kesehatan anak FKUI (1985: 50), faktor presipitasi kejang
demam: cenderung timbul 24 jam pertama pada waktu sakit demam atau dimana demam
mendadak tinggi karena infeksi pernafasan bagian atas. Demam lebih sering disebabkan oleh
virus daripada bakterial.

2.3 KLASIFIKASI

1. Menurut Ngastiyah ( 1997: 231), klasikfikasi kejang demam adalah :


Kejang demam sederhana yaitu kejang berlangsung kurang dari 15 menit dan umum.
Adapun pedoman untuk mendiagnosa kejang demam sederhana dapat diketahui
melalui criteria Livingstone, yaitu :
a. Umur anak ketika kejang antara 6 bulan sampai 4 tahun
b. Kejang berlangsung hanya sebentar, tidak lebih dari 15 menit.
c. Kejang bersifat umum
d. Kejang timbul dalam 16 jam pertama setelah timbul demam.
e. Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kjang normal
f. Pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya 1 minggu sesudah suhu normal tidak
menunjukan kelainan.
g. Frekuensi kejang bangkitan dalam 1 tahun tidak melebihi 4 kali

2. Kejang kompleks (epilepsi yang dicetuskan oleh demam).


Kejang kompleks adalah tidak memenuhi salah satu lebih dari ketujuh kriteria
Livingstone. Menurut Mansyur ( 2000: 434) biasanya dari kejang kompleks diandai
dengan:
a. Kejang yang berlangsung lebih dari 15 menit
b. Usia penderita lebih dari 6 tahun saat serangan kejang demam pertama
c. Frekuensi serangan kejang melebihi 4 kali dalam satu tahun

8
d. Kejang berlangsung lama atau bersifat fokal atau multiple ( lebih dari 1 kali dalam
24jam)

Di sini anak sebelumnya dapat mempunyai kelainan neurology atau riwayat kejang
dalam atau tanpa kejang dalam riwayat keluarga. Kejang yang merupakan pergerakan
abnormal atau perubahan tonus badan dan tungkai dapat diklasifikasikan menjadi 3 bagian
yaitu :

1. Kejang Tonik
Kejang ini biasanya terdapat pada bayi baru lahir dengan berat badan rendah dengan masa
kehamilan kurang dari 34 minggu dan bayi dengan komplikasi prenatal berat. Bentuk
klinis kejang ini yaitu berupa pergerakan tonik satu ekstrimitas atau pergerakan tonik
umum dengan ekstensi lengan dan tungkai yang menyerupai deserebrasi atau ekstensi
tungkai dan fleksi lengan bawah dengan bentuk dekortikasi. Bentuk kejang tonik yang
menyerupai deserebrasi harus di bedakan dengan sikap epistotonus yang disebabkan oleh
rangsang meningkat karena infeksi selaput otak atau kernicterus
2. Kejang Klonik
Kejang Klonik dapat berbentuk fokal, unilateral, bilateral dengan pemulaan fokal dan
multifokal yang berpindah-pindah. Bentuk klinis kejang klonik fokal berlangsung 1 – 3
detik, terlokalisasi dengan baik, tidak disertai gangguan kesadaran dan biasanya tidak
diikuti oleh fase tonik. Bentuk kejang ini dapat disebabkan oleh kontusio cerebri akibat
trauma fokal pada bayi besar dan cukup bulan atau oleh ensepalopati metabolic
3. Kejang Mioklonik
Gambaran klinis yang terlihat adalah gerakan ekstensi dan fleksi lengan atau keempat
anggota gerak yang berulang dan terjadinya cepat. Gerakan tersebut menyerupai reflek
moro. Kejang ini merupakan pertanda kerusakan susunan saraf pusat yang luas dan hebat.
Gambaran EEG pada kejang mioklonik pada bayi tidak spesifik.

2.4 MANIFESTASI KLINIK

Terjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak kebanyakan bersamaan dengan
kenaikan suhu badan yang tinggi dan cepat, yang disebabkan oleh infeksi di luar susunan
saraf pusat : misalnya tonsilitis, otitis media akut, ISPA, UTI, serangan kejang biasanya
terjadi dalam 24 jam pertama sewaktu demam, berlangsung singkat dengan sifat bangkitan
dapat berbentuk tonik-klonik.

9
2.5 PATOFISIOLOGI

Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel / organ otak diperlukan energi yang
didapat dari metabolisme. Bahan baku untuk metabolisme otak yang terpenting adalah
glucose,sifat proses itu adalah oxidasi dengan perantara pungsi paru-paru dan diteruskan ke
otak melalui system kardiovaskuler.

Berdasarkan hal diatas bahwa energi otak adalah glukosa yang melalui proses oxidasi,
dan dipecah menjadi karbon dioksida dan air. Sel dikelilingi oleh membran sel. Yang terdiri
dari permukaan dalam yaitu lipoid dan permukaan luar yaitu ionik. Dalam keadaan normal
membran sel neuron dengan mudah dapat dilalui oleh ion Kalium (K+). Akibatnya
konsentrasi K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi NA+ rendah. Sedangkan di luar sel
neuron terdapat keadaan sebaliknya,karena itu terdapat perbedaan jenis dan konsentrasi ion
didalam dan diluar sel. Maka terdapat perbedaan membran yang disebut potensial membran
dari neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membran ini diperlukan energi dan
bantuan enzim NA, K, ATP yang terdapat pada permukaan sel. Keseimbangan potensial
membran ini dapat diubah dengan perubahan konsentrasi ion diruang extra selular,
rangsangan yang datangnya mendadak misalnya mekanis, kimiawi atau aliran listrik dari
sekitarnya. Perubahan dari patofisiologisnya membran sendiri karena penyakit/keturunan.
Pada seorang anak sirkulasi otak mencapai 65 % dari seluruh tubuh dibanding dengan orang
dewasa 15 %. Dan karena itu pada anak tubuh dapat mengubah keseimbangan dari membran
sel neuron dalam singkat terjadi difusi di ion K+ maupun ion NA+ melalui membran tersebut
dengan akibat terjadinya lepasnya muatan listrik. Lepasnya muatan listrik ini sedemikian
besarnya sehingga dapat meluas keseluruh sel maupun membran sel sekitarnya dengan
bantuan bahan yang disebut neurotransmitter sehingga mengakibatkan terjadinya kejang.
Kejang yang yang berlangsung singkat pada umumnya tidak berbahaya dan tidak
meninggalkan gejala sisa tetapi kejang yang berlangsung lama lebih 15 menit biasanya
disertai apnea, NA meningkat, kebutuhan O2 dan energi untuk kontraksi otot skeletal yang
akhirnya terjadi hipoxia dan menimbulkan terjadinya asidosis.

2.6 PEMERIKSAAN PENUNJANG KEJANG DEMAM

Dinas Kesehatan Jawa Barat tahun 2012 menjelaskan bahwa pemeriksaan penunjang
merupakan penelitian perubahan yang timbul pada penyakit dan perubahan ini bisa sebab
atau akibat serta merupakan ilmu terapan yang berguna membantu petugas kesehatan dalam

10
mendiagnosis dan mengobati pasien. Pemeriksaan penunjang bertujuan untuk menyingkirkan
diagnosis yang serius atau setidaknya data laboratoris yang menunjang kecurigaan klinis
(Ginsberg, 2008).

Pemeriksaan penunjang pada anak yang mengalami kejang demam adalah sebagai berikut:

1. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium pada anak yang mengalami kejang demam yang bertujuan
untuk mengevaluasi sumber infeksi penyebab demam atau keadaan lain misalnya
gastroenteritis dehidrasi disertai demam dan pemeriksaan laboratorium antara lain
pemeriksaan darah lengkap, elektrolit serum (terutama pada anak yang mengalami
dehidrasi, kadar gula darah, serum kalsium, fosfor, magnesium, kadar Bloof Urea
Nitrogen (BUN) dan urinalisis. Pemeriksaan lain yang mungkin dapat membantu
adalah kadar antikonvulsan dalam darah pada anak yang mendapat pengobatan untuk
gangguan kejang serta pemeriksaan kadar gula darah bila terdapat penurunan
kesadaran berkepanjangan setelah kejang (Arief, 2015).
2. Pungsi lumbal
Pada anak kejang demam sederhana yang berusia <18 bulan sangat disarankan untuk
dilakukan observasi dan pemeriksaan lebih lanjut seperti pungsi lumbal karena
merupakan pemeriksaan cairan serebrospinal yang dilakukan untukmenegakkan atau
menyingkirkan kemungkinan meningitis serta pada anak yang memiliki kejang demam
kompleks (karena lebih banyak berhubungan dengan meningitis) dapat dilakukan
pemeriksaan pungsi lumbal dan dilakukan pada anak usia 12 bulan karena tanda dan
gejala klinis kemungkinan meningitis pada usia ini minimal bahkan dapat tidak adanya
gejala. Pada bayi dan anak dengan kejang demam yang telah mendapat terapi
antibiotik, pungsi lumbal merupakan indikasi penting karena pengobatan antibiotik
sebelumnya dapat menutupi gajala meningitis (Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2016).

2.7 FAKTOR RESIKO KEJANG DEMAM

Faktor resiko merupakan penyebab langsung atau suatu pertanda terhadap hal yang
merugikan dan memudahkan terjadinya suatu penyakit serta mempunyai hubungan yang
spesifik dengan akibat yang dihasilkan (Nurwijaya, 2010). Anak yang mengalami kejang
demam kemungkinan besar akan menjadi penderita epilepsi jika adanya kelainan neurologis
sebelum kejang demam pertama dan kejang demam bersifat kompleks (Susilowati,

11
2011).Kejang demam pada anak memiliki beberapa faktor resiko diantaranya adalah sebagai
berikut :

1. Resiko kekambuhan kejang demam merupakan kejang demam yang terjadi kedua
kalinya sebanyak setengah dari pasien tersebut. Usia pada saat kejang demam pertama
merupakan faktor resiko yang paling penting dalam kekambuhan ini, karena semakin
muda usia pada saat kejang demam pertama, semakin tinggi resiko keambuhan terjadi
dan sebagai perbandingan, sebanyak 20% yang memiliki kekambuhan kejang demam
pertama adalah usia tua lebih dari 3 tahun (Gupta, 2016).
2. Resiko epilepsi merupakan resiko mengembangnya kejang setelah terjadi kejang demam
dan berdampak pada keterlambatan perkembangan atau pemeriksaan neurologis yang
abnormal sebelum terjadi kejang demam, riwayat kejang demam kompleks dan terjadi
kejang demam berkepanjangan serta menjadi resiko epilepsi. Resiko epilepsi ini
merupakan faktor bawaan yang sudah ada sebelumnya seperti perinatal, genetik atau
keturunan (Panteliadis, 2013).
3. Resiko perkembangan, kecacatan perilaku dan akademik pada anak kejang demam
adalah tidak lebih besar dari pada populasi umum dan anak dengan kejang demam
berkepanjangan dapat mengembangkan konsekuensi neurologis jangka panjang
(Bagiella, 2011).
4. Status demam epileptikus adalah kejang demam yaang memiliki durasi lebih dari 30
menit dan merupakan bentuk paling parah dan berpotensi mengancam nyawa dengan
konsekuensi jangka panjang dan bersifat gawat darurat. Anak dengan kejang demam
pertama memiliki potensi status demam epileptikus dimana dikaitkan dengan usia yang
lebih muda dan suhu tubuh lebih rendah serta durasi yang lebih lama (Gupta, 2016).
5. Faktor genetik atau keturunan misalnya pada orang tua dengan riwayat kejang demam
(pada masa kanak-kanak), saudara kandung dengan riwayat kejang demam dan orang tua
dengan riwayat epilepsi tanpa demam (Handy, 2016). Hal ini menunjukkan bahwa anak
yang mempunyai riwayat kejang dalam keluarga terdekat mempunyai resiko untuk
bangkitan kejang demam 4,5 kali lebih besar dibandingkan dengan yang tidak memiliki
riwayat dan faktor riwayat kejang pada ibu, ayah dan saudara kandung menunjukkan
hubungan yang bermakna karena mempunyai sel yang kosong (Wijayahadi, 2010).
6. Konsekuensi kejang demam, anak yang mengalami kejang demam sederhana memiliki
resiko yang sangat rendah dibandingkan dengan kejang demam kompleks karena pada

12
kejang demam kompleks memiliki durasi selama lebih dari 15-20 menit dan berulang
dalam penyakit yang sama (Camfield, 2015).
7. Faktor statistik yaitu faktor resiko kejang demam yang berhubungan dengan pendidikan
orang tua, ibu merokok pada saat sebelum melahirkan atau menggunakan minuman
beralkohol, tingkat demam dan memiliki penyakit gastroenteritis. Faktor resiko yang
paling penting untuk kejang demam adalah usia, karena semakin muda usia pada saat
kejang demam pertama semakin tinggi resiko kekambuhan (Salam, et al. 2012).

2.8 PENCEGAHAN KEJANG DEMAM

Pencegahan kejang demam adalah tindakan menghilangkan penyebab ketidaksesuaian


yang potensial atau situasi yang tidak dikehendaki (Hadi, 2007). Pencegahan yang harus
dilakukan pada anak yang mengalami kejang demam adalah sebagai berikut :

1. Imunisasi adalah dengan sengaja memasukkan vaksin yang berisi mikroba hidup yang
sudah dilemahkan pada balita yang bertujuan untuk mencegah dari berbagain macam
penyakit. Imunisasi akan memberikan perlindungan seumur hidup pada balita terhadap
serangan penyakit tertentu. Apabila kondisi balita kurang sehat bisa diberikan imunisasi
karena suhu badannya akan meningkat sangat tinggi dan berisiko mengalami kejang
demam. Berbagai jenis vaksinasi imunisasi yang saat ini dikenal dan diberikan kepada
balita dan anak adalah vaksin poliomyelitis, vaksin DPT (difteria, pertusis dan tetanus),
vaksin BCG (Bacillus Calmette Guedrin), vaksin campak (Widjaja, 2009).Orang tua
harus mengupayakan diri setenang mungkin dalam mengamati anak dengan cara jangan
meletakkan benda apapun dalam mulut si anak karena benda tersebut justru dapat
menyumbat jalan napas, anak harus dibaringkan ditempat yang datar dengan posisi
menyamping bukan terlentang untuk menghindari bahaya tersedak, jangan memegangi
anak untuk melawan, jika kejang terus berlanjut selama 10 menit anak harus segera
dibawa ke fasilitas kesehatan terdekat dan setelah kejang berakhir jika <10 menit anak
perlu dibawa ke dokter untuk meneliti sumber demam terutama jika ada kekakuan leher,
muntah-muntah yang berat dan anak terus tampak lemas (Lissauer, 2013)

13
2.9 PENATALAKSANAAN

Ngastiyah (2014), menjelaskan bahwa terdapat 4 faktor untukmenangani kejang


demam diantaranya adalah pemberantasan kejang secepat mungkin, pengobatan penunjang,
memberikan pengobatan rumat sertamencari dan mengobati penyebab.

1. Memberantas kejang secepat mungkin Pada saat pasien datang dalam keadaan kejang
lebih dari 30 menit maka diberikan obat diazepam secara intravena karena obat ini
memiliki keampuhan sekitar 80-90% untuk mengatasi kejang demam. Efek terapeutinya
sangat cepat yaitu kira-kira 30 detik dampai 5 menit. Jika kejang tidak berhenti makan
diberikan dengan dosis fenobarbital. Efek samping obat diazepam ini adalah mengantuk,
hipotensi, penekanan pusat pernapasan, laringospasme dan henti jantung (Newton,
2013).
2. Pengobatan penunjang yaitu dengan melepas pakaian ketat yang digunakan pasien,
kepala pasien sebaiknya dimiringkan untuk mencegah aspirasi isi lambung, usahakan
agar jalan napas bebas untuk menjamin kebutuhan oksigen dan bila perlu dilakukan
inkubasi atau trakeostomi serta penghisapan lendir harus dilakukan secara teratur dan
diberikan oksigen. Fungsi vital seperti kesadaran, suhu, tekanan darah, pernapasan dan
fungsi jantung diawasi secara ketat. Berikut tindakan pada saat kejang : (1) baringkan
pasien ditempat yang rata, kepala dimiringkan dan pasangkan sudip lidih yang telah
dibungkus kasa atau bila ada guedel lebih baik; (2) singkirkan benda-benda yang ada di
sekitar pasien dan lepaskan pakaian yang mengganggu pernapasan seperti ikat pinggang
dan gurita; (3) bila suhu tinggi berikan kompres secara intensif;(4)setelah pasien bangun
dan sadar berikan minum hangat; (5)isap lendir sampai bersih, berikan oksigen boleh
sampai 4L/menit dan jika pasien upnea lakukan tindakan pertolongan; (Ngastiyah,
2014).
3. Pengobatan rumat, pada saat kejang demam telah diobati kemudian diberikan
pengobatan rumat. Mekanisme kerja diazepam sangat singkat, yaitu berkisar antara 45-
60 menit sesudah di suntik. Oleh karena itu harus diberikan obat antiepileptik dengan
daya kerja lebih lama misalnya fenobarbital atau defenilhidantoin. Fenobarbital
diberikan langsung setalh kejang berhenti dengan diazepam. Lanjutan pengobatan rumat
tergantung dari pada keadaan pasien. Pengobatan ini dibagi menjadi dua bagiam yaitu
profilaksis intermiten dan profilaksis jangka panjang (Natsume, 2016).
4. Mencari dan mengobati penyebab. Etiologi dari kejang demam sederhana maupun
epilepsi biasanya disebabkan oleh infeksi pernapasan bagian atas serta otitis media akut.

14
Cara untuk penanganan penyakit ini adalah denganpemberian obat antibiotik dan pada
pasien kejang demam yang baru datang untuk pertama kalinya dilakukan pengambilan
pungsi lumbal yang bertujuan untuk menyingkirkan kemungkinan terdapat infeksi
didalam otak seperti penyakit miningitis (Arief, 2015). Patel (2015), menjelaskan bahwa
orang tua harus di ajari bagaimana cara menolong pada saat anak kejang dan tidak boleh
panik serta yang penting adalah mencegah jangan sampai timbul kejang serta
memberitahukan orang tua tentang apa yang harus dilakukan jika kejang demam
berlanjut dan terjadi di rumah dengan tersedianya obat penurun panas yang didapat atas
resep dokter yang telah mengandung antikonvulsan, anak segera diberikan obat
antipiretik bila orang tua mengetahui anak mulai demam dan jangan menunggu suhu
meningkat serta pemberian obat diteruskan sampai suhu sudah turun selama 24 jam
berikutnya (Ghassabian, et al. 2012). Jika terjadi kejang, anak harus dibaringkan
ditempat yang rata dan kepalanya dimiringkan serta buka baju anak dan setelah kejang
berhenti, pasien bangun kembali suruh minum obat dan apabila suhu pada waktu kejang
tersebut tinggi sekali supaya dikompres serta beritahukan kepada orang tua pada saat
anak mendapatkan imunisasi agar segera beritahukan dokter atau petugas imunisasi
bahwa anak tersebut menderita kejang demam agar tidak diberikan pertusis (Patil, et al.
2012).

2.10 KOMPLIKASI

Kompikasi kejang demam menurut Waskitho (2013) adalah :

a. Kerusakan neorotransmiter
Lepasnya muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas keseluruh sel
ataupun membrane sel yang menyebabkan kerusakan pada neuron.
b. Epilepsi
Kerukan pada daerah medial lobus temporalis setelah mendapat serangan kejang yang
berlangsung lama dapat menjadi matang dikemudian hari sehingga terjadi serangan
epilepsy yang sepontan.
c. Kelainan anatomi di otak
Serangan kejang yang berlangsung lama yang dapat menyebabkan kelainan diotak yang
lebih banyak terjadi pada anak berumur 4 bulan sampai 5 tahun.
d. Kecacatan atau kelainan neorologis karena disertai edema.

15
ASKEP TEORI

A. DEFINISI

Kejang demam adalah ganguan neurologis yang paling sering ditemukan pada anak,
hal ini terutama pada rentang usia 4 bulan sampai 4tahun. Berbagai kesimpulan telah dibuat
oleh para peneliti bahwa kejangdemam bisa berhubungan dengan usia, tingkatan suhu tubuh
serta kecepatan peningkatan suhu tubuh, termasuk faktor hereditas juga berperan terhadap
bangkitan kejang demam lebih banyak dibandingkan dengan anak normal (Sodikin, 2012).

Kejang demam adalah serangan kejang yang terjadi karena kenaikan suhu tubuh (suhu
rektal diatas 38ºC). (Riyadi & Sukarmin, 2009). Kejang demam adalah kejang pada anak
antara usia 6 bulan sampai 5 tahun yang disebabkan karena anak mengalami demam lebih
dari 102ºF atau 39ºC. Tetapi kejang tidak harus terjadi ketika suhu lebih dari 39ºC karena
pada pada demam yang temperaturnya lebih rendah dari 39ºC punjuga dapat terjadi kejang
(Marmi, 2011).

Jadi dapat disimpulkan kejang demam adalah kejang yang diakibatkan karena
gangguan syaraf otak pada anak – anak. Gangguan syaraf otak tersebut terjadi karena
disebabkan kenaikan suhu (suhu rektal di atas 38C).

B. ETIOLOGI

(Suryanti, 2011), penyebab kejang demam yaitu Demam itu sendiri yang disebabkan oleh
infeksi saluran pernafasan atas, otitis media, pneumonia, gastroentritis, dan infeksi saluran
kemih.

1. Efek produk toksik dari pada mikroorganisme.

2. Respon alergik atau keadaan umum yang abnormal oleh infeksi.

3. Perubahan keseimbangan cairan dan elektrolit.

4. Ensefalitis viral (radang otak akibat virus)

16
C. Tanda dan Gejala
Menurut Djamaludin, 2010), tanda dan gejala anak yang mengalami kejang demam adalah

1. Demam

2. Saat kejang, anak kehilangan kesadaran, kadang – kadang nafas dapat berhenti
beberapa saat.

3. Tubuh, termasuk tangan dan kaki jadi kaku, kepala terkulai kebelakang, disusul
gerakan kejut yang kuat.

4. Warna kulit berubah pucat, bahkan dapat membiru, dan bola mata naik ke atas.

5. Gigi terkatup dan kadang disertai muntah.

6. Nafas dapat berhenti beberapa saat.

7. Anak tidak dapat mengontrol buang air besar dan kecil.

D. Anatomi dan Fisiologi

1. Otak besar ( Cerebrum ).

Cerebrum merupakan bagian otak yang membedakan manusia dengan binatang.


Cerebrum membuat manusia memiliki kemampuanberfikir, analisa, logika, bahasa,
perasaan, kesadaran, perencanaan, memori dan kemampuan visual. Kecerdasan
intelektual atau IQ juga ditentukan oleh kualitas bagian ini. Otak besar/Cerebrum
terbagi menjadi empat bagian yang disebut lobus. Bagian lobus yang menonjol
disebut gyrus dan bagian lekukan yang menyerupai parit disebut sulcus.

a. Lobus Frontal

Merupakan bagian lobus yang ada di paling depan dari Otak besar. Lobus ini
berhubungan dengan kemampuan membuat alasan, kemampuan gerak, kognisi,
perencanaan, penyelesaianmasalah, memberi penilaian, kreativitas, control
perasaan, control perilaku seksual dan kemampuan bahasa secara umum.

b. Lobus Parietal

17
Berada di tengah, berhubungan dengan proses sensor perasaan seperti tekanan,
sentuhan dan rasa sakit.

c. Lobus Temporal

Berada di bagian bawah berhubungan dengan kemampuan pendengaran,


pemaknaan informasi dan bahasa bicara atau komunikasi dalam bentuk suara.

d. Lobus Occipital
Bagian paling belakang, berhubungan dengan rangsangan visual yang
memungkinkan manusia mampu melakukan interpretasi terhada pobjek yang
ditangkap oleh retina mata.

2. Otak Kecil ( Cerebellum )

Otak Kecil atau Cerebellum terletak di bagian belakang kepala, dekat dengan
ujung leher bagian atas. Cerebellum mengontrol banyak fungsi otomatis otak,
diantaranya:

a. Mengatur sikap atau posisi tubuh

b. Mengontrol keseimbangan

c. Koordinasi otot dan gerakan tubuh

Otak Kecil juga menyimpan dan melaksanakan serangkaian gerakan otomatis


yang dipelajari seperti gerakan mengendarai mobil, gerakan tangan saat menulis,
gerakan mengunci pintu dan sebagainya. jika terjadi cedera pada otak kecil, dapat
mengakibatkan gangguan pada sikap dan koordinasi gerak otot. Gerakan menjadi
tidak terkoordinasi.

3. Batang Otak ( Brainstem )


Mengatur fungsi vital manusia meliputi pusat pernafasan, denyut jantung,
mengatur suhu tubuh, mengatur proses pencernaan, dan merupakan sumber insting
dasar manusia yaitu fight or flight (menghadapi atau menghindar ) saat datangnya
ancaman. Batang Otak terdiri dari 2 bagian, yaitu:
a. Mesencephallon Disebut Otak Tengah (Mid Brain) adalah bagian teratas dari
batang otak yang menghubungkan Otak Besar dan Otak Kecil. Berfungsi dalam

18
hal mengontrol respon penglihatan, gerakanmata, pembesaran pupil mata,
mengatur gerakan tubuh dan pendengaran.
b. Diencephallon Merupakan bagian otak yang terletak dibagian atas dari batang
otak dan di depan mesencephalon. Terdiri dari :
• Thalamus
Yang terletak diantara korteks otak besar dan otak tengahyang berfungsi untuk
menyampaikan impuls / sinyal motoric menuju korteks otak besar dan medulla
spinalis.
• Hipotalamus
Adalah bagian otak yang terdiri dari sejumlah nucleus dengan berbagai fungsi
yang sangat peka terhadap steroid, glukokortikoid, glukosa dan suhu.
Hipotalamus merupakan pusat control autonom. Salah satu fungsi yang
penting adalah karena terhubung dengan sistem syaraf dan kelenjar hipofisis
yang merupakan salah satu homeostasis sistem endokrin yaitu fungsi neuron
endokrin yang berpengaruh terhadap system syaraf otonom sehingga dapat
menjaga homeostasis tekanan darah, denyut jantung, suhu tubuh, perilaku
konsumsi dan emosi. Hipotalamus merupakan bagian yang tidak terpisahkan
dari system limfatik, dan merupakan konektorsinyal dari berbagai bagian otak
menuju kortek sotak besar.Akson dari berbagai system indera berakhir pada
hipotalamus (kecuali sistem olfaction) sebelum informasi tersebut diteruskan
menuju korteks otak besar. Hipotalamus berfungsi juga mengirim sinyal
menuju kelenjar adrenal yaitu epinephrine dan norepinephrine yang
mensekresikan Anti diuretic Hormon (ADH), Oksitosin, dan Regulatori
Hormon.
• Medulla Oblongata
Adalah titik awal syaraf tulang belakang dari sebelah kiri badan menuju
bagian kanan badan, begitu juga sebaliknya. Berfungsi untuk menghantarkan
impuls dari medulla spinalis menuju otak. Medulla Oblongata mempengaruhi
reflek fisiologi seperti detak jantung, tekanan darah, volume dan kecepata
nrespirasi, fungsi pencernaan. Selain itu juga mengatur gerak reflex lain
seperti bersin, batuk, dan berkedip.
• Pons
Kata pons berasal dari bahasa latin yang berarti jembatan. Adalah bagian otak
yang berupa serabut syaraf yang menghubungkan dua belahan otak kecil (kiri
19
dan kanan). Pons juga menghubungkan korteks otak dan medula. Pons disebut
juga Pons Varoli / JembatanVarol. Sebagai bagian dari batang otak, pons juga
mempengaruhi beberapa fungsi otomatis organvital tubuh salah satunya
mengatur intensitas dan frekuensi pernapasan.

E. Patofisiologi

Infeksi yang terjadi pada jaringan diluar kranial seperti tonsilitis, otitis media akut,
bronkitis penyebab terbanyaknya adalah bakteri yang bersifat toksik. Toksik yang dihasilkan
oleh mikroorganisme dapat menyebar keseluruh tubuh melalui hematogen maupun limfogen
Penyebaran toksik keseluruh tubuh akan direspon oleh hipotalamus dengan menaikan
pengaturan suhu di hipotalamus sebagai tanda tubuh mengalami bahaya secara sistemik.
Naiknya pengaturan suhu di hipotalamus akan merangsang kenaikan suhu tubuh dibagian
yang lain seperti otot, kulit sehingga terjadi peningkatan kontraksi otot. Naiknya suhu di
hipotalamus, otot, kulit dan jaringan tubuh yang lain akan disertai pengeluaran mediator
kimia seperti epinefrin dan prostlaglandin. Pengeluaran mediator kimia ini dapat merangsang
peningkatan potensial aksi pada neuron. Peningkatan potensial inilah yang merangsang
perpindahan ion natrium, ion kalium dengan cepat dari luar sel menuju kedalam sel. Peristiwa
inilah yang diduga dapat menaikan fasedeplorasi neuron dengan cepat sehingga timbul
kejang. (Sujono & Sukarmin, 2009).

1. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksan penunjang untuk penyakit kejang demam adalah:
Pemeriksaan penunjang dilakukan sesuai indikasi untuk penyebab demam atau kejang,
pemeriksaan dapat meliputi darah perifer lengkap. gula darah, elektrolit, urinalisis, dan
biakan darah, urin atau feses.

2. Pemeriksaan cairan serebrosphinal dilakukan untuk menegakan atau kemungkinan


terjadinya meningitis. Pada bayi kecil sering kali sulit untuk menegakan atau
menyingkirkan diagnosis meningitis karena manifestasi klinisnya tidak jelas. Jika yakin
bukan meningitis secara klinis tidak perlu dilakukan fungsi lumbal, fungsi lumbal
dilakukan pada:

a) Bayi usia kurang dari 12 bulan sangat dianjurkan

b) Bayi berusia 12 – 18 bulan dianjurkan


20
c) Bayi lebih usia dari 18 bulan tidak perlu dilakukan

3. Pemeriksaan elektroenselografi (EEG) tidak direkomendasikan. Pemeriksaan ini dapat


dilakukan pada kejang demam yang tidak khas, misalnya: kejang demam kompleks pada
anak usia lebih dari 6 tahun, kejang demam fokal.

4. Pemeriksaan CT Scan dilakukan jika ada indikasi:

a. Kelainan neurologis fokal yang menetap atau kemungkinan adanya lesi struktural di otak

b. Terdapat tanda tekanan intrakranial (kesadaran menurun, muntah berulang, ubun-ubun


menonjol, edema pupil), (Pudjiaji, 2010).

H. Penatalaksanaa Keperawatan

1. Pemeriksaan neurologis yang pertama kali dilakukan secara inspeksi dengan


dilakukam adanya kelainan pada neurologis seperti kejang, gemeteran, gerakan halus
yang konstan, gerakan spasmodik yang berlangsung singkat seperti otot lelah, gerakan
involumer kasar tanpa tujuan, kelumpuhan pada anggota gerak.

2. Pemeriksaan refleks, pada pemeriksaan ini yang dilakukan adalah:

a. Refleks supervisial, dengan cara menggores kulit abdomen dengan empat


goresan yang membentuk segi empat dibawah xifoid

b. Refleks tendon, dengan mengetuk menggunakan hammer pada tendon, biseps,


trisep, pattela, achiles dengan penilaian pada bisep (terjadi fleksi sendi siku),
trisep (terjadi ekstensi sendi siku), patella (terjadi ekstensi sendi lutut), achiles
(terjadi fleksi plantar kaki), apabila hiper refleks berarti ada kelainan pada
upper motor neuron dan apabila hiporefleks maka ada kelainan pada lower
motor neuron.

c. Refleks patologis dapat menilai adanya refleks babinski dengan cara


mengompreskan plantar kaki dengan alat yang sedikit runcing, hasilnya positif
apabila terjadi ekstensi ibu jari.

21
3. Pemeriksaan tanda meningeal antara lain kaku kuduk dengan cara pasien diatur posisi
terlentang kemudian leher ditekuk apabila terdapat tekanan dagu dan tidak menempel
atau mengenai bagian dada maka terjadi kaku kuduk.

4. Pemeriksaan keempat adalah pemeriksaan kekuatan dan tonus otot dengan menilai
pada bagian ekstremitas, dengan cara memberi tahanan atau menggerakan bagian otot
yang akan dinilai. (Hidayat,2009).

I. Komplikasi

(Betz & Sowden, 2002), komplikasi kejang demam yaitu :

1) Pneumonia

2) Asfiksia

3) Retardasi mental

4) Cedera fisik, khususnya laterasi dahi dan dagu.

J. Diagnosa Keperawatan (Sujono & Sukarmin, 2009)

Berdasarkan perjalanan patofisologi penyakit dan manisfestasi klinis yang muncul


maka keperawatan yang muncul pada pasien dengan kejang demam adalah :

a) Ketidakefektifan bersihan jalan nafas

b) Hipertermi berhubungan dengan infeksi kelenjar tonsil, telinga,


bronkus atau pada tempat lain.

c) Ketakutan berhubungan dengan berpisah dari sistem pendukung yang berpotensi


menimbulkan stres

d) Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi

e) Risiko cidera (terjatuh, terkena benda tajam) berhubungan dengan penurunan respon
terhadap lingkungan.

22
ASUHAN KEPERAWATAN
KEJANG DEMAM

SKENARIO I
An. S, Perempuan , usia 48 bulan, masuk RS dengan keluhan demam tinggi sejak tadi malam
dan mengalami kejang tonik klonik 1 kali selama +10 menit, anak S juga mengalami muntah
saat dirumah. Pada saat terjadi bangkitan kejang badan anak kaku dan tidak sadar, lalu saat
kejang berhenti anak sadar kembali dan seperti drowsiness. Ibu mengatakan tidak mengetahui
suhu anak saat kejang. Saat dirawat anak S tidak mengalami kejang lagi. Menurut penjelasan
ibu anak S pernah dirawat sebelumnya kerena mengalami penyakit yang sama pada saat
usianya 36 bulan, ibu mengatakan kondisi anak saat kejang dahulu sama dengan sekarang.
Ibu mengatakan ada anggota keluarga dari ibu yang mempunyai riwayat kejang demam dan
ibu mengatakan tidak memahami tentang penyakit anaknya secara medis. Hasil pemeriksaan
fisik akral teraba hangat, vital: suhu 39 c, N 100x/menit, pernafasan 22x/menit. BB pasien 15
kg, TB 124 cm. Hasil px lab Hb;11,8 g/dl,HT; 31,5%, Lekosit 13.820/mm3, trombosit
465.000/mm3. Terapi saat ini: Kaen 1B 20 tts/i, pct syrup 3 x 250 mg, diazepam 3 x 2 mg.

PENGKAJIAN
Tanggal pengkajian :
Ruang :
Waktu pengkajian :
A. Identitas
1. Identitas Klien
Nama : An. S
Tanggal lahir :
Umur : 48 bulan
Jenis Kelamin : Perempuan
BB : 15 Kg
PB/TB : 124 cm
Alamat :
Agama :
Pendidikan :-
Suku bangsa :
Tanggal masuk :
No. RM :
Diagnosa Medik : Kejang demam

23
2. Identitas penanggung jawab
Nama :
Umur :
Jenis kelamin :
Alamat :
Agama :
Pendidikan :
Pekerjaan :
Hubungan dengan klien : ibu
B. Riwayat keperawatan
1. Keluhan utama
Demam dan kejang
2. Riwayat penyakit sekarang
Dengan keluhan demam tinggi sejak tadi malam dan mengalami kejang tonik klonik 1
kali selama +10 menit, anak S juga mengalami muntah saat dirumah. Pada saat terjadi
bangkitan kejang badan anak kaku dan tidak sadar, lalu saat kejang berhenti anak
sadar kembali dan seperti drowsiness.
3. Riwayat penyakit dahulu
Anak S pernah dirawat sebelumnya kerena mengalami penyakit yang sama pada saat
usianya 36 bulan.
4. Riwayat penyakit keluarga
Ibu mengatakan ada anggota keluarga dari ibu yang mempunyai riwayat kejang
demam
5. Riwayat kehamilan :
6. Riwayat persalinan :
7. Riwayat imunisasi :
No Reaksi setelah
Jenis Imunisasi Waktu pemberaian
pemberian
1. BCG
2. DPT
3. Polio
4 Campak
5. Hepatitis
8. Riwayat tumbuh kembang :
Pertumbuhan Fisik

24
a. Berat Badan  : masuk RS : 15   kg.
b. Tinggi Badan : masuk RS : 124  Cm
Waktu tumbuh :
Pengukuran BB berdasar TB klien normal/ gizi baik = -2SD s/d +2SD
Perkembangan Tiap tahap
Usia anak saat :
Terlampir :
9. Riwayat Sosial
10. Genogram
11. Kebutuhan cairan :
Pemberian ASI
a. Pertama kali disusui :
b. Waktu dan cara pemberian :
c. Lama pemberian :
d. Asi diberikan sampai usia :
12. Kebutuhan Kalori

C. Pola pengkajian fungsional menurut Gordon


1. Pola Persepsi Kesehatan/Penanganan Kesehatan
Ibu mengatakan tidak mengetahui suhu anak saat kejang
2. Pola Nutrisi/Metabolik
3. Pola Eliminasi
Saat dirumah :
Saat di RS :
4. Pola Tidur/Istirahat
Saat dirumah :
Saat di RS :
5. Pola Persepsi Kognitif
Saat dirumah : ibu anak kurang mengetahui tentang penyebab penyakit yang
dideritanya
Saat dirumah sakit : . Ibu mengatakan tidak mengetahui suhu anak saat kejang
6. Pola Konsep Diri
Saat dirumah :
Saat dirumah sakit :
25
7. Pola Peran/Hubungan
8. Pola Seksualitas/Reproduksi
Saat dirumah :
Saat dirumah sakit :
9. Pola Koping/Toleransi Stress
Saat dirumah :.
Saat dirumah sakit :
10. Pola Nilai/Kepercayaan
D. Pemeriksaan fisik
1. TTV
TD : S : 39°C
N : 100x/ menit RR : 22x/ menit
2. Antropometrik
BB : 15 Kg LK : LD :
PB : 124 cm LA :
3. Kepala
Inspeksi :
Palpasi :
4. Mata
Inspeksi : 
5. Hidung
Inspeksi  :
Palpasi  :
6. Mulut :
Inspeksi dan palpasi struktur luar :
Inspeksi dan palpasi strukur dalam  :
7. Telinga :
Inspeksi  :
Palpasi :
8. Leher
Inspeksi leher
Inspeksi dan palpasi kelenjer tiroid :
Auskultasi :
9. Thorak
26
Paru- Paru
a) Inspeksi :
b) Palpasi :
c) Perkusi :
d) Auskultasi :
Jantung
a) Inspeksi :
b) Palpasi :
c) Perkusi :
d) Auskultasi :
10. Abdomen
Inspeksi :
Auskultasi :
Perkusi semua kuadran :
Palpasi semua kuadran :
11. Genitalia
12. Ekstremitas
E. Pemeriksaan Penunjang

DIAGNOSA KEPERAWATAN

a. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses patologis

b. Gangguan volume cairan kurang dari kebutuhann tubuh b.d peningkatan suhu tubuh

c. Resiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake yang tidak adekuat

d. Defisit pengetahuan b.d kurangnya pengetahuan tentang penyakit

PERENCANAAN

Perencanaan asuhan keperawatan pada anak dengan kejang demam sederhana adalah sebagai

berikut :

Tabel 2.1

Rencana Tindakan keperawatan

27
N Diagnosa Perencanaan
O Keperawatan Tujuan Intervensi Rasional
1. Peningkatan suhu Tupan: 1. Pantau suhu 1. Suhu 38,9-41,1
0
tubuh Setelah pasien (derajat dan C menunjukkan
berhubungan dilakukan pola): perhatikan proses penyakit
dengan proses tindakan menggigil? infeksius akut.
patologis keperawatan diaforesi.
selama 4 x 24
suhu tubuh 2. Pantau suhu 2. Suhu ruangan,
normal. lingkungan, jumlah selimut harus
Tupen: batasi/tambahkan dirubah untuk
Setelah linen tempat tidur mempertahankan
dilakukan sesuai indikasi. suhu mendekati
tindakan normal
perawatan
selama 3 x 24 3. Berikan kompres 3. Dapat
jam proses hangat: hindari membantu
patologis teratasi penggunaan mengurangi demam,
dengan kriteria: kompres alkohol. penggunaan air
TTV stabil es/alkohol mungkin
Suhu tubuh menyebabkan
dalam batas 4. Berikan selimut kedinginan
normal pendingin 4. Digunakan untu
kengurangi demam
umumnya lebih besar
dari 39,5-40 0C pada
waktu terjadi
Kolaborasi: gangguan pada otak.
5. Berikan antipiretik
sesuai indikasi 5. Digunakan
untuk mengurangi
demam dengan aksi
sentral

2 Resiko tinggi Tupan: setelah 1. Ukur/catat haluaran 1. Penurunan haluaran


kekurangan volume dilakukan urin. urin dan berat jenis
cairan berhubungan tindakan akan menyebabkan
dengan perawatan selama hipovolemia.
peningkatan suhu 3 x 24 jam 2. Pantau tekanan 2. Pengurangan dalam
tubuh kekurangan darah dan denyut sirkulasi volume
volume cairan jantung cairan dapat
tidak terjadi mengurangi tekanan
darah/CVP,
Tupen: setelah mekanisme
dilakukan kompensasi awal dari
tindakan takikardia untuk
perawatan selama meningkatkan curah
2 x 24 jam jantung dan
peningkatan suhu meningkatkan
tubuh teratasi, tekanan darah
dengan kriteria: 3. Palpasi denyut sistemik.

28
Tidak ada tanda- perifer. 3. Denyut yang lemah,
tanda dehidrasi mudah hilang dapat
Menunjukan menyebabkan
adanya 4. Kaji membran hipovolemia.
keseimbangan mukosa kering, 4. Hipovolemia/cairan
cairan seperti turgor kulit yang ruang ketiga akan
output urin tidak elastis memperkuat tanda-
adekuat tanda dehidrasi.
Turgor kulit baik
Membran mukosa
mulut lembab Kolaborasi:
5. Berikan cairan
intravena, misalnya 5. Sejumlah besar cairan
kristaloid dan koloid mungkin dibutuhkan
untuk mengatasi
hipovolemia relatif
(vasodilasi perifer),
menggantikan
kehilangan dengan
meningkatkan
6. Pantau nilai permeabilitas kapiler.
laboratorium 6. Mengevaluasi
perubahan didalam
hidrasi/viskositas
darah.
3 Resiko perubahan Tupan: setelah 1. Buat tujuan berat 1. Malnutrisi adalah
nutrisi kurang dari dilakukan badan minimum dan kondisi gangguan
kebutuhan tubuh tindakan kebutuhan nutrisi minat yang
b.d intake yang perawatan selama harian. menyebabkan depresi,
tidak adekuat 5 x 24 jam agitasi dan
perubahan nutrisi mempengaruhi fungsi
kurang dari kognitif/pengambilan
kebutuhan tidak keputusan.
terjadi 2. Gunakan 2. Pasien mendeteksi
pendekatan pentingnya dan dapat
Tupen: setelah konsisten, duduk beraksi terhadap
dilakukan dengan pasien saat tekanan, komentar
tindakan makan, sediakan apapun yang dapat
perawatan selama dan buang makanan terlihat sebagai
3 x 24 jam intake tanpa persuasi paksaan memberikan
nutrisi adekuat, dan/komentar. fokus padad makanan.
dengan kriteria: 3. Berikan makan 3. Dilatasi gaster dapat
Makan klien habis sedikit dan makanan terjadi bila pemberian
BB klien normal kecil tambahan, makan terlalu cepat
yang tepat. setelah periode puasa.
4. Buat pilihan menu 4. Pasien yang
yang ada dan meningkat
izinkan pasien untuk kepercayaan dirinya
mengontrol pilihan dan merasa
sebanyak mungkin. mengontrol
lingkungan lebih suka
menyediakan
makanan untuk
makan.
5. Memberikan catatan

29
5. Pertahankan jadwal lanjut penurunan
bimbingan berat dan/atau peningkatan
badan teratur. berat badan yang
akurat.

4 Defisit Tupen : 1. Berikan penjelasan 1. Pasien lebih mampu


pengetahuan b.d Identifikasi dan demonstrasi mengajukan
kurangnya pelajar: pasien, yang jelas, pertanyaan saat
pengetahuan keluarga, orang menyeluruh, dan mereka memiliki
tentang penyakit penting lainnya, mudah dimengerti. informasi dasar
atau pengasuh tentang apa yang
Tupen : diharapkan.
Menilai 2. Bantu pasien dalam 2. Teknik ini
hambatan belajar mengintegrasikan membantu peserta
(mis., Perubahan informasi ke dalam didik melakukan
gaya hidup, kehidupan sehari- penyesuaian dalam
masalah hari kehidupan sehari-
keuangan, pola hari yang akan
budaya, menghasilkan
kurangnya perubahan perilaku
penerimaan oleh yang diinginkan.
teman sebaya 3. Berikan suasana 3. Menyampaikan rasa
atau rekan kerja) hormat, hormat sangat
keterbukaan, penting saat
kepercayaan, dan memberikan
kolaborasi pendidikan kepada
pasien dengan nilai
dan kepercayaan
yang berbeda
mengenai kesehatan
dan penyakit.

BAB III

30
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
a. Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu
rectal diatas 38oc) yang disebabkan oleh suatu proses ekstracranial (mansjoer, 2000)
b. Penyebab kejang demam, faktor predisposisi : keturunan dan umur, faktor presipitasi
adanya proses infeksi ekstrakranium oleh bakteri atau virus, ketidak seimbangan ion,
dan kejang demam yang disebabkan oleh kejadian perinatal.
c. Menurut Ngastiyah ( 1997: 231), klasifikasi kejang demam adalah kejang demam
sederhan yaitu kejang berlangsung kurang dari 15 menit dan kejang kompleks
(epilepsi yang dicetuskan oleh demam).
d. Manifestasi klinik terjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak kebanyakan
bersamaan dengan kenaikan suhu badan yang tinggi dan cepat, yang disebabkan oleh
infeksi di luar susunan saraf pusat.
e. Pada seorang anak sirkulasi otak mencapai 65 % dari seluruh tubuh dibanding dengan
orang dewasa 15 %. Dan karena itu pada anak tubuh dapat mengubah keseimbangan
dari membran sel neuron dalam singkat terjadi difusi di ion K+ maupun ion NA+
melalui membran tersebut dengan akibat terjadinya lepasnya muatan listrik. Lepasnya
muatan listrik ini sedemikian besarnya sehingga dapat meluas keseluruh sel maupun
membran sel sekitarnya dengan bantuan bahan yang disebut neurotransmitter
sehingga mengakibatkan terjadinya kejang.
f. Pemeriksaan penunjang pada anak yang mengalami kejang demam adalah
pemeriksaan laboratorium antara lain pemeriksaan darah lengkap, elektrolit serum,
kadar gula darah, serum kalsium, fosfor, magnesium, kadar Bloof Urea Nitrogen
(BUN) dan urinalisis. Dan juga dilakukan pemeriksaan fungsi lumbal.
g. Faktor resiko antara lain : Resiko kekambuhan kejang demam, resiko epilepsi, resiko
perkembangan, kecacatan perilaku dan akademik, Status demam epileptikus adalah
kejang demam yaang memiliki durasi lebih dari 30 menit, dan faktor genetik.
h. Pencegahan yang harus dilakukan pada anak yang mengalami kejang demam :
Imunisasi,
i. Penatalaksanaan kejang demam : Pemberantasan kejang secepat mungkin, pengobatan
penunjang, memberikan pengobatan rumat serta mencari dan mengobati penyebab.

31
j. Kompikasi kejang demam menurut Waskitho : Kerusakan neorotransmiter, epilepsi,
kelainan anatomi di otak, dan kecacatan atau kelainan neorologis karena disertai
demam

3.2 SARAN
a. Bagi Penulis
Sebaiknya seorang mahasiswa keperawatan harus mampu memahami dan
mengembangkan ilmu pengetahuan yang dimiliki mengenai kejang demam.
b. Bagi Pembaca
Sebagai sarana untuk menambah pengetahuan tentang kejang demam.
c. Bagi Institusi
Sebaiknya makalah ini dapat dijadikan arsip untuk dikemudian hari dapat digunakan
menjadi referensi pembuatan makalah dengan materi konsep kejang demam

32
LAMPIRAN

SKENARIO I

An. S, Perempuan , usia 48 bulan, masuk RS dengan keluhan demam tinggi sejak tadi malam
dan mengalami kejang tonik klonik 1 kali selama +10 menit, anak S juga mengalami muntah
saat dirumah. Pada saat terjadi bangkitan kejang badan anak kaku dan tidak sadar, lalu saat
kejang berhenti anak sadar kembali dan seperti drowsiness. Ibu mengatakan tidak mengetahui
suhu anak saat kejang. Saat dirawat anak S tidak mengalami kejang lagi. Menurut penjelasan
ibu anak S pernah dirawat sebelumnya kerena mengalami penyakit yang sama pada saat
usianya 36 bulan, ibu mengatakan kondisi anak saat kejang dahulu sama dengan sekarang.
Ibu mengatakan ada anggota keluarga dari ibu yang mempunyai riwayat kejang demam dan
ibu mengatakan tidak memahami tentang penyakit anaknya secara medis. Hasil pemeriksaan
fisik akral teraba hangat, vital: suhu 39 c, N 100x/menit, pernafasan 22x/menit. BB pasien 15
kg, TB 124 cm. Hasil px lab Hb;11,8 g/dl,HT; 31,5%, Lekosit 13.820/mm3, trombosit
465.000/mm3. Terapi saat ini: Kaen 1B 20 tts/i, pct syrup 3 x 250 mg, diazepam 3 x 2 mg.

Step 1

1. Diazepam
 Obat penenang yang digunakan untuk mengatasi kejang dan gangguan kecemasan.
2. Kejang Tonik Klonik
 Gangguan aktivitas impuls antar sel saraf pada kedua sisi otak. Gangguan ini
disebabkan oleh sinyal elektrik yang menyebar melalui otak secara tidak tepat.
Penyebaran sinyal pada otak dapat menyebabkan kehilangan kesadaran dan
mengalami kontraksi otot yang parah.
3. Drowsiness
 Keadaan ketika seseorang ingin tidur atau kantuk.
4. Kaen
 Obat yang digunakan untuk membantu menyalurkan atau mengganti cairan dan
elektrolit pada kondisi tertentu.
5. Bangkitan Kejang
 Adanya muatan listrik berlebih di otak karena terlalu aktif mengirimkan sinyal.

33
6. Akral
 Ujung jari kaki dan tangan.

Step 2

1. Apakah riwayat kesehatan keluarga berhubungan dengan kejang anak tersebut?


2. Selain memberi obat, apa yang bisa dilakukan orang tua saat anak kejang?
3. Apakah komplikasi dari kejang anak tersebut?
4. Mengapa anak bisa kejang demam?
5. Pertolongan pertama apa yang diberikan pada anak kejang?
6. Apakah penyakit ini akan terus berulang seperti pada pasien di kasus?
7. Apakah kejang dapat memberikan efek pada tumbuh kembang anak kedepannya?
8. Intervensi keperawatan

Step 3

1. Ya, kejang demam berhubungan dengan riwayat kesehatan keluarga. Kejang demam
akan lebih parah jika memiliki riwayat keluarga yang juga mengalami kejang demam.
Riwayat keluarga juga merupakan salah satu faktor resiko terjadinya kejang demam.
2. Yang dapat dilakukan orang tua saat anak mengalami kejang
1) Baringkan anak di tempat yang rata.
2) Singkirkan benda-benda yang ada di sekitar anak.
3) Semua pakaian ketat yang mengganggu pernafasan harus dibuka, misalnya
ikat pinggang.
4) Tidak memasukkan sesuatu benda ke dalam mulut anak.
5) Tidak memberian obat atau cairan secara oral.
6) Jangan memaksa pembukaan mulut anak.
7) Monitor suhu tubuh.
8) Memberikan kompres dingin dan antipiretik untuk menurunkan suhu tubuh
yang tinggi.
9) Posisi kepala seharusnya miring untuk mencagah aspirasi isi lambung.
10) Usahakan jalan nafas bebas untuk menjamin kebutuhan oksigen.
11) Menghentikan kejang secepat mungkin dengan pemberian obat antikovulsan
yaitu diazepam secara rektal.
3. Komplikasi kejang demam pada naka yaitu:
1) Kerusakan neorotransmiter

34
2) Epilepsi
3) Kelainan anatomi di otak
4) Kecacatan atau kelainan neorologis karena disertai demam
4. Anak mengalami kejang demam karena anak sedang demam yag mengakibatkn
oksigen cepat habis dan hipoksia lalu tejadilah kejang. Bayi dan anak kebanyakan
dengan kenaikan suhu badan yang tinggi dan cepat yang di sebab kan oleh infeksi di
luar saluran saraf pusat.
5. Pertolongan pertama saat anak kejang yaitu:
 Letakkan anak di tempat yang datar.
 Tempat tersebut sebaiknya luas dan bebas, sehingga anak tidak akan terbentur
atau tertimpa benda tertentu saat kejang.
 Posisikan anak tidur menyamping, untuk mencegahnya tersedak saat kejang.
 Longgarkan pakaiannya, terutama pada bagian leher.
 Jangan memaksa untuk menahan gerakan tubuh anak. Cukup jaga agar posisi
tubuhnya tetap aman.
 Jangan memasukkan benda apa pun ke mulutnya, termasuk minuman atau obat-
obatan.
 Ucapkanlah kata-kata yang menenangkan agar anak merasa lebih nyaman.
 Catat berapa lama anak mengalami kejang.
 Amati kondisinya saat kejang, terutama bila dia kesulitan bernapas atau wajahnya
menjadi pucat dan kebiruan. Ini menandakan bahwa ia kekurangan oksigen dan
membutuhkan penanganan medis secepatnya.
 Jika memungkinkan, rekam kejadian saat anak sedang kejang, sehingga dokter
bisa mengetahui dengan pasti seperti apa kejang yang dialami anak.
6. Kejang seperti pada kasus dapat berulang karena anak yang menderita kejang
beresiko epilepsi dikemudian hari.
7. Ya, kejang dapat beakibat pada umbuh kembang anak karena saat terjadi kejang dapat
menghambat aktivitas sehai-hari anak dan dapat terjadi kerusakan otak yang dapat
mengganggu tumbuh kembang anak.
8. Intervensi keperawatan
1) Hilangkan obstruksi jalan nafas.
2) Siapkan akses vena.

35
3) Monitor parameter vital (denyut jantung, frekuensi nafas, tekanan darah,
SaO2).
4) Berikan oksigen jika perlu (SaO2 <90%).
5) Mengadministrasikan bolus intravena diazepam dengan dosis 0,5 mg/kg pada
kecepatan infus maksimal 5 mg/menit. Dosis ini dapat diulang jika perlu,
setelah 10 menit.
6) Memantau kelebihan elektrolit dan glukosa darah.
7) Jika kejang tidak berhenti, minta saran seorang spesialis untuk pengobatan.

36
Step 4

Anak S, Pr, 48 bln

Masuk Rs

Ds: Do:
 demam tinggi sejak tadi malam  Akral teraba hangat
 mengalami kejang tonik klonik 1  TTV
kali selama -+ 10 menit S:39°C
 anak s mengalami muntah saat N: 100x/menit
dirumah RR: 22x/menit
 saat bangkitan kejang badan anak  BB:15 kg
kaku dan tidak sadar  Tb: 124 cm
 anak s pernah dirawat dengan  Hasil px lab
kondisi yg sama saat usia 36 bln Hb:11,8 gr/dl
 ada anggota keluarga dengan Ht: 31,5%
riwayat kejang demam Leokosit : 13.820/mm3
Trombosit: 465.000/mm3
 ibu mengatakan tidak memahami ttg
penyakit scr medis

Terapi:
 Kaen 1B 20 tts/menit
 Pct syrup 3x250 mg
 Diazepam 3x2 mg

Kejang Demam pada Anak

Asuhan Keperawatan Kejang Demam


pada Anak

37
DAFTAR PUSTAKA
Hidayat, Azis Alimul. (2005). Pengantar Ilmu Keperawatan Anak I. Edisi:1. Jakarta:
Salemba medika.

Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. (2007).
Ilmu Kesehatan Anak. Edisi: 11. Jakarta: Infomedika

Syaifudin (2006). Anatomi Fisiologi untuk mahasiswa keperawatan. Editor: Monica


Ester. Edisi: 3. Jakarta: ECG

38

Anda mungkin juga menyukai