Kain merupakan golongan tekstil yang paling banyak dipakai orang. Istilah
tekstil dalam pemakaian sehari – harinya sering disamakan dengan istilah kain. Tekstil
merupakan material fleksibel yang terbuat dari tenunan benang. Tekstil dibentuk
dengan cara penyulaman, penjahitan, pengikatan, dan cara “pressing”. Macam –
macam pengujian dapat dilakukan terhadap selembar kain, akan tetapi perlu juga kita
ketahui macam kain dan pemakaian kain tersebut untuk dapat menentukan
pengujiannya. Oleh karena itu, sebelum sampai pada uraian tentang pengujian atau
evaluasinya, perlu dikemukakan secara sederhana mengenal macam – macam kain
untuk memberi gambaran cara pembuatan kain tersebut, pemakaian, dan pengujian –
pengujian yang diperlukan untuk mengevaluasinya.
Wol merupakan serat yang terpenting diantara serat – serat binatang. Serat
– serat rambut lain yang berasal dari kambing, unta, dan lain – lain. Jenis
hewan atau biri – biri menentukan sifat wol yang dihasilkan, terutama
diameter dan panjang serat. Selain itu juga berpengaruh pada kekuatan,
kilau, keriting, warna, dan jumlah kotoran pada serat. Bentuk penampang
lintang serat wol bervariasi dari bulat sampai lonjong.
a) b)
a) b)
gambar 2.2 a) penampang melintang, b) penampang membujur
a) b)
a) b)
gambar 2.4 a) penampang melintang, b) penampang membujur
Banyak sekali cara yang dapat digunakan untuk identifikasi serat, dan
ada beberapa cara tertentu yang digunakan oleh lembaga – lembaga
sebagai standar nya, seperti American association of textile chemists and
colorists (AATCC), American Society fot Test ing and Materials (ASTM) dan
lain – lain.
2.4.2 Analisa Kuantitatif Serat Tekstil
Analisa cara mekanika dapat juga dilakukan, untuk membantu analisa cara
lain pada bahan tekstil yang terdri dari campuran serat, walaupun jenis – jenis
serat pada bahan tekstil bahan tekstil tersebut jarang sekali terpisah satu
dengan yang lainnya dengan nyata, misalnya benang lusi terdiri dari
campuran serat yang berbeda jenis – jenis nya dengan campuran serat
benang pakan. Analisa kuantitatifnya akan lebih mudah dikerjakan, jika mula
– mula dilakukan pemisahan terhadap benang lusi dan pakan, kemudian dari
masing
– masing benang tersebut dilakukan analisa menurut cara lain.
Prinsip analisa kuantitatif cara kimia yaitu dengan cara melarutkan setiap
jenis serat satu persatu dengan pelarut yang sesuai. Kemudian setelah
selesai pelarutan pada setiap jenis serat dilakukan penimbangan sisa
seratnya.
Analisa cara kimi kadang – kadang tidak dapat digunakan, misalnya jika
campuran serat pada bahan tekstil terdiri dari serat tumbuh – tumbuhan
semua, atau serat binatang semua, sehingga untuk ini terpaksa dilakukan
analisa cara mikroskop.
A. Golongan I
Zat warna yang luntur dalam larutan amonia atau asam asetat encer
mendidih. Zat warna yang termasuk golongan ini adalah zat warna direk,
asam, basa, dan direk dengan penyempurnaan resin.
Zat warna direk umumnya adalah senyawa azo yang disulfonisasi. Zat
warna ini juga termasuk zat warna substantif karena mempunyai afinitas
yang besar terhadap selulosa. Beberapa zat warna direk dapat mencelup
serat binatang dan mempunyai ikatan hidrogen. Zat warna direk
umumnya mempunyai katahan yang kurang baik terhadap pencucian
tidak tahan terhadap oksidasi dan rusak oleh zat reduksi.
Zat warna basa adalah zat warna yang mempunyai muatan positif/kation.
Zat warna basa merupakan suatu garam Basa. Zat warna basa yang dapat
membentuk garam dengan asam. Asam dapat berasal dari hidroklorida atau
oksalat.
B.Golongan II
Golongan II adalah zat warna yang berubah warnanya karena reduksi dengan
Natrium Hidrosulfit dalam suasana alkali dan warna kembali ke warna semula
(asli) oleh oksidasi dengan udara. Zat warna yang termasuk golongan ini adalah
zat warna bejana, belerang, bejana belerang, dan oksidasi.
Zat warna bejana tidak larut dalam air, oleh karena itu dalam
pencelupannya harus diubah dalam bentuk leuco yang larut. Senyawa leuco
tersebut mempunyai substantivitas terhadap selulosa sehingga dapat
tercelup. Adanya oksidator atau oksigen menyebabkan bentuk leuco yang
tercelup dalam serat tersebut akan teroksidasi kembali kebentuk semula
yaitu pigmen zat warna bejana.
Zat warna belerang adalah zat warna yang menagndung unsur belerang
sebagai kromofor. Struktur molekulya merupakan molekul yang kompleks
dan tidak larut dalam air. Oleh karena itu, dalam pencelupannya memrlukan
reduktor Na2S dan NaCl untuk melarutkannya. Untuk membentuk zat warna
semula maka perlu proses oksidasi baik dengan udara maupun dengan
bantuan oksidator – oksidator lainnya.
C.Golongan III
Golongan III adalah zat warna yang rusak dalam larutan Natrium Hidrosulfit
yang bersifat alkali dan larutan ekstraksinya Air – amonia atau asam asetat tidak
mencelup kembali serat kapas putih atau warna tidak kembali ke warna asli
setelah oksidasi. Zat warna yang termasuk golongan ini adalah :
Zat warna azo yang tidak larut dan zat warna yang di
azotasi/dibangkitkan
D.Golongan IV
Golongan zat warna yang sukar untuk dilarutkan dalam berbagai pelarut
seperti amonia, asam asetat, dan piridina.
Zat warna pigmen adalah zat warna yang hanya mengandung kromofor
saja sehingga pada pencelupannya perlu dibantu dengan zat pengikat yang
disebut binder. Unsur – unsur yang terdapat dalam zat warna pigmen antara
lain garam – garam organik, oksida organik, gugus azo, logam berwarna dan
lain – lain.
Zat warna reaktif adalah zat warna yang dapat mengadakan reaksi dengan
serat, sehingga zat warna tersebut merupakan bagian dari serat. Oleh karena
itu, zat warna ini mempunyai ketahanan cuci yang baik. Zat warna ini
mempunyai berat molekul yang kecil maka kilapnya lebih baik dibandingkan
dengan zat warna direk. Sifat umum zat warna reaktif adalah larut dalam air,
berikatan kovalen dengan serat karena kebanyakan gugus azo. Maka dari itu
zat warna ini mudah rusak oleh reduktor kuat, tidak tahan terhadap oksidator
yang mengandung khlor (NaOCl).