Oleh:
G4A018102
Pembimbing:
dr. Muhammad Mukhson, Sp.A
2020
LEMBAR PENGESAHAN
REFERAT
Oleh:
G4A018102
Pembimbing
Kasus HIV dan AIDS di Indonesia pada tahun 2013, telah tersebar
di 368 dari 497 kabupaten/kota (72 %) di seluruh propinsi. Jumlah kasus
HIV baru mencapai 20.000 kasus setiap tahunnya. Pada tahun 2013
tercatat 29.037 kasus baru, dengan 26.527 (90,9%) berada pada usia
reproduksi (15-49 tahun) dan 12.279 orang di antaranya adalah
perempuan. Kasus AIDS baru pada kelompok ibu rumah tangga sebesar
429 (15%), yang apabila hamil berpotensi menularkan infeksi HIV ke
bayinya. Lebih dari 90% bayi terinfeksi HIV tertular dari ibu HIV positif.
Penularan tersebut dapat terjadi pada masa kehamilan, saat persalinan dan
selama menyusui. Jumlah ibu hamil yang terinfeksi HIV mengalami
peningkatan. Pada tahun 2011, jumlah ibu hamil dengan HIV sebanyak
534 orang yang kemudian meningkat menjadi 1.182 orang pada bulan
Januari-Juni 2014. Sementara itu jumlah bayi dengan HIV juga
meningkat, yaitu sebanyak 71 bayi pada tahun 2011 menjadi 86 bayi pada
bulan Januari-Juni 2014 (KKRI, 2015).
Jumlah kasus HIV/AIDS pada bayi akan terus meningkat, seiring
dengan meningkatnya prevalensi wanita usia 15-49 tahun yang menderita
HIV maka beresiko dapat meningkatkan jumlah anak dengan HIV/AIDS.
Oleh karena itu pemerintah melaksanakan program pencegahan penularan
HIV dari ibu ke anak (PPIA) atau Prevention of Mother-to-Child HIV
Transmission (PMTCT) yang mulai dilaksanakan di Indonesia sejak tahun
2004 sebagai salah satu solusi menurunkan penularan virus HIV dari ibu
ke bayinya. Jika pelaksanaan program PPIA berjalan optimal, risiko
penularan HIV dari ibu ke anak dapat berkurang hingga <2% (KKRI,
2015).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. HIV
1. Pengertian
HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah retrovirus
golongan RNA yang spesifik menyerang sistem imun atau kekebalan
tubuh manusia. Penurunan sistem kekebalan tubuh pada orang yang
terinfeksi HIV memudahkan berbagai infeksi, sehingga dapat
menyebabkan timbulnya AIDS.
AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) adalah
sekumpulan gejala atau tanda klinis pada pengidap HIV akibat infeksi
tumpangan (oportunistik) karena penurunan sistem imun (Abbas, et al.
2015). Penderita HIV mudah terinfeksi berbagai penyakit karena
imunitas tubuh yang sangat lemah, sehingga tubuh gagal melawan
kuman yang biasanya tidak menimbulkan penyakit. Infeksi
oportunistik ini dapat disebabkan oleh berbagai virus, jamur, bakteri
dan parasit serta dapat menyerang berbagai organ, antara lain kulit,
saluran cerna/usus, paru-paru dan otak. Berbagai jenis keganasan juga
mungkin timbul. Pada tahun 1993, CDC memperluas definisi AIDS,
yaitu dengan memasukkan semua orang HIV positif dengan jumlah
CD4+ di bawah 200 per μL darah atau 14% dari seluruh limfosit
(Yuliyanasari, 2017).
2. Epidemiologi
HIV dan AIDS telah menjadi masalah darurat global. diseluruh
dunia, 37.9 juta orang hidup dengan hiv dan 770.000 orang didunia
meninggal karena HIV-AIDS. Kawasan Asia Pasifik terdapat 5.9 juta
orang hidup dengan HIV/AIDS. China, India, Indonesia merupakan 3
wilayah terbesar jumlah penyebaran kasus HIV/AIDS di Asia Pasifik.
Kasus HIV/AIDS juga menjadi masalah di Indonesia yang
merupakan salah satu dari 3 negara paling berisiko HIV/AIDS di Asia.
Laporan kasus baru HIV meningkat setiap tahunnya sejak pertama kali
dilaporkan pada tahun 1987. Lonjakan peningkatan paling banyak
adalah pada tahun 2016 dibandingkan dengan tahun 2015, yaitu
sebesar 10.315 kasus. berikut ini adalah jumlah kasus HIV/AIDS yang
bersumber dari Ditjen Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit
(P2P), data laporan tahun 2017 yang bersumber dari Sistem Informasi
HIV-AIDS dan IMS (SIHA) (KKRI, 2018).
10000
9000
8000
7000
6000
5000
4000
Jumlah Infeksi HIV-AIDS di
3000 Indonesia Tahun 2017
2000
1000
0
ur ta h at a li
im kar nga Bar apu Ba
T a e P
wa IJ aT aw
a
Ja DK Ja
w J
5. Penegakkan Diagnosis
a. Diagnosis HIV pada Ibu
Layanan konseling dan tes HIV sukarela atau Voluntary
Counseling and Testing (VCT) merupakan salah satu komponen
penting dalam upaya pencegahan penularan HIV dari ibu ke bayi.
Cara untuk mengetahui status HIV seseorang adalah melalui tes
darah. Prosedur pelaksanaan tes darah didahului dengan konseling
sebelum dan sesudah tes, menjaga kerahasiaan serta adanya
persetujuan tertulis (informed consent).
Jika status HIV sudah diketahui, untuk ibu dengan status
HIV positif dilakukan intervensi agar ibu tidak menularkan HIV
kepada bayi yang dikandungnya. Untuk yang HIV negatif sekalipun
masih dapat berkontribusi dalam upaya mencegah penularan HIV
dari ibu ke bayi, karena dengan adanya konseling perempuan
tersebut akan semakin paham tentang bagaimana menjaga
perilakunya agar tetap berstatus HIV negatif. Layanan konseling
dan tes HIV tersebut dijalankan di layanan kesehatan ibu dan anak
dan layanan keluarga berencana di tiap jenjang pelayanan
kesehatan.
Pengambilan darah untuk tes HIV dilakukan sekaligus
untuk tes lainnya dilakukan oleh tenaga medis dan/atau teknisi
laboratorium yang terlatih. Bila tidak ada tenaga medis dan/ atau
teknisi laboratorium maka tenaga kesehatan lain (bidan atau perawat
terlatih) dapat melakukannya. Cara pengambilan darah seperti biasa,
mengikuti prosedur standar. Tes diagnostik HIV dapat dilakukan
secara serologis dan virologis. Pemeriksaan serologis dilakukan
dengan metode rapid diagnostic test (RDT) atau Enzyme Immuno
Assay (EIA) yang menggunakan antibodi atau fraksi protein.
Pemeriksaan virus menggunakan metode PCR (Polymerase Chain
Reaction).
Gambar 2.2 Alur Tes HIV-Sifilis atas Inisiatif Pemberi Pelayanan Kesehatan dan
Konseling (KKRI, 2015)
a. Dukungan psikososial
7. Kunjungan rumah
2) Bagi bayi/anak
a) Diagnosis HIV pada bayi dan anak
f) Pemberian imunisasi
Abbas, A.K., Aster, J.C., dan Kumar, V. 2015. Buku Ajar Patologi
Robbins. Edisi 9. Singapura: Elsevier Saunders
UNAIDS (2019). Global HIV & AIDS statistics - 2019 fact sheet.
Tersedia pada: hp://www.unaids.org/en/resources/fact -sheet.
Diakses pada 2 Februari 2020.