Defisit secara harfiah berarti adalah berkurangnya kas dalam keuangan. Defisit biasa
terjadi ketika suatu organisasi (biasanya pemerintah) memiliki pengeluaran lebih banyak
daripada penghasilan. terjadinya defisit anggaran diakibatkan oleh beberapa faktor penting:
1. Anggaran yang memang kurang
2. Cara atau metode pembiayaan yang mengakibatkan defisit.
Defisit berarti, pemerintah mengkonsumsi lebih dari jumlah pendapatannya yang
kemudian biaya kekurangannya itu diambilkan dari pendapatan individu. Ini artinya, total
permintaan terhadap barang dan jasa berlebih jika dibandingkan dengan total penawaran.
Pengertian ini dengan asumsi bahwa masyarakat terhalangi dari perdagangan luar negeri yang
menyebabkan seluruh konsumsi individu harus ditekan untuk memberi ruang bagi konsumsi
pemerintah yang berlebih.
Jika defisit anggaran didanai melalui prosedur pinjaman publik dalam negeri, tekanan
moneter dari total permintaan pemerintah terhadap harga tidak akan terjadi karena sarana
pembayaran individu yang kelebihan berhasil di serap, dan dengan demikian inflasi mata
uang tidak terjadi karena kebijakan tersebut. Adapun apabila defisit dibiayai oleh pinjaman
Bank Sentral (penerbitan mata uang) maka tekanan inflasi harga mata uang mulai muncul
sebagai akibat adanya alat pembayaran yang berlebih daripada penawaran yang ada. Di sini,
metode penanganan defisit juga berdampak besar terhadap konsekuensi yang muncul. Yaitu,
apabila penanganan defisit anggaran ditutupi dengan penerbitan uang baru (ekspansi
moneter) akan menyebabkan inflasi dan merosotnya nilai kurs mata uang lokal di hadapan
mata uang asing. Pada akhirnya, penurunan kurs (nilai mata uang) juga akan meningkatkan
defisit anggaran yang justru mempersulit penanganan defisit anggaran. Hal inilah yang
membuat cara seperti ini tidak dapat diterapkan secara kontinyu dalam kebijakan ekonomi.
Oleh karena itu, ajakan untuk mencapai stabilitas harga dan tukar selalu terfokus pada
penyeimbangan pertumbuhan pertukaran uang, yang juga selalu terfokus pada keharusan
penyeimbangan antara anggaran suatu negara dengan tidak menutupi defisit anggarannya
dengan instrumen moneter.
3. Pembiayaan pembangunan
Sebuah negara berkembang sering melakukan investasi besar dalam hal
pembangunan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Pembangunan memang
dapat mempercepat tumbuhnya perekonomian. Namun jika tidak sebanding hasilnya
pengeluaran tetap besar daripada pemasukan.
4. Saat inflasi
Dalam penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBN), pemerintah
menggunakan standar harga yang sudah ditetapkan. Namun, hal tersebut bisa berubah
seiring berjalannya waktu. Ketika terjadi inflasi tak terduga, maka beban biaya untuk
berbagai program pemerintah juga akan meningkat. Sedangkan anggarannya sudah
ditetapkan. Sehingga APBN mengalami revisi dan pemerintah harus mengeluarkan
kas lebih besar lagi.
5. Realisasi dari rencana
Pemotongan biaya sering dilakukan pada beberapa program karena penerimaan
negara tidak sesuai target. Hal ini mengakibatkan program tidak berjalan maksimal
dan setiap tahun pemerintah harus menutup kekurangan tersebut.
Dampak defisit
1) Tingkat inflasi
Keadaan defisit dapat dilihat dari kecenderungan naiknya harga kebutuhan pokok
atau inflasi. Hal ini bisa terjadi ketika pemerintah melakukan pengeluaran untuk
program jangka panjang yang belum menghasilkan.
2) Tingkat suku bunga
Ditandai dengan kurangnya pengeluaran karena penerimaan yang lebih sedikit.
Untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, pemerintah harus menambah modal.
3) Konsumsi dan tabungan
Dengan keadaan inflasi, mampu mengurangi pendapatan riil masyarakat. Hal ini
membuat masyarakat mengurangi tingkat konsumsi dan tabungannya. Padahal peran
penting tabungan adalah untuk mendorong investasi.
4) Pengangguran
Penurunan tingkat investasi juga berdampak pada peningkatan angka
pengangguran. Suku bunga meningkat dan penurunan investasi akan membuat proyek
berhenti. Di mana sebuah proyek pasti memiliki banyak pekerja yang harus dikurangi.
Amerika Serikat, sebagai negara yang terkuat ekonominya sedang mengalami defisit
yang besar sejak tahun 1991. Pada 2006, defisit AS mencapai 6.2% dari total GDP (Gross
Domestic Product). Defisit di AS populer dengan istilah Twin Deficit atau defisit ganda,
yaitu defisit pada anggaran dan transaksi berjalan.
Dampak dari defisit pada anggaran : Ekonomi AS tumbuh 2,9% pada 2018 tetapi aktivitas
melambat karena stimulus dari paket pemotongan pajak US$ 1,5 triliun memudar dan perang
dagang AS-Cina yang berkepanjangan membebani investasi bisnis.
Defisit transaksi berjalan dapat dipahami sebagai kondisi keuangan negara di mana angka
pertumbuhan impor lebih tinggi dibandingkan angka pertumbuhan ekspor. Semakin
tingginya pendapatan masyarakat US sehingga mendorong mereka untuk meningkatkan
pengeluarannya terhadap import. Dengan kata lain, perbedaan tingkatan ekonomi kearah
yang lebih tinggi mendorong US untuk meningkatkan kebutuhan importnya.
Dampak : jika yang terjadi adalah sentimen negatif dari sebagian penduduk dunia yang
antipati terhadap performa US dollar, maka lambat laun preferensi masyarakat dunia untuk
menggunakan US dollar sebagai standar internasional akan berubah. Dan hal ini tentu saja
akan menjadi mimpi buruk bagi perekonomian US yang akan datang. Pertama, sentimen yang
negatif dari masyarakat dunia akan berdampak pada keluarnya modal (capital outflow) yang
sebelumnya di parkir dalam obligasi pemerintah US. Kedua, aliran modal keluar (Capital
outflow) akan menyebabkan US Dollar akan tertekan yang pada akhirnya akan membuat
defisit US akan semakin besar. Permasalahan inilah yang pada akhirnya dapat menyebabkan
permasalahan yang serius pada perekonomian makro US akibat sudden stop yang dilakukan
oleh masyarakat dunia.
6. Mengapa terdapat banyak negara miskin dan kebijakan apa yang dapat membantu?
1. Kurangnya Investasi
Selama 40 tahun terakhir, tingkat investasi di Afrika semakin menurun. Peringkat hutang
yang buruk menjadikan negara-negara di Afrika tidak layak investasi.
Kualitas sumber daya manusia Afrika paling buruk di dunia. Jumlah anak yang melaksanakan
pendidikan dasar sangat sedikit. Banyak penduduk yang tidak menyadari pentingnya
pendidikan sehingga lebih baik anak-anaknya disuruh bekerja membantu orangtua ketimbang
menempuh pendidikan.
4. Dampak Kolonialisme
Dampak ekonomi dari kolonisasi Afrika telah diperdebatkan. Beberapa peneliti berpendapat
bahwa Eropa memiliki dampak positif terhadap Afrika, sedangkan ada juga yang berpendapat
bahwa pembangunan Afrika dihambat oleh pemerintahan kolonial. Tujuan utama
pemerintahan kolonial di Afrika oleh Eropa adalah untuk mengeksploitasi kekayaan alam di
benua Afrika dengan biaya rendah. Beberapa penulis seperti Walter Rodney dalam bukunya
How Europe Underdeveloped Africa berpendapat bahwa kebijakan kolonial ini secara
langsung bertanggung jawab untuk banyak masalah pada Afrika modern. Kolonialisme
melukai kebanggaan, harga diri, dan kepercayaan Afrika. Frantz Fanon menambahkan bahwa
efek sebenarnya dari kolonialisme bersifat psikologis bahwa dominasi kekuatan asing
menciptakan rasa inferioritas dan penaklukan abadi yang menciptakan penghalang untuk
pertumbuhan dan inovasi. Argumen itu menandakan bahwa generasi baru orang Afrika yang
bebas dari pemikiran dan pola pikir kolonial bermunculan dan hal itu dapat mendorong
transformasi ekonomi.
5. Ketidaksetaraan Pendapatan
Orang miskin di Afrika sangat menderita dengan pendapatan yang sangat kecil. Bahkan
banyak dari mereka yang mati kelaparan. Sedangkan orang kaya mendapatkan pendapatan
yang sangat besar. Hal tersebut sering menimbulkan konflik yang memicu ketidakstabilan di
sejumlah negara di Afrika.
7. Alokasi Anggaran dan Penggunaan Hutang Luar Negeri yang Tidak Bijak
Negara-negara Afrika kerap menginvestasikan uangnya untuk hal yang tidak memiliki
dampak jangka panjang seperti senjata dibandingkan mesin industri. Akibatnya, banyak
negara demokratis baru di Afrika yang dibebani hutang sebagai hasil dari rezim totaliter.
Anggaran sering disalahgunakan untuk mengembangkan mega proyek yang tidak berguna.
Seperti pembangunan bendungan di Ghana dan Mesir yang justru merusak lingkungan dan
tidak berguna.
8. Persaingan Perdagangan
Teori ketergantungan menyatakan bahwa kekayaan dan kemakmuran negara adidaya dan
sekutunya di Eropa, Amerika Utara, dan Asia Timur bergantung pada kemiskinan di seluruh
dunia termasuk Afrika. Ekonom yang menganut teori ini percaya bahwa daerah yang lebih
miskin harus memutuskan hubungan dagang mereka dengan negara maju agar bisa makmur.
9. Konflik Berkepanjangan
Negara-negara di Afrika dikenal rawan konflik dan kekerasan seperti di Sudan Selatan,
Somalia, Zimbabwe, Sudah, Chad, dan Republik Demokratik Kongo. Pemerintah Somalia
bahkan tidak memiliki otoritas atas sebagian besar wilayahnya sehingga disebut negara gagal.
Perang saudara di Republik Demokratik Kongo dan Sudan Selatan telah membuat sebagian
warga hidup di bawah garis kemiskinan. Kekayaan alam dan mineral habis untuk mendanai
perang dan kepentingan pribadi. Selain itu, ada juga pergolakan etnis yang semakin
memperparah konflik di Afrika.
10. Pemerintah yang Tidak Stabil dan Korup
Meskipun pada tahun 1960-an tingkat pendapatan Afrika dan Asia sama, Asia melampaui
Afrika sejak itu. Salah satu ekonom berpendapat bahwa pembangunan ekonomi Asia yang
pesat dihasilkan dari investasi lokal. Korupsi di Afrika salah satunya berupa pemindahan
modal finansial yang dihasilkan negara tidak untuk investasi di negaranya sendiri, melainkan
disimpan di luar negeri. Stereotip para diktator Afrika dengan rekening bank Swiss seringkali
akurat. Peneliti dari University of Massachusetts memperkirakan bahwa dari 1970 hingga
1996, pelarian modal dari 30 negara sub-Sahara mencapai US$ 187 miliar melebihi utang
luar negeri negara tersebut. Pejabat seringkali menyimpan kekayaan mereka di luar negeri
dan kemungkinan tidak akan diambil untuk masa depan.
Pengembangan anak usia dini dan gizi: langkah-langkah ini membantu pertumbuhan anak
di masa 1.000 hari pertama mereka. Kekurangan gizi dan kekurangan pertumbuhan kognitif
selama periode ini dapat menyebabkan penundaan pendidikan dan mengurangi prestasi
mereka di kemudian hari.
Akses pendidikan bermutu untuk semua: Jumlah pelajar di seluruh dunia telah meningkat
dan pusat perhatian harus bergeser dari sekadar mengirim anak-anak ke sekolah menjadi
memberikan pendidikan bermutu untuk setiap anak di manapun mereka berada. Pendidikan
untuk semua anak harus mengedepankan proses belajar, pengetahuan dan pengembangan
keterampilan serta kualitas guru.
Bantuan tunai kepada keluarga miskin: Program ini memberi penghasilan pokok kepada
keluarga miskin, memungkinkan mereka untuk menjaga anak-anak mereka tetap sekolah dan
memungkinkan kaum ibu untuk mendapatkan pelayanan kesehatan dasar. Uang tersebut juga
dapat membantu keluarga miskin membeli berbagai keperluan seperti bibit, pupuk, atau
ternak, dan membantu mereka menghadapi kekeringan, banjir, bencana pandemik, krisis
ekonomi atau guncangan yang lain. Bantuan tunai telah terbukti mengurangi kemiskinan dan
menciptakan kesempatan bagi orang tua maupun anak-anak.
Sistem perpajakan yang progresif: Sistem perpajakan yang adil dan progresif dapat
membiayai kebijakan agar program pemerintah yang diperlukan berjalan dengan baik,
mengalokasikan sumber daya yang ada ke masyarakat termiskin. Sistem pajak dapat
dirancang agar mengurangi ketimpangan dan pada saat yang sama menjaga efisiensi
anggaran.