Anda di halaman 1dari 3

Lembar Tugas Mandiri MPK Agama Islam

Judul : Ijtihad/Rakyu
Nama : Guntur Mustikoaji Alif Widayadi
NPM : 1906307605
Data Publikasi : Mujilan. (2019). Buku Ajar Mata Kuliah Pengembangan Agama Islam: Membangun
Pribadi Muslim Moderat. Jakarta: Midada Rahma Press.

Pendahuluan

Dalam memahami syariat Islam yang bersumber dari Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah,
terkadang diperlukan Ijtihad agar syariat-syariat tersebut dapat dapat dipahami secara utuh dan
mendalam. Allah telah memerintahkan manusia untuk senantiasa menggunakan akal sehat dalam
menjalankan segala syariat yang ditetapkan-Nya. Ijtihad diperlukan oleh para ulama, alim ulama, dan
cendekiawan Islam untuk menghindari taqlid buta terhadap pemikiran beberapa ulama tertentu saja. Tentu
saja, proses Ijtihad/Rakyu ini membutuhkan metodologi yang tepat dan memiliki beberapa ketentuan
yang harus dipenuhi dalam pelaksanaannya.

Pembahasan

a. Pengertian Ijtihad/Rakyu

Al-Ra’yu artinya adalah penglihatan, berasal dari kata ra’a yang artinya melihat. Namun, yang
dimaksud penglihatan di sini bukanlah penglihatan oleh mata, melainkan penglihatan akal. Al-Ra’yu ini
merupakan proses dalam akal pikiran manusia yang sebelumnya didahului oleh diperolehnya masukan
(input). Oleh karenanya, proses pemikiran tersebut bergantung pada jumlah masukan yang dimiliki
seseorang. Penguasaan-penguasaan tersebut misalnya seperti penguasaan Al-Qur’an dan Sunnah,
penguasaan bahasa Arab dengan segala perangkatnya, kekuasaan ilmu pengetahuan serta pengalamannya,
dan lain sebagainya. Semakin kaya masukan yang dimiliki maka semakin dalam pula proses
pemikirannya. Proses pemikiran yang dimaksud di atas biasa disebut juga dengan Ijtihad.

Ijtihad diambil dari kata ijtihada – yajtahidu – ijtihadan, yang memiliki arti yaitu mengerahkan
segala kemampuan dengan kesungguhan dan ketekunan secara optimal untuk menggali dan menetapkan
suatu hukum (syara’) dari sumber Al-Qur’an dan Sunnah. Dengan demikian, ijtihad tidak boleh
bertentangan dengan Al-Qur’an dan Sunnah. Kesungguhan memahami sumber ajaran Islam dilakukan
oleh para mujtahid dengan cara memahami apa yang tersurat dan tersirat dalam nash (Al-Qur’an dan
Sunnah) sembari memerhatikan jiwa, rahasia hukum, ‘illat (alasan/sebab-akibat), dan unsur kemaslahatan
yang dikandungnya.

b. Dasar, Kedudukan, dan Fungsi Ijtihad


Ijtihad merupakan keunikan yang spesifik dalam ajaran Islam yang universal, sehingga penerapan
hukum-hukum syara’ serta pengalihan hukum dan norma baru dapat disesuaikan dengan keaadaan yang
berlaku tanpa menyimpang dari sumber pokoknya (Al-Qur’an dan Sunnah). Kedudukan ijtihad pun terasa
semakin penting akibat munculnya berbagai masalah kontemporer dewasa ini, yang secara teknis belum
ditemukan di dalam Al-Qur’an dan Sunnah.

Dasar penggunaan ijtihad sebagai alat atau perangkat dalam penyelarasan hukum-hukum syara’
terdapat di dalam Al-Qur’an Surat Al-Hasyr ayat 2, yang isinya:

Dialah yang mengeluarkan orang-orang kafir di antara ahli kitab dari kampung-kampung mereka pada
saat pengusiran yang pertama. Kamu tidak menyangka, bahwa mereka akan keluar dan merekapun
yakin, bahwa benteng-benteng mereka dapat mempertahankan mereka dari (siksa) Allah; maka Allah
mendatangkan kepada mereka (hukuman) dari arah yang tidak mereka sangka-sangka. Dan Allah
melemparkan ketakutan dalam hati mereka; mereka memusnahkan rumah-rumah mereka dengan tangan
mereka sendiri dan tangan orang-orang mukmin. Maka ambillah (kejadian itu) untuk menjadi pelajaran,
hai orang-orang yang mempunyai wawasan. (QS.59:2).

c. Syarat-Syarat Berijtihad

Berikut merupakan syarat bagi orang yang hendak melakukan ijtihad menurut para ulama, antara
lain yaitu:

1. Mengetahui nash Al-Qur’an dan Sunnah


2. Mengetahui dan menguasai bahasa Arab
3. Mengetahui soal-soal ijma’
4. Mengetahui ushul fiqih
5. Mengetahui nasikh dan mansukh.
6. Mengetahui ilmu-ilmu penunjang lainnya.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa sumber ajaran Islam ada tiga yaitu Al-Qur’an,
Sunnah/Hadis, beserta Ijtihad/Rakyu. Menurut Prof. H. Mohammad Daud Ali, ketiganya merupakan
suatu kesatuan yang tidak dapat diubah dengan Al-Qur’an dan Sunnah/Hadis sebagai sumber utama
sedangkan ijtihad/rakyu sebagai sumber tambahan atau pengembangan yang dihasilkan oleh para
mujtahid.

d. Menyikapi hasil Ijtihad/Rakyu

Adanya perbedaan hasil ijtihad dapat disikapi oleh umat Islam yang tidak memiliki kompetensi
untuk melakukan ijtihad sendiri dengan cara sebagai berikut:
1. Ittiba’, yaitu melakukan kajian dari berbagai aspek ijtihad secara komprehensif dari berbagai hasil
ijtihad oleh para mujtahid yang berbeda-beda. Orang yang melakukan kajian tersebut disebut
muttabi’.
2. Taqlid, yaitu mengikuti hasil ijtihad ulama’ mujtahid yang diyakini kekuatannya tanpa mengkaji
lebih lanjut bagi umat Islam yang tidak memiliki kompetensi tersebut.
3. Menghargai hasil ijtihad lain yang tidak diikuti.

Anda mungkin juga menyukai