Gambar 2.1 Stratigrafi umum daerah Luk Ulo (modifikasi Harsolumakso et al., 1996 dari Asikin et al., 1992 op.cit.
Hardiyansyah, 2005)
Gambar 2.3 Singkapan batulempung berfragmen dengan struktur scaly clay, di barat Kali Jebug. (Muhammad Dzaki
Ibrahim, 2017).
Gambar 2.5 Singkapan breksi-batupasir, di kaki utara Gunung Paras (Afriansyah, 2017) .
Struktur geologi yang berkembang pada daerah Paras disebabkan oleh dua fasa deformasi yaitu
deformasi brittle yang menghasilkan struktur sesar dan kekar, serta deformasi ductile yang menghasilkan
struktur lipatan. Struktur utama pada daerah ini adalah lipatan sinklin dan antiklin yang membentuk Amfiteater
Karangsambung, Sesar Menganan Filit, Sesar Mengiri Kali Mendala dan Sesar Naik Krembeng. Sesar-sesar
mendatar yang berarah Timurlaut-Baratdaya dan Barat Laut- Tenggara serta sesar naik dengan arah relatif Barat
– Timur menunjukkan daerah penelitian mengalami deformasi dengan rezim kompresional dan memiliki arah
tegasan utama Utara-Selatan. Berikut struktur-struktur yang didapatkan dari pemetaan daerah Paras:
3.1 Lipatan
Kenampakan struktur perlipatan berukuran raksasa adalah kenampakan antiklin Karangsambung dengan
pola umum barat-timur (Gambar 3.1). Hal ini terlihat dari kemiringan lapisan di bagian Gunung Paras bagian
selatan yang mengarah ke utara dan kemiringan lapisan di bagian utara Gunung Waturanda yang mengarah ke
arah selatan. Diperkirakan sumbu antiklin raksasa ini terdapat di sekitar Kali Welaran karena pada daerah ini
ditemukan kemiringan lapisan yang berlawanan arah (N260°E/62° N dengan N59°E/42°S). Dari jurus dan
kemiringan lapisan batuan didapatkan bentuk perlipatan asimetri dengan penunjaman ke arah Timur, dengan
trend timur-barat. Selain itu, pada daerah penelitian, tepatnya pada punggungan sinklin terdapat sinklin yang
juga memiliki trend barat-timur, yang menerus dari Gunung Paras hingga ke Gunung Tugel. Hal ini dibuktikan
dari kemiringan lapisan di utara punggungan sinklin yang berarah selatan dan kemiringan lapisan di selatan
punggungan sinklin yang berarah utara. Selain itu terdapat lipatan-lipatan minor contohnya seperti yang
dijumpai pada Kali Jaya, Kali Soka (Gambar 3.2), Kali Pancur dan filit di Luk Ulo pada umumnya memiliki
arah sumbu yang sama dengan struktur lipatan utama, yakni relatif barat – timur dengan kemiringan lapisan ke
arah utara dan selatan.
Gambar 3.1 Foto udara yang memperlihatkan antiklin dan sinklin raksasa pada daerah penelitian Paras (Slide Kuliah GL-
3101 Geomorfologi).
3.2 Sesar
Gambar 3.2 Singkapan perselingan batupasir-batulempung di Kali Soka yang memperlihatkan sinklin minor (kiri gambar)
Gambar 3.3 Offset mendatar mengiri yang merupakan sesar minor yang ditemukan di kali kedungbener (Muhammad
Dzaki Ibrahim, 2017).
Gambar 3.4 Kenampakan gejala strukturisasi di Kali Mendala berupa breksiasi (kiri) dan shear fracture (kanan)
(Afriansyah, 2017)
3.2.4 Sesar Menganan Normal
Sesar di Sungai Luk Ulo ini memotong litologi filit. Bukti adanya sesar adalah adanya zona
hancuran/breksiasi pada filit yang memiliki trend N200E dan puluhan pasang data shear fracture. Setelah
dilakukan analisis kinematik, didapat kedudukan bidang sesar N200E/620SE dengan jenis sesar menganan
normal. Sesar ini dipotong oleh Sesar Kali Mendala.
Gunung Brujul dengan Gunung Waturanda. Kemungkinan, sesar ini membuat bidang lemah sehingga Sungai
Luk Ulo bisa menembus punggungan antiklin tersebut. Bukti lapangan dari sesar ini adalah offset pada
perselingan batupasir-batulempung dengan trend N200E (Gambar 3.5).
Gambar 3.5 Offset sesar menganan di daerah Gayam, tepi Sungai Luk Ulo. Sesar menganan ini membelah
punggungan antiklin antara Gn. Brujul dan Gn. Waturanda. (Afriansyah, 2017)
Menurut stratigrafi yang ada, daerah Paras merupakan cekungan laut dalam yang telah terangkat ke
permukaan akibat proses tektonik. Urutan batuan dari tua ke muda pada daerah ini adalah Satuan Kompleks
Melange, Satuan Batulempung Berfragmen, Satuan Intrusi Diabas, Satuan Breksi, Satuan Batupasir dan Satuan
Endapan Aluvial. Setelah terbentuknya satuan batuan tertua, yaitu Satuan Kompleks Melange yang berperan
sebagai basement, kemudian diendapkan Satuan Batulempung Berfragmen secara tidak selaras diatas Satuan
Kompleks Melange. Ketidakselarasan ini dikarenakan adanya pengaruh tektonik dengan ciri jalur goresan yang
kuat pada batas kedua satuan tersebut.
Satuan Batulempung Berfragmen merupakan suatu endapan olisostrome, yaitu endapan campuran yang
bersifat chaotic yang menyebabkan kehadiran fragmen-fragmen pada batulempung. Kehadiran orientasi pada
batulempung yang membentuk sifat bersisik menjadi salah satu bukti bahwa satuan ini mengalami deformasi
oleh proses tektonik. Selama proses pembentukan Satuan Batulempung Berfragmen ini, terjadi peningkatan
aktivitas magmatik pada daerah ini yang menyebabkan terbentuknya intrusi diabas yang mengintrusi Satuan
Batulempung Berfragmen. Menurut Soeria Atmadja, dkk (1991), intrusi ini berumur sekitar Eosen-Oligosen. Hal
ini menunjukkan bahwa intrusi diabas ini terjadi bersamaan dengan pengendapan olisostrome. Pengendapan
Satuan Batulempung ini ditutup secara selaras oleh endapan klastik yang membentuk Satuan Breksi yang
didominasi oleh fragmen yang berasal dari aktivitas vulkanik yang ekstrusif. Fragmen litik vulkanik yang
merupakan fragmen dominan yang menyusun breksi menandakan adanya peningkatan aktivitas vulkanik pada
umur Miosen Awal hingga Miosen Tengah. Pada umur Miosen Tengah, aktivitas gunungapi mengalami
penurunan dalam intensitasnya, hal ini ditandai dengan perubahan secara gradual dari Satuan Breksi menjadi
Satuan Batupasir. Selain dari material vulkanik, Satuan Batupasir ini juga mencirikan mulainya terbentuk
aktivitas karbonat di cekungan yang menyebabkan Satuan Batupasir ini memiliki sifat karbonatan. Satuan
Batupasir ini menunjukkan perlapisan berulang dari batupasir dan batulempung dengan hadirnya Sikuen Bouma
pada batupasir yang menunjukkan bahwa material sedimen ini terbawa oleh arus turbidit hingga diendapkan di
depan slope. Berdasarkan hadirnya aktivitas tektonik serta profil stratigrafi yang ditemukan dari Satuan
Batupasir ini, menunjukkan bahwa satuan ini diendapkan pada fore-arc. Semakin ke arah yang lebih muda,
pembentukan material karbonat kembali terganggu akibat kembali meningkatnya aktivitas vulkanik. Hal ini
ditandai dengan perubahan secara perlahan dari batupasir dan batulempung yang memiliki sifat tuff-an.
Peningkatan aktivitas letusan gunungapi ini mencapai puncaknya kembali dengan ditemukannya lapisan tuff di
atas batupasir dan batulempung dengan ketebalan mencapai 3 meter.
Pada masa tersebut, gunung api sempat mengalami penurunan intensitas yang ditandai dengan
ditemukannya kembali perselingan batupasir dan batulempung. Peningkatan aktivitas magmatik ini merupakan
hasil dari aktivitas tektonik dalam bentuk zona subduksi. Satuan batuan yang ditemukan pada daerah pemetaan
Paras, semuanya merupakan endapan syn-tektonik, yaitu endapan ini terbentuk bersamaan dengan terjadinya
aktivitas tektonik yang menerus. Aktivitas tektonik yang terjadi menyebabkan pengangkatan pada semua satuan
batuan melalui pembentukan perlipatan. Berdasarkan arah sumbu lipatan yang berarah barat-timur, tegasan
utama dari aktivitas tektonik ini menyebabkan perlipatan berarah utara-selatan. Proses perlipatan ini juga diikuti
oleh pembentukan sesar naik berarah barat-timur yang memanjang dari kali peniron hingga kali soka. Diagram
yang menggambarkan perkembangan geologi daerah penelitian dapat dilihat pada Gambar 4.1. Sesar mendatar
yang memiliki arah timurlaut-baratdaya seperti yang terdapat pada Kali Mendala, dibentuk oleh aktivitas
tektonik selanjutnya ketika semua satuan batuan telah terlipat. Sesar mendatar ini mengakibatkan Satuan
Kompleks Melange yang berasal dari arah timurlaut dan berumur Kapur Atas-Paleosen berada pada daerah
pemetaan Paras. Aktivitas tektonik yang menyebabkan semua batuan mengalami pengangkatan hingga
membentuk lingkungan darat yang menyebabkan semua satuan batuan yang telah terbentuk di cekungan
sedimen laut dalam mengalami kontak dengan atmosfir sehingga menjadi objek dari proses pelapukan dan erosi.
Proses erosi yang terjadi pada daerah ini telah mencapai hingga bagian dalam, hal ini ditunjukkan pada daerah
antiklin pada bagian tengah daerah pemetaan, yaitu Satuan Batulempung Berfragmen tersingkap akibat proses
erosi yang telah mengerosi satuan lainnya yang berada di atas satuan ini. Proses erosi ini membentuk satuan
lainnya, yaitu endapan aluvial yang berumur resen. Pengendapan aluvial ini masih berlanjut hingga sekarang.
Gambar 4.1 Model evolusi tektonik cekungan Banyumas (Asikin, 1994
DAFTAR PUSTAKA
Asikin, S., Harsolumakso, A. A., Busono H., dan Gafoer S, 1992, Geologic Map Of Kebumen
Quadrangle, Java, Scale 1:100.000. Geologycal Research and Development Centre,
Bandung.
Bemmelen, van, R.W., 1949, The Geology of Indonesia, Martinus Nyhoff, The Haque,
Nederland.
Harsolumakso, Agus Handoyo dan Dardji Noeradi, 1996, Deformasi pada Formasi
Karangsambung, di daerah Luk Ulo, Kebumen, Jawa Tengah. Buletin Geologi 26, 45-
54.
Harsolumakso, Agus Handoyo, C. Prasetyadi, Benyamin Sapiie, dan M. E. Suparka, 2006. The
Luk Ulo–Karangsambung Complex of Central Java, Indonesia; From Subduction to
Collision Tectonics. Proceding Persidangan Bersama UKM – ITB 2006.
https://www.academia.edu/34792638/GEOLOGI_DAERA
H_PARAS_KARANGSAMBUNG_KEBUMEN_JAWA_TENGA
H?auto=download
Struktur Geologi Daerah Paras, Kebumen , Jawa Tengah
Makalah
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas dari Mata Geologi Teknik yang diampu oleh:
Muhammad Riza H., ST MT
Disusun oleh:
NADHIF AKHDAN
1900950
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Kami
panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan
inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ilmiah tentang struktur geologi.
Makalah ilmiah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai pihak
sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan banyak terima
kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi
susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami menerima segala
saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ilmiah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah ilmiah tentang struktur geologi ini dapat memberikan
manfaat maupun inpirasi terhadap pembaca.