Anda di halaman 1dari 22

MENGKAJI SEJARAH BANGUNAN AIR

Makalah

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Kajian Teknologi dan
Vokasi yang diampu oleh:

Dr. Rina Marina Masri, M.P

Disusun Oleh:

Kelompok 14

Alif Farma Sadiwa (1909062)

Salsabila Zulfa Dwiyani (1900860)

Shania Martha Tri Puspita (1908631)

Syaina Ramadhani Fitria (1901582)

PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL

DEPARTEMEN PENDIDIKAN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS PENDIDIKAN TEKNOLOGI DAN KEJURUAN

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur alhamdulillah kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa,
karena telah melimpahkan rahmat-Nya berupa kesempatan dan pengetahuan
sehingga makalah ini bisa selesai pada waktunya.

Terima kasih juga kami ucapkan kepada teman-teman yang telah


berkontribusi dengan memberikan ide-idenya sehingga makalah ini bisa disusun
dengan baik dan rapi.

Kami berharap semoga makalah ini bisa menambah pengetahuan para


pembaca. Namun terlepas dari itu, kami memahami bahwa makalah ini masih jauh
dari kata sempurna, sehingga kami sangat mengharapkan kritik serta saran yang
bersifat membangun demi terciptanya makalah selanjutnya yang lebih baik lagi.

Bandung, November 2019

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Seiring dengan perkembangan jaman kebutuhan air tidak dapat


lepas dari kehidupan sehari-hari sebagai komponen mutlak
penompang kehidupan maka manusia dengan berbagi upaya
berusaha untuk memperoleh manfaat yang optimal dari
pendayagunaannya serta berupaya mengendalikan untuk mencegah
kerusakan dan kerugian yang mungkin di timbulkan oleh air.
Bangunan air dibangun guna untuk kebutuhan air manusia
maupun untuk kebutuhan irigasi. Pembangunan bangunan air
merupakan salah satu upaya pengembangan wilayah perairan
dengan mendayagunakan air untuk keperluan berbagai keperluan
seperti irigasi, air minum maupun pembangkit listrik. Bangunan air
juga dapat berfungsi sebagai pengatur dan pengendali serta
menampung aliran agar air yang di butuhkan dapat tersalurkan dan
tetap pada walaupun di musim kemarau.

1.2 Identifikasi Masalah


Dari latar belakang diatas dapat diidentifikasi beberapa
masalah yaitu:
1. Banyaknya orang yang tidak mengetahui sejarah bangunan air
2. Banyaknya orang yang tidak mengetahui jenis-jenis bangunan
air

1.3 Batasan Masalah


Karena luasnya pembahasan tentang materi ini, maka penulis
membatasi permasalahan tentang sejarah bangunan air dan jenis-
jenis bangunan air.
1.4 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang, identifikasi masalah, dan batasan


masalah di atas maka dapat diketahui rumusan masalah sebagai
berikut:

1. Apa pengertian dari bangunan air?


2. Bagaimana sejarah dan perkembangan dari bangunan air?
3. Apa saja jenis-jenis dari bangunan air?
1.5 Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah diatas maka dapat diketahui
tujuan sebagai berikut:
1. Mengetahui pengertian dari bangunan air.
2. Mengetahui sejarah dan perkembangan bangunan air.
3. Mengetahui jenis-jenis bangunan air.
1.6 Sistematika
Untuk memahami lebih jelas makalah ini maka materi-materi
yang tertera pada makalah ini dikelompokkan menjadi beberapa sub
dengan sistematika penyampaian sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Berisi tentang latar belakang, identifikasi masalah, pembatasan
masalah, rumusan masalah, tujuan, dan sistematika.
BAB II KAJIAN PUSTAKA
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1 Bangunan Air

Bangunan air merupakan bangunan yang digunakan untuk


memanfaatkan dan mengendalikan air di sungai , danau,maupun
lepas pantai. Bentuk dan ukuran bangunan tergantung kebutuhan,
kapasitas maksimum sungai, dana pembangunan dan sifat hidrolik
sungai. Kebanyakan konstruksi bangunan air bersifat lebih masif
dan tidak memerlukan segi keindahan dibanding dengan bangunan-
bangunan gedung atau jembatan, dan perencanaan bangunannya
secara detail tidak terlalu halus. Permukaan bangunan air atau
bagian depannya sebaiknya berbentuk lengkung untuk menghindari
kontraksi sehingga mempunyai efisiensi yang tinggi dan
mengurangi gerusan lokal (local scoure) di sekililing bangunan atau
di hilir bangunan.

2.2.Pengertian sejarah dan perkembangan

kejadian yang terjadi pada masa lampau yang disusun berdasarkan


peninggalan-peninggalan berbagai peristiwa. Peninggalan peninggalan
itu disebut sumber sejarah.Dalam bahasa Inggris, kata sejarah disebut
history, artinya masa lampau; masa lampau umat manusia. Dalam
bahasa Arab, sejarah disebut sajaratun (syajaroh), artinya pohon dan
keturunan. Jika kita membaca silsilah raja-raja akan tampak seperti
gambar pohon dari sederhana dan berkembang menjadi besar, maka
sejarah dapat diartikan silsilah keturunan raja-raja yang berarti
peristiwa pemerintahan keluarga raja pada masa lampau.

BAB III
METODOLOGI

3.1 Lokasi
Penelitian ini dilakukan di Departemen Pendidikan Teknik
Sipil,Fakultas Pendidikan Teknologi dan Kejuruan,Universitas
Pendidikan Indonesia.
3.2 Waktu
Penelitian ini dilakukan pada hari Selasa 3 Desember 2019 sampai
dengan
3.3 Metode
Metode penelitian yang dilakukan adalah metode kualitatif karena
dalam penyusunan makalah, penulis mengacu pada beberapa sumber
data, seperti artikel, undang-undang, dan memanfaatkan teori yang ada
sebagai pendukung.
3.4 Populasi,Sampel,Sampling Technique
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dalam pengumpulan data
untuk penyusunan makalah, sehingga penulis tidak menggunakan
populasi, sampel dan sampling technique dalam penyusunan makalah
ini.
3.5 Data Primer dan Data Sekunder
Data yang digunakan dalam makalah ini adalah data sekunder karena
peneliti memperoleh data dari sumber yang sudah ada. Data diperoleh
dari lembaga/instansi/orang lain, seperti jurnal, peraturan perundang-
undangan, dan arsip yang dipublikasikan secara umum.
3.6 Instrumen
Dalam pembuatan makalah ini menggunakan smartphone dan laptop
sebagai media untuk mencari informasi.

3.7 Teknik Analisis


Teknik analisis yang digunakan dalam penyusunan makalah ini, yaitu
teknik analisis kualitatif dimana data dalam peneltian didapat dari
berbagai sumber data yang valid dan teruji
3.8 Kerangka Berpikir

3.9 Diagram Alir

Mulai
Selesai

BAB IV
HASIL dan PEMBAHASAN

4.1 Sejarah dan Perkembangan Bangunan Air


Bangunan air yang ditemukan di masa Majapahit adalah waduk,
kanal, kolam dan saluran air yang sampai sekarang masih ditemukan
sisa-sisanya. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diketahui
bahwa pemerintah kerajaan Majapahit membuat bangunan air tersebut
untuk kepentingan irigasi pertanian dan sarana mengalirkan air sungai
ke waduk: penampungan dan penyimpanan air, serta pengendali banjir.
Waduk Baureo adalah waduk terbesar yang terletak 0,5 km dari
pertemuan Kali Boro dengan Kali Landean. Bendungannya dikenal
dengan sebutan Candi Lima. Tidak jauh dari Candi Lima, gabungan
sungai tersebut bersatu dengan Kali Pikatan membentuk Kali Brangkal.
Bekas waduk ini sekarang merupakan cekungan alamiah yang
ukurannya besar dan dialiri oleh beberapa sungai. Seperti halnya
Waduk Baureno, waduk-waduk lainnya sekarang telah rusak dan yang
terlihat hanya berupa cekungan alamiah, misalnya Waduk Domas yang
terletak di utara Waduk Baureno; Waduk Kumitir (Rawa Kumitir) yang
terletak di sebelah barat Waduk Baureno; Waduk Kraton yang terletak
di utara Gapura Bajangratu; dan Waduk Temon yang terletak di selatan
Waduk Kraton dan di barat daya Waduk Kumitir.

Gambar 1: Waduk Baureo

Di samping waduk-waduk tersebut, di Trowulan terdapat tiga kolam


buatan yang letaknya berdekatan, yaitu Segaran, Balong Bunder dan
Balong Dowo. Kolam Segaran memperoleh air dari saluran yang
berasal dari Waduk Kraton. Balong Bunder sekarang merupakan
rawa yang terletak 250 meter di sebelah selatan Kolam Segaran.
Balong Dowo juga merupakan rawa yang terletak 125 meter di
sebelah barat daya Kolam Segaran. Hanya Kolam Segaran yang
diperkuat dengan dinding-dinding tebal di keempat sisinya,
sehingga terlihat merupakan bangunan air paling monumental di
Kota Majapahit.
Gambar 2: Kolam Segaran

Kolam Segaran pertama kali ditemukan oleh Maclaine Pont pada


tahun 1926. Kolam ini berukuran panjang 375 meter dan lebar 175
meter dan dalamnya sekitar 3 meter, membujur arah timurlaut –
baratdaya. Dindingnya dibuat dari bata yang direkatkan tanpa bahan
perekat. Ketebalan dinding 1,60 meter. Di sisi tenggara terdapat
saluran masuk sedangkan di sisi barat laut terdapat saluran keluar
menuju ke Balong Dowo dan Balong Bunder.
Sampai sekarang, baik dari prasasti maupun naskah kuno,
tidak diperoleh keterangan mengenai kapan waduk dan kanal-kanal
tersebut dibangun serta berapa lama berfungsinya. Rusaknya
bangunan-bangunan air tersebut mungkin diawali oleh letusan
Gunung Anjasmoro pada tahun 1451 yang membawa lapisan lahar
tebal yang membobol Waduk Baureno dan merusak sistem jaringan
air yang ada. Candi Tikus yang letaknya diantara Waduk Kumitir
dan Waduk Kraton bahkan seluruhnya pernah tertutup oleh lahar.

4.2 Jenis Jenis Bangunan Air


A. Bendung
Bendung adalah pembatas yang dibangun melintasi sungai yang dibangun
untuk mengubah karakteristik aliran sungai. Dalam banyak kasus, bendung
merupakan sebuah kontruksi yang jauh lebih kecil dari bendungan yang
menyebabkan air menggenang membentuk kolam tetapi mampu melewati bagian
atas bendung. Bendung mengizinkan air meluap melewati bagian atasnya sehingga
aliran air tetap ada dan dalam debit yang sama bahkan sebelum sungai dibendung.
Bendung bermanfaat untuk mencegah banjir, mengukur debit sungai, dan
memperlambat aliran sungai sehingga menjadikan sungai lebih mudah dilalui.

Gambar 3 :Bendung di Bogor

Pembangunan bendung awalnya untuk kegunaan irigasi yang diawali pada


zaman Hindu. Pada jaman Hindu telah dilakukan usaha-usaha pembangunan
prasarana irigasi secara sederhana. Hal ini dapat dibuktikan dengan peninggalan
sejarahnya yaitu usaha pembagian irigasi yang dapat disaksikan di berbagai tempat.
Misalnya irigasi subak di Bali, irigasi-irigasi kecil di Jawa dan sistem
pendistribusian air dengan istilah minta air sebatu di Minangkabau.Pembangunan
irigasi pada waktu itu menyesuaikan diri dengan keadaan dan kebutuhan. Prasarana
irigasi dibangun dengan cara sederhana, yaitu dengan menumpukkan batu atau
cerucuk-cerucuk yang diisi batu sebagai bahan bendung. Seiring dengan
perkembangan jaman, irigasi Indonesia berkembang terus hingga memasuki
periode jaman penjajahan Belanda.
Pembangunan prasarana irigasi di Jawa sekitar tahun 1852 di latar
belakangi oleh berbagai sebab, diantaranya untuk perluasan tanaman tebu dan untuk
usaha penyedian pangan dalam rangka mengatasi bahaya keresahan akibat
kelaparan di daerah Demak sekitar tahun 1849.
Sampai dengan tahun 1885 pembangunan irigasi hanya seluas 210.000 hektar. Luas
sawah ini meningkat sampai dengan periode 1940 yaitu menjadi 1.280.000 hektar.
Pada jaman Jepang sampai dengan periode 1968 perkembangn irigasi di Indonesia
kurang berarti. Semenjak dicanangkan PELITA pertama hingga kini perkembangan
luas lahan irigasi bertambah dengan pesat. Begitu pula pembangunan bendung
sebagai prasarana irigasi, telah ribuan jumlahnya baik yang dibangun baru, maupun
hasil rehabilitasi total maupun rehabilitasi sebagian.
Kementerian Pekerjaan Umum Indonesia membagi bendung menjadi dua yaitu:
1.Bendung tetap
2.Bendung gerak

1.Bendung Tetap
Bendung tetap adalah jenis bendung yang tinggi pembendungannya tidak dapat
diubah, sehingga muka air di hulu bendung tidak dapat diatur sesuai yang
dikehendaki.
Pada bendung tetap, elevasi muka air di hulu bendung berubah sesuai dengan debit
sungai yang sedang melimpas (muka air tidak bisa diatur naik ataupun turun).
Bendung tetap biasanya dibangun pada daerah hulu sungai. Pada daerah hulu sungai
kebanyakan tebing-tebing sungai relative lebih curam dari pada di daerah hilir. Pada
saat kondisi banjir, maka elevasi muka air di bendung tetap (fixed weir) yang
dibangun di daerah hulu tidak meluber kemana-mana (tidak membanjiri daerah
yang luas) karena terkurung oleh tebing-tebingya yang curam.

Gambar 4 : Bendung
Colo,Sungai bengawan Solo

2.Bendung Gerak
Bendung gerak adalah jenis bendung yang tinggi pembendungannya dapat diubah
sesuai dengan yang dikehendaki.
Pada bendung gerak, elevasi muka air di hulu bendung dapat dikendalikan naik atau
turun sesuai yang dikehendaki dengan membuka atau menutup pintu air (gate).
Bendung gerak biasanya dibangun pada daerah hilir sungai atau muara. Pada daerah
hilir sungai atau muara sungai kebanyakan tebing-tebing sungai relative lebih
landai atau datar dari pada di daerah hilir. Pada saat kondisi banjir, maka elevasi
muka air sisi hulu bendung gerak yang dibangun di daerah hilir bisa diturunkan
dengan membuka pintu-pintu air (gate) sehingga air tidak meluber kemana-mana
(tidak membanjiri daerah yang luas) karena air akan mengalir lewat pintu yang telah
terbuka kea rah hilir (downstream).

Gambar 5 : Bendung
Katulampa,Bogor

B.Bendungan
Kementerian Pekerjaan Umum Indonesia mendefinisikan bendungan sebagai
"bangunan yang berupa tanah, batu, beton, atau pasangan batu yang dibangun selain
untuk menahan dan menampung air, dapat juga dibangun untuk menampung limbah
tambang atau lumpur."

Gambar 6 :Bendungan
Bendungan sudah dikenal oleh manusia sejak ribuan tahun yang lalu. Awalnya jenis
bendungan hanyalah earth fill dam yang dipadatkan sesuai kemampuan saat itu.
Bendungan yang dikenal dengan nama “Sadd-el Kafara” telah dibangun di sebelah
selatan Kairo (mesir) antara tahun 2950 dan 2750 SM. Bendungan Sadd-el Kafara,
dibangun dengan tinggi 12 m terdiri dari dua dinding yang dibuat dari puing-puing
dengan ketebalan di dasar antara14-36 meter dengan tengahnya diisi dengan
berbagai material. Diduga bendungan ini hancur akibat terjadinya overtopping.

1.Bendungan Urugan

sekitar tahun 1200, banyak bendungan urugan di Ceylon dengan tinggi 12-27 meter.
Sekitar tahun 1500 bendungan urugan juga dibangun di India (The Madduk Masur
Dam) dengan tinggi 30 meter tetapi tidak lama runtuh karena tidak tersedianya spill
way.Pada awalnya bendungan urugan umumnya menggunakan tanah homogeny
dari local diangkut dengan tenaga manusia dan dipadatkan dengan menggunakan
tenaga binatang.Pada tahun 1789 Estrecho de Rientes Dam dibangun di Spanyol,
dengan tinggi 46 meter, tetapi langsung hancur pada waktu diisi air. Hal ini
merupakan kemunduran dari bendungan tipe urugan. Kemajuan yang besar untuk
menjamin kekedapan bendungan urugan terhadap air dilakukan oleh Telford (1820)
dengan menggunakan lempung puddle sebagai inti bendungan.

Gambar 7 :Bendungan
Mica,kanada
Bendungan urugan adalah sebuah bendungan buatan besar. Bendungan semacam
ini biasanya dibuat oleh penempatan dan pemadatan gundukan semiplastik rumit
dari berbagai komposisi tanah, pasir, tanah liat, atau batu. Bendungan ini memiliki
penutup alami tahan air semitembus untuk permukaan dan padatan serta inti
ketahanan.

2.Arch Dam

Jenis bendungan berkembang sesuai dengan kemajuan pengetahuan yang dicapai


oleh manusia yaitu bendungan beton antara lain, adalah arch dam yaitu bendungan
yang berbentuk lengkungan untuk mendapatkan kekuatan yang lebih besar.Arch
dam yang barangkali merupakan bangunan yang pertama kali dibangun oleh
Roman pada abad pertama terletak kira-kira di sebelah utara Italia dan sebelah
selatan Prancis.Kemudian disusul dengan arch dam ponte alto dibangun dari tahun
1611 sampai 1613 dengan ketinggian 5 meter.Pada tahun 1752 berkembang
kemampuan membangun dam dengan tinggi 17 m pada tahun 1824, 5 buah dam
bertambah dengan tinggi mencapai 25 meter.

Gambar 8 :Bendungan karun


Dam,Iran

Bendungan lengkung adalah bendungan beton yang melengkung ke atas dalam


rencana.Bendungan lengkung dirancang sedemikian rupa sehingga kekuatan air
terhadapnya, yang dikenal sebagai tekanan hidrostatik, menekan lengkungan,
menekan dan memperkuat struktur saat mendorong masuk ke fondasinya atau
penyangga.
C.Pemecah gelombang

Bahan pelindung awal yang digunakan sebagai pemecah gelombang, seperti batuan
besar dan dan balok beton lama kelamaan cenderung amblas dan terpisah-pisah
akibat hantaman gelombang yang berkelanjutan. Tetrapod dan struktur sejenisnya
seringkali diberi penomoran sehingga setiap gejala kegagalan yang timbul dapat
dimonitor melalui foto satelit.Tetrapod pada awalnya dikembangkan oleh
Laboratoire Dauphinois d’Hydraulique di Grenoble, Prancis (sekarang menjadi
Sogreah). Saat ini tetrapod sudah tidak dilindungi hak paten lagi, dan digunakan
secara luas di seluruh dunia dan diproduksi oleh banyak kontraktor.Tetrapod
menginspirasikan banyak struktur pemecah gelombang lainnya, termasuk
diantaranya Modified Cube (Amerika, 1959), Stabit (Inggris, 1961), Akmon
(Belanda, 1962), Dolos (Afrika Selatan, 1963), Seabee (Australia, 1978),
Accropode (Prancis, 1981), Hollow Cube (Jerman, 1991), A-jack (Amerika, 1998),
dan Xbloc (Belanda, 2001). Di Jepang, kata Tetrapod seringkali digunakan secara
umum untuk menyebut nama bangunan penyerap gelombang, termasuk untuk jenis
dan bentuk lainnya.

Gambar 9 :Tetrapod

Pemecah gelombang atau dikenal sebagai pemecah ombak atau bahasa inggris
breakwater adalah prasarana yang dibangun untuk memecahkan
ombak/gelombang,dengan menyerap sebagian energi gelombang. pemecah
gelombang digunakan untuk mengendalikan abrasi yang menggerus garis pantai.
dan untuk menenangkan gelombang di pelabuhan sehingga kapal dapat merapat di
pelabuhan dengan lebih mudah dan cepat.
Gambar 10 : Pemecah
gelombang,california

1.Shore-connected Breakwater

Shore-connected Breakwater merupakan jenis struktur yang berhubungan langsung


dengan pantai atau daratan, berhubungan langsung dengan pantai atau
daratanmelindungi pantai yang terletak di belakangnya.

2. Offshore Breakwater

Konstruksi breakwater yang tidak berhubungan dengan garis pantai dan dibuat
sejajar pantai dan berada pada jarak tertentu dari garis pantai. Bangunan ini
direncanakan untuk melindungi pantai yang terletak di belakangnya dari serangan
gelombang serta dapat didesain sedemikian rupa sehingga memungkinkan terjadi
limpasan gelombang yang dapat mengurangi terbentuknya tembolo yaitu endapan
sedimen di belakang struktur.
Gambar 11: Offshore
Breakwater

D.Anjungan Lepas Pantai

Sekitar tahun 1891 anjungan pengeboran minyak pertama kali dibangun di


atas perairan air tawar pada danau besar St Marys di negara bagian Ohio, Amerika
Serikat. Kemudian sekitar tahun 1896, sumur minyak pertama di perairan air asin
dibangun sebagai bagian dari perpanjangan ladang minyak Summerland yang
melintasi bagian bawah kanal Santa Barbara di Kalifornia, Amerika. Sumur dibor
dari dermaga yang membentang dari Summerland ke kanal tersebut.Catatan penting
lainnya seputar anjungan minyak adalah pengeboran minyak di danau Erie, Kanada
pada awal tahun 1900-an dan pengeboran di danau Caddo, Lousiana, Amerika pada
tahun 1910. Tak lama kemudian, dibangun pula anjungan minyak di zona pasang
surut di sepanjang pantai teluk Texas dan Louisiana. Ladang minyak Goose Creek
dekat Baytown, Texas adalah salah satunya dari contoh tersebut. Pada tahun 1920-
an pengeboran dilakukan dari anjungan beton di danau Maracaibo, Venezuela.

Gambar 12 :Platform minyak

Anjungan lepas pantai atau pelantaran lepas pantai adalah struktur atau
bangunan yang dibangun di lepas pantai untuk mendukung proses eksplorasi atau
eksploitasi bahan tambang. Biasanya anjungan lepas pantai memiliki sebuah rig
pengeboran yang berfungsi untuk menganalisis sifat geologis reservoir maupun
untuk membuat lubang yang memungkinkan pengambilan cadangan minyak bumi
atau gas alam dari reservoir tersebut.
Jenis jenis anjungan lepas pantai:

1.Fixed platform

Gambar 13 :Fixed Platform

Offshore Platform ini dibangun di atas kaki baja (jacket leg) atau beton, atau
keduanya, tertanam langsung ke dasar laut, menopang bangunan atas (dek/topside)
dengan ruang untuk rig pengeboran, fasilitas produksi dan tempat tinggal pekerja.
Platform tersebut, berdasarkan kekakuannya, dirancang untuk penggunaan waktu
yang sangat panjang (hingga 50 tahun). Berbagai jenis struktur yang digunakan,
kaki baja, beton caisson, baja dan bahkan beton mengambang. Kaki baja (jacket
leg) bagian vertikal tersusun dari baja tubular, dan biasanya dipaku bumi ke dasar
laut. Fixed platform layak secara ekonomi untuk instalasi di kedalaman air hingga
sekitar 1.700 kaki (520 m).

2. Compliant tower

Gambar 14:Compliant Tower


Offshore Platform ini terdiri dari menara fleksibel ramping dan pondasi tiang yang
mendukung dek konvensional untuk operasi pengeboran dan produksi. Compliant
tower dirancang untuk mempertahankan defleksi dan beban lateral yang signifikan,
dan biasanya digunakan di kedalaman air berkisar antara 1.200 sampai 3.000 kaki
(370-910 m).

4. Semi-submersible platform

Gambar 15.Semi -submersible platform


Offshore Platform ini memiliki lambung (kolom dan ponton) apung yang cukup
membuat struktur untuk mengapung (seperti kapal), tetapi juga cukup berat untuk
menjaga struktur tetap tegak dan stabil. Semi-submersible platform dapat
dipindahkan dari satu tempat ke tempat lain, dapat dinaikkan atau diturunkan
dengan mengubah jumlah air di tangki apung. Platform ini umumnya ditambatkan
dengan kombinasi tali rantai, kawat atau tali polyester, atau keduanya, selama
pengeboran atau produksi operasi, atau keduanya, meskipun dapat dijaga posisinya
dengan menggunakan sistem dynamic positioning. Semi-submersible dapat
digunakan di kedalaman air dari 200 sampai 10.000 kaki (60 sampai 3.000 m).

5.Drillship

Gambar 16.Drillships
Drillship adalah kapal maritim yang telah dilengkapi dengan peralatan pengeboran.
Platform ini paling sering digunakan untuk eksplorasi pengeboran minyak baru atau
sumur gas di perairan dalam, tetapi juga dapat digunakan untuk pengeboran ilmiah.
Versi awal dibangun pada lambung kapal tanker yang dimodifikasi, namun desain
yang sesuai dengan tujuannya sudah digunakan saat ini. Drillship Kebanyakan
dilengkapi dengan sistem positioning yang dinamis (dynamic positioning) untuk
mempertahankan posisi di atas sumur yang dibor. Drillship dapat mengebor di
kedalaman air hingga 12.000 ft (3.700 m).

BAB V
KESIMPULAN ,IMPLIKASI, REKOMENDASI

5.1 Kesimpulan
Bendung adalah bangunan melintang sungai yang berfungsi untuk
meninggikan muka air sungai agar bisa disadap. Bending merupakan salah satu
bagian dari bangunan utama. Fungsi utama dari bangunan utama/bendung adalah
untuk meninggikan elevansi muka air dari sungai yang dibendung sehigga air bisa
disadap dan dialirkan ke saluran lewat bangunan pengambilan (intake structure).
Bendung terdiri atas dua jenis yaitu, bendung tetap dan bendung bergerak. Dalam
penentuan suatu bendung perlu dilihat pemilihan lokasi bendung yang tepat.

5.2 Implikasi
Berdasarkan kesimpulan yang telah ditarik, maka dapat diambil implikasi
yaitu pembaca menjadi tahu mengenai sejararah bangunan air.
5.3 Rekomendasi
Berdasarkan makalah yang telah ditulis, penulis menyarankan untuk lebih
mengkaji dan mempelajari lagi mengenai sejarah bangunan air

Anda mungkin juga menyukai