Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH DAN ASUHAN KEPERAWATAN SIFILIS

Untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah Keperawatan Maternitas

Pembimbing : Ratna Roesardhyanti, M.Kep

DISUSUN OLEH :

1. Ahmad Farhan W. NIM.181121


2. Christiana Kusuma W. NIM.181126
3. Cindi Dwi Sandiyah NIM.181127
4. Elis Mega Biru NIM.181132
5. Gusti Arni Setyo Rini NIM. 181138
6. Larasati Ayu C. N NIM. 181144
7. Muhlis Eka S. NIM.181149
8. Niken Maziyatul I. NIM.181150
9. Rahayu Lili Satria NIM.181156
10. Rindah Indriyani NIM.181161
11. Sherli Lailatul Qodri NIM.181166
12. Silviana Maria C. NIM.181170
13. Steven Mulyono NIM.181171
14. Vena Firdausi P. P NIM.181176

KELOMPOK 1
2C KEPERAWATAN

PROGRAM STUDY D-III KEPERAWATAN


POLITEKNIK KESEHATAN RS dr. SOEPRAOEN
TAHUN AJARAN 2019/2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, berkat rahmat dan hidayah-Nya
akhirnya penulis dapat menyelesaikan Makalah dan Asuhan Keperawatan Keperawatan
Maternitas yang berjudul ”Makalah dan Asuhan Keperawatan Sifilis” sesuai dengan waktu
yang ditentukan.
Dalam penyusunan Makalah dan Asuhan Keperawatan ini kami mendapatkan
pengarahan dan bantuan dari berbagai pihak, untuk itu dalam kesempatan ini kami
mengucapkan banyak terimakasih kepada yang terhormat :
1. Bapak Letnan Kolonel (Ckm) Arif Effendi, S.Mph., SH, S.Kep., Ners, M.M, Selaku
Direktur Poltekkes RS. dr. Soepraoen Malang.
2. Bapak Ns. Kumoro Asto Lenggono, M.Kep selaku KaProdi Keperawatan Poltekkes
RS. dr. Soepraoen Malang.
3. Ibu Ratna Roesardhyanti, M.Kep selaku dosen pembimbing Mata Kuliah Keperawatan
Maternitas Poltekkes RS. dr. Soepraoen Malang.
4. Beserta rekan-rekan kelas 2C Keperawatan Poltekkes RS. dr. Soepraoen Malang.
Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan Makalah ini.
Oleh karena itu demi kesempurnaan, penulis mengharapkan kritik dan saran dari semua
pihak untuk memperbaikinya.

Malang, 9 Maret 2020

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................................
DAFTAR ISI....................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang...........................................................................................
1.2 Rumusan Masalah.....................................................................................
1.3 Tujuan.......................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Definisi......................................................................................................
2.2 Etiologi......................................................................................................
2.3 Patofisiologi...............................................................................................
2.4 Tanda dan Gejala......................................................................................
2.5 Klasifikasi ..................................................................................................
2.6 Komplikasi ................................................................................................
2.7 Penularan .................................................................................................
2.8 Pengaruh Terhadap Kehamilan.................................................................
2.9 Diagnosis ..................................................................................................
2.10 Penatalaksanaa dan Terapi.......................................................................
2.11 Asuhan Setelah Persakinan pada Penderita Sifilis....................................
BAB III KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
3.1   pengkajian.................................................................................................
3.2   diagnosa keperawatan..............................................................................
3.3 intervensi keperawatan..............................................................................
BAB IV PENUTUP
4.1 kesimpulan …………………………………………………………………………………………………
4.2 saran ………………………………………………………………………………………………………….
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penyakit Menular Seksual (PMS) sampai saat ini masih merupakan masalah
kesehatan masyarakat. PMS merupakan salah satu penyakit menular yang menjadi
permasalahan kesehatan secara global, karena pola penyakitnya hampir terjadi di
semua negara. Insidens PMS di berbagai negara di seluruh dunia mengalami
peningkatan yang cukup cepat. Peningkatan insidens PMS dipengaruhi oleh berbagai
faktor seperti perubahan demografik, fasilitas kesehatan yang tersedia kurang memadai,
pendidikan kesehatan khususnya pendidikan seksual dan belum adanya perubahan
sikap dan perilaku (WHO, 2011).
Penyakit Sifilis disebabkan oleh infeksi bakteri Treponema Pallidum (CDC,
2010). Penularan penyakit sifilis dapat terjadi melalui kontak langsung ataupun tidak
langsung. Penularan sifilis secara langsung melalui perpindahan bakteri Treponema
Pallidum yang terdapat pada lesi di area genital dan kulit luar area genital. Sejumlah
penelitian menyebutkan bahwa Treponema pallidum di kulit manusia dan membran
mukosa memiliki kecenderungan untuk masuk menembus kulit normal dan membran
mukosa. Penularan sifilis secara tidak langsung dapat terjadi seperti melalui penggunaan
barang yang bersifat pribadi seperti handuk, pisau cukur, alas tidur dan tinggal dalam
kamar yang sama ataupun menggunakan fasilitas toilet secara bersama (WHO, 2011).
WHOmencatat jumlah kasus baru sifilis secara global pada tahun 1999 adalah
sebesar 12 juta kasus. Di Amerika Latin dan Karibia pertambahan jumlah kasus baru
diperkirakan 3 juta jiwa (WHO 2001). Di Pasifik Barat diketahui tingkat prevalensi sifilis
relatif ditemukan tinggi di Kamboja (4%), Papua New Guinea (3,5%) dan Pasifik Selatan
(8%) (WHO, 1999). Seropositif Sifilis diantara kelompok lelaki suka lelaki (LSL) yang tidak
menunjukkan gejala diperkirakan jumlahnya sekitar 9,3% di Boston (Mimiaga et al,
2003) dan 11% di Peru (Snowden, 2010). Kemudian Larsen (1995) menyatakan bahwa
tes RPR (Rapid Plasma Reagen) sifilis yaitu sebesar 86% sensitif pada infeksi awal dan
98% sensitif dan 98% spesifik pada stadium sekunder dan laten. Sementara di Indonesia
jumlah kasus Sifilis rata-rata adalah sebesar 6% dari 7 populasi kunci.
Diskriminasi sosial terhadap kelompok homoseksual atau LSL mempengaruhi
tingginya tingkat depresi, kecemasan, merokok, penggunaan alkohol, penyalahgunaan
zat dan bunuh diri sebagai akibat dari stress kronis, isolasi sosial yang diderita kelompok
ini serta pemutusan akses terhadap berbagai jasa pelayanan kesehatan yang
dibutuhkan. Hal ini menjadi sorotan dan perhatian Badan Kesehatan Dunia, sehingga
pada tahun 2011 WHO mengeluarkan panduan pencegahan dan pengobatan penyakit
HIV dan IMS khusus ditujukan bagi kelompok LSL dan LSL di negara miskin dan
berkembang.
Selain itu perilaku homoseksualitas, berganti-ganti pasangan serta berpindah
tempat memperbesar terjadinya risiko penularan (re-infeksi). Lesi sifilis terbuka juga
dapat meningkatkan risiko penularan HIV dan transmisi (CDC, 2009). Ada korelasi yang
kuat antara penyebaran PMS konvensional dan Penularan HIV dan pada kedua IMS
ulseratif dan non-ulseratif telah ditemukan meningkatkan risiko penularan HIV secara
seksual (Chin, 2006).
Penelitian di Amerika Latin tahun 2009 menunjukkan bahwa prevalensi sifilis
pada kelompok LSL adalah sebesar 42,3 % sementara pada kelompok non LSL sebesar
18.1% (Toibaro J,2009). Sementara Ruan Y et.al (2007) dalam penelitiannya tentang
korelasi HIV dan Sifilis pada LSL di Cina menyebutkan bahwa Infeksi HIV secara
bermakna dikaitkan dengan seropositif sifilis (OR 3,8, 95% CI, 1,3-10,8). Beberapa faktor
lain yang mungkin dapat meningkatkan risiko penyakit sifilis adalah konsumsi alkohol
dan napza. Pada sebuah studi dikemukakan bahwa penggunaan kondom secara
konsisten mampu mengurangi transmisi HIV sebesar 64% dan STI sebesar 43% (CDC,
2009). Pada Survei Terpadu Biologis dan Perilaku (STBP) 2007 faktor risiko yang diukur
adalah penggunaan kondom dan pelicin, tingkat pengetahuan, konsumsi alkohol dan
napza serta layanan IMS dan HIV.
Pengembangan Manajemen Klinik IMS termasuk diagnosis dan
penatalaksanaan pengobatan bagi penderita sifilis, Penyediaan suplai dan pemberian
kemudahan akses terhadap kondom, Intervensi Perubahan perilaku, kegiatan KIE
(Komunikasi Informasi dan Edukasi) sudah termasuk dalam kegiatan berbasis intervensi
tersebut.
Peninjauan maupun evaluasi terhadap bentuk program intervensi ada baiknya
perlu untuk dilakukan termasuk peninjauan terhadap potensial faktor risiko baru yang
berpengaruhdengan infeksi sifilis, dan pada kelompok LSL.Walaupun kelompok LSL
memiliki pemahaman akan pentingnya berpengaruh seks dengan aman, namun pada
kenyataannya tetap saja terjadi kejadian penyakit sifilis. Hal ini disebabkan oleh karena
faktor pencapaian seks dengan sesama jenis, kepuasan batin, ketidaknyamanan dan
stigma terhadap kondom sebagai salah satu alat pencegahan.

I.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan sifilis?
2. Apa etiologi dari sifilis?
3. Apa patofisiologi dari sifilis?
4. Bagaimana tanda dan gejala sifilis?
5. Apa klasifikasi sifilis?
6. Apa saja komplikasi dari sifilis itu?
7. Bagaimana cara penularan dari sifilis itu?
8. Apa saja penatalaksanaan dan terapi sifilis?
9. Bagaimana asuhan pada penderita dan sifilis?

1.3 Tujuan
a. Tujuan Kusus
Makalah ini disusun untuk menguraikan tentang Sifilis mulai dari definisi Sifilis
sampai penatalaksanaan, supaya memberikan pengetahuan kepada pembaca
bagaimana penyakit Sifilis tersebut supaya bisa dijadikan acuan kesehatan.
b. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan mengenai apa yang
dimaksud Sifilis.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Sifilis

Sifilis adalah penyakit menular seksual yang ditandai dengan adanya lesi primer
kemudian diikuti dengan erupsi sekunder pada area kulit, selaput lendir dan juga organ
tubuh. Penyakit sifilis disebabkan oleh T. pallidum yang merupakan salah satu bakteri
spirochaeta. Bakteri ini berbentuk spiral (Andriana et al, 2012). Sifilis adalah salah satu jenis
penyakit menular seksual (PMS). Sifilis adalah penyakit menular seksual yang disebabkan
oleh Treponema pallidum bersifat kronis dan menahun. Bakteri ini masuk ke dalam tubuh
manusia melalui selaput lendir (misalnya di vagina atau mulut) atau melalui kulit (Kent dan
Romanelli, 2008).

Penyakit ini bisa menular jika ia melakukan hubungan seksual dengan wanita lainnya.
Namun tidak hanya sebatas itu, seorang ibu yang sedang hamil yang telah tertular penyakit
ini bisa menularkannya kepada janinnya. Sifilis juga dapat diartikan sebagai peyakit kronis
dan dapat menyerang seluruh organ tubuh dan dapat ditularkan pada bayi di dalam
kandungan melalui plasenta.

Efek sifilis pada kehamilan dan janin tergantung pada lamanya infeksi tersebut
terjadi, dan pada pengobatannya. Jika segera diobati dengan baik, maka ibu akan melahirkan
bayinya dengan keadaan sehat. Tetapi sebaliknya jika tidak segera diobati akan
menyebabkan abortus dan partus prematurus dengan bayi meninggal di dalam rahim atau
menyebabkan sifilis kongenital. Sifilis Kongenital terjadi pada bulan ke-4 kehamilan. Apabila
sifilis terjadi pada kehamilan tua, maka plasenta memberi perlindungan terhadap janin
sehingga bayi dapat dilahirkan dengan sehat. Dan apabila infeksi sifilis terjadi sebelum
pembentukan plasenta maka harus dilakukan pengobatan dengan segera, sehingga
kemungkinan infeksi pada janin dapat dicegah.

2.2 Etiologi

Penyebab infeksi sifilis yaitu Treponema pallidum. Treponema pallidum merupakan


salah satu bakteri spirochaeta. Bakteri ini berbentuk spiral. Terdapat empat subspecies yang
sudah ditemukan, yaitu Treponema pallidum. Treponema pallidum pertenue, Treponema
pallidum carateum, dan Treponema pallidum endemicum.

Treponema pallidum merupakan spirochaeta yang bersifat motile yang umumnya


menginfeksi melalui kontak seksual langsung, masuk ke dalam tubuh inang melalui celah di
antara sel epitel. Organisme ini juga dapat menyebabkan sifilis. ditularkan kepada janin
melalui jalur transplasental selama masa-masa akhir kehamilan.
Struktur tubuhnya yang berupa heliks memungkinkan Treponema pallidum bergerak dengan
pola gerakan yang khas untuk bergerak di dalam medium kental seperti lender
(mucus). Dengan demikian organisme ini dapat mengakses sampai ke sistem peredaran
darah dan getah bening inang melalui jaringan dan membran mucosa.

2.3 Patofisiologi        
Perjalanan penyakit ini cenderung kronis dan bersifat sistemik. Hampir semua alat
tubuh dapat diserang, termasuk sistem kardiovaskuler dan saraf. Selain itu wanita hamil
yang menderita sifilis dapat menularkan penyakitnya ke janin sehingga menyebabkan sifilis
kongenital yang dapat menyababkan kelainan bawaan atau bahkan kematian. Jika cepat
terdeteksi dan diobati, sifilis dapat disembuhkan dengan antibiotika. Tetapi jika tidak diobati,
sifilis dapat berkembang ke fase selanjutnya dan meluas ke bagian tubuh lain di luar alat
kelamin.
2.4 Tanda dan gejala
Gejala biasanya mulai timbul dalam waktu 1-13 minggu setelah terinfeksi; rata-rata
3-4 minggu. Infeksi bisa menetap selama bertahun-tahun dan jarang menyebabkan
kerusakan jantung, kerusakan otak maupun kematian. Infeksi oleh Treponema pallidum
berkembang melalui 4 tahapan:
1. Fase Primer.
Terbentuk luka atau ulkus yang tidak nyeri (cangker) pada tempat yang terinfeksi; yang
tersering adalah pada penis, vulva atau vagina. Cangker juga bisa ditemukan di anus, rektum,
bibir, lidah, tenggorokan, leher rahim, jari-jari tangan atau bagian tubuh lainnya. Biasanya
penderita hanya memiliki1 ulkus, tetapi kadang-kadang terbentuk beberapa ulkus. Cangker
berawal sebagai suatu daerah penonjolan kecil yang dengan segera akan berubah menjadi
suatu ulkus (luka terbuka), tanpa disertai nyeri. Luka tersebut tidak mengeluarkan darah,
tetapi jika digaruk akan mengeluarkan cairan jernih yang sangat menular. Kelenjar getah
bening terdekat biasanya akan membesar, juga tanpa disertai nyeri.. Luka tersebut hanya
menyebabkan sedikit gejala sehingga seringkali tidak dihiraukan. Luka biasanya membaik
dalam waktu 3-12 minggu dan sesudahnya penderita tampak sehat secara keseluruhan.
2. Fase Sekunder.
Fase sekunder biasanya dimulai dengan suatu ruam kulit, yang muncul dalam waktu 6-12
minggu setelah terinfeksi. Ruam ini bisa berlangsung hanya sebentar atau selama beberapa
bulan. Meskipun tidak diobati, ruam ini akan menghilang. Tetapi beberapa minggu atau
bulan kemudian akan muncul ruam yang baru.
Pada fase sekunder sering ditemukan luka di mulut. Sekitar 50% penderita memiliki
pembesaran kelenjar getah bening di seluruh tubuhnya dan sekitar 10% menderita
peradangan mata. Peradangan mata biasanya tidak menimbulkan gejala, tetapi kadang
terjadi pembengkakan saraf mata sehingga penglihatan menjadi kabur. Sekitar 10%
penderita mengalami peradangan pada tulang dan sendi yang disertai nyeri. Peradangan
ginjal bisa menyebabkan bocornya protein ke dalam air kemih. Peradangan hati bisa
menyebabkan sakit kuning (jaundice). Sejumlah kecil penderita mengalami peradangan pada
selaput otak (meningitis sifilitik akut), yang menyebabkan sakit kepala, kaku kuduk dan
ketulian.
Di daerah perbatasan kulit dan selaput lendir serta di daerah kulit yang lembab, bisa
terbentuk daerah yang menonjol (kondiloma lata). Daerah ini sangat infeksius (menular) dan
bisa kembali mendatar serta berubah menjadi pink kusam atau abu-abu. Rambut mengalami
kerontokan dengan pola tertentu, sehingga pada kulit kepala tampak gambaran seperti
digigit ngengat. Gejala lainnya adalah merasa tidak enak badan (malaise), kehilangan nafsu
makan, mual, lelah, demam dan anemia.
3. Fase Laten.
Setelah penderita sembuh dari fase sekunder, penyakit akan memasuki fase laten
dimana tidak nampak gejala sama sekali. Fase ini bisa berlangsung bertahun-tahun atau
berpuluh-puluh tahun atau bahkan sepanjang hidup penderita. Pada awal fase laten kadang
luka yang infeksi kembali muncul .
4. Fase Tersier.
Pada fase tersier penderita tidak lagi menularkan penyakitnya. Gejala bervariasi mulai
ringan sampai sangat parah. Gejala ini terbagi menjadi 3 kelompok utama :
a). Sifilis tersier jinak
Pada saat ini jarang ditemukan. Benjolan yang disebut gumma muncul di berbagai
organ; tumbuhnya perlahan, menyembuh secara bertahap dan meninggalkan jaringan parut.
Benjolan ini bisa ditemukan di hampir semua bagian tubuh, tetapi yang paling sering adalah
pada kaki dibawah lutut, batang tubuh bagian atas, wajah dan kulit kepala. Tulang juga bisa
terkena, menyebabkan nyeri menusuk yang sangat dalam yang biasanya semakin memburuk
di malam hari.
b). Sifilis kardiovaskuler.
Biasanya muncul 10-25 tahun setelah infeksi awal. Bisa terjadi aneurisma aorta atau
kebocoran katup aorta. Hal ini bisa menyebabkan nyeri dada, gagal jantung atau kematian.

c). Neurosifilis.
Sifilis pada sistem saraf terjadi pada sekitar 5% penderita yang tidak diobati. 3 jenis
utama dari neurosifilis adalah neurosifilis meningovaskuler, neurosifilis paretik dan
neurosifilis tabetik.
 Neurosifilis meningovaskuler
Merupakan suatu bentuk meningitis kronis. Gejala yang terjadi tergantung kepada
bagian yang terkena, apakah otak saja atau otak dengan medulla spinalis:
a. Jika hanya otak yang terkena akan timbul sakit kepala, pusing, konsentrasi
yang buruk, kelelahan dan kurang tenaga, sulit tidur, kaku kuduk, pandangan
kabur, kelainan mental, kejang, pembengkakan saraf mata (papiledema),
kelainan pupil, gangguan berbicara (afasia) dan kelumpuhan anggota gerak
pada separuh badan.
b. Jika menyerang otak dan medulla spinalis gejala berupa kesulitan dalam
mengunyah, menelan dan berbicara; kelemahan dan penciutan otot bahu dan
lengan; kelumpuhan disertai kejang otot (paralisa spastis); ketidakmampuan
untuk mengosongkan kandung kemih dan peradangan sebagian dari medulla
spinalis yang menyebabkan hilangnya pengendalian terhadap kandung kemih
serta kelumpuhan mendadak yang terjadi ketika otot dalam keadaan kendur
(paralisa flasid).
 Neurosifilis paretic
Juga disebut kelumpuhan menyeluruh pada orang gila. Berawal secara bertahap
sebagai perubahan perilaku pada usia 40-50 tahun. Secara perlahan mereka mulai
mengalami demensia. Gejalanya berupa kejang, kesulitan dalam berbicara, kelumpuhan
separuh badan yang bersifat sementara, mudah tersinggung, kesulitan dalam
berkonsentrasi, kehilangan ingatan, sakit kepala, sulit tidur, lelah, letargi, kemunduran dalam
kebersihan diri dan kebiasaan berpakaian, perubahan suasana hati, lemah dan kurang
tenaga, depresi, khayalan akan kebesaran dan penurunan persepsi.
 Neurosifilis tabetic
Disebut juga tabes dorsalis. Merupakan suatu penyakit medulla spinalis yang
progresif, yang timbul secara bertahap. Gejala awalnya berupa nyeri menusuk yang sangat
hebat pada tungkai yang hilang-timbul secara tidak teratur. Penderita berjalan dengan
goyah, terutama dalam keadaan gelap dan berjalan dengan kedua tungkai yang terpisah
jauh, kadang sambil mengentakkan kakinya. Penderita tidak dapat merasa ketika kandung
kemihnya penuh sehingga pengendalian terhadap kandung kemih hilang dan sering
mengalami infeksi saluran kemih.

d). Gejala sifilis kongenital (kelainan kongenital dini)


 Kelainan kongenital dini
a. Makulopapular pada kulit
b. Retinitis
c. Terdapat tonjolan kecil pada mukosa
d. Hepatosplenomegali
e. Ikterus
f. Limfadenopati
g. Osteokondrosis
h. Kordioretinitis
i. Kelainan pada iris mata
 Kelainan kongenital terlambat (lanjut)
a. Gigi hutchinnson
b. Gambaran mulberry pada gigi molar
c. Keratitis intertinal
d. Retaldasi mental
e. Hidrosefalus

2.5 Klasifikasi
Penyakit sifilis memiliki empat stadium yaitu primer, sekunder, laten dan tersier. Tiap
stadium perkembangan memiliki gejala penyakit yang berbeda-beda dan menyerang organ
tubuh yang berbeda-beda pula.
1. Stadium Dini atau I (Primer)
Tiga minggu setelah infeksi, timbul lesi pada tempat masuknya Treponema pallidum. Lesi
pada umumnya hanya satu. Terjadi afek primer berupa penonjolan-penonjolan kecil yang
erosif, berkuran 1-2 cm, berbentuk bulat, dasarnya bersih, merah, kulit disekitarnya tampak
meradang, dan bila diraba ada pengerasan. Kelainan ini tidak nyeri.
Dalam beberapa hari, erosi dapat berubah menjadi ulkus berdinding tegak lurus,
sedangkan sifat lainnya seperti pada afek primer. Keadaan ini dikenal sebagai ulkus durum.
Sekitar tiga minggu kemudian terjadi penjalaran ke kelenjar getah bening di daerah lipat
paha. Kelenjar tersebut membesar, padat, kenyal pada perabaan, tidak nyeri, tunggal dan
dapat digerakkan bebas dari sekitarnya. Keadaan ini disebut sebagai sifilis stadium 1
kompleks primer. Lesi umumnya terdapat pada alat kelamin, dapat pula di bibir, lidah, tonsil,
putting susu, jari dan anus. Tanpa pengobatan, lesi dapat hilang spontan dalam 4-6 minggu,
cepat atau lambatnya bergantung pada besar kecilnya lesi
2. Stadium II (Sekunder)
Pada umumnya bila gejala sifilis stadium II muncul, sifilis stadium I sudah sembuh. Waktu
antara sifilis I dan II umumnya antara 6-8 minggu. Kadang-kadang terjadi masa transisi, yakni
sifilis I masih ada saat timbul gejala stadium II.
Sifat yang khas pada sifilis adalah jarang ada rasa gatal. Gejala konstitusi seperti nyeri
kepala, demam, anoreksia, nyeri pada tulang, dan leher biasanya mendahului, kadang-
kadang bersamaan dengan kelainan pada kulit. Kelainan kulit yang timbul berupa bercak-
bercak atau tonjolan-tonjolan kecil. Tidak terdapat gelembung bernanah. Sifilis stadium II
seringkali disebut sebagai The Greatest Immitator of All Skin Diseases karena bentuk
klinisnya menyerupai banyak sekali kelainan kulit lain. Selain pada kulit, stadium ini juga
dapat mengenai selaput lendir dan kelenjar getah bening di seluruh tubuh.
3. Sifilis Stadium III
Lesi yang khas adalah guma yang dapat terjadi 3-7 tahun setelah infeksi. Guma umumnya
satu, dapat multipel, ukuran milier sampai berdiameter beberapa sentimeter. Guma dapat
timbul pada semua jaringan dan organ, termasuk tulang rawan pada hidung dan dasar
mulut. Guma juga dapat ditemukan pada organ dalam seperti lambung, hati, limpa, paru-
paru, testis dll. Kelainan lain berupa nodus di bawah kulit, kemerahan dan nyeri.
4. Sifilis Tersier
Termasuk dalam kelompok penyakit ini adalah sifilis kardiovaskuler dan neurosifilis (pada
jaringan saraf). Umumnya timbul 10-20 tahun setelah infeksi primer. Sejumlah 10%
penderita sifilis akan mengalami stadium ini. Pria dan orang kulit berwarna lebih banyak
terkena. Kematian karena sifilis terutama disebabkan oleh stadium ini. Diagnosis pasti sifilis
ditegakkan apabila dapat ditemukan Treponema pallidum. Pemeriksaan dilakukan dengan
mikroskop lapangan gelap sampai 3 kali (selama 3 hari berturut-turut). Tes serologik untuk
sifilis yang klasik umumnya masih negatif pada lesi primer, dan menjadi positif setelah 1-4
minggu. TSS (tes serologik sifilis) dibagi dua, yaitu treponemal dan non treponemal.
Sebagai antigen pada TSS non spesifik digunakan ekstrak jaringan, misalnya VDRL, RPR,
dan ikatan komplemen Wasserman/Kolmer. TSS nonspesifik akan menjadi negatif dalam 3-8
bulan setelah pengobatan berhasil sehingga dapat digunakan untuk menilai keberhasilan
pengobatan. Pada TSS spesifik, sebagai antigen digunakan treponema atau ekstraknya,
misalnya Treponema pallidum hemagglutination assay (TPHA) dan TPI. Walaupun
pengobatan diberikan pada stadium dini, TSS spesifik akan tetap positif, bahkan dapat
seumur hidup sehingga lebih bermakna dalam membantu diagnosis.

2.6 Komplikasi
1. Komplikasi Pada Janin Dan Bayi
Dapat menyebabkan kematian janin, partus immaturus dan partus premature. Bayi
dengan sifilis kongenital memiliki kelainan pada tulang, gigi, penglihatan, pendengaran,
gangguan mental dan tumbuh kembang anak. Oleh karena itu, setiap wanita hamil sangat
dianjurkan untuk memeriksakan kesehatan janin yang dikandungnya. Karena pengobatan
yang cepat dan tepat dapat menghindari terjadinya penularan penyakit dari ibu ke janin.
1. Komplikasi Terhadap Ibu
a. Menyebabkan kerusakan berat pada otak dan jantung
b. Kehamilan dapat menimbulkan kelainan dan plasenta lebih besar, pucat, keabu-
abuan dan licin
c. Kehamilan <16 minggu dapat menyebabkan kematian janin
d. Kehamilan lanjut dapat menyebabkan kelahiran prematur dan menimbulkan
cacat.

2.7 Penularan
Sifilis bisa ditularkan atau diturunkan dari seorang ibu kepada anak dalam
kandungannya. Sipilis kongenital, melalui infeksi transplasental terjadi pada saat janin
berada di dalam kandungan ibu yang menderita sifilis. Penularan karena mencium atau
pada saat menimang bayi dengan sifilis kongenital jarang sekali terjadi.
Cara penularan sifilis lainnya antara lain melalui transmisi darah. Hal ini bisa terjadi
jika pendonor darah menderita sifilis pada stadium awal. Ada lagi kemungkinan penularan
cara lain, yaitu penularan melalui barang-barang yang tercemar bakteri penyebab sifilis,
Treponema pallidum, walaupun itu baru secara teoritis saja, karena kenyataannya boleh
dikatakan tidak pernah terjadi. Jadi dari keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa resiko
penularan penyakit syphilis dapat terjadi jika:
a. Melakukan hubungan seksual dengan seseorang yang mengidap penyakit sifilis, jika
tidak (pernah) melakukan hubungan seksual aktif dengan penderita sifilis maka dia
tidak akan punya resiko terkena penyakit ini.
b. Ibu menderita sifilis saat sedang mengandung kepada janinnya lewat transplasental
c. Lewat transfusi darah dari darah penderita sifilis.

2.8 Pengaruh Terhadap Kehamilan


Sifilis yang terjadi pada ibu yang hamil dapat mempengaruhi proses kehamilannya
dan janin. Berikut ini adalah pengaruh sifilis terhadap kehamilan yaitu:
a. Infeksi pada janin terjadi setelah minggu ke 16 kehamilan dan pada kehamilan dini,
dimana Treponema telah dapat menembus barier plasenta.
b. Akibatnya kelahiran mati dan partus prematurus.
c. Bayi lahir dengan lues konginetal : pemfigus sifilitus, diskuamasi telapak tangan-kaki,
serta kelainan mulut dan gigi.
d. Bila ibu menderita baru 2 bulan terakhir tidak akan terjadi lues konginetal

2.9 Diagnosis
a. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan adanya ulkus pada genitalia
b. Nyeri akut berhubungan dengan kerusakan jaringan
c. Hipertermia berhubungan dengan respon sistemik ulkus mole

2.10Penatalaksanaan dan Terapi

Pengobatan siflis atau raja singa ini akan lebih efektif jika dilakukan ketika tahap
awal. Pada ibu hamil, pengobatan sipilis sama dengan mengobati sipilis pada umumnya.
Akan tetapi, satu-satunya obat antibiotik yang dapat digunakan adalah penisilin. Pada ibu
yang sedang dalam trimester ketiga kehamilannya dan terdiagnosis dengan ciri-ciri sipilis
pada tahapan awal, cara mengobatinya adalah dengan menggunakan antibiotik penisilin
yang disuntikkan setiap minggu dalam jangka waktu dua minggu.

Jika penderita memiliki alergi penisilin, maka penderita akan diberikan desensitisasi
(prosedur pengurangan alergi) terlebih dahulu sebelum diberikan injeksi penisilin. Bayi yang
lahir dari penderita sipilis yang telah menyelesaikan pengobatannya lebih dari empat minggu
sebelum persalinan tetap perlu mendapat pemeriksaan.

Namun, jika penderita menyelesaikan pengobatannya kurang dari empat minggu,


tidak menggunakan pengobatan penisilin, memiliki riwayat penanganan tidak jelas, atau
setelah lahir pemeriksaan terhadap bayi tidak dapat dipastikan, maka bayi akan diberikan
suntikan penisilin. Selama masa pengobatan, penderita dianjurkan untuk tidak melakukan
hubungan seks, sampai dokter memastikan infeksi sudah sembuh.

BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
1. Identitas

Sifilis bisa menyerang pada semua usia dan jenis kelamin.

2. Keluhan Utama

Biasanya klien mengeluh demam, anoreksia dan terdapat lesi pada kulit.

3. Riwayat Penyakit Sekarang

Biasanya klien mengeluh demam, anoreksia dan terdapat lesi pada kulit.

4. Riwayat Penyakit Dahulu

5. Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat adanya penyakit sifilis pada anggota keluarga lainnya sangat menentukan.

6. Pengkajian Persistem

a. Sistem integumen

- Kulit : biasanya terdapat lesi. Berupa papula, makula, postula.

b. Kepala dan Leher

- Kepala : Biasanya terdapat nyeri kepala


- Mata : Pada sifilis kongenital terdapat kelainan pada mata (keratitis inter stisial).
- Hidung : Pada stadium III dapat merusak tulang rawan pada hidung dan palatum.
- Telinga : Pada sifilis kengenital dapat menyebabkan ketulian.
- Mulut : Pada sifilis kongenital, gigi hutchinson (incisivus I atas kanan dan kiri
bentuknya seperti obeng).
- Leher : Pada stadium II biasanya terdapat nyeri leher.

c. Sistem Pernafasan

d. Sistem kardiovaskuler

- Kemungkinan adanya hipertensi, arteriosklerosis dan penyakit jantung reumatik


sebelumnya.

e. Sistem penceranaan
- Biasanya terjadi anorexia pada stadium II

f. Sistem muskuloskeletal

- Pada neurosifilis terjadi athaxia.

g. Sistem Neurologis

- Biasanya terjadi parathesia.

h. Sistem perkemihan

- Biasanya terjadi gangguan pada sistem perkemihan.

i. Sistem Reproduksi

- Biasanya terjadi impotensi.

3.2 Diagnosa Keperawatan

a. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan adanya ulkus pada genitalia


b. Nyeri akut berhubungan dengan kerusakan jaringan
c. Hipertermia berhubungan dengan respon sistemik ulkus mole

3.3 Intervensi Keperawatan

1. Diagnosa pertama: Gangguan integritas kulit b.d adanya ulkus pada genetalia

a) Tujuan dan Kriteia Hasil

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam diharapkan integritas kulit
membaik secara optimal dengan kriteria hasil:

1. Pertumbuhan jaringan meningkat


2. Keadaan luka membaik
3. Mencapai penyembuhan luka tepat waktu

b) Intervensi Keperawatan
1. Identifikasi penyebab gangguan integritas kulit (mis. Perubahan sirkulasi, perubahan
status nutrisi, penurunan kelembapan, suhu lingkungan ekstrem, penurunan
mobilitas)
Rasional : Untuk mengetahui penyebab gangguan integritas kulit (mis. Perubahan
sirkulasi, perubahan status nutrisi, penurunan kelembapan, suhu lingkungan ekstrem,
penurunan mobilitas)
2. Ubah posisi tiap 2 jam jika tirah baring
Rasional : untuk penghematan energi agar tidak timbul komplikasi lebih lanjut
3. Bersihkan perineal dengan air hangat, terutama selama periode diare
Rasional : untuk menjaga kebersihan pada perineal
4. Gunakan produk berbahan ringan/ alami dan hipoalergik pada kulit kering
Rasional : untuk menghindari alergi pada area kulit
5. Anjurkan mandi dan menggunakan sabun secukupnya
Rasional : untuk mengurangi terjadinya infeksi lebih lanjut
6. Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian obat topical
Rasional : untuk mengurangi penyebaran luka

2. Diagnosa kedua : Nyeri akut b.d kerusakan jaringan


a) Tujuan dan Kriteria Hasil

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam maka tingkat nyeri
menurun dengan kriteria hasil:

1. keluhan nyeri menurun


2. gelisah menurun

b) Intervensi Keperawatan

1. identifikasi skala nyeri


Rasional : untuk mengetahui skala nyeri
2. identifikasi skala nyeri non verbal
Rasional : untuk mengetahui respon nyeri non verbal
3. monitor efek samping penggunaan analgesic
Rasional : untuk mengetahui efek samping pemberian analgesik
4. berikan teknik non farmakologis untuk mengurangi rasa nyeri (kompres, aromaterapi,
pijat)
Rasional : Untuk mengurangi rasa nyeri pada px
5. fasilitasi istirahat dan tidur
Rasional : agar px dapat beristirahat dengan nyaman
6. anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
Rasional : agar px dapat memonitor rasa nyerinya secara mandiri
7. jelaskan strategi meredakan nyeri
Rasionak : agar px mengetahui cara-cara dalam meredakan rasa nyeri
8. kolaborasi pemberian analgesic
Rasional : Unntuk mengurangi rasa nyeri px

3. Diagnosa ketiga : Hipertermia b.d respon sistemik ulkus mole


a) Tujuan dan Kriteria Hasil

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam diharapkan suhu tubuh
menurun dengan kriteria hasil:

1. suhu tubuh menurun


2. gelisah menurun

b) Intervensi Keperawatan
1. identifikasi penyebab hipertermia
Rasional : untuk mengetahui penyebab hipertermia
2. monitor suhu tubuh
Rasional : untuk mengetahui suhu tubuh px
3. longgarkan atau lepaskan pakaian
Rasional : untuk mengurangi penguapan dalam tubuh
4. basahi dan kipasi permukaan tubuh
Rasional : untuk membantu menurunkan suhu tubuh
5. berikan cairan oral
Rasional : untuk mengimbangi antara penguapan suhu tubuh dengan asupan cairan
yang banyak
6. lakukan pendinginan eksternal
Rasional : untuk mengurangi penguapan dalam tubuh
7. anjurkan tirah baring

RAsional : untuk penghematan energi agar tidak timbul komplikasi lebih lanjut

8. kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit intravena

Rasional : untuk membantu memenuhi kebutuhan cairan dan elektrolit dalam tubuh
melalui intravena

BAB IV PENUTUP

4.1 kesimpulan

Sifilis merupakan salah satu penyakit menular yang menjadi permasalahan


kesehatan secara global, karena pola penyakitnya hampir terjadi di semua negara.
Insidens PMS di berbagai negara di seluruh dunia mengalami peningkatan yang cukup
cepat. Peningkatan insidens PMS dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti perubahan
demografik, fasilitas kesehatan yang tersedia kurang memadai, pendidikan kesehatan
khususnya pendidikan seksual dan belum adanya perubahan sikap dan perilaku (WHO,
2011).
WHO mencatat jumlah kasus baru sifilis secara global pada tahun 1999 adalah
sebesar 12 juta kasus. Di Amerika Latin dan Karibia pertambahan jumlah kasus baru
diperkirakan 3 juta jiwa (WHO 2001). Di Pasifik Barat diketahui tingkat prevalensi sifilis
relatif ditemukan tinggi di Kamboja (4%), Papua New Guinea (3,5%) dan Pasifik Selatan
(8%) (WHO, 1999). Seropositif Sifilis diantara kelompok lelaki suka lelaki (LSL) yang tidak
menunjukkan gejala diperkirakan jumlahnya sekitar 9,3% di Boston (Mimiaga et al,
2003) dan 11% di Peru (Snowden, 2010). Kemudian Larsen (1995) menyatakan bahwa
tes RPR (Rapid Plasma Reagen) sifilis yaitu sebesar 86% sensitif pada infeksi awal dan
98% sensitif dan 98% spesifik pada stadium sekunder dan laten. Sementara di Indonesia
jumlah kasus Sifilis rata-rata adalah sebesar 6% dari 7 populasi kunci.tidak ada vaksin
khusus untuk mencegah penularan,raja singa ini hanya dapat saja dilakukan pencegahan
dari penularan penyakit yaitu setia pada satu pasangan dan tidak bergonta ganti
pasangan.
Selain itu perilaku homoseksualitas, berganti-ganti pasangan serta berpindah
tempat memperbesar terjadinya risiko penularan (re-infeksi). Lesi sifilis terbuka juga
dapat meningkatkan risiko penularan HIV dan transmisi (CDC, 2009). Ada korelasi yang
kuat antara penyebaran PMS konvensional dan Penularan HIV dan pada kedua IMS
ulseratif dan non-ulseratif telah ditemukan meningkatkan risiko penularan HIV secara
seksual (Chin, 2006).
Peninjauan maupun evaluasi terhadap bentuk program intervensi ada baiknya
perlu untuk dilakukan termasuk peninjauan terhadap potensial faktor risiko baru yang
berpengaruhdengan infeksi sifilis, dan pada kelompok LSL.Walaupun kelompok LSL
memiliki pemahaman akan pentingnya berpengaruh seks dengan aman, namun pada
kenyataannya tetap saja terjadi kejadian penyakit sifilis. Hal ini disebabkan oleh karena
faktor pencapaian seks dengan sesama jenis, kepuasan batin, ketidaknyamanan dan
stigma terhadap kondom sebagai salah satu alat pencegahan.

4.2 SARAN

Penyakit sifilis dimasa kini sudah dapat di tangani penyakit ini tetap ada meskipun
penyebarannya sudah dapat di tekan namun tidak menuntut kemungkinan pasien bisa terjangkit
penyakit ini.pencegahannya hanya bisa dilakukan dengan cara Setia pada satu pasangan dan
tidak bergonta ganti adalah salah satu cara efektif untuk mencegah penyakit ini
DAFTAR PUSTAKA
Mitayani. 2011. Asuhan Keperawatan Maternitas. Jakarta. Salemba Medika

Bobak, lowdermik, dan Jensen. 2004. Buku Ajar Keperawatan Maternitas. Edisi 4. Jakarta:
EGC

Manuaba, Ida Bagus Gede dan I N Chandranita Manuaba. 2007.Pemgantar Kuliah Obstetri.
Jakarta: EGC

Purwaningsih, Wahyu dan Siti Fatmawati. 2010. Asuhan Keperawatan


Maternitas. Jogjakarta : Nuha Medika

Prawiroharjo, Sarwono. (2002). Ilmu Kebidanan.Jakarta : Yayasan Bina Pustaka

Mansjoer, A, (2000). Kapita Selekta Kedokteran, Edisi Ketiga, Jilid 1, Jakarta: Media


Aesculapius

Fakultas Kedokteran Universitas Pedjajaran Bandung.(1984). Obstetri Patologi. Bandung :


Elstar Offset.

- Doenges E, Marilynn. (2002) Rencana Asuhan Keperawatan. Kajarta : EGC


- Mochtar, Rustam. Prof. DR. (1998). Sypnosis Obstetrik : Obstetrik Patologi. Edisi I.
Jakarta : EGC
- Mitayani. 2011. Asuhan Keperawatan Maternitas. Jakarta. Salemba Medika
- Purwaningsih Wahyu. 2010. Asuhan Keperawatan Maternitas. Yogyakarta :
Nuha Medika
- http://sumiatiohorella.blogspot.com/2013/06/asuhan-keperawatan-ibu-hamil-
dengan.html. Diakses pada tanggal 22 Mei 2014)
- http://asuhankeperawatanonline.blogspot.com/2012/02/asuhan-keperawatan-pada-
klien-dengan_4114.html. Diakses pada tanggal 22 Mei 2014)
- http://ainicahayamata.wordpress.com/2011/03/30/diabetes-mellitus-gestasional-dmg/.
Diakses pada tanggal 22 Mei 2014)
- http://octarinimayyasari.blogspot.com/2013/04/diabetes-mellitus-gestasional-
dmg.html. Diakses pada tanggal 22 Mei 2014)
- https://widhiirawan.wordpress.com/2011/10/24/askeb-diabetes-dalam-kehamilan-diabetes-
melitus-gestasional/
- http://bidanvirgil.blogspot.com/2013/05/asuhan-kebidanan-pada-ibu-dengan.html

Anda mungkin juga menyukai