Pembimbing :
dr. Sutarno, Sp. THT-KL
Disusun Oleh :
Izzati Saidah
030.13.234
Universitas : Trisakti
Ditujukan untuk memenuhi nilai referat kepanitraan Ilmu Penyakit Telinga Hidung
Tenggorok Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti di Rumah Sakit TNI-AL
Dr. Mintohardjo Jakarta.
Mengetahui
i
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah yang Maha Kuasa,
atas segala nikmat, rahmat, dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
referat yang berjudul “Sinusitis Maksilaris Dentogen” dengan baik dan tepat waktu.
Referat ini disusun dalam rangka memenuhi tugas Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit
Telinga Hidung Tenggorok Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti di Rumah Sakit
TNI-AL Dr. Mintohardjo Jakarta periode 19 Februari – 23 Maret 2018. Di samping
itu, referat ini ditujukan untuk menambah pengetahuan bagi kita semua tentang
Sinusitis Maksilaris Dentogen.
Melalui kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada dr.
Sutarno Sp.THT-KL selaku pembimbing dalam penyusunan referat ini, serta kepada
dokter – dokter pembimbing lain yang telah membimbing penulis selama di
Kepaniteraan Klinik Rumah Sakit TNI-AL Dr. Mintohardjo. Penulis juga
mengucapkan terima kasih kepada rekan – rekan anggota Kepaniteraan Klinik Ilmu
Penyakit Telinga Hidung Tenggorok serta berbagai pihak yang telah memberi
dukungan dan bantuan kepada penulis.
Penulis menyadari referat ini masih jauh dari sempurna dan tidak luput dari
kesalahan. Oleh karena itu, penulis sangat berharap adanya kritik maupun saran yang
membangun. Akhir kata penulis ucapkan terima kasih, semoga tugas ini dapat
memberikan tambahan informasi bagi kita semua.
Izzati Saidah
2
DAFTAR ISI
HALAMAN PENGESAHAN........................................................................................i
KATA PENGANTAR...................................................................................................ii
DAFTAR ISI................................................................................................................iii
.1 Anatomi..........................................................................................................2
.2 Definisi...........................................................................................................5
.3 Epidemiologi..................................................................................................6
.4 Etiologi...........................................................................................................6
.5 Patofisiologi....................................................................................................8
.6 Manifestasi Klinis.........................................................................................11
.7 Penegakan Diagnosis....................................................................................12
.8 Penatalaksanaan............................................................................................19
.9 Komplikasi....................................................................................................23
2.10 Prognosis.....................................................................................................24
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................26
iii
BAB I
PENDAHULUAN
Sinusitis merupakan suatu proses inflamasi yang melibatkan mukosa hidung dan sinus
paranasal.(1,2) Penyakit sinusitis selalu dimulai dengan penyumbatan daerah kompleks
ostiomeatal (KOM) oleh infeksi, obstruksi mekanis atau alergi, dan oleh karena penyebaran
infeksi gigi.(7) Sinusitis dibagi menjadi kelompok akut dan kronik. Secara anatomi, sinus
maksilaris, berada di pertengahan antara hidung dan rongga mulut dan merupakan lokasi yang
rentan terinvasi oleh organisme patogen lewat ostium sinus maupun lewat rongga mulut.(1)
Masalah gigi seperti penyakit pada periodontal dan lesi periapikal dilaporkan
menyebabkan 58% sampai 78% penebalan mukosa sinus maksilaris.(3) Data dari Departemen
Kesehatan RI tahun 2003 menyebutkan bahwa penyakit hidung dan sinus berada dalam urutan
ke-25 dari 50 pola penyakit peringkat utama atau sekitar 102.817 penderita rawat jalan di
rumah sakit.(4) Sinusitis dentogen dapat mencapai 10% hingga 12% dari seluruh kasus sinusitis
maksilaris.(9) Penelitian lain juga mendapatkan insiden sinusitis dentogen di Departemen THT-
KL/RSUP H. Adam Malik sebesar 13.67% dan yang terbanyak disebabkan oleh abses apikal
yaitu sebanyak 71.43%.(5)
Sinusitis maksilaris akut dapat disebabkan oleh rhinitis akut, infeksi faring seperti
faringitis, adenoiditis, tonsillitis akut, infeksi gigi rahang atas P1, P2, serta Ml, M2, M3
(dentogen).(6) Sinusitisd entogen merupakan salah satu penyebab penting sinusitis kronis.
Dasar sinus maksila adalah prosesus alveolaris tempat akar gigi rahang atas, sehingga rongga
sinus maksila hanya dipisahkan oleh tulang tipis dengan akar gigi, bahkan kadang-kadang
tanpa tulang pembatas. Infeksi gigi rahang atas seperti infeksi apikal akar gigi atau inflamasi
jaringan periodontal mudah menyebar secara langsung ke sinus atau melalui pembuluh darah
dan limfe.(5) Curiga adanya sinusitis dentogen pada sinusitis maksila kronik yang mengenai
satu sisi dengan ingus purulen dan napas berbau busuk. Untuk mengobati sinusitisnya, gigi
yang terinfeksi harus dicabut atau dirawat, dan pemberian antibiotik yang mencakup bakteri
anaerob, serta sering juga dilakukan irigasi sinus maksila.(7,8)
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2
ekspansi terus sehingga hanya meninggalkan tulang alveolar antara sinus dan rongga
mulut; d) Otot levator labial dan orbicularis oculi di dinding lateral dari maksila dapat
langsung menyebabkan penyebaran infeksi. Dinding lateral ini lemah dan mudah ditembus
dari lantai sinus. Akibatnya, infeksi odontogenik umumnya terjadi bersamaan dengan
infeksi jaringan lunak vestibular/fasia.(10)
SINUS MAKSILA
Sinus maksila merupakan sinus paranasal yang terbesar. Saat lahir sinus
maksila bervolume 6-8 ml, sinus kemudian berkembang dengan cepat dan akhirnya
mencapai ukuran maksimal, yaitu 15 ml saat dewasa.(7,9,10,11) Sinus maksila berbentuk
piramid. Dinding anterior sinus ialah permukaan fasial os maksila yang disebut fosa
kanina, dinding posteriornya adalah permukaan infra-temporal maksila, dinding
medialnya ialah dinding lateral rongga hidung, dinding superiornya ialah dasar orbita dan
dinding inferiornya ialah prossesus alveolaris dan palatum. Ostium sinus maksila berada
di sebelah superior dinding medial sinus dan bermuara ke hiatus semilunaris melalui
infundibulum etmoid.(9)
Dari segi klinik yang perlu diperhatikan adalah a) dasar sinus maksila sangat
berdekatan dengan akar gigi rahang atas, yaitu premolar (P1 dan P2), molar (M1 dan M2),
kadang-kadang juga gigi taring (C) dan gigi molar M3, bahkan akar-akar gigi tersebut
dapat menonjol ke dalam sinus, sehingga infeksi gigi geligi mudah naik ke atas
3
menyebabkan sinusitisSinusitis maksila dapat menimbulkan komplikasi orbita; b) Ostium
sinus maksila terletak lebih tinggi dari dasar sinus, sehingga drenase hanya tergantung
dari gerak silia, lagipula drenase juga harus melalui infundibulum yang sempit; c)
Infundibulum adalah bagian dari sinus etmoid anterior dan pembengkakan akibat radang
atau alergi pada daerah ini dapat menghalang drenase sinus maksila dan selanjutnya
menyebabkan sinusitis.(9,10)
Sistem mukosiliar
2
Seperti pada mukosa hidung, di dalam sinus juga terdapat mukosa bersilia dan palut
lendir di atasnya. Di dalam sinus silia bergerak secara teratur untuk mengalirkan lendir
menuju ostium alamiahnya mengikuti jalur-jalur yang sudah tertentu polanya.(7,9)
.2 Definisi
Sinusitis adalah suatu proses inflamasi yang melibatkan mukosa hidung dan
sinus paranasal.(1,2) Sinusitis dibagi menjadi dua menurut waktunya, yaitu sinusitis akut dan
sinusitis kronik. Sinusitis akut bila keluhan terjadi kurang dari 12 minggu dan sinusitis
kronis bila keluhan terjadi 12 minggu atau lebih.(1)
.3 Epidemiologi
3
Di Eropa sinusitis diperkirakan mengenai 10-30% populasi, sedangkan di
Amerika lebih dari 30 juta penduduk per tahun menderita sinusitis, 10-15% dari seluruh
kasus sinusitis tersebut berasal dari infeksi gigi pada orang dewasa. (12) Penelitian lain di
Amerika Serikat juga menunjukkan 10% kasus sinusitis maksila yang terjadi setelah
gangguan pada gigi.(13) Penelitian di India juga mendapatkan bahwa sinusitis maksila tipe
dentogen sebanyak 10% kasus yang disebabkan oleh abses gigi dan abses apikal.
Data dari sub bagian Rinologi THT FKUI RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo
menunjukkan angka kejadian sinusitis yang tinggi yaitu 248 pasien (50%) dari 496 pasien
rawat jalan. Data lain menunjukkan sinusitis dentogen di Departemen THT-KL/RSUP H.
Adam Malik sebesar 13.67% dan yang terbanyak disebabkan oleh abses apikal yaitu
sebanyak 71.43%. Hasil dari penelitian tersebut juga menunjukkan insiden sinusitis
dentogen lebih tinggi pada wanita dan angka kejadian tertinggi pada usia dekade ketiga
dan keempat.(8)
.4 Etiologi
Penyebab tersering adalah ekstraksi gigi molar, biasanya molar pertama,
dimana sepotong kecil tulang di antara akar gigi molar dan sinus maksilaris ikut
terangkat. Nathaniel Highmore yang mengemukakan tentang membran tulang tipis yang
memisahkan gigi geligi dari sinus pada tahun 1651, “Tulang yang membungkus antrum
maksilaris dan memisahkannya dengan soket geligi tebalnya tidak melebihi kertas
pembungkus.” (10,11)
Infeksi gigi lain seperti abses apikal atau penyakit periodontal dapat
menimbulkan kondisi serupa. Gambaran bakteriologik sinusitis dentogen ini didominasi
terutama oleh infeksi bakteri gram negatif. Karena itulah infeksi ini menyebabkan pus
yang berbau busuk dan akibatnya timbul bau busuk dari hidung. Prinsip terapi adalah
pemberian antibiotik, irigasi sinus, dan koreksi gangguan geligi.(13)
Etiologi sinusitis dentogen, yaitu a) penjalaran infeksi gigi, infeksi periapikal
gigi maksila dari kaninus sampai gigi molar tiga atas. Biasanya infeksi lebih sering terjadi
pada kasus-kasus akar gigi yang hanya terpisah dari sinus oleh tulang yang tipis,
walaupun kadang-kadang ada juga infeksi mengenai sinus yang dipisahkan oleh tulang
2
yang tebal; b) prosedur ekstraksi gigi, misalnya terdorong gigi ataupun akar gigi sewaktu
akan diusahakan mencabutnya, atau terbukanya dasar sinus sewaktu dilakukan
pencabutan gigi; c) p enjalaran penyakit periodontal yaitu adanya
penjalaran infeksi dari membran periodontal melalui tulang spongiosa ke mukosa sinus;
d) trauma, terutama fraktur maksila yang mengenai prosesus alveolaris dan sinus maksila;
e) adanya benda asing dalam sinus berupa fragmen akar gigi dan bahan tambalan akibat
pengisian saluran akar yang berlebihan; e) osteomielitis akut dan kronis pada maksila; f)
kista dentogen yang seringkali meluas ke sinus maksila, seperti kista radikuler dan
folikuler; g) deviasi septum kavum nasi, polip, serta neoplasma atau tumor dapat
menyebabkan obstruksi ostium yang memicu sinusitis. (10,12 )
.5 Patofisiologi
Kesehatan sinus dipengaruhi oleh patensi ostium-ostium sinus dan lancarnya
klirens mukosiliar (mucociliary clearance) di dalam kompleks osteomeatal. Sinus dilapisi
oleh sel epitel respiratorius. Lapisan mukosa yang melapisi sinus dapat dibagi menjadi
dua yaitu lapisan viscous superficial dan lapisan serous profunda. Cairan mukus
dilepaskan oleh sel epitel untuk membunuh bakteri maka bersifat sebagai antimikroba
serta mengandungi zat-zat yang berfungsi sebagai mekanisme pertahanan tubuh terhadap
kuman yang masuk bersama udara pernafasan. Cairan mukus secara alami menuju ke
ostium untuk dikeluarkan jika jumlahnya berlebihan.(14)
Faktor yang paling penting yang mempengaruhi patogenesis terjadinya
sinusitis yaitu apakah terjadi obstruksi dari ostium, jika terjadi obstruksi ostium sinus
akan menyebabkan terjadinya hipooksigenasi, yang menyebabkan fungsi silia berkurang
dan epitel sel mensekresikan cairan mukus dengan kualitas yang kurang baik. Disfungsi
silia ini akan menyebabkan retensi mukus yang kurang baik pada sinus. Kegagalan
transpor mukus dan menurunnya ventilasi sinus merupakan faktor utama berkembangnya
sinusitis.(5)
Patofisiologi sinusitis adalah inflamasi mukosa hidung menyebabkan
pembengkakan (oedem) dan eksudasi, yang mengakibatkan obstruksi ostium sinus.
Obstruksi ini menyebabkan gangguan ventilasi dan drainase, resorbsi oksigen yang ada di
3
rongga sinus, kemudian terjadi hipoksia (oksigen menurun, pH menurun, tekanan
negatif), selanjutnya diikuti permeabilitas kapiler meningkat, sekresi kelenjar meningkat
kemudian transudasi, peningkatan eksudasi serous, penurunan fungsi silia, akhirnya
terjadi retensi sekresi di sinus ataupun pertumbuhan kuman.(16)
Kejadian sinusitis maksila akibat infeksi gigi rahang atas terjadi karena infeksi
bakteri anaerob menyebabkan terjadinya karies profunda sehingga jaringan lunak gigi dan
sekitarnya rusak. Pada pulpa yang terbuka, kuman akan masuk dan mengadakan
pembusukan pada pulpa sehingga membentuk gangren pulpa. Infeksi ini meluas dan
mengenai selaput periodontium menyebabkan periodontitis dan iritasi akan berlangsung
lama sehingga terbentuk pus. Abses periodontal ini kemudian dapat meluas dan mencapai
tulang alveolar menyebabkan abses alveolar. Tulang alveolar membentuk dasar sinus
maksila sehingga memicu inflamasi mukosa sinus. Disfungsi silia, obstruksi ostium sinus
2
dan abnormalitas sekresi mukus menyebabkan akumulasi cairan dalam sinus sehingga
terjadinya sinusitis maksila.(15)
.6 Manifestasi Klinis
Gejala subyektif terdiri dari gejala sistemik dan gejala lokal. Gejala sistemik
ialah demam dan rasa lesu. Gejala lokal pada hidung terdapat ingus kental yang kadang-
kadang berbau dan dirasakan mengalir ke nasofaring. Dirasakan hidung tersumbat,
Seringkali terdapat nyeri pipi khas yang tumpul dan menusuk, serta nyeri di tempat
lain karena nyeri alih (referred pain). Sekret mukopurulen dapat keluar dari hidung
dan terkadang berbau busuk. Batuk iritatif non-produktif juga seringkali ada nyeri alih
dirasakan di dahi dan di depan telinga. Penciuman terganggu dan ada perasaan penuh
dipipi waktu membungkuk ke depan. Terdapat perasaan sakit kepala waktu bangun tidur
dan dapat menghilang hanya bila peningkatan sumbatan hidung sewaktu berbaring sudah
ditiadakan.(1)
Gejala obyektif, pada pemeriksaan sinusitis maksila akut akan tampak
pembengkakan di pipi dan kelopak mata bawah. Pada rinoskopi anterior tampak mukosa
konka hiperemis dan edema. Pada sinusitis maksila, sinusitis frontal dan sinusitis etmoid
anterior tampak lendir atau nanah di meatus medius. Pada rinoskopi posterior tampak
mukopus di nasofaring (post nasal drip).(5,9)
Sinusitis maksilaris dari tipe odontogen harus dapat dibedakan dengan
rinogen karena terapi dan prognosa keduanya sangat berlainan. Pada sinusitis maksilaris
tipe odontogenik ini hanya terjadi pada satu sisi serta pengeluaran pus yang berbau busuk.
Di samping itu, adanya kelainan apikal atau periodontal mempredisposisi kepada sinusitis
tipe dentogen. Gejala sinusitis dentogen menjadi lebih lambat dari sinusitis tipe rinogen.
(10)
.7 Penegakkan Diagnosis
3
Diagnosis sinusitis dentogen adalah berdasarkan pemeriksaan lengkap pada
gigi serta pemeriksaan fisik lainnya. Ini mencakup evaluasi gejala klinis pasien sesuai
dengan kriteria American Academy of Otolaryngology Head and Neck Surgery (AAO-
HNS), yang mana diagnosis sinusitis membutuhkan setidaknya 2 faktor mayor atau
setidaknya 1 faktor mayor dan 2 faktor minor dari serangkaian gejala dan tanda klinis,
riwayat penyakit gigi geligi, serta temuan radiologi sinus paranasal dan CT Scan. Selain
itu, kadang diperlukan konsultasi dengan departemen kedokteran gigi untuk mendukung
dan membuat diagnosis sinusitis dentogen serta penatalaksanaannya.(7,9)
.7.1 Anamnesis
Riwayat rinore purulen yang berlangsung lebih dari 7 hari, merupakan
keluhan yang paling sering dan paling menonjol pada sinusitis akut. Keluhan
ini dapat disertai keluhan lain seperti sumbatan hidung, nyeri/rasa tekanan pada
muka, nyeri kepala, demam, ingus belakang hidung, batuk, anosmia/hiposmia,
nyeri periorbital, nyeri gigi, nyeri telinga dan serangan mengi (wheezing) yang
meningkat pada penderita asma.(9,10,17)
Riwayat gejala sesuai dengan 2 kriteria mayor atau 1 kriteria mayor
ditambah kriteria minor dari kumpulan gejala dan tanda menurut International
Consensus on Sinus Disease, tahun 1993 dan 2004.(16) Kriteria mayor terdiri
dari sumbatan atau kongesti hidung, sekret hidung purulen, sakit kepala, nyeri
atau rasa tertekan pada wajah dan gangguan penghidu. Kriteria minornya
adalah demam dan halitosis.(17)
2
tempat tersebut. Adanya maserasi pada bibir atas dapat kita temukan saat
melakukan inspeksi hidung & sinus paranalis. Maserasi disebabkan oleh sekresi
yang berasal dari sinusitis dan adenoiditis.(10,17)
PALPASI
Terdapat dua cara kita melakukan palpasi pada regio frontalis sinus
frontalis, yaitu dengan menekan lantai sinus frontalis ke arah mediosuperior
dengan tenaga optimal dan simetris (besar tekanan sama antara sinus frontalis
kiri dan kanan). Palpasi kita beri nilai bila kedua sinus frontalis tersebut
memiliki reaksi yang berbeda. Sinus frontalis yang lebih sakit berarti sinus
tersebut patologis. Kita menekan dinding anterior sinus frontalis ke arah medial
dengan tenaga optimal dan simetris. Hindari menekan foramen supraorbitalis.
Foramen supraorbitalis mengandung nervus supraorbitalis sehingga juga
menimbulkan reaksi sakit pada penekanan. Penilaiannya sama dengan cara
pertama diatas. Palpasi fossa kanina kita peruntukkan buat interpretasi keadaan
sinus maksilaris. Syarat dan penilaiannya sama seperti palpasi regio frontalis
sinus frontalis. Hindari menekan foramen infraorbitalis karena terdapat nervus
infraorbitalis.(17)
PERKUSI
Perkusi pada regio frontalis sinus frontalis dan fossa kanina kita
lakukan apabila palpasi pada keduanya menimbulkan reaksi hebat. Syarat-
syarat perkusi sama dengan syarat-syarat palpasi. (17)
3
Rinoskopi Anterior
Rinoskopi Posterior
2
punggung lidah pasien di depan uvula. Punggung lidah kita tekan ke bawah di
paramedian kanan lidah sehingga terbuka ruangan yang cukup luas untuk
menempatkan cermin kecil dalam nasofaring pasien. Masukkan cermin
kedalam faring dan kita tempatkan antara faring dan palatum mole kanan
pasien. Cermin lalu kita sinari dengan menggunakan cahaya lampu kepala.
Khusus pasien yang sensitif, sebelum kita masukkan spatula, kita berikan lebih
dahulu tetrakain 1% 3-4 kali dan tunggu ± 5 menit.(9,10,17)
Pemeriksaan Transiluminasi
Nasoendoskopi
3
Pemeriksaan nasoendoskopi dapat dilakukan untuk menilai kondisi
kavum nasi hingga ke nasofaring. Pemeriksaan ini dapat memperlihatkan
dengan jelas keadaan dinding lateral hidung. Pemeriksaan ini sangat dianjurkan
untuk menentukan diagnosa yang lebih tepat dan dini. Tanda khas ialah adanya
pus di meatus media (pada sinusitis maksilaris, etmoid anterior dan frontalis)
atau di meatus superior (pada sinusitis etmoidalis posterior dan sfenoid).(9,17)
CT Scan
2
Sinoskopi
.8 Penatalaksanaan
Prinsip penatalaksanan sinusitis dentogen, yaitu a) atasi masalah gigi; b)
Penderita dengan sinusitis akut yang disertai demam dan kelemahan sebaiknya
beristirahat ditempat tidur. Diusahakan agar kamar tidur mempunyai suhu dan
kelembaban udara tetap; c)konservatif, diberikan obat-obatan: antibiotika,
dekongestan, antihistamin, kortikosteroid dan irigasi sinus; d) operatif. Beberapa macam
tindakan bedah sinus, yaitu antrostomi meatus inferior, Caldwell-Luc, etmoidektomi intra
dan ekstra nasal, trepanasi sinus frontal, dan bedah sinus endoskopik fungsional.(9,10 )
.8.1 AKUT
Diberikan terapi medikamentosa berupa antibiotik empirik (2x24 jam).
Antibiotik yang diberikan lini I yakni golongan penisilin atau kotrimoksazol
dan terapi tambahan yakni obat dekongestan oral dan topikal, mukolitik untuk
memperlancar drainase dan analgetik untuk menghilangkan rasa nyeri. Pada
pasien atopi, diberikan antihistamin atau kortikosteroid topikal. Jika ada
perbaikan maka pemberian antibiotik diteruskan sampai mencukupi 10-14 hari.
(7-10)
Jika tidak ada perbaikan maka dilakukan rontgen foto polos atau CT Scan
dan atau nasoendoskopi. Bila dari pemeriksaan tersebut ditemukan kelainan
maka dilakukan terapi sinusitis kronik. Tidak ada kelainan maka dilakukan
evaluasi diagnosis yakni evaluasi komprehensif alergi dan kultur dari fungsi
sinus.(8,9) Terapi pembedahaan pada sinusitis akut jarang diperlukan, kecuali
bila telah terjadi komplikasi ke orbita atau intrakranial, atau bila ada nyeri yang
hebat karena ada sekret tertahan oleh sumbatan.(7,8)
3
.8.2 KRONIK
Apabila ditemukan faktor predisposisinya, maka dilakukan tatalaksana
yang sesuai dan diberi terapi tambahan. Jika ada perbaikan maka pemberian
antibiotik mencukupi 10-14 hari.(9) Jika faktor predisposisi tidak ditemukan
maka terapi sesuai pada episode akut lini II + terapi tambahan. Sambil
menunggu ada atau tidaknya perbaikan, diberikan antibiotik alternative 7 hari
atau buat kultur. Jika ada perbaikan diteruskan antibiotik mencukupi 10-14
hari, jika tidak ada perbaikan, evaluasi kembali dengan pemeriksaan
nasoendoskopi, sinuskopi (jika irigasi 5x tidak membaik). Jika ada obstruksi
kompleks osteomeatal maka dilakukan tindakan bedah yaitu BSEF atau bedah
konvensional. Jika tidak ada obstruksi maka evaluasi diagnosis.(9,10) Daerah
sinus yang sakit bisa dilakukan diatermi gelombang pendek. Jika ada sinusitis
maksila dilakukan pungsi dan irigasi sinus, sedang sinusitis ethmoid, frontal
atau sfenoid dilakukan tindakan pencucian Proetz.
Pembedahan Radikal :
- Sinus maksila dengan operasi Caldwell-luc
Tindakan ini dilakukan bila pengobatan koservatif gagal. Terapi radikal
dilakukan dengan mengangkat mukosa yang patologik dan membuat drenase dari
sinus yang terkena. Untuk sinus maksila dilakukan operasi Caldwell-Luc.
Pembedahan ini dilaksanakan dengan anestesi umum atau lokal. Jika dengan
anestesi lokal, analgesi intranasal dicapai dengan menempatkan tampon kapas
yang dibasahi kokain 4% atau tetrakain 2% dengan efedrin 1% diatas dan dibawah
konka media. Prokain atau lidokain 2% dengan tambahan ephineprin disuntika di
fosa kanina. Suntikan dilanjutkan ke superior untuk saraf intraorbital. Incisi
horizontal dibuat di sulkus ginggivobukal, tepat diatas akar gigi. Incisi dilakukan di
superior gigi taring dan molar kedua. Incisi menembus mukosa dan periosteum.
Periosteum diatas fosa kanina dielevasi sampai kanalis infraorbitalis, tempat saraf
orbita diidentifikasi dan secara hati-hati dilindungi.(8,9,16)
2
Pada dinding depan sinus dibuat fenestra, dengan pahat, osteatom atau
alat bor. Lubang diperlebar dengan cunam pemotong tulang kerison, sampai jari
kelingking dapat masuk. Isi antrum dapat dilihat dengan jelas. Dinding nasoantral
meatus inferior selanjutnya ditembus dengan trokar atau hemostat bengkok.
Antrostomi intranasal ini dapat diperlebar dengan cunam kerison dan cunam yang
dapat memotong tulang kearah depan. Lubang nasoantral ini sekurang-kurangnya
1,5 cm dan yang dipotong adalah mukosa intra nasal, mukosa sinus dan dinding
tulang. Telah diakui secara luas bahwa berbagai jendela nasoantral tidak
diperlukan. Setelah antrum diinspeksi dengan teliti agar tidak ada tampon yang
tertinggal, incisi ginggivobukal ditutup dengan benang plain cat gut 00. biasanya
tidak diperlukan pemasangan tampon intranasal atau intra sinus. Jika terjadi
perdarahan yang mengganggu, kateter balon yang dapat ditiup dimasukan kedalam
antrum melalui lubang nasoantral. Kateter dapat diangkat pada akhir hari ke-1 atau
ke 2. kompres es di pipi selama 24 jam pasca bedah penting untuk mencegah
edema, hematoma dan perasaan tidak nyaman.(8,9)
3
Komplikasi pasca tindakan BSEF dapat dibedakan menjadi komplikasi
awal dan lanjut. Komplikasi awal meliputi hematoma orbita, penurunan
penglihatan, diplopia, kebocoran cairan serebrospinal, meningitis, abses otak,
cedera arteri karotis dan epifora. Komplikasi lanjut yang dapat terjadi adalah
rekurensi, mukosil dan miosferulosis akibat salep yang digunakan dan benda asing.
Komplikasi orbita dan intrakranial juga dapat terjadi sebagai komplikasi lanjut.(16)
.9 Komplikasi
CT-Scan penting dilakukan dalam menjelaskan derajat penyakit sinus dan
derajat infeksi di luar sinus, pada orbita, jaringan lunak dan kranium. Pemeriksaan ini
harus rutin dilakukan pada sinusitis rekuren, kronis atau berkomplikasi.(7,9,17)
.9.1 Komplikasi Orbita
Sinusitis ethmoidalis merupakan penyebab komplikasi pada orbita yang
tersering. Pembengkakan orbita dapat merupakan manifestasi dari ethmoidalis
akut, namun sinus frontalis dan sinus maksilaris juga terletak di dekat orbita
dan dapat menimbulkan infeksi isi orbita.(9-11)
.9.2 Komplikasi Intra Kranial
Meningitis akut, salah satu komplikasi sinusitis yang terberat yang
mana infeksi dari sinus paranasalis dapat menyebar sepanjang saluran vena atau
langsung dari sinus yang berdekatan, seperti lewat dinding posterior sinus
frontalis atau melalui lamina kribriformis di dekat sistem sel udara ethmoidalis.
Abses dural, adalah kumpulan pus diantara dura dan tabula interna kranium,
seringkali mengikuti sinusitis frontalis. Proses ini timbul lambat, sehingga
pasien hanya mengeluh nyeri kepala dan sebelum pus yang terkumpul mampu
menimbulkan tekanan intrakranial. Abses subdural, adalah kumpulan pus
diantara duramater dan arachnoid atau permukaan otak. Gejala yang timbul
sama dengan abses dural. Abses otak, setelah sistem vena, dapat
mukoperiosteum sinus terinfeksi, maka dapat terjadi perluasan metastatik
secara hematogen ke dalam otak. Terapi komplikasi intra kranial ini adalah
2
antibiotik yang intensif, drainase secara bedah pada ruangan yang mengalami
abses dan pencegahan penyebaran infeksi. (9-11,16)
.10 Prognosis
Prognosis sinusitis tipe dentogen sangat tergantung kepada tindakan
pengobatan yang dilakukan dan komplikasi penyakitnya. Jika drainase sinus membaik
dengan terapi antibiotik atau terapi operatif maka pasien mempunyai prognosis yang
baik.(10)
BAB III
KESIMPULAN
Sinusitis merupakan penyakit yang sering ditemukan dalam praktek dokter sehari-hari,
bahkan dianggap sebagai salah satu penyebab gangguan kesehatan tersering di seluruh dunia.
Sinusitis didefinisikan sebagai inflamasi mukosa sinus paranasal. Umumnya disertai atau
dipicu oleh rinitis sehingga sering disebut rinosinusitis. Penyakit utamanya adalah selesma
(common cold) yang merupakan infeksi virus, yang selanjutnya dapat diikuti oleh infeksi
bakteri. Bila mengenai beberapa sinus disebut multisinusitis, sedangkan bila mengenai semua
sinus paranasal disebut pansinusitis.
Sinusitis dentogen adalah peradangan mukosa hidung dan satu atau lebih mukosa sinus
paranasal yang disebabkan oleh penyebaran infeksi gigi. 10% kasus sinusitis dengan sumber
odontogenik adalah disebabkan oleh rahang atas.1,2 Meskipun sinusitis dentogen adalah
kondisi yang relatif umum, patogenesisnya masih belum jelas serta masih kurangnya
konsensus mengenai gejala klinis, pengobatan, dan pencegahan. Terjadinya sinusitis dentogen
dapat terjadi melalui dua cara, yaitu infeksi gigi yang kronis dapat menimbulkan jaringan
granulasi di salam mukosa sinus maksila, penyebaran secara langsung, hematogen atau
limfogen dari granuloma apikal atau kantong periodontal gigi ke sinus maksila. Bila sinusitis
disebabkan faktor gigi biasanya pasien mengeluhkan hidung berbau.
3
Diagnosis dilakukan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan rinoskopi anterior dan
rinoskopi posterior, nasoendoskopi, disertai pemeriksaan penunjang berupa transluminasi, foto
rontgen, CT-Scan dan MRI. Penatalaksanaannya adalah mengatasi masalah gigi, konservatif,
diberikan obat-obatan; antibiotika, dekongestan, antihistamin, kortikosteroid dan irigasi sinus
serta operatif. Beberapa macam tindakan bedah sinus yaitu antrostomi meatus inferior,
Caldwell-Luc, etmoidektomi intra dan ekstra nasal, trepanasi sinus frontal dan bedah sinus
endoskopik fungsional.
DAFTAR PUSTAKA
1. Fokkens W., Lund V., Mullol J. European position paper on rhinosinusitis and nasal
polyps. Rhinology. 2007 (disitasi tanggal 23 Agustus 2016); 45(20):1-139. Tersedia
dari: www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/17844873
2. Busquets JM., Hwang PH. Nonpolypoid rhinosinusitis: Classification, diagnosis and
treatment. In Bailey BJ, Johnson JT, Newlands SD, eds. Head & Neck Surgery –
Otolaryngology. 4th ed. Philadelphia:Lippincott Williams & Wilkins; 2006.
3. Vallo JL., Suominen T., Huumonen S., Soikkonen K., Norblad A. Prevalence of
mucosal abnormalities of the maxillary sinus and their relationship to dental disease in
panoramic radiography: results from the health 2000 health examination survey. Oral
Surgery, Oral Medicine, Oral Pathology, Oral Radiology and Endodontics. 2010;
109(3):80-87.
4. Departemen Kesehatan RI. Pola Penyakit 50 peringkat utama menurut DTD Pasien
Rawat Jalan di Rumah Sakit Indonesia Tahun 2003. Jakarta: Departemen Kesehatan
RI; 2003.
5. Farhat. Peran Infeksi Gigi Rahang Atas pada Kejadian Sinusitis Maksila di RSUP
H.Adam Malik Medan Dept. Ilmu Kesehatan THT, Bedah Kepala, dan Leher FK
USU/RSUP H.Adam Malik Medan; 2006.
2
6. Universitas Muhammadiyah Semarang. Sinusitis Maksilaris Odontogen. Universitas
Muhammadiyah Semarang; disitasi tanggal 24 Agustus 2016. Tersedia dari:
http://digilib.unimus.ac.id/dow n load.php.id=12241
7. Boies LR, Adams GL. Buku Ajar Penyakit THT. Edisi VI. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC; 1997
8. Mulyarjo, Soejak S. Sinusitis. Naskah Lengkap Perkembangan Terkini Diagnosis dan
Penatalaksanaan S. Sinusitis. Surabaya, 2006; 1-6
9. Soetjipto Damayanti, Endang Mangunkusumo. Sinus Paranasal. Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Telinga-Hidung-Tenggorok, Kepala Leher. Edisi VI. Jakarta, Balai Penerbit
FKUI, 2008; 145-53.
10. Universitas Sumatera Utara. Sinusitis Maksilaris Dentogen. Tersedia dari URL
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31193/4/Chapter%20II.pdf. Diunduh
tanggal 9 Februari 2013
11. Abdul Rachman Saragih. Rinosinusitis Dentogen. Diambil dari dentika Dental Journal,
Vol 12, No 1. 2007. Hal : 81 -84. Tersedia dari URL :
http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/121078184.pdf. Diunduh tanggal 9 Februari
2013
12. Ramalinggam KK. Anatomy and physiology of nose and paranasal sinuses. A Short
Practice of Otolaryngology. All India Publishers; 214-31
3
http://repository.unand.ac.id/17210/1/Bedah_Sinus_Endoskopi_Fungsional_Revisi_pa
da_Rinosinusitis_Kronis.pdf. Diunduh tanggal 9 Februari 2013
17. Henny Kartika. Cara Pemeriksaan Hidung dan Sinus Paranasal. Tersedia dari URL
http://hennykartika.wordpress.com/2007/12/29/cara-pemeriksaan-hidung-dan-sinus-
paranasal/. Diunduh tanggal 9 Februari 2013
19. Rahman Sukri, Firdaus M. Abduh. Tumor Sinus Paranasal Dengan Perluasan
Intrakranial dan Metastasis ke Paru.Jurnal Kesehatan Andalas;2012:1(3).
20. Budiman Bestari j, Asyari Ade dari kepustakaan (Sumber: Budiman Bestari j, Asyari
Ade. Diagnosis Dan Penatalaksanaan Rinosinusitis Dengan Polip Nasi. Bagian Telinga
Hidung Tenggorok Bedah Kepala Leher (THT-KL) Fakultas Kedokteran Universitas
Andalas Padang