Makalah Kebutuhan Manusia Terhadap Agama
Makalah Kebutuhan Manusia Terhadap Agama
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kesehatan jasmani dan rohani
sehingga kita masih tetap bisa menikmati indahnya alam ciptaan-Nya. Sholawat dan salam
semoga senantiasa tercurahkan kepada teladan kita Muhammad SAW yang telah
menunjukkan kepada kita jalan yang lurus berupa ajaran agama yang sempurna dan menjadi
rahmat bagi seluruh alam.
Penulis sangat bersyukur karena telah menyelesaikan makalah yang menjadi tugas
pendidikan agama dengan judul memahami zakat dan perhitungannya. Disamping itu, Penulis
mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu hingga
terselesaikannya makalah ini.
Akhir kata, penulis memahami jika makalah ini tentu jauh dari kesempurnaan maka kritik dan
saran sangat kami butuhkan guna memperbaiki karya-karya kami di waktu-waktu mendatang.
MAKALAH
“KEBUTUHAN MANUSIA TERHADAP
AGAMA”
KELOMPOK IV
AYU LESTARI
DINA RAHMADANI
FITRAH ODDANG
POLTEKKES MAKASSAR
JURUSAN DIII. KEBIDANAN
2018/2019
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
PEMBAHASAN
Secara alamiah, manusia mengakui kekuatan dalam kehidupan ini di luar dirinya. Ini
dapat dilihat ketika manusia mengalami kesulitan hidup, musibah, dan berbagai bencana. Ia
mengeluh dan meminta pertolongan kepada sesuatu yang serba maha, yang dapat
membebaskannya dari keadaan itu. Naluriah ini membuktikan bahwa manusia perlu
beragama dan membutuhkan Sang Khaliknya. Adapun latar belakang manusia membutuhkan
agama:
1. Latar belakang fitrah manusia
Kenyataan bahwa manusia memiliki fitrah keagamaan ditegaskan dalam ajaran islam,
yakni bahwa agama adalah kebutuhan fitri manusia.
Setiap anak yang dilahirkan memiliki potensi beragama, maka kedua orang tuanyalah
yang menjadikan anak tersebut menjadi Islam, Kristen, Hindu, maupun Budha.
Bukti bahwa manusia sebagai makhluk yang memiliki potensi agama yaitu pada
manusia primitif yang tidak pernah mendapat informasi mengenai Tuhan, ternyata mereka
mempercayai adanya Tuhan, meskipun yang mereka percayai itu terbatas pada khayalan.
Dalam diri manusia sudah terdapat potensi beragama, potensi beragama ini memerlukan
pembinaan, pengarahan, dan pengembangan dengan cara mengenalkan agama kepadanya.
2. Kelemahan dan kekurangan manusia
Disamping manusia memiliki berbagai kesempurnaan manusia juga memiliki
kekurangan. Dalam pandangan al-Qur’an, manusia diciptakan oleh Allah dalam keadaan
sempurna, namun diperoleh pula manusia berpotensi positif dan negatif, sedangkan daya tarik
keburukan lebih kuat dari pada kebaikan.
Sifat-sifat keburukan yang ada pada manusia antara lain sombong, inkar, iri, dan lain
sebagainya, Karena itu manusia dituntut untuk menjaga kesuciaannya, hal yang dapat
dilakukan untuk menjaga kesuciannya dengan cara mendekatkan diri pada Tuhan dengan
bimbingan agama dan disinilah letak kebutuhan manusia terhadap agama.
3. Tantangan Manusia
Manusia dalam kehidupannya senantiasa menghadapi berbagai tantangan, baik yang
dating dari dalam maupun dari luar. Tantangan dari dalam berupa dorongan hawa nafsu dan
bisikan setan, sedangkan tantangan dari luar berupa rekayasa dan upaya-upaya yang
dilakukan manusia dengan sengaja ingin memalingkan manusia dari Tuhan.
Upaya mengatasi dan membentengi manusia adalah dengan mengajar mereka agar taat
menjalankan agama. Jadi upaya mengagamakan masyarakat menjadi sangat penting, agar
masyarakat mampu menghadapi tantangan baik dari luar maupun dari dalam.
Doktrin adalah ajaran tentang asas-asas suatu aliran politik, keagamaan, pendirian
segolongan ahli ilmu pengetahuan, keagamaan, pendirian segolongan ahli ilmu pengetahuan.
Istilah Doktrin berkaitan dengan suatu kebenaran dan ajaran. Keduanya tidak dapat
dipisahkan sebab menegaskan tentang kebenaran melalui ajaran, sedangkan yang diajarkan
biasanya dengan kebenaran. Dengan demikian, doktrin berisi tentang ajaran kebenaran yang
sudah tentu memiliki “balutan” filosofis. Doktrin banyak ditemukan dalam banyak agama
seperti Kristen dan Islam, di mana doktrin dianggap sebagai prinsip utama yang harus
dijunjung oleh semua umat agama tersebut.
Dalam konteks doktrin, agama selalu menjadi akidah, yakni sebagai suatu
kepercayaan kepada Tuhan, suatu ikatan, kesadaran, dan penyembahan secara spiritual
kepada-Nya. Sebagai suatu akidah, agama memiliki prinsip - prinsip kebenaran yang
dituangkan dalam bentuk doktrin.
Adapun doktrin didalam agama antara lain:
Doktrin utama dalam agama Yahudi:
Percaya kepada Allah pencipta langit bumi dan seluruh alam semesta, dan dia adalah Allah
yang kekal.
Percaya bahwa Musa adalah nabi yang menerima hokum Allah dan diutus untuk melayani
umat Allah, bangsa Israel, yang disebut kaum Yahudi.
Percaya dan menantikan datangnya Mesias yang akan menyatakan kerajaan Allah, dan
bahwa Dia pasti akan dating pada waktunya.
Doktrin utama dalam agama Budha:
Tentang realita penderitaan, bahwa di dalam hidup manusia tidak dapat menghindari realita
penderitaan.
Tentang penyebab adanya penderitaan.
Tentang cara manusia dapat mengakhiri penderitaan hidup di dunia ini adalah meniadakan,
membebaskan diri dari semua keinginan, hasrat dan perasaan yang ada dalam diri manusia.
Tentang jalan kelepasan dari penderitaan setelah memadamkan hasrat diri dan keinginan
tersebut, manusia melangkah ke dalam perjalanan menuju nirwana.
Doktrin utama dalam agama Khonghucu:
Pemujaan terhadap arwah para leluhur.
Kesalehan seorang anak terhadap orang tuanya.
Doktrin utama dalam agama Islam:
Iman dan kewajiban
Menjadi pemeluk Islam, haruslah sungguh-sungguh tunduk dan menyerahkan diri kepada
Allah dengan menyatakan imannya hanya kepada Allah yang Maha Esa dan melakukan
hokum-hukumNya.
Shari’a
Hukum Islam berasal dari Allah, yang merupakan bagian utama dalam kehidupan umat
Islam, dimana didalamnya mengatur hubungan manusia baik dengan sesame manusia
maupun Tuhan.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Dari berbagai pokok pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa manusia adalah makhluk
hidup yang berbadan tegak, yang kulitnya tampak (tidak tertutup bulu), tampak kulitnya,
mempunyai akal, pemikiran, akhlak yang utama emosi yang selalu berubah-ubah, perasaan
yang benar, daya nalar yang sehat, serta perkataan yang fasih dan jelas. Sedangkan agama
adalah lepas dari semua definisi maupun definisi lain yang dikemukakan oleh para pemikir
dunia lainnya, kita meyakini bahwa agama adalah kepercayaan akan adanya Tuhan yang
menurunkan wahyu kepada para nabi-Nya untuk umat manusia demi kebahagiaannya di
dunia dan akhirat. Namun, secara naluri manusia mengakui kekuatan dalam kehidupan ini di
luar dirinya. Ini dapat dilihat ketika manusia mengalami kesulitan hidup, musibah, dan
berbagai bencana. Ia mengeluh dan meminta pertolongan kepada sesuatu yang serba maha,
yang dapat membebaskannya dari keadaan itu. Naluriah ini membuktikan bahwa manusia
perlu beragama dan membutuhkan Sang Khaliknya. Kemudian ada tiga alasan yang melatar
belakangi perlunya manusia terhadap agama yaitu, Fitrah manusia, Kelemahan dan
kekurangan manusia, dan tantangan manusia. Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, maka
kebutuhan manusia akan agama Tuhan yang benar itu lebih besar daripada kebutuhannya
akan unsur-unsur pertama untuk menjaga hidupnya seperti air, makanan dan udara. Dan tidak
ada yang mengingkari atau memperdebatkan kebenaran ini kecuali pembangkang yang
sombong, tidak berguna kesombongannya dan tidak perlu didengar alasan-alasannya.
Manusia beragama karena mereka memerlukan sesuatu dari agama itu yaitu memerlukan
petunjuk-petunjuk untuk kebahagiaan hidupnya di dunia dan akhirat.
DAFTAR PUSTAKA
[1] Endang Saifuddin Anshari, Ilmu, Filsafat Dan Agama, (Surabaya: PT. Bina Ilmu,
1982), hal.172
[2] Aminuddin, dkk, Pendidikan Agama Islam, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2005), hal.
12
[3] Ibid., hal. 39
[4] Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, (Yogyakarta: Gama Media, 2005), hal.13
[5] Ibid., hal.16
[6] Endang Saifuddin Anshari, Ilmu, Filsafat .........., hal. 142
[7] http://abdain.wordpress.com/2010/04/11/fungsi-agama-bagi-kehidupan/, diakses
23 September 2012
[8] Hendropuspito, Sosiologi Agama, (Yogyakarta: Kanisius, 2006), hal. 38
[9] http://id.wikipedia.org/wiki/Agama#Fungsi, diakses 21 September 2012
[10] Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia,
(Jakarta: Balai Pustaka, 1989), hal. 211
[11] Adeng Mucthar Ghazali, Agama dan Keberagaman dalam Konteks
Perbandingan Agama, (Bandung: Pustaka Setia, 2004), hal. 51
[12] Magdalena Pranata Santoso, Filsafat Agama, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2009),
hal. 39
[13] Ibid., hal.44
[14]Ibid., hal. 51
[15]Ibid., hal.54