Anda di halaman 1dari 38

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam teori ekonomi klasik yang kini masih relavan diterapkan

diberbagai Negara menyebutkan bahwa “salah satu sumber

penerimaan negara adalah sector pajak”. Pernyataan ini tertuang di

dalam naskah Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 23 ayat 2 yang

berbunyi sebagai berikut: “segala pajak dipungut berdasarkan UU

demi kepentingan negara yang ditujukan demi kesejahteraan takyat”.

Pajak adalah salah satu alat yang digunakan pemerintah di

dalam mencapa itujuan untuk mendapatkan penerimaan baik yang

bersifat langsung maupun tidak langsung dari masyarakat, untuk itu di

perlukan adanya kesadaran dari masyarakat akan kewajiban pajaknya

karena pajak yang di kumpul digunakan untuk kepentingan dan

membiayai pengeluaran rutin serta pembangunan social dan ekonomi

masyarakat. Sumber penerimaan negara dari sector pajak ada banyak

macamnya. Salah satunya adalah pajak penghasilan badan, yaitu

pajak penghasilan yang dikenakan kepada sebuah badan usaha atas

penghasilan dan laba usahanya baik dalam negeri maupun

pendapatan diluar negeri. Salah satu kewajiban wajib pajak adalah

1
menyelenggarakan pembukuan sabagai suatu proses yang dilakukan

secara teratur untuk menyusun laporan keuangan.

Bagi perusahaan atau badan usaha, pajak merupakan salah

satu beban utama yang mengurangi laba bersih. Meminimalisasi

beban pajak dapat dilakukan dengan berbagai cara, mulai dari

penghindaran pajak sampai pada penggelapan pajak. Penggelapan

pajak merupakan cara meminimalisasi atau menghapus sama sekali

utang pajak yang tidak sejalan dengan ketentuan perundang-

undangan perpajakan, seperti meninggikan harga pembelian,

merendahkan penghasilan yang diperoleh, meninggikan beban usaha

atau melakukan pembayaran deviden secara diam-diam. Upaya

meminimalisasi dengan cara ini, selain tidak sejalan dengan rinsip

manajemen dan etika bisnis, juga mengandung resiko elanggaran

hukum. Sedangkan menghindari pajak, walaupun masih punya

konotasi yang sama sebagai tindakan kriminal, namun satu hala yang

berbeda disini, bahwa penghindaran pajak adalah perbuatan legal

yang masih dalam ruang lingkup perpajakan dan tidak melanggar

ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

Perencanaan pajak sama sekali tidak bertujuan untuk

melaksanakan kewajiban perpajakan dengan tidak benar, tetapi

berusaha untuk memanfaatkan peluang berkaitan dengan peraturan

perpajakan yang menguntungkan perusahaan dan tidak merugikan

2
pemerintah dengan cara yang legal. Perencanaan pajak merupakan

langkah awal dalam manajemen perpajakan. Manajemen pajak itu

sendiri merupakan sarana untuk memenuhi kewajiban perpajakan

dengan benar, tetapi jumlah pajak yang dibayarkan dapat ditentukan

seminimal mungkin untuk memperoleh laba dan likuiditas yang

diharapkan.

Upaya-upaya yang dapat dilakukan dalam menjalankan

perencanaan pajak dalam meminimalkan jumlah pajak penghasilan

(PPh) terutang badan yaitu dengan memaksimalkan penghasilan yang

dikecualikan, memaksimalkan biaya fiskal, meminimalkan biaya yang

tidak diperkenankan sebagai pengurang serta pemilihan metode

akuntansi. Tri (2009) melakukan Perencanaan pajak pada PDAM

Surabaya dengan penekanan perencanaan pajak untuk sewa guna

usaha dan juga outsourcing, dan terbukti dengan perencanaan pajak

tersebut dapat menghemat pajak terutang PDAM Surabaya. Raesinta

(2008) melakukan evaluasi perencanaan pajak terhadap laporan

keuangan PT X dengan penekanan pada PPh terutang pasal 21 dan

terbukti bisa menghemat pajak terutang perusahaan. Dina (2009) juga

melakukan perencanaan pajak terhadap PT Z dengan menggunakan

aturan undang-undang No. 36 Tahun 2008 dan penekanan

TaxPlanning pada penyusutan asset perusahaan. Dari perencanaan

tersebut dapat dilakukan penghematan pajak dengan pemilihan

3
penyusutan dengan menggunakan metode penyusutan saldo

menurun. Dalam penelitian “ Pengaruh Penerapan Perencanaan Pajak

pada PT. XYZ untuk meminimalkan Beban Pajak dan hubungannya

dengan Kinerja Perusahaan” oleh Gloritho (2008), penerapan

perencanaan pajak menghasilkan penghematan pajak sebesar

22,50%. Dengan adanya perencanan pajak, menyebabkan komponen

penghasilan kena pajak turun, sehingga PPh terutang dan PPh kurang

bayar PT. XYZ juga turun. Maka perencanaan pajak berdampak

positif yaitu badan usaha memiliki danan yang lebih besar yang dapat

ditanamkan kembali untuk mengembangkan badan usaha lebih lanjut.

Dari uraian diatas menjadi dasar untuk melakukan penelitian dengan

judul: “ Penerapan Perencanaan Pajak untuk Meminimalkan

Pembayaran Pajak Penghasilan PT Graha Khrida Ungkaya di

Kabupaten Morowali”.

B. Rumusan Masalah

1. Apakah penerapan perencanaan pajak dapat meminimalkan

pembayaran pajak penghasilan pada PT. Graha Khrida Ungkaya?

2. Bagaimana cara meminimalkan pembayaran pajak penghasilan

PT. Graha Khrida Ungkaya?

4
C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui apakah penerepan perencanaan pajak yang

meminimalkan pembayaran pajak penghasilan dapat berpengaruh

positif pada perusahan tersebut.

2. Untuk mengetahui cara meminimalkan pembayaran pajak

penghasilan yang dilakukan oleh PT. Graha Khrida Ungkaya.

D. Manfaat Penelitian

1. Untuk penulis, menjadi bahan kajian perbandingan antara

pembyaran pajak perusahaan sebelum dan sesudah dilakukan

perencanaan pajak.

2. Dapat meinimalkan pembayaran pajak terutang bagi perusahaan

sesuai dengan aturan yang berlaku.

3. Dapat menjadi bahan pertimbangan untuk perusahaan agar bisa

menerapkan perencanaan pajak sehingga bisa menghemat

pengeluaran perusahaan.

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. PAJAK

1. Pengertian Pajak

Pengertian Pajak menurut Pasal 1 angka 1 Undang-Undang N0. 6

Tahun 1983 sebagaimana telah di sempurnakan terakhir dengan

Undang-Undang No. 28 Tahun 2007 tentang ketentuan umum dan tata

cara perpajakan adalah “ kontribusi wajib kepada negara yang

terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa

berdasarkan Undang-undang, dengan tidak mendapat timbal balik

secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-

besarnya kemakmuran rakyat”.

Terdapat bermacam-macam batasan atau definisi tentang

“pajak” yang di kemukakan oleh para ahli diantaranya adalah:

Menurut Sumitro (1994) guru besar dalam Hukum Pajak pada

Universitas Padjajaran, Bandung dan Resmi (2009) mengemukakan

bahwa dapat diketahui bahwa:

“Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-

undang (dapat di paksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal balik

6
(kontraprestasi) yang langsung dapat ditujukan dan di gunakan untuk

membiayai pengeluaran umum”.

Lebih lanjut Soemahamidjadja (2002) mengemukakan bahwa, Pajak

adalah iuran kepada negara (yang dipaksakan) yang terhutang oleh

wajib pajak membayarkan menurut peraturan-peraturan dengan tidak

mendapatkan prestasi kembali, yang langsung dapat diunjuk yang

gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum

yang berhubungan dengan tugas negara untuk menyelenggarakan

pemerintahan. Menurut Munawir S. (2002) mengartikan “pajak adalah

iuran rakyat kepada kas negara (peralihan kekayaan dari sektor

partikeler ke sektor pemerintah) berdasarkan undang-undang (dapat di

paksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal yang dapat ditujukan

dan digunakan membiayai pengeluaran umum”.

2 Fungsi Pajak

Ada dua fungsi menurut Resmi (2009):

1. Fungsi Budgetair (Sumber Keuangan Negara)

Pajak mempunyai fungsi budgetair, artinya pajak merupakan

salah satu sumber penerimaan pemerintah untuk membiayai

pengeluaran rutin maupun pembangunan. Sebagai sumber

keuangan negara, pemerintah berupaya memasukkan uang

sebanyak-banyaknya untuk kas negara. Upaya tersebut

7
ditempuh dengan cara ekstentifikasi maupun instentikasi

pemungutan pajak melalui penyempurnaan peraturan peraturan

berbagai jenis pajak sepeti Pajak Penghasilan (PPh), Pajak

Pertambahan Nilai )PPN) dan Pajak atas Penjualan Barang

Mewah ( PPnBM), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dan lain-

lainnya.

2. Fungsi Regulate (Pengaturan)

Pajak mempunyai fungsi mengatur artinya pajak sebagai alat

untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan pemerintah

dalam bidang sosial dan ekonomi, serta mencapai tujuan-tujuan

tertentu diluar bidang keuangan.

3. Sistem Pemungutan Pajak

Pemungutan pajak dapat dilakukan berdasarkan 3 stelsel yaitu:

1. Stelsel Pajak

Terdapat 3 (tiga) stelsel pajak, yaitu:

a) Stelsel Nyata

Pengenaan pajak didasarkan pada objek pajak (penghasilan

yang nyata), pemungutan dilakukan akhir tahun pajak setelah

penghasilan sesungguhnya diketahui. Pajak jadi lebih realistis

tetapi baru dapat dikenakan diakhir periode.

8
b) Stelsel Anggapan (fiktieve stelsel)

Pengenaan pajak didasarkan pada suatu anggapan yang diatur

UU tanpa menunggu akhir tahun dan tidak berdasarkan

keadaan sesungguhnya.

c) Stelsel Campuran

Merupakan kombinasi antara stelsel nyata dan stelsel

anggapan. Pada awal tahun dihitung berdasarkan anggapan

dan akhir tahun disesuaikan dengan keadaan yang sebenarnya.

2. Asas Pemungutan Pajak

Asas pemungutan pajak adalah sebagai berikut:

a. Asas Domisili

Negara berhak untuk mengenakan pajak atas keseluruhan

penghasilan wajib pajak diwilayahnya baik dari dalam negeri

maupun luar negeri. Asas ini berlaku bagi ajib pajak dalam

negeri.

b. Asas Sumber

Negara berhak mengenakan pajak atas penghasilan yang

bersumber diwilayahnya tanpa memperhatikan tempat tinggal

wajib pajak.

c. Asas Kebangsaan

Pengenaan pajak dihubungkan dengan kebangsaan suatu

Negara.

9
3. Sistem Pemungutan Pajak

Terdapat 3 (tiga) sistem pemungutan Pajak Menurut Waluyo

dan Ilyas (2003) antara lain:

a. Offical Assasment System

Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi

wewenang kepada pemungut pajak (fiskus) untuk menentukan

besarnya pajak yang harus dibayar (pajak yang terhutang) oleh

seseorang/individu.

b. Self Assesment System

Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang member

wewenang penuh kepada wajib pajak untuk memperhitungkan,

menyetorkan dan melaporkan sendri besarnya utang pajak.

c. Withholding System

Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberikan wewenang

kepada pihak ketiga untuk menghitung besarnya pajak yang terhutang.

Di Indonesia sistem pemungutan pajak yang digunakan adalah

dengan Self Assesment System sehingga implikasi dari sistem

pemungutan pajak ini adalah, wajib pajak bisa menentukan, menyetor

dan melaporkan sendiri besaran pajak terutangnya sehingga hal ini

bisa membuka celah bagi wajib pajak untuk melakukan penggelapan

pajak (tax evation).

10
4. Subjek Pajak

1. Orang Pribadi

Orang pribadi sebagai subjek pajak dapat bertempat tinggal atau

berada di Indonesia atau di luar Indonesia

2. Warisan

Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, menggantikan

yang berhak penunjukan warisan yang belum terbagi sebagai

subjek pajak pengganti dimaksudkan agar pengenaaan pajak atas

penghasilan yang berasal dari warisan tetap dapat dilaksanakan.

3. Badan

Badan berdiri dari perseroan terbatas, perseroan komanditer,

perseroan lainnya, BUMN/BUMD dengan nama bentuk apapun,

firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan,

yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau

organisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnyatermasuk

kontrak investasi kolektif.

4. Bentuk Usaha Tetap

Yang dimaksud dengan bentuk usaha tetap adalah bentuk usaha

yang dipergunakan oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal

di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari

dalam jangka waktu 12 bulan, atau badan yang tidak didirikan dan

11
tidak bertempat kedudukan di Indonesia, untuk menjalankan usaha

atau melakukan kegiatan di Indonesia.

5. Objek Pajak

Mardiasmo (2009;133), menyebutkan bahwa yang menjajadi

objek pajak adalah penghasilan, yaitu “setiap tambhan kemampuan

ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baika yang

berasal dari Indonesia maupun diluar Indonesia, yang dapat dipakai

untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang

bersangkutan, dengan nama dan bentuk apapun.

B. PAJAK PENGHASILAN

Menurut Waluyo (2006) “ Pajak Penghasilan adalah Pajak yang

dikenakan terhadap subjek pajak berkenaan dengan penghasilan yang

diterima atau yang diproleh dalam tahun pajak”. Waluyo (2008:87) “

mengemukakan pajak penghasilan adalah pajak yang dibebankan

pada penghasilan perorangan, perusahaan atau badan hukum

lainnya”. Menurut ketentuan pajak, pajak penghasilan merupakan jenis

pajak subjektif yang kewajiban pajaknya melekat pada subjek pajak

yang bersangkutan, artinya pajak terutang tersebut dimaksudkan

untuk tidak dilimpahkan kepada subjek pajak lainnya.

1. Konsep Penghasilan Menurut Undang-Undang

Pada dasarnya, penjabaran dari ketentuan perpajakan yang

telah diatur dalam Undang-Undang No.7 Tahun 1983 yang diubah

12
terakhir kali dengan Undang-Undang No.36 Tahun 2008 mengenai

Pajak Penghasilan, yakni :

1. Penghasilan yang menjadi Objek (Taxable Income)

2. Penghasilan yang pajaknya dikenakan PPh bersifat Final

3. Penghasilan yang bukan objek pajak (Non Taxable Income)

4. Biaya-biaya yang boleh dikurangkan (Deductable Expenses)

5. Biaya yang tidak boleh dikurangkan (Non Deductable Expenses)

2. Penghasilan yang Menjadi Objek (Taxable Income)

Penghasilan yang menjadi objek diatur dalam pasal 4 ayat 1 UU

pajak Penghasilan No.36 tahun 2008.

1. Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa

yang diterima atau diperoleh

2. Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan atau

penghargaan;

3. Laba usaha

4. Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta

5. Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan

sebagai biaya dan pembayaran tambahan pengembalian pajak

6. Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan

pengembalian utang

13
7. Deviden

8. Royalti atau imbalan atas penggunaan hak

9. Sewa dan penghasilan lain sebungan dengan penggunaan harta

10. Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala

11. Keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan

jumlah tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah

12. Keuntungan selisi kurs mata uang asing

13. Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva

14. Premi asuransi

15. Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya

yang terdiri dari wajib pajak yang menjalankan usaha atau

pekerjaan bebas

16. Tamabahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang

belum dikenakan pajak

17. Penghasilan dari usaha yang berbasis syariah

18. Imbalan bunga

19. Surplus Bangk Indonesia

14
3. Penghasilan yang pajaknya Dikenakan PPh Bersifat Final

Berdasarkan UU PPh Pasal 4 ayat (2) No. 36 Tahun 2008, pajak

penghasilan bersifat final terdiri atas:

1. Penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga

obligasi dan surat utang negara, dan bunga simpanan yang

dibayarkan oleh koperasi kepada anggota koperasi pribadi.

2. Penghasilan berupa hadiah undian.

3. Penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya, transaksi

derivative yang diperdagangkan dibursa, dan transaksi penjualan

saham atau pengalihan penyertaan modal pada perusahaan

pasangannya yang diterima oleh perusahaan modal ventura.

4. Penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/atau

banguan, usaha jasa kontruksi, usaha real estate, dan persewaan

tanah dan/atau bangunan; dan

5. Penghasilan tertentu lainnya (penghasilan dari pengungkapan

ketidakbenaran, penghentian penyidikan tindak pidana, dan lain-

lain). Ajak-pajak tersebut selanjutnya dianamakan UUPPh pasal 4

ayat (2).

15
4. Penghasilan yang Bukan Objek Pajak (Non Taxable Income)

Penghasilan yang bukan Objek Pajak diatur dalam Pasal 4 ayat 3 UU

PPh No. 36 Tahun 2008, secara garis besar adalah sebagai berikut:

1. Bantuan atau sumbangan, termasuk zakat.

2. Harta hibah.

3. Warisan.

4. Harta.

5. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau

jasa yang diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan atau

kenikmatan dari wajib pajak atau pemerintah.

6. Pembayaran dari perusahaan asuransi keada orang pribadi

sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan,

asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi beasiswa.

7. Deviden.

8. Iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya

telah disahkan menteri keuangan,baik yang dibayar oleh pemberi

kerja maupun pegawai.

9. Penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh danan pensiun

sebagaimana yang dimaksud pada bagian 8 , dalam bidang-bidang

tertentu yang ditetapkan dengan keputusan mentri keuangan.

16
10. Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan

komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham,

persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi, termasuk pemegang

unit pernyataan kontrak investasi kolektif.

11. Penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal

ventura berupa bagian laba dari badan asangan usaha yang

didirikan dan menjalankan usaha atau kegiatan di Indonesia.

12. Beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu yang ketentuannya

diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan peraturan menteri

keuangan.

13. Sisa lebiih yang diterima atau diperoleh badan atau lembaga

nirlaba yang bergerak dalam bidang pendidikan dan/atau bidang

penelitian dan pengembangan, yang telah terdaftar pada instansi

yang membidanginya, yang ditanamkan kebali dalam bentuk

sarana dan prasarana kegiatan pendidikan dan/atau penelitian dan

pengembangan, dalam jangka waktu paling lama 4 tahun sejak

diperolehnya sisa lebih tersebut, yang ketentuanya diatur lebih

lanjut dengan atau berdasarkan peraturan menteri keuangan.

14. Bantuan atau santunan yang dibayarkan oleh badan

penyelenggara jaminan social kepada wajib pajak tertentu, yang

ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan

peraturan menteri keuangan.

17
5. Biaya-biaya yang Boleh Dikurangkan (Deductible Expenses)

Berdasarkan UU PPh pasal 6, besarnya Penghasilan Kena Pajak

bagi Wajib Pajak dalam negeri dan Bentuk Usaha Tetap, ditentukan

berdasarkan penghasilan bruto dikurangi biaya untuk mendapatkan,

menagih, dan memelihara penghasilan, termasuk:

1. Biaya yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan

kegiatan usaha.

2. Penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud

dan amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh hak dan atas

biaya lain yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun.

3. Iuran kepada dana pensiun yang pendirinya telah disahkan oleh

Menteri keuangan.

4. Kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yang dimiliki dan

digunakan dalam perusahaan atau yang dimiliki untuk

mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan

5. Kerugian selisih kurs mata uang asing

6. Biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yang dilakukan di

Indonesia

7. Biaya beasiswa, magang, dan pelatihan

18
8. Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dengan syarat:

a) Telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba rugi

komersial;

b) Wajib Pajak harus menyerahkan daftar piutang yang tidak dapat

ditagih kepada Direktorat Jenderal Pajak; dan

c) Telah diserahkan perkara penagihannya kepada pengadilan

negeri atau instansi pemerintah yang menangani piutang

negara; atau adanya perjanjian tertulis mengenai penghapusan

piutang/pembebasan utang antara kreditur dan debitur yang

bersangkutan; atau telah dipublikasikan dalam penerbitan

umum atau khusus; atau adanya pengakuan dari debitur bahwa

utangnya telah dihapuskan untuk jumlah utang tertentu;

9. Sumbangan dalam rangka penanggulangan bencana nasional

yang ketentuannya diatur dengan peraturan pemerintah;

10. Sumbangan dalam rangka penelitian dan pengembangan yang

dilakukan di Indonesia yang ketentuannya diatur dengan peraturan

pemerintah;

11. Biaya pembangunan infrastruktur sosial yang ketentuannya diatur

dengan peraturan pemerintah

19
6. Biaya-biaya yang Tidak Boleh Dikurangkan (Non Deductible

Expenses)

Pengeluarana yang tidak diperkenankan dikurangkan dari

penghasilan bruto bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk Usaha

Tetap, sesuai UU PPh pasal 9 ayat (1) adalah:

1. Bembagian laba dengan nama dan dalam bentuk apapun seperti

deviden, termasuk deviden yang dibayarkan oleh perusahaan

asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha

koperasi;

2. Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi

pemegang saham, sekutu, atau anggota;

3. Pembentukan atau pemupukan dana cadangan, kecuali:

a) Cadangan piutang tak tertagih

b) Cadangan untuk usaha

c) Cadangan penjaminan untuk lembaga penjamin simpanan;

d) Cadangan biaya reklamasi untuk usaha pembangunan;

e) Cadangan biaya penanaman kembali untuk usaha

kehutanan;dan

f) Cadangan biaya penutupan dan pemeliharaan tempat

pembuangan limbah industry

20
4. Premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa,

asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa, yang dibayar oleh

Wajib Pajak Orang Pribadi;

5. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau

jasa yang diberikan dalam bentuk natura dan kenikmatan,

6. Jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada

pemegang saham atau kepada pihak yang mempunyai hubungan

istimewa sebagai imbalan sehubungan dengan yang dilakukan;

7. Harta yang dihibahkan, bantuan atau sumbangan, dan warisan;

8. Pajak Penghasilan;

9. Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi

Wajib Pajak atau orang yang menjadi tanggungannya;

10. Gaji yang dibayar kepada anggota persekutuan , firma, atau

perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham;

11. Sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan serta

sanksi pidana berupa denda yang berkenaan dengan pelaksanaan

perundangundangan di bidang perpajakan

6. TAFIRI PAJAK PENGHASILAN

1. Untuk wajib pajak Orang Pribadi dalam negeri:

21
Lapisan penghasilan Kena Tarif Pajak

Pajak
0 – Rp. 50.000.000,00 tarif 5%
Rp. 50.000.000,00 – Rp. tarif 15%

250.000.000,00
Rp.250.000.000,00 – Rp. Tariff 25%

500.000.000,00
Diatas Rp. 500.000.000,00 Tariff 30%
2. Untuk Wajib Pajak Badan dalam Negeri dan BUT

Tarif pajak untuk Wajib Pajak Badan dalam negeri dan bentuk

usaha tetap (BUT) sebesar 28% (dua puluh delapan persen). Tarif

PPh tersebut menjadi 25% (dua puluh lima persen) mulai berlaku

tahun pajak 2010. Wajib Pajak badan dalam negeri yang berbentuk

perseroan terbuka yang paling sedikit 40% (empat puluh persen)

dari jumlah keseluruhan saham yang disetor diperdagangkan

dibursa efek di Indonesia dan memenuhi persyaratan tertentu

lainnya dapat memperoleh tarif sebesar 5% (lima persen) lebih

rendah dari pada tarif sebagaimana di maksud pada ayat (1) huruf

b dan ayat (2) huruf a yang di atur dengan atau berdasarkan

Peraturan Pemerintah. Tarif yang dikenakan atas penghasilan

berupa dividen yang dibagikan kepada Wajib Pajak orang pribadi

dalam negeri adalah paling tinggi sebesar 10% (sepuluh persen)

dan bersifat final.

22
Wajib Pajak dalam negeri dengan peredaran brutonya dalam 1

(satu) tahun sampai dengan 50 miliar mendapat fasilitas berupa

pengurangan tarif sebesar 50% dari tarif sebagaimana dimaksud

dalam pasal 17 ayat (1) huruf b dan ayat (2a) yang dikenakan atas

Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto sampai

dengan 4,8 miliar (Pasal 31 E UU PPh)

B. PAJAK PENGHASILAN FINAL

Pajak penghasilan final merupakan pajak Penghasilan yang

pengenaannya sudah final (berakhir) sehingga tidak dapat

dikreditkan(dikurangkan) dari total pajak penghasilan terutang pada

akhir tahun pajak.

Berdasarkan pasal 4 ayat (2) UU PPh, pajak penghasilan yang

bersifat final terdiri atas:

1. Penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya,

bunga obligasi dan surat utang negara, dan bunga simpanan

yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota koperasi orang

pribadi.

2. Penghasilan berupa hadiah undian.

3. Penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya,

transaksi derivative yang diperdagangkan di bursa, dan

transaksi penjualan saham atau pengalihan penyertaan modal

23
pada perusahaan pasangannya yang diterima oleh perusahaan

modal ventura.

4. Penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah

dan/atau bangunan, usaha jasa kontruksi, usaha real estate,

dan persewaan tanah dan/atau bangunan: dan

5. Penghasilan tertentu lainnya.

C. Manajemen Pajak

Menurut Lumbantoruan (2005), manajemen pajak adalah sarana

untuk memenuhi kewajiban perpajakan dengan benar tetapi jumlah

pajak yang dibayarkan dapat ditekan serendah mungkin untuk

memperoleh laba dan likuidasi yang diharapkan.

Upaya untuk melakukan penghematan pajak secara legal dapat

dilakukan melalui manajemen pajak. Tujuan menerapkan

manajemen pajak terbagi dua yaitu :

1. Menerapkan peraturan pajak yang benar.

2. Usaha efisiensi untuk mencapai laba dan likuiditas yang

seharusnya.

Menurut Pohan (2013), manajemen perpajakan adalah upaya

menyeluruh yang dilakukan oleh wajib pajak pribadi maupun

badan usaha melalui proses perencanaan, pelaksanaan

(implementasi) dan pengendalian kewajiban dan hak

perpajakannya, agal hal-hal yang berhubungan dengan

24
perpajakan dari orang pribadi, perusahaan, atau organisasi

tersebut dapat dikelola dengan baik, efisien dan efektif,

sehingga dapat memberikan kontribusi maksimum bagi

perusahaan dalam artian peningkatan laba atau penghasilan.

E. PERENCANAAN PAJAK (TAX PLANNING)

Perencanaan pajak adalah langkah awal dalam manajemen

pajak. Pada tahap ini dilakukan pengumpulan dan penelitian

terhadap peraturan perpajakan dengan maksud dapat diseleksi

jenis tindakan penghematan pajak yang akan dilakukan.

1. pengertian perencanaan pajak

Perencanaan pajak (tax planning) menurut Muljono (2009:1)

adalah salah satu kegiatan perencanaan perusahaan berkaitan

dengan kegiatan usaha yang dilakukan oleh pengusaha untuk

dapat melakukan kewajiban dan mendapatkan hak berkaitan

perpajakan, yang akan berdampak tidak merugikan bagi

pengusaha.

Menurut Mohammad Zain (2003) perencanaan pajak adalah

merupakan

tindakan struktural yang terkait dengan kondisi konsekuensi

potensi pajaknya, yang tekanannya kepada pengadilan setiap

25
transaksi yang ada konsekuensi pajaknya, tujuannya adalah

bagaimana pengendalian tersebut dapat mengefesiensikan jumlah

pajaknya yang akan di trasfer ke pemerintah, melalui apa yang

disebut penghindaran pajak (tax avoidance) yang merupakan

perbuatan legal yang masih dalam ruang lingkup perundang-

undangan pajak dan bukan penyelundupan pajak.

Menurut Ahmad (1995, Pohan) menyebutkan, bahwa

perencanaan pajak merupakan serangkaian proses atau tindakan

yang dilakukan oleh wajib pajak untuk merekayasa (reengineering)

sumber-sumber penghasilan dan beban maupun transaksi lainnya

dengan tujuan meminimalisasi, menangguhkan, atau

mengeliminasi beban pajak yang masih berada dalam kerangka

peraturan perundang-undangan.

Menurut pendapat Suandy (2008) “ Perencanaan pajak adalah

langkah awal dalam manajemen pajak. Pada tahap ini dilakukan

pengumpulan dan penelitian terhadap peraturan perpajakan agar

dapat diseleksi jenis tindakan penghematan pajak yang akan

dilakukan”. Tindakan tersebut legal karena penghematan pajak

hanya dilakukan dengan memanfaatkan hal-hal yang tidak diatur

(loopholes).

26
2. Ciri-ciri perencanaan pajak

Dari pengertian perencanaan pajak diatas tersebut dapat

disimpulkan bahwa ciriciri Perencanaan Pajak adalah :

a. Perencanaan pajak adalah bagian dari tindakan membantu

manajemen dalam mengambil keputusan.

b. Digunakan untuk mengefesiensikan pembayaran pajak

terutang.

c. Perencanaan pajak dilakukan berdasarkan peraturan

perpajakan yang berlaku.

Tujuan utama Tax Planning adalah untuk mencari berbagai

celah yang dapat di tempuh dalam koridor peraturan perpajakan

(loopholes), agar perusahaan dapat membayar pajak dalam

jumlah minimal.

3. Strategi Perencanaan Pajak

Dalam Tax Planning ada 3 cara yang dapat dilakukan wajib

pajak untuk menekan jumlah beban pajaknya, yaitu:

a. Penghindaran Pajak (Tax Avoidance)

Tax Avoidance adalah strategi dan teknik penghindaran

pajak dilakukan secara legal dan aman bagi wajib pajak

karena tidak bertentangan dengan ketentuan perpajakan.

Metode dan teknik yang digunakan adalah dengan

27
memanfaatkan kelemahan (gray area) yang terdapat dalam

undang-undang dan peraturan perpajakan itu sendiri.

b. Penyelundupan Pajak (Tax Avasion)

Tax evasion kebalikan dari Tax avoidance, strategi dan

teknik penghindaran pajak dilakukan secara ilegal dan tidak

aman bagi wajib pajak, dan cara penyelundupan pajak ini

bertentangan dengan ketentuan perpajakan, karena metode

dan teknik yang tidak berada dalam koridor undang-undang

dan peraturan perpajakan. Cara yang ditempuh beresiko

tinggi dan berpotensi dikenakan sanksi pelanggaran hukum

atau tindak pidana fiskal atau kriminil.

c. Penghematan Pajak (Tax Saving)

Tax Saving merupakan suatu tindakan penghematan pajak

yang dilakukan oleh wajib pajak dilakukan secara legal dan

aman bagi wajib pajak karena tanpa bertentangan dengan

ketentuan perpajakan.

4. Manfaat Perencanaan Pajak

Menurut Pohan (2013) ada beberapa manfaat yang bisa

diperoleh dari perencanaan pajak yang dilakukan secara cermat:

1. Penghematan kas keluar, karena beban pajak merupakan

unsur biaya yang dikurangi.

28
2. Mengatur aliran kas masuk dan keluar (cash flow), karena

dengan perencanaan pajak yang matang dapat diperkirakan

kebutuhan kas untuk pajak, dan menentukan saat

pembayaran sehingga perusahaan dapat menyusun

anggaran kas secara lebih akurat.

Secara umum tujuan pokok yang ingin dicapai dari manajemen

pajak/perencanaan pajak yang baik adalah:

1. Meminimalisasi beban pajak yang terutang

Tindakan yang harus diambil dalam rangka perencanaan

pajak tersebut berupa usaha-usaha mengefisiensikan beban

pajak yang masih dalam ruang lingkup perpajakan dan tidak

melanggar peraturan perpajakan.

2. Memaksimalkan laba setelah pajak.

3. Meminimalisasi terjadinya kejutan pajak (tax surpise) jika

terjadi pemeriksaan pajak oleh fiskus.

4. Memenuhi kewajiban pajak secara benar, efisien, dan

efektif sesuai dengan ketentuan perpajakan, yang antara

lain meliputi:

a. Memahami segala ketentuan administratif, sehingga

terhindar dari pengenaan sanksi, baik sanksi administratif

maupun pidana, seperti bunga, kenaikan, denda dan

hukum kurungan atau penjara.

29
b. Melaksanakan secara efektif segala ketentuan undang-

undang perpajakan yang terkait dengan pelaksanaan

pemasaran, pembelian dan fungsi keuangan, seperti

pemotongan dan pemungutan pajak (PPh pasal 21,

pasal 22, dan pasal 23).

5. Tahapan Dalam Membuat Perencanaan Pajak

Menurut Spits dalam Pohan (2013) agar tax planning sesuai

dengan harapan ada beberapa tahapan-tahapan yang harus di

tempuh:

1. Melakukan analisis data yang ada.

2. Membuat satu model atau lebih rencana besarnya pajak.

3. Melakukan evaluasi atas perencanaan pajak.

4. Mencari kelemahan dan memperbaiki kembali rencana

pajak.

5. Memutakhirkan rencana pajak.

6. Manajemen Pajak

Tri (2009) melakukan perencanaan pajak pada PDAM

Surabaya dengan penekanan perencanaan pajak untuk sewa guna

usaha dan juga outsourcing. Pada penelitian ini dilakukan

perbandiingan terhadap laporan keuangan PDAM Surabaya

dengan membandingkan antara Laporan Keuangan sebelum

dilakukan Tax Plannning danlaporan keuangan setelah dilakukan

30
Tax Plannning. Dalam perbandingan ini dibandingkan perhitungan

antara Sewa guna usaha dengan hak opsi dan juga sewa guna

usaha tanpa menggunakan hak opsi, sehingga dapat dilihat mana

yang bebannya lebih besar dan dapat menjadi pengurang pajak.

Pada penelitian ini juga dibandingkan antara laporangan

keuangan sebelum outsourcing dan juga laporan keuangan setelah

dilakukan outsourcing.Dari perbandingan tersebut bisa dilihat yang

mana bebannya lebih besar dan bisa menjadi beban untuk

pengurang pajak.Dari perbandingan yang telah dilakukan tersebut

terbukti perencanaan pajak tersebut dapat menghemat pajak

terutang PDAMSurabaya

Raesinta (2008) melakukan evaluasi perencanaan pajak

terhadap laporan keuangan PT X dangan penekanan pada PPh

terutang pasal 21. Cara yang dilakukan oleh PT X dalam

perencanaan pajak atas PPh pasal 21 diantaranya dengan

pemberian tunjangan pajak, pemberian natura, atau kenikmatan

lainnya serta reimbursement dan dari perencanaan pajak tersebut

terbukti bisa menghemat pajak terutang perusahaan

Dina (2009) juga melakukan perencanaan pajak terhadap PT X

dengan menggunakan aturan Undang-Undang No. 36 tahun 2008

dan penekanan TaxPlanning pada penyusutan aset perusahaan.

31
Dari perencanaan pajak tersebut dapat dilakukan penghematan

pajak dengan pemilihan penyusutan dengan menggunakan metode

penyusutan saldo menurun.

Gloritho (2008) juga melakukan penelitian “Pengaruh

Penerapan Perencanaan Pajak pada PT. XYZ untuk Meminimalkan

Beban Pajak dan Hubungannya dengan Kinerja Perusahaan”

penerapan perencanaan pajak menghasilkan penghematan pajak

sebesar 22,50%. Dengan adanya perencanaan pajak,

menyebabkan komponen penghasilan kena pajak turun, sehingga

PPh terutang dan PPh kurang bayar PT. XYZ juga turun. Maka

perencanaan berdampak positif yaitu badan usaha memiliki dana

yang lebih besar yang dapat ditanamkan kembali untuk

mengembangkan badan usaha lebih lanjut.

2.7.1 Kerangka Pemikiran

Gambar 2.1

Kerangka Pemikiran

32
Perencanaan
Pajak

Subjek Pajak Objek Pajak

Badan Orang Pribadi Pendapatan Biaya-biaya

Dalam perencanan pajak ada subjek pajak dan objek pajak

penelitian iniakan fokus pada Pajak Penghasilan Badan. Obyek

pajak pada penelitian perencanaan pajak ini adalah pendapatan

dan biaya-biaya.Untuk pendapatan perencanaan pajak dapat

dilakukan dengan memaksimalkan pendapatan yang dikecualikan

maupun dengan pendapatan yang dapat ditunda. Perencanaan

pajak terhadap biaya-biaya dapat dilakukan dengan

memaksimalkan biaya-biaya diantaranya dengan analisis

pengeluaran-pengeluaran yang tidak dapat menjadi biaya bisa

menjadi biaya, memberikan tunjangan-tunjangan terhadap

33
karyawan dan bisa di gross-up, pemilihan metode penyusutan dan

sewa guna usaha.

Penelitian yang dilakukan adalah mengetahui penerepan

perencanaan untuk meminimalkan pembayaran pajak penghasilan

pada PT. Graha Khrida Ungkaya sehingga pajak terutang

perusahaan ini bisa menjadi lebih kecil. Pada penelitian ini peneliti

akan mengulas lebih lengkap perencanaan pajak yang sesuai

dengan aturan berdasarkan Undang-Undang No. 36 tahun 2008

dan juga peraturan pajak lainnya

34
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian adalah PT. Graha Krida Ungkaya (TAMACO)

yang beralamat di kabupaten morowali, kecamatan wita ponda –

Sulawesi tengah

B. Metode pengumpulan data

Penelitian ini menggunakan penelitian deskriptif dengan

pendekatan studi kasus.Penelitian deskriptif digunakan untuk

membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis,

faktual dan akurat mengenai fakta, sifat, serta fenomena yang

diselidiki.Pendekatan studi kasus digunakan untuk memberikan

gambaran secara mendetail tentang latar belakang, sifat dan

karakter yang khas dari suatu lembaga atau organisasi.Cara yang

peneliti gunakan dalam mengumpulkan data yaitu:

1. Studi Lapangan

d. Wawancara

Dalam penelitian ini penulis melakukan wawancara dengan

pihak-pihak yang berhubungan dalam pembuatan laporan

keuangan perusahaan seperti bagian Finance, accounting

35
dan juga konsultan perusahaan. Daftar pertanyaan yang

diajukan adalah sebagi berikut:

 Bagaimana sejarah perusahaan?

 Bagaimana gambaran umum tentang kegiatan

perusahaan?

 Apa saja yang menjadi sumber penghasilan

perusahaan?

 Biaya-biaya apa saja yang dikeluarkan oleh perusahaan?

 Metode Penyusutan apa yang digunakan oleh

perusahaan? dll

e. Dokumentasi

Dengan mengumpulkan informasi dan data-data atau

dokumendokumen yang berhubungan dengan laporan

keuangan dan juga laporan pajak PT Graha Khrida

Ungkaya.

C. Metode Analisis Data

Dalam penelitian ini data yang digunakan adalah analisis

deskriptif kuantitatif. Adapun tahapan analisis data yang digunakan

dalam penelitian ini adalah:

f. Mengumpulkan data-data perusahaan yang dipergunakan

dalam melakukan perencanaan pajak.

36
g. Melihat sumber-sumber penghasilan serta membuat

perencanaan pajak atas penghasilan yang digunakan untuk

memaksimalkan penghasilan yang dikecualikan.

h. Mendefinisikan setiap jenis biaya-biaya yang ada diperusahaan

dan melakukan perencanaan perpajakan dengan

memaksimalkan biaya yang boleh dikurangkan dan

meminimalkan biaya yang tidak boleh di kurangkan.

i. Membandingkaan apakah terdapat perbedaan material antara

menerapkan perencanaan pajak dengan tidak menerapkan

perencanaan perpajakan.

PERENCANAAN

PAJAK

DALAM

NEGERI

37
SUBYEK

BADAN

ORANG

PRIBADI

OBYEK

PENDAPATAN

BIAYA-BIAYA

38

Anda mungkin juga menyukai