Anda di halaman 1dari 6

BAB II

KONSEP MEDIS

1. Definisi
Gangguan kejang merupakan pelepasan listik dari neuron-neuron yang terjadi
secara sementara, abnormal, tiba-tiba, berlebihan, dan tidak terkontrol di korteks selebri.
Status epileptikus (SE), yang berarti aktivitas kejang yang terus-menerus, merupakan
kedaruratan medis. (Jones, 2009)
Kejang merupakan pelepasan elektrik yang mendadak dan abnormal dari otak yang
menyebabkan perubahan sensasi, perilaku, gerakan, persepsi, atau kesadaran. Kejang dapat
terjadi sendiri atau bersama dengan level gula darah yang rendah, penarikan obat atau
alkohol, atau cedera otak traumatik. Epilepsi merupakan gangguan kronis dari kejang
berulang. Kejang tunggal terisolasi bukan epilepsy. (Black & Hawks, 2014)
Epilepsi merupakan gangguan neurologi kronis yang dapat terjadi di segala usia
yang timbul akibat terganggunya sinyal listrik di dalam otak. Epilepsi telah dikenal sebagai
salah satu penyakit tertua di dunia. (Zamzanariah, 2016)
2. Etiologi
Kejang disebabkan oleh gangguan pada aktivitas listrik, di satu atau seluruh area
otak. Gangguan tersebut dapat dipicu oleh penyakit di otak, atau kondisi lain yang secara
tidak langsung memengaruhi fungsi otak. Terdapat beberapa faktor pencetus penyebab
epilepsi secara umum, yaitu faktor genetik, trauma kepala, tumor otak, stroke, gangguan
per-kembangan pada anak, cedera prenatal, dan juga penyakit menular seperti meningitis
dan AIDS. Melalui beberapa faktor pencetus tersebut dapat disimpulkan bahwa kondisi
epilepsi dapat terjadi pada siapapun dan dimana saja. (Mieke, dkk. 2020)
Kebanyakan kejang tidak memiliki sebab yang jelas dan disebut sebagai idiopatik.
Kejang yang dimulai pada bayi baru lahir dan bayi yang biasanya disebabkan oleh
kerusakan otak kongenital, cedera persalinan, atau permasalahan metabolik, seperti
anoksia, hipoglikemia, atau hipokalsemia. Kejang dapat dipicu oleh temperature tinggi
pada anak yang sebelumnya normal dan tidak pernah mengalami masalah neurologik,
termasuk epilepsi. Setelah usia 20 tahun, kejang umum biasanya memiliki penyebab yang
dapat diidentifikasi. Penyebab utama antara lain cedera otak traumatik, tumor otak, dan
infeksi. Selain pada anak usia kurang dari 5 tahun, insiden kejang baru tertinggi adalah
pada orang berusia 65 tahun. Pada kelompok ini, peningkatan risiko berhubungan dengan
peningkatan kondisi-kondisi yang menyebabkan perubahan neurologis. Hal ini antara lain
berupa penyakit serebrovaskular, tumor, delirium, penyakit Alzheimer, infeksi, trauma
otak, dan alkoholisme kronis, serta juga proses penuaan itu sendiri. (Black & Hawks, 2014)
3. Manifestasi Klinis
1) Dari tatapan yang sederhana sampai konvulsi yang berkepanjangan
2) Kehilangan memori tiba-tiba, melihat cahaya atau kilat, mencium bau yang tidak
enak
3) Dikelompokkan menjadi motorik, sensorik, otonomik, emosional, atau kognitif
4) Aura terjadi sebelum kejang disertai dengan takikardia
5) Perubahan status mental; keadaan bingung atau diam
6) Gerakan tokik atau klonik
7) Hilang kesadaran
8) Déjà vu atau jamais vu (keadaan yang familiar yang tidak dikenal oleh pengamat)
(Jonas, 2009)
Kejang sering kali ditandai dengan kontraksi otot, yang disertai gerak menyentak
pada seluruh tubuh. Penderita kejang bisa saja hanya menunjukkan tatapan mata yang
kosong. Epilepsi dapat digolongkan berdasarkan usia onset, penyebab, daerah asal,
abnormalitas pada elektroensefalogram (EEG), dan manifestasi klinis dari kejang. (Black
& Hawks, 2014)
4. Patofisiologi: -
5. Penatalaksanaan
1) Berikan antikonvulsan kerja cepat:
 Lorazepam (Ativan) 0,1 mg/kg dengan kecepatan <2 mg/menit IV
 Diazepam (Valium) 5-10 mg IV
2) Berikan antikonvulsan kerja panjang:
 Phenytoin (Dilatin): 20 mg/kg dengan kecepatan <50 mg/menit IV
 Phenobarbital (Luminal): 100-320 mg IV
 Fosphenytoin (Cerebyx): 20 mg/kg dengan kecepatan 150 mg/menit
 Propofol (Diprivan): dosis sesuai ahli anestesi
 Midazolam (Versed): dosis sesuai ahli anestesi
3) Identifikasi faktor pencetus atau aura yang mendahului
4) Pastikan keselamatan pasien (pengamanan/penahan sisi samping tempat tidur, posisi
tempat tidur dalam posisi terendah).
5) Cegah sindrom Wernicke-Korsakoff; berikan thinamine 100 mg IV dan 50 mL
glukosa 50% jika terdapat konsumsi alkohol kronik atau hipoglikemia.
6) Sediakan jalan napas oral atau nasal atau selang endotrakeal (enditracheal tube,
ETT) disamping tempat tidur pasien.
7) Selama kejang:
 Pantau jenis kejang, fokus pada asal, dan penyebaran aktivitas kejang
 Catat lamanya kejang
 Catat otomatisasi, seperti gerakan bibir dan menelan berulang
 Nilai tingkat kesadaran, inkontinensia usus besar dan kandung kemih, dan
gigitan lidah
 Hindari me-restraint pasien
 Hindari memaksakan jalan napas ke mulut pasien saat rahang terkatup
 Hindari penggunaan spatula
 Pertahankan jalan napas paten selama kejang
8) Selama keadaan postical (setelah kejang):
 Nilai tanda-tanda vital dengan ketat; lakukan pemantauan EKG
 Pantau oksigenasi dan status pernapasan (AGD, SpO2, suara napas)
 Balikan pasien ke posisi samping; berikan terapi O2; lakukan suction jika perlu
 Periksa tingkat orientasi dan kemampuan untuk berbicara (pasien biasanya tidur
setelahnya)
 Catat adanya sakit kepala dan tanda-tanda peningkatan tekanan intracranial
 Periksa ukuran pupil, deviasi mata, dan respons terhadap stimulus pendengaran
dan taktil
 Catat adanya paralisis atau kelemahan lengan atau tungkai
(Jones, 2009)
6. Pemeriksaan penunjang
1) Alat diagnostik utama untuk pengkajian klien yang diduga memiliki epilepsi adalah
elektroensefalogram (EEG) adalah alat untuk merekam aktivitas listrik di otak.
Pemeriksaan ini membantu dalam:
 Menemukan pusat lokasi pelepasan kelikstrikan yang abnormal, jika ada.
 Tegakkan diagnosis
2) CT (computed tomography) dan MRI (magnestic resonance imaging) untuk
menyingkirkan lesi otak yang dapat memicu kejang.
3) PET (positron emission tomography) SPECT (single-photon emission computed
tomography) untuk mengukur aliran darah pada klien yang akan menjalani
pembedahan untuk epilepsi. (Black & Hawks, 2014)
4) Elektrolit, BUN, kalsium, magnesium, glukosa serum
5) DPL
6) EKG untuk mendeteksi aritmia jantung
7) AGD atau oksimetri nadi. (Jones & Fix. 2009)
7. Klasifikasi
Kejang umum menyebabkan hilangnya kesadaran. Kejang dapat bersifat
konvulsif atau nonkonvulsif. Kejang umum melibatkan kedua hemisfer. Sekitar sepertiga
dari kejang adalah kejang umum. Tipe dari kejang umum sebagai berikut:
1) Kejang absens: Kejang absens adalah suatu periode tak tentu dari sadar dan tidak
sadar yang berlangsung beberapa detik hingga beberapa menit. Kejang ini terjadi
pada anak-anak dan remaja awal. Klien yang pernah mengalami kejang absens dapat
mengalami kejang tonik-klonik atau kejang parsial kapan pun.
2) Kejang mioklonik: Kejang mioklonik melibatkan gerakan menyentak yang tiba-tiba
dan tidak dapat dikontrol dari kelompok otot tunggal atau ganda, kadang kala hingga
menyebabkan klien jatuh. Klien kehilangan kesadaran selama beberapa saat dan
kemudian merasa kebingunan setelah kejang. Kejang ini sering kali terjadi pagi hari.
3) Kejang klonik: Gejala klinis dari kejang klonik meliputi kontraksi dan relaksasi otot
ritmik dan berlangsung selama beberapa menit. Fase-fase yang berbeda dari kejang
klonik tidak dapat diamati dengan mudah.
4) Kejang tonik: kejang tonik meliputi peningkatan mendadak dari tonus dan kontraksi
otot. Selain itu, pada kejang tonik terdapat kehilangan kesadaran dan adanya gejala
otonom. Kejang tonik dapat berlangsung dari 30 detik hingga beberapa menit.
5) Kejang Tonik-Klonik: Awalnya dikenal sebagai kejang “grand mal”. Kejang tonik-
klonik merupakan tipe kejang yang paling berhubungan dengan epilepsi. Namun,
tipe kejang umum ini hanya berperan pada 10% dari semua kejang. Kejang tonik-
klonik biasanya terjadi sebagai berikut:
 Aura mungkin ada atau tidak ada
 Terjadi kehilangan kesadaran secara tiba-tiba
 Pada fase tonik, keseluruhan badan menjadi kaku, rahang kaku, pernapasan
terganggu sementara dan klien sianotik.
 Pada fase klonik akan terjadi berikutnya dengan kontraksi dan relaksasi
seluruh otot tubuh terutama secara ritmik dan menyentak. Klien biasanya
mengompol dan dapat menggigit bibir, lidah atau bagian dalam mulut. Air
liur keluar berlebihan dari mulut, yang menciptakan busa pada bibir.
 Kejang tonik-klonik dapat berlangsung 2 hingga 5 menit, setelah itu klien
memasuki fase postical, yakni klien akan berelaksasi dan tetap tidak
merespons untuk beberapa saat.
6) Kejang Atonik: Kejang atonik berhubungan dengan kehilangan tonus otot secara
keseluruhan. Kejang ini dapat ringan dengan klien menundukkan kepala dalam
waktu singkat saja atau klien dapat jatuh ke lantai. Kesadaran hanya terganggu
sementara. (Black & Hawks, 2014)
8. Komplikasi
1) Edema pulmonal
2) Aspirasi pulmonal
3) Distritmia jantung
4) Hipertensi atau hipotensi
5) Hipertermia
6) Hiperglikemia atau hipoglikemia
7) Hipoksia
8) Dehidrasi
9) Mioglobinuria
10) Cedera oral atau musculoskeletal. (Jonas, 2009)
9. Prognosis
Prognosis kejang bergantung pada beberapa hal diantaranya jenis kejang, faktor
penyebab, saat pengobatan dimulai dan ketaatan minum obat. Pada umumnya prognosis
kejang cukup baik. Pada 50%-70% penderita kejang dapat dicegah dengan obat-obatan,
sedangkan sekitar 50% pada suatu waktu akan dapat berhenti minum obat. Serangan
epilepsi primer, baik yang bersifat kejang umum maupun serangan lena atau absence
mempunyai prognosis terbaik. Sebaliknya epilepsi yang serangan pertamanya mulai pada
usia 3 tahun atau disertai kelainan neurologik dan atau retardasi mental mempunyai
prognosis jelek. (Zamzanariah, 2016)

DAFTAR PUSTAKA

 Jones, B., & Fix, B. (2009). Perawatan Kritis, Seri Panduan Klinis. Jakarta: Erlangga
 Black and Hawks. (2014). Keperawatan Medikal Bedah, edisi 8, buku 3.
 Zamzanariah Ibrahim. 2016. Hubungan Pengobatan Terhadap Kejadian Kejang Pada
Pasien Epilepsi Yang Bebas Kejang Selama Minimal 1 Tahun Pengobatan Di Poli
Neurologi RSUD DR. Dadi Tjokrodipo https://scholar.google.co.id/scholar?
cites=3319577360552054798&as_sdt=2005&sciodt=0,5&hl=id#d=gs_qabs&u=%23p
%3D6QAmnj2rKYEJ Jurnal Medika Malahayati. (diakses 4 maret 2020)
 Mieke, dkk. 2020. Profil Kejang Pasca Stroke Pada Pasien Rawat Inap Periode Juli
2018-Juni 2019 di RSUP Prof. Dr. RD Kandou Manado
https://scholar.google.co.id/scholar?
as_ylo=2020&q=kejang+pdf&hl=id&as_sdt=0,5#d=gs_qabs&u=%23p
%3DRtX9A1BPb4YJ Medical Scope Journal. (diakses 4 maret 2020)

Anda mungkin juga menyukai