943 1426 1 SM PDF
943 1426 1 SM PDF
INDONESIAN JOURNAL OF
DAFTAR ISI
Penelitian
Gambaran Fungsi Hati dan Ginjal pada Penderita Malaria
(Liver and Kidney Functions of Malaria Patients)
Darmawaty, Fitriani M, Ruland DN Pakasi, Hardjoeno ................................................................................. 1–4
Anemia dan Defisiensi Besi pada Siswa Sltp Negeri I Curug, Tangerang
(Anemia and Iron Deficiency Among Female Adolescents from Junior High School (Sltp) Negeri
I Curug, Tangerang)
Fify Henrika, T. Silangit, Riadi Wirawan .......................................................................................................... 5–11
Aktivitas Sgot, Sgpt di Penderita Luka Bakar Sedang dan Berat
(Sgot, Sgpt Activities an Medium and Severe Burn Injuries Patients)
Sri Nurul Hidayah, Mutmainnah, H. Ibrahim Abd. Samad .......................................................................... 12–15
Deteksi Molekuler Mycobacterium Tuberculosis di Dahak Cara Polymerase Chain Reaction
(Molecular Detection of Mycobacterium Tuberculosis in Sputum with Polymerase Chain
Reaction)
P.B. Notopuro, J. Nugraha, H. Notopuro ............................................................................................................ 16–21
Pengaruh Pengawet Beku (Cryopreservation) terhadap Kadar Epidermal Growth Factor (EGF)
pada Selaput Amnion
(The Effect of Cryopreservation to Epidermal Growth Factor (EGF) Level in Amnion Membrane)
Ety Retno S, Gunawan Effendi, Gatut Suhendro, I. Handojo......................................................................... 22–26
Telaah Pustaka
Resistensi Vancomycin terhadap Enterococci
(The Problem of Vancomycin-Resistant Enterococci)
Nurhayana Sennang AN.......................................................................................................................................... 27–33
Laporan Kasus
Diagnosis Filariasis Berdasar Hapusan Darah Tepi
(Diagnosis of Filariasis Based on Thick Smear)
H. I. Malewa, Prihatini............................................................................................................................................ 34–37
Manajemen Laboratorium
Kegunaan Sistem Pengotomatan (Otomasi) Laboratorium/LAS (Laboratory Automation
Systems)
(Usefulness LAS (Laboratory Automation Systems))
Prihatini...................................................................................................................................................................... 38–42
Informasi Laboratorium Medik Terbaru
Dicetak oleh (printed by) Airlangga University Press. (019/01.09/AUP-B3E). Kampus C Unair, Jln. Mulyorejo Surabaya 60115, Indonesia.
Telp. (031) 5992246, 5992247, Telp./Fax. (031) 5992248. E-mail: aupsby@rad.net.id.
Kesalahan penulisan (isi) di luar tanggung jawab AUP
ANEMIA DAN DEFISIENSI BESI PADA SISWA SLTP NEGERI I CURUG,
TANGERANG
(Anemia and Iron Deficiency Among Female Adolescents from Junior High School
(SLTP) Negeri I Curug, Tangerang)
ABSTRA��
CT
A research was conducted to 69 female students from a junior high school (SLTP) Negeri I Curug, Tangerang aged 12–14 years
to obtain percentages of anemia and iron deficiency in female adolescents. Anemia was found on 10.2% of the students, with 4.3%
of normocytic normochromic anemia and 5.8% of microcytic hypochromic anemia. Microcytic hypochromic erythrocytes was found
on 21.7% of the subjects which consist of 2.9% iron deficiency anemia, 1.4% phase 2 iron deficiency (latent) with possibility of
hemoglobinopathy, and 2.9% phase 1 iron deficiency (pre-latent) with possibility of hemoglobinopathy. Anemia without iron deficiency
with possibility of chronic diseases and/or hemoglobinopathy was 2.9%, and without anemia nor iron deficiency but with possibility of
hemoglobinopathy was 11.6%. Iron deficiency was found among 26.1% of subjects which consist of 11.6% pre-latent iron deficiency,
8.7% latent iron deficiency, and 5.8% iron deficiency anemia with 2.9% and 2.9% were normocytic normochromic anemia and
microcytic hypochromic anemia, respectively.
sangat terbatas. Hasil penelitian Tambunan terhadap besi dan defisiensi besi laten akan didapat kadar besi
107 orang wanita SMAN 71 Jakarta ditemukan serum menurun dan daya ikat besi total meningkat,
prevalensi anemia sebesar 20,6%. 12 Di Amerika sehingga saturasi transferin menurun. Penurunan
Serikat prevalensi anemia pada wanita berusia saturasi transferin di bawah 5% memastikan
12–14 tahun adalah 3,6%.4 Tujuan penelitian ingin diagnosis anemia defisiensi besi. Pada defisiensi
mengetahui prevalensi anemia, jenis anemia menurut besi tahap 1 (prelaten), saturasi transferin masih
morfologi, dan prevalensi defisiensi besi pada remaja normal.5,8,14 Pemeriksaan saturasi transferin kurang
putri di Curug, Tangerang. peka untuk mengukur cadangan besi tubuh karena
Cara diagnosis anemia perlu penggolongan anemia masih menunjukkan hasil normal pada defisiensi besi
secara morfologi dan etiologi. Berdasarkan morfologi, tahap 1 (prelaten).8,14 Wick, Pinggera dan Lehmann
anemia dapat digolongkan dalam anemia makrositik, (1991),14 menganjurkan strategi diagnostik defisiensi
normositik normokrom, dan mikrositik hipokrom.5 besi berdasarkan kadar hemoglobin dan feritin serum,
Sedangkan anemia berdasarkan etiologi digolongkan seperti yang dipakai pada penelitian ini.
dalam anemia mikrositik hipokrom yang disebabkan Anemia kekurangan (defisiensi) besi, banyak
oleh anemia defisiensi besi, hemoglobinopati, anemia di dunia, prevalensi di negara berkembang lebih
penyakit menahun (kronis) dan anemia sideroblastik. tinggi dibanding negara maju. Sekitar 25% populasi
Perbedaan keempat macam kelainan tersebut seperti di dunia, menderita anemia defisiensi besi. 7,3
terlihat pada (tabel 1).5,13 Hughes-Jones dan Wickramasinghe, 13 anemia
Pengukuran cadangan besi tubuh dilakukan dengan defisiensi besi sebagai masalah kesehatan dunia
2 cara, yaitu cara langsung dan tidak langsung. Cara yang penting berdasarkan 3 alasan yaitu pertama
langsung, dengan memeriksa cadangan besi tubuh anemia pada kehamilan terutama disebabkan oleh
di sumsum tulang dengan memeriksa hemosiderin, anemia defisiensi besi, penyebab peningkatan risiko
namun cara ini kurang praktis. Cara tidak langsung berat badan lahir rendah (BBLR), prematuritas,
adalah dengan memeriksa kadar feritin atau saturasi dan kematian perinatal. Kedua, bayi dan anak
transferin.5,8,14,15 Feritin merupakan cadangan besi yang menderita anemia defisiensi besi mengalami
utama dalam tubuh manusia, terutama terdapat gangguan perkembangan psikomotor dan intelektual
dalam sitoplasma sel sistem retikuloendotelium (kognitif). Ketiga, orang yang menderita defisiensi
seperti hati, limpa dan sumsum tulang. besi akan mengalami penurunan kegiatan (aktivitas)
Feritin adalah makromolekul dengan berat kerja. Berbagai penelitian menyimpulkan bahwa
molekul berkisar 440 kD, terdiri 2 komponen yaitu setelah mendapat terapi (interfensi) besi terdapat
protein pembungkus yang disebut apoferitin dan inti kenaikan skor mental dan motorik yang cukup
besi, apoferitin dapat mengikat 4500 atom besi. Dari berarti.2
berbagai penelitian telah didapatkan bahwa adanya Defisiensi besi terjadi melalui 4 tahap yaitu
hubungan langsung antara feritin dengan cadangan defisiensi besi tahap 1 (prelaten), defisiensi besi tahap
besi tubuh, kadar 1 ng/mL feritin sama dengan 2 (laten), anemia defisiensi besi dini dan anemia
(equivalen) dengan 8 mg cadangan besi tubuh. defisiensi lanjut yang penggolongannya dapat dilihat
Oleh karena itu pengukuran kadar feritin sangat pada tabel 2.15
membantu menegakkan diagnosis penyakit seperti Keluhan subjektif pada penderita defisiensi besi
defisiensi besi, anemi sideroblastik, hemoglobinopati yaitu lesu, letih, lelah, peka, palpitasi, pusing, sesak
dan hemokromatosis.14,16 nafas, dan sakit kepala. Gejala pada anak dijumpai
Saturasi Transferin (ST) ditetapkan berdasarkan berbagai gangguan tingkah laku dan kurang perhatian
formula, ST = (kadar besi serum/kadar daya ikat terhadap lingkungan. Gejala klinis terjadi gangguan
besi total) × 100%. Pada keadaan normal 20–45% pertumbuhan, sistem neuromuskuler cepat lelah,
transferin jenuh dengan besi. Di anemia defisiensi kuku rapuh, mudah retak, tipis dan datar (spoon
Indonesian Journal of Clinical Pathology and Medical Laboratory, Vol. 15, No. 1, November 2008: 55-11
shape naill); hipofaring: disfagia; defek struktur 5–10%. Pada hari kelima sampai kesepuluh setelah
atau kelainan jaringan epitel: atrofi dari papil lidah, terapi besi terjadi peningkatan jumlah eritrosit yang
glositis dan angular stomatitis; gangguan di lambung diikuti dengan kenaikan kadar hemoglobin. Waktu
berupa atrofi mukosa lambung, gastritis; kelainan itu NER (Nilai Eritrosit Rerata) belum berubah,
tulang kepala mirip dengan thalassemia dan anemia kemudian terjadi perubahan nilai NER dari mikrositik
hemolitik.8 menjadi normositik. Pada anemia yang lebih berat,
Guna mengatasi masalah anemia defisiensi respons tubuh akan lebih cepat. Kadar hemoglobin
besi yang ideal adalah meningkatkan penyerapan menjadi normal setelah 8 minggu pasca pemberian
(absorpsi) besi dan kualitas menu makanan, seperti besi seperti terlihat pada (gambar 1).8,15 Kemudian
daging, ikan, ayam, atau bahan makanan yang banyak pemberian preparat besi diteruskan sampai 6 bulan
mengandung vitamin C. Cara lain mengatasi masalah untuk mengisi cadangan besi tubuh.15
anemia defisiensi besi dengan cara pemberian
preparat besi, seperti tablet ferosulfat 300 mg yang
mempunyai kandungan besi 60 mg.2,8 METODE
Rancang Penelitian
Rancang penelitian adalah potong lintang secara
deskriptif untuk mendapatkan prevalensi, jenis
anemia berdasarkan morfologi, dan prevalensi besi
pada remaja putri antara 12–14 tahun.
Bahan
Sebanyak 3 mL darah vena kubiti dari 69 siswa
kelas II SLTP Negeri I Curug Tangerang berusia
12–14 tahun tampak sehat, tanpa keluhan klinis.
Darah ditampung dalam penampung K3EDTA untuk
pemeriksaan hematologi yaitu kadar hemoglobin,
dan nilai eritrosit rerata (NER). Sisa darah K3EDTA
dipusingkan (sentrifus) dengan kecepatan 3000 RPM
selama 10 menit, kemudian plasma diambil sebanyak
500 µL dimasukkan ke dalam cup eppendorf disimpan
pada suhu –80° C untuk pemeriksaan kadar feritin
Gambar 1. Perubahan kadar hemoglobin setelah terapi besi dan CRP. Plasma tidak boleh hemolisis, keruh, dan
yang optimal8
ikterik.
Tanggap (respons) tubuh setelah pengobatan Reagensia dan Alat
(terapi) besi, menunjukkan perbaikan keluhan
subjektif dan gejala klinis yang cepat. Bukti Reagen untuk pemeriksaan hematologi dengan
hematologi yang tercepat setelah terapi besi adalah alat Sysmex K-1000 terdiri dari Cell pack Kat.
peningkatan jumlah retikulosit dapat mencapai no. 83400120, Stromatolyser-3WP Kat. no. SRP 2009,
Anemia dan Defisiensi Besi pada Siswa SLTP Negeri I Curug, Tangerang - Henrika, dkk.
Stromatolyser-C Kat.no. SRC 210. Dipakai kontrol menggunakan metode ELISA pada alat Elecsys
eightcheck-3WP, Kat. no. 7940182.17,18 2010 Roche Hitachi. Kadar CRP diperiksa dengan
Perangkat (kit) C-Reactive Protein (CRP), dengan metode nefelometri cara turbidimetri menggunakan
Nephelometer analyzer II dari Dade Behring Kat. Nephelometer analyzer II dari Dade Behring.
no. OQIY 13/21, menggunakan kontrol CRP N/T
Rheumalogy Control SL/1 Kat. no. ODQDB dengan
rentang kadar 11,6–15,6 mg/L.9,19 ALUR PENELITIAN
Kit feritin dari Roche (Kat. no. 03737551 190)
menggunakan alat Elecsys 2010 Roche Hitachi, Darah K3EDTA
Alat hitung sel darah otomatik
menggunakan kontrol feritin dari Roche (Kat VER < 82 fL VER 82-92 fL VER > 92 fL
no.1176452 922) dengan rentang kadar 22,2 ± HER < 27 pg HER 27-31 pg
Anemia NN
‘NORMAL’
defisiensi besi prelaten, laten dan anemia defisiensi
Thalassemia E
trait Kemungkinan Anemia defisiensi Defisiensi besi Defisiensi besi
Indonesian Journal of Clinical Pathology and Medical Laboratory, Vol. 15, No. 1, November 2008: 55-11
Tabel 4. Kadar hemoglobin dan feritin, pada siswa dengan eritrosit mikrositik hipokrom
Dari 69 siswa ternyata 15 siswa (21,7%) Tabel 5. Penggolongan defisiensi besi prelaten, laten, dan
anemia defisiensi besi
mempunyai eritrosit mikrositik hipokrom. Dari 15
siswa tersebut dibagi atas 5 kelompok, Kelompok Kadar feritin Kadar Hb
No.
A: 2 siswa (2,9%) mempunyai kadar hemoglobin (ng/mL) (g/dL)
< 12 g/dL dan kadar feritin < 12 ng/mL; kelompok Kadar feritin 12–20 ng/mL (11,6%)
B: 1 siswa (1,45%) dengan kadar hemoglobin dan kadar Hb < 12 g/dL
≥ 12 g/dL dan kadar feritin < 12 ng/mL; 14 18,7 14,4
kelompok C: 2 siswa (2,9%) mempunyai kadar 15 17,6 14,5
37 18,2 12,0
hemoglobin ≥ 12 g/dL dan kadar feritin antara 12–
38 13,2 12,1
20 ng/mL; kelompok D: 2 siswa (2,9%) dengan kadar 42 19,0 14,1
hemoglobin < 12 g/dL dan kadar feritin > 20 ng/mL, 44 12,0 12,6
serta kelompok E: 8 siswa (11,6%) mempunyai kadar 45 13,0 12,9
hemoglobin ≥ 12 g/dL dan kadar feritin > 20 ng/mL 54 15,9 14,0
seperti terlihat pada tabel 4. Kadar feritin < 12 ng/mL dan (8,7%)
Hasil pemeriksaan kadar feritin, 18 orang (26,1%) kadar Hb < 12 g/dL
ternyata 8 orang (11,6%) kadar feritinnya antara 9 9,1 12,3
19 11,4 12,4
12–20 ng/mL dengan kadar hemoglobin ≥ �����
12 g/dL;
������
41 9,8 12,0
6 orang (8,7%) mempunyai kadar feritin < 12 ng/mL 51 6,1 12,8
dengan kadar hemoglobin ≥ 12 g/dL; dan 4 orang 62 6,6 12,9
(5,8%) mempunyai kadar feritin < 12 ng/mL dengan 69 8,2 12,4
kadar hemoglobin juga < 12 g/dL seperti terlihat Kadar feritin < 12 ng/mL dan (5,8%)
pada tabel 5. kadar Hb < 12 g/dL
Di Indonesia, laporan penelitian Krisdinamurtirin, 27 11,3 11,8
tahun 1978 di Kabupaten Bogor Jawa Barat diperoleh 34 8,2 11,9
53 11,8 11,6
prevalensi anemia pada 1097 siswa SMP adalah
57 8,5 11,3
33,6%.2 Dari penelitian Tambunan (1995),12 pada 107
Jumlah 18 siswa Jumlah (2 6,1%)
siswa SMAN 71 Jakarta diperoleh prevalensi anemia
sebesar 20,6%. Pada penelitian ini hasil pemeriksaan
kadar hemoglobin, NER dan kadar feritin pada 69 anemia pada penelitian ini ternyata lebih rendah
siswa tertera pada tabel 4. daripada hasil penelitian Krisdinamurtirin di Bogor
Tujuh orang (10,1%) dari 69 siswa menderita tahun 1978 dan Tambunan di Jakarta tahun 1995.
anemia, dari 7 orang yang anemia tersebut 3 orang Hal ini mungkin disebabkan oleh adanya perbaikan
(4,3%) tergolong anemia normositik normokrom gizi masyarakat dan populasi yang berbeda. Menurut
dan 4 orang (5,8%) tergolong anemia mikrositik Wintrobe, di Amerika Serikat tahun (1976–1980),8
hipokrom seperti terlihat pada tabel 3. Prevalensi prevalensi anemia pada wanita berusia 12–14 tahun
Anemia dan Defisiensi Besi pada Siswa SLTP Negeri I Curug, Tangerang - Henrika, dkk.
adalah 3,6%, prevalensi anemia pada wanita dewasa kemungkinan disertai hemoglobinopati sebanyak
tidak hamil di India adalah 35%, Mexico 12%, dan 1,4%, defisiensi besi tahap 1 (prelaten) kemungkinan
Venezuela 15%. Prevalensi anemia yang diperoleh disertai dengan hemoglobinopati sebanyak 2,9%.
pada penelitian ini ternyata lebih tinggi dibanding Anemia tanpa defisiensi besi kemungkinan dengan
dengan prevalensi anemia pada negara maju seperti penyakit kronis dan atau hemoglobinopati 2,9%,
Amerika Serikat (3,6%), namun relatif sama dengan serta tanpa anemia dan non defisiensi besi yang
negara berkembang lainnya seperti Mexico (12%) kemungkinan disertai hemoglobinopati 11,6%.
dan Venezuela (15%). Defisiensi besi didapatkan pada 26,1% subjek yang
Salah satu penelitian tahun 1990 terhadap anak terdiri dari 11,6% defisiensi besi prelaten, 8,7%
berusia 12–14 tahun di Epsom Inggris, didapat defisiensi besi laten, dan 5,8% anemia defisiensi besi
prevalensi defisiensi besi laten adalah 4%, sedangkan yang terdiri dari 2,9% anemia normositik normokrom
prevalensi defisiensi besi prelaten adalah 16%.21 Di dan 2,9% anemia mikrositik hipokrom.
Amerika Serikat pada tahun 1976–1980, prevalensi Perlu dilakukan penelusuran lebih lanjut untuk
defisiensi besi untuk anak wanita berusia 12–14 mencari penyebab subjek dengan eritrosit mikrositik
tahun adalah 13,2%, sedangkan prevalensi defisiensi dan anemia normositik. Siswa dengan anemia
besi pada wanita dewasa tidak hamil di India adalah defisiensi besi diberikan suplemen besi dan melakukan
42%, Mexico 28%, dan Venezuela 19%.8 Di Indonesia, pemantauan tanggap (respons) pengobatan (terapi)
sampai saat ini belum ada data tentang defisiensi besi dengan pemeriksaan retikulosit pada minggu pertama
prelaten dan laten. Berdasarkan kadar hemoglobin serta pemeriksaan kadar hemoglobin pada minggu
dan kadar feritin pada penelitian ini, ternyata 18 kedua. Perlu dilakukan pemeriksaan elektroforesis
dari 69 siswa (26,1%) dengan defisiensi besi. Dari hemoglobin pada kasus defisiensi besi prelaten, laten
siswa tersebut ternyata 8 siswa (11,6%) defisiensi yang disertai eritrosit mikrositik hipokrom. Pada
besi tahap 1 (prelaten), 6 siswa (8,7%) defisiensi keadaan tersebut sebaiknya diberikan suplemen besi
besi tahap laten, dan 4 siswa (5,8%) lainnya adalah selama 8 minggu sebelum dilakukan elektroforesis
anemia defisiensi besi yang terdiri dari 2,9% anemia hemoglobin.
normositik normokrom dan 2,9% adalah anemia
mikrositik hipokrom seperti terlihat pada tabel 5.
Kelompok A sesuai dengan anemia defisiensi DAFTAR PUSTAKA
besi. Kelompok B tergolong defisiensi besi tahap 2
1. Departemen Kesehatan RI. Profil kesehatan Indonesia. Jakarta;
(laten) dengan eritrosit mikrositik hipokrom mungkin
1993: 66–9.
disertai dengan hemoglobinopati. Kelompok C 2. Mahdin AH, Djoko S, Yayah KH, Siagian UL, Harahap H,
tergolong defisiensi besi tahap 1 (prelaten) dengan Florentina TW. Study nutritional anemia an assessment of
eritrosit mikrositik hipokrom, kemungkinan disertai informat�����������������������������������������������
ion compilation for supporting and formulating
national policy and program. Jakarta: Dep Kes RI; 1989.
hemoglobinopati. Eritrosit mikrositik hipokrom
p. 1–3, 56–68.
pada kelompok D mungkin disebabkan oleh 3. Sayogo S. Anemia pada tenaga kerja wanita pada salah satu
hemoglobinopati dan atau anemia penyakit kronis, perusahaan di Jakarta Timur. Maj. Kedok. Indon; 1996; 46:
sedangkan pada kelompok E mungkin disebabkan 175–8.
4. Glader B. Anemia: General Considerations, In: Greer JP, Foester
oleh hemoglobinopati saja. Untuk menentukan
J, Rodgers GM, Paraskevas F, Glader B, eds. Wintrobe’s Clinical
adanya hemoglobinopati pada defisiensi besi perlu Hematology, 11th ed. Philadelphia: Lea & Febiger; 2004.
dilakukan pemeriksaan analisis hemoglobin setelah p. 947–76.
pemberian tambahan (suplemen) besi, sedangkan 5. Wirawan R. Diagnosis anemia. Maj. Kedok. Indon; 1995; 45:
713–21.
untuk menentukan adanya anemia penyakit menahun
6. World Health Organization. Nutritional anemias, report of
(kronis) perlu diperiksa kadar besi serum dan daya WHO Scientific Group. Geneva; 1968; 405: 5–10.
ikat besi total.4,5,8,13,14 7. World Health Organization. Control of nutritional anemia with
special reference to iron deficiency. Geneva; 1975; 580: 5–6.
8. Andrews NC. Iron deficiency and related disorder. In: Greer JP,
Foester J, Rodgers GM, Paraskevas F, Glader B, eds. Wintrobe’s
SIMPULAN DAN SARAN Clinical Hematology, 11th ed. Philadelphia: Lea & Febiger;
2004. p. 977–1009.
Telah dilakukan penelitian terhadap 69 siswa SLTP 9. Leaflet CardioPhase*/wCRP. Dade Behring 2007.
Negeri I Curug, Tangerang usia 12–14 tahun, untuk 10. Soemantri AG. Hubungan anemia kekurangan zat besi dengan
konsentrasi dan prestasi belajar. Disertasi untuk memperoleh
mengetahui angka kejadian anemia dan defisiensi gelar Doktor dalam Ilmu Kedokteran pada Universitas
besi pada remaja putri. Dari 69 siswa sebanyak Diponegoro Semarang; 1987. h. 201–7.
10,1% mengalami anemia, 4,3% anemia normositik 11. Hudono ST. Anemia dalam kehamilan. Dalam: Wiknjosastro
normokrom dan 5,8% anemia mikrositik hipokrom. H; Ilmu kebidanan. Edisi ketiga. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo; 1994. h. 448–58.
Dari subyek yang diteliti didapatkan eritrosit 12. Tambunan V. Status riboflavin orang wanita SMAN 71 Jakarta,
mikrositik hipokrom 21,7%, terdiri dari anemia hubungan antara anemia defisiensi besi dengan status
defisiensi besi 2,9%, defisiensi besi tahap 2 (laten) riboflavin. Tesis magister gizi program pascasarjana
Universitas Indonesia; 1995. h. 63–5.
10 Indonesian Journal of Clinical Pathology and Medical Laboratory, Vol. 15, No. 1, November 2008: 55-11
13. Huges-Jones NC, Wickramasinghe SN. Lecture notes on 17. Leaflet hematology. Sysmex.
haematology. 6th ed. Cambridge: Blackwell Science; 1996. 18. Leaflet kontrol eightdwck-BWP. Sysmex.
p. 75–95. 19. Leaflet N/T rheumatoligy control SL/1. Dade Behring, 2002.
14. Wick M, Pinggera W, Lehmann P. Ferritin in iron metabolism, 20. Leaflet preci control rumor marker cobas ®. Roche, 2007.
diagnostic strategies. New York: Springer-Verlag; 1991. p. 1–48. 21. Nelson M, White J, Rhodes C. Haemoglobin, ferritin, and iron
15. McKenzie SB. Textbook of hematology 2nd ed. Maryland USA: intakes in British children aged 12–14 years: a preliminary
Williams and Wilkins; 1996. p. 123–45. investigation. Br JNutr 1993; 70: 147–55.
16. Leaflet ferittin cobas ®. Roche, 2007.
Anemia dan Defisiensi Besi pada Siswa SLTP Negeri I Curug, Tangerang - Henrika, dkk. 11